9
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Hakikat Hasil Belajar (Winatapura 2007: 177) bahwa hasil belajar adalah produk aktivitas siswa seperti pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu tetapi dapat juga berbentuk adalah tidak saja kualitas yang harus dimiliki oleh siswa dalam jangka waktu tertentu tetapi dapat juga berupa cara atau proses yang dikuasai siswa sepanjang kegiatan belajar tertentu. Pembagian hasil belajar dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sifatnya tidak terpisah secara tegas. Hasil belajar kognifif, menurut Bloom dkk (dalam Winataputra, 2007 : 177) bahwa terbagi menjadi enam tingkatan kemampuan kognitif tingkatan ini bersifat khararki artinya yang satu lebih tinggi dari yang lainya. Keenam tingkatan tersebut apabila diurutkan dari yang paling rendah sampai paling tinggi
yaitu : (a) Pengetahuan, (b)
Pemahaman, (c) Penerapan, (d) Analisis, (e) Sintetis, (f) Evaluasi Hasil belajar siswa dengan kategori afektif menurut
Krathwoh 1964
(dalam Uzer 2000: 35) terbagi dalam lima kategori yaitu (a)
Penerimaan,
mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap simulasi yang tepat, (b) pemberian respon yaitu tingkat penerimaan, (c) Penilaian yaitu keterkaitan dari siswa pada obyek atau kejadian tertentu, (d) Pengorganisasian yaitu penyatuan nilai, (e) Karakteristik yaitu karakter dan gaya hidup siswa. Untuk hasil belajar siswa dengan kategori Psikomotor Dave 1977 (dalam Uzer 2000: 36) terbagi dalam lima yaitu (a)
9
10
Peniruan , yaitu terjadi ketika siswa mengamati, (b) memanipulasi yaitu menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengetahuan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu keterampilan melalui latihan, (c) ketetapan adalah penekanan pada kecermatan, proporsi dan kepastian yang tinggi dalam penampilan, (d) Artikulasi yaitu menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda, (e) Pengalamiahan internal yaitu menuntut tingkah laku yang di tampilkan dengan paling sedikit pengeluaran energi fisik maupun psikisUzer (2000:8) mengatakan bahwa hasil belajar siswa adalah pencapaian tujuan pembelajaran melalui suatu proses belajar mengajar tentang bahan pembelajaran. Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan tingkat keberhasilan yang dicapai seseorang setelah melalui usaha tertentu prestasi dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan , dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan. Berdasarkan uraian diatas maka yang dimaksud hasil belajar dalam penelitian ini
adalah suatu tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan
pembelajaran siswa melalui suatu proses belajar mengajar tentang bahan pembelajaran dan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Hasil belajar dalam penelitian ini merupakan tingkat keberhasilan yang diperoleh siswa setelah melakukan aktivitas belajar pada mata pelajaran IPA dalam jangka waktu tertentu. 2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengeruhi Hasil Belajar Siswa Untuk mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain : Faktor yang
11
terdapat pada diri siswa (Faktor Interen), dan faktor dari luar siswa ( Faktor eksteren), faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis sedangkan faktor yang terdiri dari luar diri anak antara lain faktor keluarga, masyarakat dan sebagainya. Faktor interen adalah faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor interen yaitu kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya, kemampuan ini sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya intelegensi yang normal selalu menunjukan kecakapan
sesuai
dengan
tingkat
perkembangan
sebaya,
adakalanya
perkembangan ini ditandai oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, sehingga seseorang anak pada usia tertentu sudah memiliki tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kawan
sebayanya. Oleh karena itu jelas bahwa faktor intelegensi merupakan suatu hal yang tidak diaabaikan dalam kegiatan belajar mengajar. Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. ungkapan ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Purwanto (2000:28) bahwa berkat dalam hal ini lebih dekat pengertinya dengan kata aptitude yang artinya kecakapan, yaitu mengenai kesanggupan –kesanggupan tertentu. Kemudian Kartono (2000: 2) menyatakan bahwa bakat adalah potensi atau kemampuan kalau diberikan
kesempatan untuk dikembangkan melalui belajar akan menjadi
kecakapan yang nyata.
