BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
2. 1 Hakikat Belajar dan Aktivitas Belajar 2.1.1 Definisi Belajar Dalam usaha manusia untuk mempertahankan eksistensinya sebagai mahluk yang memiliki akhlak pikiran, maka manusia tidak terlepas dari kegiatan belajar. Belajar adalah suatu kegiatan manusia guna mengerti dan memahami sesuatu, baik yang berguna pada dirinya maupun untuk kepentingan umum. Belajar merupakan masalah dunia persekolahan saja tetapi merupakan masalah setiap manusia yang ingin berhasil dalam hidupnya. Dengan demikian maka proses belajar tidaklah hanya terjadi di kelas tetapi dimanapun dan berlangsung secara terus menerus seumur hidup. Dalam hubungan dengan belajar menurut para ahli sangat beragam sesuai dengan sudut pandang masing-masing Djamaroh (2002 : 13), mengemukakan bahwa “Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor”. Menurut Slameto (2003 : 2) bahwa “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Kemudian dipertegas oleh Burtons dalam Setiawati (2001 : 4) bahwa belajar adalah sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka 5 lebih mampu berinterkasi dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas, maka definisi dari belajar adalah serangkaian kegiatan atau usaha oleh jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. 2.1.2 Defenisi Aktivitas Belajar Frobel (dalam Sardiman, 2000 : 94) mengatakan bahwa manusia sebagai pencipta. Dalam ajaran pun diakui bahwa manusia adalah sebagai pencipta yang kedua (setelah Tuhan). Secara alami anak didik memang ada dorongan untuk mencipta. Anak adalah suatu organisme yang berkembang dari dalam. Prinsip utama yang dikemukakan oleh Frobel bahwa anak itu harus bekerja sendiri. Untuk memberi motivasi, maka dipopuperkan suatu semboyan ”Berpikir dan Berbuat”. Dalam dinamika kehidupan manusia, maka beripkir dan berbuat merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Begitu juga dalam belajar sudah barang tentu tidak mungkin meninggalkan dua kegiatan itu, berpikir dan berbuat. Seseorang yang sudah berhenti dan berbuat perlu diragukan eksistensi kemanusianya. Hal ini sekaligus juga merupakan manusia, ilustrasi ini menunjukkan penegasan bahwa dalam belajar sangat memerlukan kegiatan berpikir dan berbuat. Di samping itu Rousseu (dalam Sardiman, 2000 : 96) memberikan penjelasan bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,
pengalaman sendiri, penyeledikan sendiri dan dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun teknis. Pandangan ini menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi. Konsep tersebut dapat ditegaskan oleh Helen (dalam Sardiman, 2000 : 95) pemahaman bahwa ruang kelas harus diubah atau diatur sedemikian rupa menjadi laboratorium pendidikan yang mendorong anak didik sendiri bekerja sendiri, di samping itu ditegaskan bahwa sekolah harus dijadikan tempat kerja. Sehubungan dengan itu, maka dianjutkan pengembangan metodemetode proyek, problem solving, diskusi, yang merangsang anak didik untuk melakukan kegiatan. Aktivitas belajar siswa perlu dipahami bersama, sebagaimana yang dikemukakan oleh Gafur (1999 :179) tentang jenis-jenis belajar sebagai berikut: 1. Belajar informasi faktual, misalnya mempelajari nama, tempat. 2. Belajar pengenalan visual, seperti mengamati bentuk, atau gerak dari suatu benda. 3. Belajar konsep atau prinsip dan aturan, seperti mempelajari hukum, sosial, fisika, dan matematika. 4. Belajar prosedur, seperti mempelajari cara menyusun rencana belajar dan cara membuat tes. 5. Belajar mengembangkan sikap, motivasi seperti belajar moral sosial sesuatu bangsa, meningkatkan kegiatan untuk lebih sering menolong sesama. 2.1.3 Prinsip-prinsip Aktivitas Belajar
Menurut John (dalam Sardiman, 2000 : 96) bahwa prinsip-prinsip aktivitas belajar dapat dibagi atas dua bagian yakni:
