8
BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Kajian Teoretis
2.1.1 Hakekat Menulis Menulis bukan hanya menyalin tetapi juga mengekspresikan pikiran dan perasaan ke dalam lambang-lambang tulisan. Kegunaan kemampuan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat dan mengerjakan sebagian besar tugas sekolah. Lerner (dalam Mulyono, 2003:224) berpendapat bahwa menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual. Dijelaskan pula oleh Markam (dalam Mulyono, 2003:224) bahwa menulis adalah mengungkapkan bahasa dalam bentuk simbol gambar. Dari uraian teori sebelumnya terdapat keterkaitan dengan judul yang akan dibahas oleh peneliti yakni keterampilan menulis yang merupakan salah satu indikator pelajaran bahasa Indonesia di SD adalah suatu aktivitas kompleks yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan berbicara. Tarigan (dalam Mulyono, 2009:224) mendefinisikan menulis sebagai kegiatan melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang-orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut. Menurut Tarigan (dalam Hasani, 2005:1) bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-
8
9
lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan grafik tersebut. Sehubungan dengan teori tersebut dapat dijelaskan bahwa menulis merupakan wujud pengutaraan sesuatu secara tersusun dengan mempergunakan bahasa disebut karangan dan menulis juga merupakan aktivitas seseorang dalam menuangkan ideide, pikiran, dan perasaan secara logis dan sistematis dalam bentuk tertulis sehingga pesan tersebut dapat dipahami oleh para pembaca. Pengertian menulis menurut Hasani (2005:2) merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan yang produktifdan ekspresif, sehingga penulis harus mampu memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa, dan kosakata. Berdasakan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa: (a) Menulis merupakan salah satu komponen sistem komunikasi; (b) Menulis adalah menggambarkan pikiran, perasaan dan ide ke dalam bentuk lambang-lambang bahasa grafis; (c) Menulis dilakukan untuk keperluan mencatat dan komunikasi. 2.1.2 Tujuan dan Manfaat Menulis Tujuan menulis adalah memproyeksikan sesuatu mengenai diri seseorang. Tulisan mengandung nada yang serasi dengan maksud dari tujuannya. Menulis tidak mengharuskan memilih suatu pokok pembicaraan yang cocok dan sesuai, tetapi harus menentukan siapa yang akan membaca tulisan tersebut dan apa maksud dan tujuannya.
10
Sejalan dengan pendapat tersebut, Tarigan (1994:23) mengemukakan bahwa tujuan menulis adalah respon atau jawaban yang diharapkan oleh penulis akan diperoleh dari pembaca. Berdasarkan batasan di atas, peneliti berpendapat bahwa tujuan menulis adalah untuk memberitahukan atau mengajar disebut wacana informatif, untuk meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif,
untuk
menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literatur dan untuk mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat atau berapi-api disebut wacana ekspresif. Menurut Fang (2007:23) bahwa menulis memiliki beberapa manfaat sebagai berikut. a. Untuk melatih siswa berani mengekspresikan diri melalui kata-kata tanpa harus ada partner bicara secara langsung. b. Menuntun siswa memasuki dunia seni yang menjanjikan keindahan yang melebihi logika dan kata. Kalaupun belum mencapai keindahan seni pantun minimalnya bisa masuk dalam petualangan rima kata dan makna. c. Melalui kegiatan menulis, siswa dapat menyampaikan makna ganda yang secara tersurat dan tersirat sebab pantun dapat menyampaikan maksud dengan indah. Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan menulis adalah untuk melatih siswa berani mengekspresikan diri secara tertulis, dapat meningkatkan ekspresi perasaan dan emosi siswa melalui wacana ekspresi. Selain itu menulis dapat memberikan manfaat kepada siswa untuk menyampaikan maksud secara tertulis.
11
2.1.3 Keterampilan Menulis Keterampilan menulis merupakan salah satu dari komponen bahasa yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Dengan menulis seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan gagasan untuk mencapai maksud dan tujuannya. Menulis pantun dapat diartikan sebagai kegiatan melahirkan pikiran dan perasaan dengan tulisan hal ini sejalan dengan penjelasan Sutarti (2008:18) bahwa menulis pantun atau mengarang pantun adalah kemampuan mengekspresikan pikiran, perasaan, pengalaman, secara sistematis dan logis sehingga tulisannya mudah dipahami pembaca. Menulis merupakan suatu aktivitas bahasa yang produktif dan ekspresif melalui media tulis secara terorganisasi dan sistematis sehingga gagasan yang disampaikan dapat dipahami oleh pembaca. Keterampilan menulis ini tidak akan datang secara otomatis, melainkan membutuhkan keuletan yang mesti diasah melalui latihan yang teratur. Sebagaimana penjelasan Pradopo (2002:7) bahwa menulis itu mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indra dalam susunan yang berirama sebab pantun merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting dan digubah dalam wujud yang paling berkesan. Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu aktifitas bahasa untuk mengekspresikan pemikiran agar lebih berkesan.