12
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatika terus menerus yang disertai dengan rasa saing. Menurut Winkel (1999: 24) minat adalah kecenderungan yang tetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Kemudian Sudirman (2002: 76) mengemukakan minat adalah suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang berhubungan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri. Keluarga merupakan lingkungan kecil dalam masyarakat tempat seseorang dilahirkan
dan
dibesarkan.
Sebagimana
yang
telah
dijelaskan
oleh
Hasbullah(2004: 34) bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan pertamadan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan pada masa kecil tetapi bersifat menentukan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, Negara
dan
dunia. Adanya rasa aman dalam lingkungan keluarga sangat penting dalam menemukan keberhasilan anak dan aktifitas belajar. Rasa aman juga membuat seseorang akan terdorong
untuk belajar secara aktif.
Dalam hal ini Hasbullah (2004:46) mengatakan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah peertama mendapatkan pendidikan dan bimbingan, sedangkan tugas utama dalam keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Oleh karena itu orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan dimulai dari keluarga . sedangkan sekolah merupakan pendidikan
lanjutan.
Peralihan
pendidikan
ke
lembaga-lembaga
formal
memerlukan kerjasama yang baik antara orang tua dan guru sebagai pendidik
13
dalam usaha meningkatkan hasil belajar anak jalan kerja sama yang perlu ditingkatkan, dimana orang tua harus menaruh perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak memerlukan waktu, tempat, dan keadaaan yang baik untuk belajar. 2.1.3 Hakikat Hasil Belajar IPA Hakikat IPA atau sains di definisikan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara alami, perkembangan IPA tidak hanya ditandai dengan adanya fakta, tetapi juga oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah yang menekankan pada hakikat IPA atau sains Secara rinci hakikat IPA atau Sains menurut Bridman (Dalam Lestari,2002:7) adalah sebagai berikut : 1. Kualitas pada dasarnya konsep - konsep IPA atau Sains selalu dapat dinyatakan dalam bentuk angka – angka 2. Observasi dan eksperimen merupakan satu cara untuk dapat memahami konsep-konsep IPA atau Sains secara tepat dan dapat diuji kebenarannya. 3. Ramalan (Prediksi) merupakan salah satu asumsi penting dalam IPA atau Sains bahwa misteri alam raya ini dapat dipahami dan memiliki keturunan. Dengan asumsi tersebut lewat pengukuran yang teliti maka berbagai peristiwa alam yang akan terjadi dapat diprediksikan secara tepat. 4. Progresif dan Komunikatif, artinya IPA atau Sains itu selalu berkembang kearah yang lebih sempurna dan penemuan-penemuan yang ada merupakan kelanjutan dari penemuan sebelumnya. 5. Proses tahapan yang dilalui dan dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah dalam rangka menemukan suatu kebenaran. 6. Universalitas kebenaran yang ditemukan senantiasa berlaku secara umum
14
D.
Meningkatkan Daya Tarik Mata Pelajaran IPA Disinyalir bahwa kelemahan guru IPA saat ini adalah kurang mampu membawa materi pelajaran kepada dunia nyata yang dihadapi anak-anak sehari-hari. Guru hanya bercerita di depan kelas dengan hanya sebatang kapur untuk menjelaskan suatu proses ataupun fenomena alam yang kompleks. Guru kurang mampu memberikan deskripsi yang jelas tentang materi yang diajarkan.
B. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan Pendekatan Konstruktivisme Setidaknya ada 5 cakupan yang harus dipelajari dalam pelajaran IPA di Sekolah Dasar. Keempat cakupan tersebut adalah : 1).Konsep IPA terpadu 2).Biologi 3).Fisika 4).Ilmu bumi dan antariksa 5).IPA dalam perspektif interdisiplinier Sampai saat ini kebanyakan guru dalam menyampaikan pelajaran IPA disampaikan dengan metode ceramah dan kegiatan pembuktian di laboratorium, dengan sedikit fokus terhadap pemberian pengalaman dalam melakukan penelitian atau aplikasi IPA. Dalam pembelajaran ini guru harus melibatkan siswa dalam memanipulasi kegiatan yang mengarahkan pada pengembangan konsep melalui kegiatan investigasi dan analisis terhadap pengalaman. Oleh karena itu dalam pembelajaran IPA sebaiknya menggunakan pendekatan pembelajaran konstruktif agar hasil yang diperoleh maksimal
15
Hurd (1998) menyatakan bahwa orang yang dinyatakan melek sainS/IPA memiliki 3 ciri sebagai berikut : (1) dapat membedakan teori dari dogma, data dari hal-hal yang bersifat mistisdari pseudo sains, bukti dari propaganda dan pengetahuan dari pendapat. (2) mengenal dan memahami hakikat
IPA,
keterbatasan dari saintifk
inkuiri,
kebutuhan untuk
pengumpulan bukti. (3) memahami bagaimana cara untuk menganalisis dan memproses
data.
Untuk memudahkan guru menanamkan konsep IPA terhadap siswa diperlukan cara pengajaran yang bersifat konstruktif. Ciri pembelajaran yang bersifat konstruktif ini dapat dibedakan dengan pembelajaran yang bersifat tradisional dengan ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, lebih memahami dan merespon minat, kekuatan, pengalaman dan keperluan siswa secara individual. Kedua, senantiasa menyeleksi dan mengadaptasi kurikulum. Ketiga, berfokus pada pemahaman siswa dan menggunakan pengetahuan sains, ide, serta proses inkuiri. Keempat, membimbing siswa dalam mengembangkan saintifik inkuiri. Kelima, menyediakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi dan berdebat dengan siswa lain. Keenam, secara berkesinambungan melakukan asesmen terhadap pemahaman siswa. Ketujuh, memberikan bimbingan pada siswa untuk berbagi tanggung jawab dengan
siswa
lain.
Delapan,
mensuport
pembelajaran
kooperatif
(cooperative learning), mendorong siswa untuk bekerja sama dengan guru lain dalam mengembangkan proses inkuiri.
16
C. Pandangan konstruktivisme tentang belajar IPA 1. Belajar sebagai perubahan konsepsi Menurut pandangan konstruktivisme keberhasilan belajar bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan “makna” oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat, dan dengar (West & Pines, 1985). Jadi pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. 2. Perubahan Konsepsi dalam Pembelajaran IPA Implikasi dari pandangan konstruktivisme disekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Jadi dalam belajar sains/IPA merupakanh proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa.(Piaget dalam Dahar,1996), sehingga peran guru berubah, dari sumber dan pemberi
informasi
menjadi
pendiagonsis
dan
fasilitator
belajar
siswa.
Pembelajaran dan prespektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1) berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge); (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) melibatkan interaksi social (social interation); (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making). 3. Pentingnya Konteks Perlu diupayakan pembelajaran yang memungkinkan siswa dengan sadar mengubah apa yang diyakininya yang ternyata tidak konsistan dengan konsep ilmiah. Dengan kata lain informasi dan pengalaman yang dirancang guru-guru
17
untuk siswa seharuanya koheren dengan konsep yang dibawa anak atau disesuaikan dengan pengetahuan awal siswa. Perubahan konsepsi akan terjadi apabila kondisi yang memungkinkan terjadinya perubahan konsepsi terpenuhi dan tersedia konteks ekologi konsepsi untuk berlangsungnya perubahan itu (Posner et al., dalam West & Pines, 1985; Dahar, 1996). Ekologo konsep yang dimaksud adalah sebagai berikut; (a) Anak merasa tidak puas dengan gagasan yang dimilikinya; (b) Gagasan baru harus dapat dimengerti (inteligible) ; (c) Konsepsi yang baru harus masuk akal (plausible) ; (d) Konsepsi yang baru harus dapat member suatu kegunaan (fruitful) 2.1.4 Hakikat Konstruktivisme Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri (Von Glaserfelt dalamSuparno, 2001: 15). Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwasiswa diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajarsecara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuanyang lebih tinggi. Dalam
metode
konstruktivisme
siswa
secara
aktif
membangun
pengetahuan merekasendiri yaitu bagaimana siswa memproses masukan dari dunia luardan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mentalaktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mentalsiswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan,tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetapmerupakan kunci pembelajaran.