1. Menurut pandangan ilmu jiwa lama Konsep tabularasa, mengibaratkan jiwa (psyche) seseorang bagaikan kertas putih yang tidak tertulis. Kertas putih itu kemudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada dari unsur luar yang akan menulis, mau ditulis merah atau hijau, kertas itu akan bersifat reseptif. Konsep semacam ini kemudian ditransfer ke dalam dunia pendidikan. Siswa diibaratkan kertas putih, sedang unsur dari luar yang menulis adalah guru. Dalam hal ini terserah kepada guru, mau dibawa kemana, mau diapakan siswa itu, karena guru adalah yang memberi dan mengatur isinya, dengan demikian aktivitas didominasi oleh guru, sedang anak didik bersifat pasif dan menerima begitu saja. Guru menjadi seorang adikuasa di dalam kelas. 2. Menurut pandangan ilmu jiwa modern Aliran jiwa yang tergolong modern akan menerjemahkan jiwa manusia sebagai sesuatu yang dinamis, memiliki potensi dari energi sendiri. Oleh karena itu, secara alami anak didik itu juga bisa menjadi aktif, karena adanya motivasi dan dorongan oleh bermcam-macam kebutuhan. Anak didik dipandang sebagai organisme yang mempunyai potensi untuk berkembang. Oleh karena itu, pendidik adalah
mendidik
dan
menyediakan
kondisi
agar
anak
didik
dapat
mengembangkan bakat dan potensinya. Dalam hal ini anaklah yang beraktivtas, berbuat dan harus aktif sendiri. Pendidik tugasnya menyediakan makanan dan minuman rohani anak, akan tetapi yang memakan serta meminumnya adalah anak didik itu sendiri. Guru bertugas menyediakan bahan pelajaran, tetapi yang mengolah dan menerima adalah para siswa sesuai dengan bakat, kemampuan dan latar belakang masing-masing. Belajar adalah berbuat sekaligus merupakan proses yang membuat anak didik harus aktif. Bahkan sekarang dipopulerkan suatu kajian ”kalau mengajar anak untuk mendapatkan ikan, janganlah si pengajar itu memberi ikan, tetapi pengajar memberi kailnya”. Kiasan ini memberikan makna yang cukup penting di dalam kegiatan belajar mengajar, sebab siswa harus aktif sendiri termasuk bagaimana strategi yang harus ditempuh untuk mendapatkan suatu pengetahuan atau nilai. Guru hanya memberikan acuan atau alat. Ini semua menunjukkan bahwa yang efektif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Hal ini sesuai denga hakikat anak didik sebagai manusia yang penuh dengan potensi yang bisa berkembang secara optimal apabila kondisi mendukungnya. Sehingga yang penting bagi guru adalah menyediakan kondisi yang kondusif tersebut. 2.1 Jenis-jenis Aktivitas Belajar Mengajar Sekolah adalah salah satu pusat kegiatan belajar. Dengan demikian di sekolah merupakan arena untuk mengembangkan aktivitas. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah, aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional.
Diedrich (dalam Sardiman, 2000 : 95) membuat daftar yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat dogolongkan sebagai berikut: 1. Visual activities, yang termasuk didalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2.
Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.
3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan, uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato. 4. Visual activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, dan menyalin. 5. Writing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta dan diagram. 6. Drawing activities, yang termasuk didalamnya antara lain; melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain dan berternak. 7. Motor
activities, misalnya menanggapi, mengingat, memecahkan soal,
menganalisa, melihat hubungan, dan mengambil keputusan. 8. Mental
activities, seperti menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat,
bergairah, berani, tenang dan gugup. Siswa adalah subjek yang terlihat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dalam kegiatan tersebut siswa yang mengalami proses belajar mengajar menggunakan
kemampuan
mentalnya
untuk
mempelajari
bahan
belajar.
Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang dibelajarkan dengan bahan belajar akan semakin rinci dan semakin menguat. Adanya informasi tentang sasaran belajar, adanya penguatan-penguatan dan evaluasi keberhasilan belajar
menyebabkan siswa semakin sadar akan kemampuan dirinya, dan hal ini akan memperkuat keinginan untuk semakin mandiri. 2. 2 Konsep Kreatifitas Mengajar Guru Faktor utama yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa adalah kreativitas guru, sebab di lingkungan sekolah guru pemeran utama untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk memperoleh hasil pengajaran yang sebaik-baiknya, dalam proses belajar mengajar guru harus selalu berusaha membangkitkan minat para siswa sehingga seluruh perhatian mereka tertuju dan terpusat kepada bahan pelajaran yang sedang diajarkan. Guru harus menyadari bahwa tidak semua bahan pelajaran menarik perhatian siswa sebagaimana juga tidak semua siswa tertarik perhatiannya terhadap bahan pelajaran yang sama. Karena itu mutlak diperhatikan kecakapan guru untuk dapat meningkatkan motivasi siswa, membangkitkan minat dan perhatian siswa terhadap bahan pelajaran yang sedang diajarkannya. Perhatian yang dibangkitkan oleh guru tersebut perhatian yang disengaja, sedang perhatiannya timbul dari diri siswa itu sendiri disebut perhatian spontan. Hasil perhatian spontan biasanya dapat berlangsung lama dan lebih baik dari pada perhatian disengaja. Jadi, pembentukan watak sebagai persiapan untuk terjun di tengah-tengah masyarakat, perhatian disengaja itu lebih penting. Pengembangan kreativitas dalam sistem pendidikan ditekankkan oleh para wakil rakyat melalui penetapan MPR RI. Nomor. II/ MPR/ 1993 dalam GBHN sebagai berikut : “Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan
jenis- keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus produktivitas, kreativitas, mutu dan efisiensi kerja “. (Departemen Penerangan, 1983 : 60). Kompetensi seorang teknisi lebih bersifat mekanik dalam arti sangat mementingkan kecermatan, sedangkan kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional kependidikan, kecermatan untuk menentukan langkah guru harus sabar, ulet, „telaten‟ serta tanggap terhadap setiap kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan suatu hasil yang memuaskan. Munandar (1985 : 47-48) mengatakan bahwa “kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur-unsur yang ada”. Selanjutnya, Ia menyebutkan bahwa kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah kuantitas, ketepat-gunaan dan keragaman jawaban. Kaitannya dengan beberpa definisi terebut di atas, maka dapat dsimpulkan bahwa konsep kreativitas mengacu kepada kemampuan para guru dalam menemukan ataupun
mengemukakan
gagsan/ide-ide
baru
dalam
pengaturannya.
Guru
mendapatkan hasil yang maksimal. Munandar (1987 : 12) mengemukakan bahwa indikator yang berpengaruh dalam konsep kretivitas guru antara lain: a) Kemampuan mengolah kelas, b) Kemampuan menguasai bahan, c) Kemampuan dalam menggunakan media, d) Kemampuan menguasai proses belajar mengajar.
Kreativitas berasal dari kata kreasi yang berarti ciptaan, maka kreativitas merupakan daya cipta. Untuk memberikan definisi tentang apa kreativitas, terlebih dahulu kita harus menentukan dari segi atau sudut pandang mana masalah tersebut ditinjau, apakah dari pandangan seorang sastrawan, seorang pelukis, penyair, pemahat, arsitek, pandangan seorang guru dalam mengajar dan lain sebagainya. Jadi apa yang telah dilahirkan ataupun yang diciptakan oleh seseorang sesuai dengan pandangannya itulah yang dinamakan kreativitas. Berikut ini ada beberapa pengertian kreativitas yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut : a. ”Kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kondisi baru berdasarkan data informasi atau unsur-unsur yang ada” (Semiawan, 1987 : 8). Kreativitas juga dapat dikatakan suatu potensi yang dimiliki oleh setiap orang dan senantiasa digunakan
untuk
berbagai
kegiatan.
