5
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Hasil Belajar Siswa Hasil belajar merupakan perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan itu diupayakan dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan. Perubahan prilaku individu akibat proses belajar tidaklah tunggal. Setiap proses belajar mempengaruhi perubahan perilaku pada domain tertentu pada diri siswa, tergantung perubahan yang diinginkan terjadi sesuai dengan tujuan pendidikan (Purwanto, 2011: 34). Menurut Sudjana (2009: 22) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerimah pengalaman belajarnya. Hasil belajar juga dapat didefinisikan sebagai capaian yang diperoleh seseorang setelah mengikuti evaluasi yang ditandai dengan nilai. Untuk menentukan nilai dari suatu pembelajaran maka diperlukan evaluasi. Evaluasi dapat diartikan kegiatan yang terencana untuk mengamati keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Benyamin Bloom (dalam Suprijono, 2009: 6) membagi hasil belajar menjadi tiga ranah yaitu : 1. Ranah kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprenhension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk hubungan baru) dan evaluation (menilai).
5
6
2. Ranah afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon)
valuing
(nilai),
organization
(organisasi),
characterzation
(karakterisasi) 3. Ranah psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomor juga mencangkup ketrampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. 2.2 Pengertian Model pembelajaran Kooperatif Slavin (dalam Isjoni, 2009: 15) mengemukakan, “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher.” Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana dalam sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah empat sampai enam orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar. Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok, Solihatin, E., dan Rahardjo (dalam Taniredja, T, dkk, 2011: 56). Pembelajaran kooperetif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada
7
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbedaan latar belakangnya (Trianto, 2011: 58). Menurut Trianto, (2011: 66-67) sintaks model koopertif terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase-Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa Fase 2 Menyajikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Fase 5 Evaluasi Fase 6 Memberikan penghargaan
Perilaku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Guru menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelmpok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempertrasikan hasil belajarnya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
2.3 Metode Teams Games Tournamen (TGT) TGT (Teams Games Tournaments), merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode ini, para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan
8
pelajaran, lalu siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa
memainkan
game
akademik
dengan
anggota
tim
lain
untuk
menyumbangkan poin bagi skor timnya. Komponen utama kooperatif tipe TGT ada 4, antara lain; (1) presentase guru, (2) kelompok belajar (3) turnamen dan (4) pengenalan kelompok. Adapaun Langkah-langkah pembelajaran Teams Games Tournamen (TGT) yaitu siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling membantu (Trianto, 2011: 84). Dari pendapat diatas dapat dirumuskan metode TGT merupakan salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat unsur permainan (Game) akademik yang dimainkan oleh siswa dari tiap team-team yang berbada-beda. Setiap siswa berusaha agar setiap anggota dari teamnya benarbenar menguasai materi sebagai persiapan mengikuti game. Skor yang diperoleh siswa merupakan nilai yang diperoleh dari kelompoknya yang kemudian diberikan penghargaan oleh guru. Dalam pembelajaran dengan metode TGT membuat siswa enjoy dalam menerima pelajaran, mememicu minat belajar siswa, menghilangkan rasa jenuh dalam kelas, serta ceria karena dalam TGT ada dimensi kegembiraan yang diperoleh dari game.
9
Fase-fase atau sintaks pembelajaran TGT (Trianto,2009:84) Tabel 2. Sintaks Pembelajaran TGT Fase-Fase Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotifasi siswa Fase 2 Menyajikan/menyampaikan informasi Fase 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase 5 Turnamen
Fase 6 Pengenalan Kelompok
Fase 7 Evaluasi Fase 8 Memberi penghargaan
Slavin
(2005:106),
Perilaku Guru Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Menyampaikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan. Membagi siswa atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 6 orang) Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Mengarahkan aturan permainannya: Menyiapkan 6 meja tournamen Mengarahkan siswa menuju meja tournamen (setiap meja beranggotakan 1 orang dari tiap kelompok yang telah ada) Siswa di meja turnamen 1 untuk mengambil soal siswa di meja tournamen memberikan jawaban, sanggahaan atau tanggapan terhadap soal tersebut (siswa di meja tournamen lain menyimak) siswa di meja tournamen yang lain melakukan kegiatan yang sama, sampai semua meja tournamen mendapat soal Mengarahkan dalam satu permainan /turnamen terdiri dari kelompok pembaca, kelompok penantang 1, kelompok penantang 2, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada. Mengevaluasi hasil belajar Memilih cara menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok setelah turnamen/bermain game
mengemukakan
keunggulan
dan
kelemahan
pembelajaran TGT, sebagai berikut: (1) Para siswa di dalam kelas-kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang secara signifikan lebih banyak dari
10