18
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikanadalah bahwa guru tidak dapat
hanya sekedar
memberikan
pengetahuan kepadasiswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Gurudapat memberikan kepada siswa atau siswa anak tangga yang membawasiswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harusmemanjat anak tangga tersebut. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan informasi itu manjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan. Proses
pembelajaran IPA
lebih
menekankan pada
pembentukan
keterampilan memperoleh pengetahuan yaitu daya fikir dan daya kreasi. Sementara daya pikir kreasi sebagai indikator dari perkembangan kognitif itu sendiri bukan merupakan akumulasi kepentingan perubahan perilaku terpisah melainkan merupakan pembentukan oleh anak, suatu kerangka teori belajar terhadap usaha seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya. Teori
konstruktivisme
adalah
lebih
memberikan
tempat
kepada
siswa/subjek dididk dalam proses pembelajaran daripada guru atau instruktur. Teori ini berpandangan bahawa adalah siswa yang berintraksi dengan berbagai objek dan peristiwa sehingga mereka memperoleh dan memahami pola-pola penangananterhadap objek dan peristiwa tersebut. Dengan demikian , siswa sesungguhnya mampu membangun ko nseptualisasi dan pemecahan masah medreka sendiri, oleh karena itu kemandirian dan kemampuan berinisiatif dalam proses pembelajaran sangat didorong untuk dikembangan
19
Para ahli Konstruktivisme memandang belajar sebagai hasil dari konstruksi mental. Para siswa belajar dengan cara mencocokan informasi baur yang mereka peroleh bersama-sama dengan apa yang telah mereka ketahui, siswa akan belajar dengan baik jika mereka mampu mengaktifkan konstruk pemahaman mereka sendiri. Menurut para ahli konstruktivisme, belajar juga dipengaruhi oleh konteks, keyakinan, dan sikap siswa. Dalam proses pembelajaran, para siswa didorong untuk menggali dan menemukan pemecahan masalah mereka sendiri serta mencoba untuk merumuskan gagasan-gagasan dan hipotesi. Mereka diberikan peluang dan kesempatan yang luas untuk membangun pengetahuan awal merek. Dalam perkembangannya, terdapat banyak pemikiran dalam teori konstrruktivisme ini, namun semua mendasarkan pada asumsi dasar yang sama tentang belajar. Dua teori konstruktivisme yang utama dikenal dengan isatilah “Konstruktivisme Sosial dan Konstruktivisme Kognitif. Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa menerima pengetahuan baru.
20
Perolehan pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan alternatif strategi lain untuk mengatasinya. Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa model konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka. 2.1.5. Tujuan Pembelajaran Konstruktivisme Kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berfikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses pembentukan itu. Proses perolehan pengetahuan akan terjadi apabila guru dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang ideal yang dimaksud disini adalah suatu proses belajar mengajar yang sesuai dengan karakteristik IPA dan memperhatikan perspektif siswa sekolah dasar. Pembelajaran yang dimaksud diatas adalah pembelajaran yang mengutamakan keaktifan siswa, menerangkan pada kemampuan minds-on
21
dan hands-on serta terjadi interaksi dan mengakui adanya konsepsi awal yang dimiliki siswa melalui pengalaman sebelumnya. Dalam pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut : 1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahasa sendiri. 2) Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga lebih kreatif dan imajinatif. 3) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru. 4) Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa. 5) Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka. 6) Menciptakan lingkungan yang kondusif. Dari berbagai pandangan di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada pandangan konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman
mereka
dengan
kata
lain
siswa
lebih
berpengalaman untuk mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. 2.1.6 Manfaat Pembelajaran Konstruktivisme Manfaat pembelajaran Konstruktivisme adalah : 1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar 2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberi kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon 3. Mendorong siswa berfikir tingkat tinggi
22
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru dan siswa lainnya 5. Siswa terlibat dalam pengalamanyang menantang dan mendorong terjadinya diskusi 6. Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama dan materi-materi interaktif 2.1.7 Langkah-Langkah Pembelajaran Konstruktivisme Model pembelajaran konstruktivisme meliputi empat langkah yaitu : a) Langkah pertama adalah apersepsi, pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat. Misalnya : mengapa baling-baling dapat berputar? b) Langkah kedua adalah eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung. c) Langkah ketiga, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya jawab.