Munandar,
(1985)
mendefenisikan
”kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya”. Biasanya orang mengartikan kreativitas sebagai daya cipta, sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru. Akan tetapi sesungguhnya yang diciptakan itu tidak perlu hal-hal baru sama sekali, tetapi merupakan gabungan (kombinasi) dari informasi atau unsur-unsur yang ada dalam arti yang sudah ada sebelumnya. Di sini termasuk segala pengetahuan, pengalaman yang diperoleh seseorang selama hidupnya baik yang diperoleh di sekolah, keluarga maupun masyarakat,
sehingga
dengan
pengetahuan
dan
pengalaman
ini
dapat
memungkinkan untuk mencipta dan membentuk diri secara kreatif. Jadi makin banyak pengalaman ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh setiap orang, maka akan memungkinkan dia memanfaatkan dan menggunakan segala pengalaman dan pengetahuan tersebut untuk bersibuk diri secara kreatif. Oleh karena itu untuk menentukan sejauh mana seseorang dapat dikatakan kreatif dapat dilihat dari kemampuannya untuk dapat membuat kombinasi baru dari hal-hal yang ada. b. Kreativitas (berpikir kreatif atau berpikir divergen) adalah kemampuan– berdasarkan data atau informasi yang tersedia, menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana penekanannya adalah pada kualitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban. Dari definisi ini dapat dikatakan bahwa makin banyak kemungkinan jawaban yang diberikan terhadap suatu masalah maka seseorang makin kreatif, akan tetapi jawaban-jawaban tersebut harus sesuai dengan masalahnya. Namun di sini banyaknya jawaban yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu masalah belum tentu menentukan kreativitas seseorang, akan tetapi kualitas dan mutu dari jawaban itu sendiri perlu diperhatikan. c. ”Kreativitas adalah kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluesan (fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi
(mengembangkan,
memperkaya,
memperinci)
suatu
gagasan”.(Munandar, 1985 : 29). Selain definisi di atas, kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, akan tetapi jika
dalam penilaiannya seseorang mampu melihat obyek, situasi, atau masalahnya dari sudut pandang yang berbeda-beda. Menurut Parnes (dalam Amin, 1987 : 7) bahwa ada beberapa acuan untuk mengetahui apakah seorang guru benar-benar kreatif atau tidak, yaitu tercermin dalam lima ciri/perilaku kreatif sebagai berikut : a) Fluency yaitu kesigapan, kelancaran, kemampuan untuk menghasilkan gagasan. b) Flexibility
(keluesan)
yaitu
kemampuan
untuk
menemukan
ide
untuk
memecahkan masalah di luar kategori yang biasa c) Originalitas (keaslian) yaitu kemampuan memberikan respon yang unik atau luar biasa d) Elaboration (keterperincian), yaitu kemampuan untuk menyatakan pengarahan ide secara terperinci untuk mewujudkan ide menjadi kenyataan e) Sensitifity (kepekaan) yaitu kepekaan menangkap dan mengahasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi. Selain ciri-ciri kreatif yang berhubungan dengan kemampuan berpikir seseorang di atas, maka di bawah ini dapat dikemukakan juga ciri kreatif yang berhubungan dengan afektif/sikap kepribadian seseorang (Munandar, 1985 : 47-48) yaitu: mempunyai daya imajinasi yang kuat, mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, bebas dalam berpikir (tidak kaku atau terhambat), bersifat menghargai, bersifat ingin tahu, selalu ingin mendapat pengalaman-pengalaman baru, percaya
pada diri sendiri, penuh semangat (energetic), berani mengambil resiko (tidak takut membuat kesalahan), berani dalam pendapat dan keyakinan (tidak ragu-ragu dalam menyatakan pendapat meskipun mendapat kritik dan berani mempertahankan pendapat yang menjadi keyakinannya). Brow (dalam Munandar, 1985: 49) mengemukakan ada beberapa ciri-ciri guru kreatif yaitu : a. Ia mempunyai jiwa penasaran, ingin selalu menanyakan tentang segala sesuatu yang belum jelas dipahaminya b. Setiap hal dianalisis terlebih dahulu, kemudian disaringnya, dikualifikasi untuk ditelaah dan dimengerti untuk kemudian diendapkan dalam gudang pemikirannya c. Intuisi : kemampuan untuk dibawa sadar menghubung-hubungkan gagasan lama guna membentuk ide-ide baru d. Self- Dicipline. Hal ini mengandung arti bahwa teacher-scholar yang kreatif itu memiliki kemampuan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan antara analisa dan intuisi untuk diambilnya suatu keputusan akhir. e. Tidak akan puas dengan hasil sementara. Ia tidak menerima begitu saja hasil yang belum memuaskannya f. Suka melakukan introspeksi. Sifat mengandung kemampuan untuk menaruh kepercayaan terhadap gagasan-gagasan orang lain yang bagaimanapun juga. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa orang perorangan harus menolak pergaulan