kelompok rasial mereka dari pada siswa yang ada dalam kelas tradisional, (2) Meningkatkan perasaan/persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung dari kinerja dan bukannya pada keberuntungan, (3) TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa tetapi tidak untuk rasa harga diri akademik mereka, (4) TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal dan nonberbal, kompetisi yang lebih sedikit), (5) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama, tetapi menggunakan waktu yang lebih banyak, (6) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan lain. Sebuah catatan yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran TGT adalah bahwa nilai kelompok tidaklah mencerminkan nilai individual siswa. Dengan demikian, guru harus merancang alat penilaian khusus untuk mengevaluasi tingkat pencapaian belajar siswa secara individual. 2.4 Metode Student Teams Achievement Divisions (STAD) Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok (Trianto, 2011:68). Fase-fase atau sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD 1. Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa: menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar,
11
2. Fase 2 Menyajikan/menyampaikan informasi: menyampaikan informasi kepada siswa dengan cara mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan, 3. Fase 3 Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar: menyampaikan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien, 4. Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar: membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka, 5. Fase 5
Evaluasi; mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, 6. Fase 6 Memberikan penghargaan: Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. (Trianto, 2011:71) Kelebihan
dan
kekurangan
dari
metode
kooperatif
tipe
STAD
Suatu strategi pambelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan. Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pembelajaran kooperatif tipe STAD mempunyai beberapa keunggulan (Slavin, 1995:17) diantaranya sebagai berikut; (1) Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, (2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, (3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok, (4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD juga memiliki kekurangan-kekurangan diantaranya sebagai berikut; (1) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum, (2) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya
12
guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif, (3) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif, (4) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif masih dapat diatasi atau diminimalkan. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas. Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus guru, namun hal ini dapat diatasi dengan melakukan latihan terlebih dahulu. Sedangkan kekurangan-kekurangan yang terakhir dapat diatasi dengan memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu bekerja sama dan berlatih bekerja sama dalam belajar secara kooperatif, (http://keunggulan-dan-kekuranganpembelajaran.html). 2.5 Materi Ajar Pedosfer A. Pengertian Tanah Pengertian tanah menurut Sitanalah Arsyad (1989) adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas yang mempunyai sifat serta prilaku yang dinamis. Tanah berasal dari hasil pelapukan
13
bahan anorganik (batuan) dan bahan organik (sisa tumbuhan dan binatang). Pelapukan itu terjadi karena matahari, hujan dan angin. Selain itu pelapukan juga dapat terjadi karena meleburnya batu-batuan oleh panas yang terjadi di dalam litosfer. B. Proses Pembentukan Tanah Di Indonesia Pada dasarnya tanah berasal dari batuan atau zat anorganik yang mengalami pelapukan. Perubahanya batuan menjadi butir-butir tanah disebabkan oleh beberapa faktor antara lain; (1) Pemanasan matahari pada siang hari dan pendinginan pada malam hari, (2) Pemadatan dan tekanan pada sisa-sisa zat organik yang akan mempercepat terbentuknya batuan, (3) Batuan yang sudah retak dan proses pelapukan yang dipercepat oleh air, (4) Bnatang-binatang kecil seperti cacing tanah, rayap dan sebagainya yang membuat lubang dan mengeluarkan zat-zat yang dapat menghancurkan batuan, dan (5) Akar tumbuhtumbuhan dapat menerobos dan mencega batu-batuan menjadi hancur menjadi butiran-butiran tanah. C. Faktor-Faktor Pembentuk Tanah Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain iklim, organisme, bahan induk, topografi, dan waktu. 1. Iklim; Unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan. - Suhu/Temperatur; Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula.
14
- Curah hujan; Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah). 2. Organisme (Vegetasi, Jasad renik/mikroorganisme); Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah dalam hal: -
Membuat proses pelapukan baik pelapukan organik maupun pelapukan kimiawi. Pelapukan organik adalah pelapukan yang dilakukan oleh makhluk hidup (hewan dan tumbuhan), sedangkan pelapukan kimiawi adalah pelapukan yang terjadi oleh proses kimia seperti batu kapur larut oleh air.
-
Membantu
proses
pembentukan
humus
yaitu
Tumbuhan
akan
menghasilkan dan menyisakan daun-daunan dan ranting-ranting yang menumpuk di permukaan tanah. Daun dan ranting itu akan membusuk dengan bantuan jasad renik/mikroorganisme yang ada di dalam tanah. -
Pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah yaitu Vegetasi hutan dapat membentuk tanah hutan dengan warna merah, sedangkan vegetasi rumput membentuk tanah berwarna hitam karena banyak kandungan bahan organis yang berasal dari akar-akar dan sisa-sisa rumput.
3.
Kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. Contoh, jenis cemara akan memberi unsur-unsur kimia seperti Ca, Mg, dan K yang relatif rendah, akibatnya tanah di bawah pohon cemara derajat keasamannya lebih tinggi daripada tanah di bawah pohon jatiBahan Induk; Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf. Batuan induk itu akan
15
hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah. 4. Topografi/Relief; Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi: - Tebal atau tipisnya lapisan tanah; Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi sedimentasi. - Sistem drainase/pengaliran; Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam. 5. Waktu; Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus. Oleh karena itu tanah akan menjadi semakin tua dan kurus. Mineral yang banyak mengandung unsur hara telah habis mengalami pelapukan sehingga tinggal mineral yang sukar lapuk. C. Sifat Fisik Dan Kimia Tanah Berdasarkan sifat fisik dan kimia tanah dapat diidentifikasi atau diuraikan melalui tekstur, struktur, warna, dan keadan pH-nya. 1. Tekstur tanah ; Tekstur tanah merupakan suatu keadaan yang menunjukkan sifat halus atau kasarnya butiran-butiran tanah. Ukuran halus atau kasarnya ditentukan oleh perbandingan kandungan antara pasir, debu, dan liat. 2. Struktur tanah; Struktur tanah merupakan bagian fisik tanah yang menyatakan tersusunnya butiran-butiran dalam segumpal tanah. Dengan pengertian lain struktur tanah menyatakan susunan agregat partikel tanah (debu, liat, dan pasir) menjadi berbagai kelompok partikel yang satu sama lainnya berbeda dalam ukuran, warna, dan bentuknya. Struktur tanah dari berbagai macam horizon berbeda karena komposisi kimia, warna, dan teksturnya dendiri
16
berbeda. Oleh karena itu, apabila teksturnya berubah, struktur tanahnya juga akan berubah. Hal ini dapat terjadi karena pertukaran udara dan juga karena pengambilan atau penambahan hara tanaman, mekanisme pertumbuhan akar, serta akibat kegiatan organisme untuk membedakan struktur tanah dapat dilakukan dengan melihat bentuk dan susunan agregatnya yang disebut tipe struktur. Tipe struktur tanah yang biasanya dikenal terdiri atas lempung, gumpal, kersai, pilar, dan tiang. 3. Warna tanah; Warna tanah tampak jelas pada permukaan tanah atau pada penampang horizon. Umumnya para petani membedakan tanah dari warnanya. Misalnya, tanah hutan biasanya berwarna coklat samapi hitam. Perbedaan warna tanah sangat dipengaruhi kandungan bahan organik, bahan mineral, kadar kelembapan, dan pengaruh drainase. Kandungan bahan organik menyebabkan warna tanah menjadi gelap hingga hitam. Tanah yang bbanyak memiliki mineral besi warnanya bervariasi, seperi merah, merah kecoklatan, merah kekuningan hingga kuning kemerahan. Jika tanah banyak mengandung mineral kuarsa atau feldspar, warna tanah menjadi terang. 4. PH tanah; Keadaan PH tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman. Keadaan pH tanah adalah derajat keasaman larutanlarutan dalam tanah. Tinggi rendahnya derajat pH sangat dipengaruhi faktorfaktor pembentuk tanah dan kepekaan ion-ion hidrogen (H⁺) dan hidroksil (OH) di dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion hidrogen di dalam tanah, semakin tinggi pula tingkat keasaman tanah. Misalanya jika pH tanah lebih kecil dari 7, kepekatan ion hodrogen (H⁺) meningkat dan cenderung menjadi asam. Sebaliknya, jika pH tanah lebih besar dari 7, kepekatan ion hidrogen
17
(H⁺) menyusut, tetapi kepekatan ion hidroksil (OH) meningkat dan cenderung alkali (basa). Dalam keadaan kepekatan ion hodrogen (H⁺) dan ion hidroksil (OH) sama pH = 7, keadaan pH tanah dinyatskan netral (normal). D. Klasifikasi Jenis dan Ciri Tanah Di Indonesia Jenis tanah akan berpengaruh pada kesuburan tanah. Berdasarkan bahan induk dan proses perubahan yang disebabkan oleh tenaga eksogen, tanah di indonesia dibedakan menjadi beberapa jenis seperti berikut: 1. Tanah podsol/andosol adalah tanah yang terjadi karena pengaruh dari tinggi rendahnya curah hujan. Tanah jenis ini sifatnya mudah basah jika kena air. Di Indonesia jenis tanah tersebut terdapat di daerah pegunungan tinggi. 2. Tanah laterit adalah tanah yang terjadi karena suhu udara tinggi dan curah hujan tinggi, mengakibatkan berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhtumbuhan larut dan meninggalkan sisa oksida dan aluminium. Tanah laterit terdapat di beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat. 3. Tanah humus adalah tanah hasil pelapukan tumbuh-tumbuhan. Tanah humus ini sangat subur dan cocok untuk lahan pertanian, warnanya kehitaman. Tanah jenis ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 4. Tanah vulkanis adalah tanah hasil pelapukan bahan padat dan bahan cair yang di keluarkan oleh gunung berapi. Tanah tersebut sangat subur. Banyak daerah prtanian di usahakan di daerah vulkanis. Tanah jenis ini terdapat di pulau Jawa bagian Utara, Sumatra, Bali, Lombok, Halmahera, dan Sulawesi.