23
d) Langkah keempat, pengembangan dan aplikasi, pada tahap ini guru memberikan penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas. Dengan diterapkannya pembelajaran konstruktivisme dalam pembelajaran IPA, diharapkan dapat membantu siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan lebih memahami penjelasan guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 2.1.8 Keuntungan dan Kelemahan Model Konstruktivisme Dalam penggunaan model konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu : 1) Dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep IPA. 2) Melatih siswa berfikir kritis dan kreatif. Adapun kelemahan pembelajaran konstruktivisme adalah : 1) Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan miskonsepsi. 2) Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang berbeda-beda. 3) Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
24
2.1.9 Prinsip-Prinsip Belajar Konstruktivis Para ahli konstruktivis menyatakan bahwa belajar melibatkan konstruksi pengetahuan saat pengalaman baru diberi makna oleh pengetahuan terdahulu.l Persepsi yang dimiliki oleh siswa mempengaruhi pembentukanpersepsi baru. Siswa menginterpretasi pengalaman baru dan memperolehpengetahuan baru berdasar realitas yang telah terbentuk di dalam pikiran siswa. Konstruktivisme yang berakar pada prsikologi kognitif, menjelaskan bahwasiswa belajar sebagai hasil dari pembentukan makna dari pengalaman. Peranutama guru adalah membantu siswa membentuk hubungan antara apa yangdipelajari
dan
apa
yang
sudah
diketahui
siswa.
Bila
prinsip-
prinsipkonstruktivisme benar-benar digunakan di ruang kelas, maka guru harusmengetahui apa yang telah diketahui dan diyakini siswa sebelum memulai unitpelajaran baru. Ada tiga prinsip yang menggambarkan konstruktivisme;(1) seseorang tidak pernah benar-benar memahami dunia sebagaimana adanyakarena tiap orang membentuk keyakinan atas apa yang sebenarnya, (2)keyakinan/pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang menyaring atau mengubahinformasi yang diterima seseorang, (3) siswa membentuk suatu realitas berdasarpada keyakinan yang dimiliki, kemampuan untuk bernalar, dan kemauan siswauntuk memadukan apa yang mereka yakini dengan apa yang benar-benar merekaamati. 2.2
Kajian Penelitian Yang Relevan Muhamad Hasan Sidik (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan
Model Pembelajaran Konstruktivisme untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Mengenai Struktur bumi Gerak di Kelas III SD Negeri 1Cilengkranggirang
25
Kecamatan pembelajaran
Pasaleman yang
Kabupaten
telah
Cirebon
dilaksanakan
mengatakan
dengan
bahwa
menerapkan
dalam
pendekatan
konstruktivisme lebih membantu siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dengan kata lain pengalaman siswa untuk mengkonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi mengalami peningkatan sehingga pemahaman siswa mengenai materi struktur bumi dapat meningkat. Dwi Apriyani (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas 5 Pada Materi Pesawat Sederhana dan Kegunaannya dalam Kehidupan Sehari-hari menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme dapat memberikan arah pembelajaran yang cukup baik bagi guru maupun siswa sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. 2.3
Hipotesis Tindakan Dari permasalahan dan kajian teori di atas, maka hipotesis tindakan ini
adalah: “Jika model konstruktivisme diterapkan dalam proses pembelajaran IPA, maka hasil belajar siswa Kelas V SD Muhammadiyah Bolihuangga Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo akan meningkat”. 2.4
Indikator Kinerja Keberhasilan dalam penelitian ini dapat dilihat dari indikator : Jika hasil
belajara IPA siswa kelas V SD Muhammadiyah Bolihuangga mengalami peningkatan dari 45% atau 9 orang menjadi 80% atau 16 orang dari 20siswa atau terjadi peningkatan sekitar 35% atau 7 orang dengan nilai rata-rata secara klasikal 70.