akademis antara teman-teman sejawatnya di mana terdapat diskusi-diskusi dan debat-debat tentang pendapatnya masing-masing. g. Mempunyai kepribadian yang kuat, tidak mudah diberi instruksi tanpa pemikiran. Sehubungan dengan ciri kreativitas di atas, maka dapat ditentukan bahwa kreativitas guru dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik (dari diri guru) seperti minat, bakat, perhatian, serta sikap sedangkan (dari luar diri guru) seperti kebutuhan, sosial serta budaya atau sistem organisasi. Soetomo (1993 : 11) mengemukakan bahwa dalam interaksi belajar mengajar ada beberapa komponen yang harus dipenuhi yaitu : 1) Tujuan interaksi belajar mengajar yang diharapkan 2) Bahan yang akan disampaikan kepada siswa 3) Pendidik dan si anak didik (siswa) 4) Alat/sarana yang digunakan untuk tercapainya tujuan 5) Metode yang digunakan untuk menyampaikan bahan (materi) 6) Situasi lingkungan untuk menyampaikan bahan agar tercapainya tujuan. Di samping beberapa komponen di atas, maka dalam interaksi belajar mengajar masih perlu disertai dengan beberapa kompotensi yang harus dimiliki oleh seorang guru. Coopered (dalam Soetomo, 1993 : 12) mengemukakan bahwa ada 4 bidang kompotensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam melaksanakan interaksi belajar mengajar yaitu :
1) Mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia dan mampu menterjemahkan teori-teori tersebut ke dalam situasi yang riil dalam belajar mengajar 2) Mempunyai sikap yang tepat terhadap diri sendiri, siswa teman sejawat, sekolah dan bidang studi yang dibina 3) Menguasai bidang studi yang diajarkan 4) Mempunyai keterampilan teknis dalam mengajar antara lain keterampilan merencanakan pelajaran, bertanya, menilai pencapaian siswa, menggunakan strategi mengajar, mengelola kelas dan memotivasi siswa. Dari berbagai komponen dan kompotensi di atas, maka jelasnya bahwa untuk melaksanakan proses belajar mengajar seorang guru tidak hanya semata-mata membutuhkan kepandaian atau keahlian di bidang materi yang diajarkan saja artinya tidak semua yang ahli dapat melaksanakan interaksi belajar mengajar dengan baik. Misalnya : seorang ahli hukum belum tentu dapat menjadi guru ilmu hukum yang baik, seorang ahli matematika belum tentu menjadi guru matematika yang baik. Mereka masih dituntut dengan beberapa kemampuan misalnya : bagaimana cara menguasai siswa, bagaimana memilih metode yang tepat untuk menyampaikan materi yang disesuaikan dengan taraf perkembangan anak, bagaimana cara melaksanakan penilaian terhadap keberhasilan siswa dan masih banyak kemampuan yang di perlukan agar pengajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2. 3 Peran Guru Dalam Proses Belajar Mengajar Menurut Gagne mengajar atau “teaching” merupakan bagian dari pembelajaran (intruction), di mana peran guru lebih ditekankan kepada bagaiman cara merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakn atau dimanfaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Lebih lengkapnya Gagne menyatakan: Why do we speak of instruction rather than teaching? It because we wish to describe all of the event a direct effect on the learning of a human being, not just those set in motion by individual who is a teacher. Intruction may include event that are generated by a page of print, by a picture, by television program, or by combinasion of physical objects, among other things. Of course, a teacher may play an essential role in the arragement of any of these events” (Gagne, 1979 : 3) Dalam istilah „pembelajaran‟ yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil–hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagi subjek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam Setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Berbicara tentang peran guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal sebagaiman yang dikemukakan oleh Adams Dan Decey dalam Basic Prinsipiles of student teaching, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencanaan, supervisor, motifator dan konselor. Adapun yang akan dikemukan adalah peranan yang dianggap paling dominan adalah diklasifikasikan sebagai berikut :
dapat
1. Guru Sebagai Demonstrator Melalui peranannya sebagai demonstrator, atau pengajar guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. 2. Guru Sebagai Pengelola Kelas Dalam peranannya sebagai pengelola kelas, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Tujuan umum pengelolaan kelas ialah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. Sedangkan tujuan khusus adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. 3. Sebagai Mediator Dan Fasilitator Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komonikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian yang integral demi keberhasilannya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Sebagai mediator guru pun menjadi perantara antara hubunngan dengan manusia. Untuk keperluan ini, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berintegrasi dan berkomunikasi. Tujuan utamanya agar guru dapat mencaiptakan secara masksimal kualitas lingkungan yang interaktif. Dalam hal ini ada tiga macam kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru, yaitu mendorong berlangsungnya tingkah laku sosial yang baik, mengembangkan daya interaksi pribadi, dan menumbuhkan hubungan positif dengan siswa. 