18
5. Tanah padas adalah tanah yang agak padat. Karena mineral di dalamnya dikeluarkan oleh air yang terdapat di lapisan tanah sebelah atasnya. Jenis tanah ini terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia. 6. Tanah endapan adalah tanah yang terjadi akibat pengendapan batuan induk yang telah mengalami proses pelarutan, pada umumnya merupakan tanah yang subur. Jenis tanah ini terdapat di Jawa bagian utara, Sumatra bagian timur, Kalimantan bagian barat dan selatan. 7. Tanah terrarosa adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan batuan kapur. Tanah ini banyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sumatra. 8. Tanah mergel adalah tanah yang terjadi dari campuran batu kapur, pasir dan tanah liat. Pembentukan tanah mergel di pengaruhi oleh hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Tanah mergel termasuk jenis tanah yang subur dan banyak terdapat di lereng pegunungan dan dataran rendah, misalnya Solo, Madiun dan Kediri. 9. Tanah kapur adalah tanah yang terjadi dari bahan induk kapur (batu endapan) dan telah mengalami laterisasi lmah. Jenis tanah ini terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sumatra. 10. Tanah pasir adalah tanah hasil pelapukan batuan beku dan sedimen, dan tidak berstruktur. Tanah pasir banyak terdapat di pantai Barat Sumatra Barat, Jawa Timur dan Sulawesi. 11. Tanah gambut adalah tanah yang berasal dari bahan organik yang selalu tergenang air. Tanah jenis ini kurang baik untuk pertanian. Jenis tanah ini terdapat di pantai timur Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
19
2.6 Kajian Penelitian Yang Relevan Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh: 1. Risdawati S. Manang. 2009, jurusan pendidikan Fisika dengan judul: Pengaruh Penggunaan Metode Team Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Gerak Lurus. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan antara hasil belajar siswa yang menggunakan metode Team Games Tournament (TGT) dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada pemelajaran fisika. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut bahwa terdapat perbedaan yang berarti antara hasil belajar siswa di kelas yang menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Team Games Tournament (TGT), dengan yang menggunakan model pembelajaran langsung metode ceramah dalam kegiatan pembelajaran. 2. Nurhisrayanti Kumali. 2009, Jurusan Pendidikan Fisika dengan judul: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Team Games Tournament (TGT) pada Materi Fisika. Tujuan penelitian untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi fisika khususnya tentang materi suhu dan pengukurannya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut bahwa hasil belajar siswa dapat meningkat dengan penerapan pendekatan TGT pada proses belajar mengajar. 3. Winangsi Rahim. 2010, jurusan pendidikan Fisika dengan judul: Pengaruh Team Games Tournament (TGT) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Fisika. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa pada
20
pelajaran fisika yang menerapkan metode Team Games Tournament (TGT) dengan hasil belajar siswa yang menerapkan metode konvensional. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil belajar siswa pada kelas yang menggunakan metode Team Games Tournament (TGT) dengan hasil belajar siswa yang menerapkan metode konvensional. Dari ketiga penelitian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) dalam proses belajar mengajar sangat berperan penting dalam memperlancar pemahaman peserta didik khsusnya dalam kajian bidang Geografi, hal ini akan menjadi pedoman atau panduan bagi peneliti dalam meneruskan penelitian ini. 2.7 Kerangka Berfikir Untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Geografi adalah melalui penggunaan model kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT) dan Student Teams Achievement Divisions (STAD). Untuk lebih jelas, keterhubungan model kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT) dan Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan hasil belajar siswa pada pembelajaran geografi dapat dilihat pada Gambar 1. berikut ini:
21
Guru
Kelas eksperimen
Kelas kontrol
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournamen (TGT)
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD).
Perlakuan
Siswa
Siswa
Hasil Belajar Gambar 1. Kerangka berpikir 2.8 Hipotesis Penelitian Menurut Sugiono (2011: 96) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Sehubungan dengan rumusan masalah maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut “Terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas yang menggunakan model pembelajaran
kooperatife tipe Teams Games Tournamen (TGT) dengan kelas
yang manggunakan model pembelajaran
kooperatife tipe Student Teams
Achievement Divisions (STAD) pada materi pedosfer kelas X SMA Prasetya Gorontalo”.