4. Guru Sebagai Evaluator Kalau kita perhatikan dunia pendidikan, akan kita ketahui bahwa setiap jenis pendidikan atau bentuk pendidikan pada waktu-waktu tertentu selama periode pendidikan orang selalu mengadakan evaluasi, artinya pada waktu-waktu tertentu selama satu periode pendidikan, selalu mengadakan penilaian terhadap yang telah dicapai, baik oleh terdidik maupn oleh pihak pendidik. Demikian pula dalam satu kali proses belajar mengajar guru hendaknya menjadi seorang evaluator yang baik. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengetahui kegiatan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum dan apakah materi yang diajarkan sudah sukup tepat. Semua pertanyaan tersebut akan dapat dijawab melalui kegiatan evaluasi atau penilaian. Dengan demikian, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan atau efektivitas metode mengajar. Tujuan lain dari penilaian di antaranya ialah untuk mengetahui kedudukan siswa di dalam kelas atau kelompoknya. Dengan penilaian, guru dapat
mengklarfikasikan apakah seseorang siswa termasuk kelompok siswa yang pandai, sedang, kurang, atau cukup baik di kelasnya jika dibandingkan dengan temantemannya. Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar siswa, guru hendaknya terus menerus mengikuti hasil belajar siswa, dari waktu-kewaktu. Informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini merupakan umpan balik (feedback) terhadap proses belajar mengajar. Umpan balik ini akan menjadikan titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar mengajar selanjutnya. Dengan demikian bila peranperan itu dilakukan oleh guru, maka proses belajar mengajar akan terus menerus dapat ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal. 2. 4 Kerangka Berpikir Secara konseptual, aktivitas belajar siswa berkaitan erat dengan prestasi perolehan belajar. Baik atau tidaknya perolehan aktivitas belajar pada umumnya tergantung dari kreativitas guru menyajikan materi pelajaran. Kreativitas mengajar guru yang baik, umumnya memberikan perolehan hasil belajar siswa yang tinggi, sebaliknya rendahnya kreativitas mengajar guru akan mengakibatkan pula rendahnya aktivitas belajar siswa. Demikian juga kreativitas mengajar guru yang skalanya sedang-sedang saja, umumnya perolehan aktivtas belajar siswa juga sedang-sedang. Menurut Munandar (1985) bahwa ”kreativitas sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antara unsur, data atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Kreativitas mengajar guru yang terjadi pada proses pembelajaran meliputi penguasaan bahan pelajaran, kemampuan guru mengelola kelas, kemampuan guru mendemontrasikan media pembelajaran, dan lain sebagainya. Apabila hal ini dilakukan sekreatif mungkin oleh guru sebagai pengajar, tentu kondisi pembelajaran akan bersifat dinamis, yang pada akhirnya siswa akan merasa tertarik dengan materi pembelajaran yang disajikan. Hal tersebut dapat diciptakan guru pada proses pembelajaran melalui kreativitasnya dalam mengelola kegiatan pembelejaran. Oleh karena itu, guru sedapat mungkin dalam menyajikan materi pelajaran dapat mengolah kegiatan pembelajaran yang dimulai dari pendahuluan, kegiatan inti pelajaran, dan, penutup. Apakah hal ini dilakukan dengan seefektif mungkin, maka peningkatan aktivitas belajar siswa dapat berjalan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar. Aspek lain, untuk meningkatkan aktivitas belajar atau kegiatan belajar adalah kegiatan siswa yang mengalami proses belajar mengajar menggunakan kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar. Kemampuan-kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor yang dibelajarkan dengan bahan belajar akan semakin rinci dan semakin menguat. Menurut Rousseu (dalam Sardiman, 2000 : 96) bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyeledikan sendiri dan dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas yang diciptakan sendiri baik secara rohani maupun teknis. Pandangan ini menunjukkan bahwa setiap orang yang belajar harus aktif sendiri, tanpa ada aktivitas, maka proses belajar tidak mungkin terjadi.
Sejalan dengan pemikiran di atas, penelitian ini berusaha untuk mengkaji kreativitas mengajar guru dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Kelas V SDN 1 Paguyaman. Aktivtas belajar yang dimaksud bahwa siswa harus aktif sendiri termasuk bagaimana strategi yang harus ditempuh untuk mendapatkan suatu pengetahuan atau nilai. Guru hanya memberikan acuan atau alat. Ini semua menunjukkan bahwa yang efektif dan mendominasi aktivitas adalah siswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut : Kreativitas Mengajar Guru
Menguasai Bahan Pelajaran
Mengelola Kelas
Aktivitas Belajar Siswa
Penggunaan media
2. 5 Hipotesis Dari uraian kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah “Apakah terdapat hubungan positif antara kreativitas mengajar guru dengan aktivitas belajar siswa kelas V SDN 1 Paguyaman?”.