12
2.14 Pengertian Pantun Pada dasarnya tulisan sastra itu memiliki jenis yang beragam seperti cerpen, novel, roman, puisi, pantun, syair dan dongeng. Pantun merupakan salah satu karya sastra melayu yang sampai sekarang masih dikembangkan. Kata pantun mempunyai arti ucapan yang teratur, pengarahan yang mendidik, pantun juga berarti sindiran. Menurut Zaidan (2009) bahwa pantun mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) tiap bait terdiri atas empat baris kalimat, (2) tiap bait terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, (3) baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, sampiran melukiskan alam dan kehidupan sedangkan isi pantun berkenan dengan maksud pemantun, (4) bersajak ab- ab atau aa-aa, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan bunyi akhir baris kedua sama dengan bunyi akhir baris keempat, di samping itu (5) tiap bait pantun selalu dapat berdiri sendiri, kecuali pada pantun berkait, (6) pantun yang baik, bermutu ada hubungannya antara sampiran dan isi. Contoh pantun : Angkat kaki hindari batu Silau mata bersinar-sinar Tidak baik melawan guru Karna beliau setia mengajar
13
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa pantun adalah salah satu karya sastra yang memiliki ciri-ciri seperti tiap bait terdiri atas empat baris kalimat, tiap bait terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata, baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan keempat disebut isi, bersajak ab- ab atau aa-aa.
2.1.5 Karakreristik Pantun Pantun adalah sebuah puisi lama yang amat memperhatikan aspek kebahasaan, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa pantun adalah bahasa yang tersaring penggunaannya. Artinya, pemilihan bahasa itu terutama aspek diksi telah melewati seleksi ketat, dipertimbangkan dari berbagai sisi baik yang menyangkut unsur bunyi, bentuk, dan makna yang semuanya harus memenuhi persyaratan untuk memperoleh efek keindahan. Dengan kata lain keberhasilan sebuah pantun tergantung dari keberhasilan pemilihan kata dan susunan kata menjadi larik-larik pantun sebagaimana contoh pantun yang dikemukakan di atas. Menurut Nurgiyantoro (2005:312) bahwa beberapa unsur pantun antara lain: a. Aspek Bunyi Bunyi merupakan hal yang penting yang menentukan keberhasilan pantun sebagai sebuah karya seni. Pantun dipandang sebagai permainan bahasa lewat seleksi kata-kata. Persajakan atau rima pola perulangan bunyi yang sengaja ditimbulkan dan didayakan lewat untuk mencapai keindahan, merdu dan enak didengar.
14
b. Unsur Kata Kata-kata adalah pengunsurmakna yang utama dan sekaligus penyedia warna keindahan sebuah pantun. c. Sarana Retorika Sarana retorika merupakan unsur yang efektif untuk memperindah stile sebuah teks pantun dan kesastraan pada umumnya. Sarana retorika dimaksudkan untuk lebih menggayakan dan menghidupkan pengekspresian serta untuk memperoleh efek khusus yang bernilai lebih. d. Pentingnya Sastra/Pantun Pada Anak Pantun anak merupakan bagian dari salah satu materi pelajaran Bahasa Indonesia. Pantun juga merupakan kekayaan budaya dalam bentuk gaya bahasa berirama. Pantun dikenal, terutama pada pendidikan sekolah dasar (SD), untuk menumbuhkan kecintaan dan ketertarikan terhadap tradisi yang bersumber dari bacaan (Ahira, 2010). Pantun biasanya dibacakan secara berbalasan. Unsur irama, intonasi, dan ketepatan ucapan untuk kalimat tanya, kalimat berita atau kalimat seruan akan berpengaruh terhadap pembacaan pantun. Dijelaskan pula oleh Ahira (2010) bahwa manfaat pantun anak yakni bisa dijadikan nyanyian, bisa dijadikan nasehat, sarana pendidikan. Nasehat yang dimaksud dalam pantun yakni dengan mendengarkan nasehat melalui pantun, maka kelak nasehat-nasehat tersebut akan terekam jelas dalam pikirannya. Inilah pendidikan alam bawah sadar terhadap anak yang tidak banyak diketahui oleh orang tua.
15
Sejalan dengan teori sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pantun terdiri dari aspek bunyi, unsur kata, sarana retorika, pentingnya sastra/pantun pada anak. 2.1.6 Pendekatan Kontekstual (Contekstual Teaching Learning) Pembelajaran kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata siswa, dan juga mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Johnson, 2007:1). Dijelaskan pula oleh (Johnson, 2007:1) bahwa landasan filosofis model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yakni mencerminkan konsep saling bergantungan, mencerminkan prinsip deferensiasi dan mencerminkan prinsip pengorganisasian diri. Landasan filosofi model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konstruktivisme artinya filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal,
siswa harus
mengkonstruksi pengetahuan di benak mereka sendiri, pengetahuan tidak bisa dipisah-pisahkan harus utuh, dan konstruktivisme berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey pada awal abad ke 20 yaitu filosofi belajar yang menekankan kepada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Menurut Juliani (2012:1) bahwa langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kontekstual yakni sebagai berikut.
16
a. Memilih tema b. Menentukan konsep-konsep yang dipelajari c. Menentukan kegiatan –kegiatan untuk investigasi konsep-konsep terdaftar d. Menentukan mata pelajaran terkait(dalam bentuk diagram) e. Mereviu kegiatan-kegiatan & mata pelajaran yang terkait f. Menentukan urutan kegiatan g. Menyiapkan tindak lanjut Menurut Jhonson (2007) bahwa langkah-langkah model pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan, yaitu: a. Tahap Invitasi Tahap invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awal tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematik tentang kehidupan sehari-hari, melalui kaitan konsep-konsep yang dibahas tadi, dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tadi. b. Tahap Eksplorasi Tahap eksplorasi diberikan kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep, melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara berkelompok siswa melakukan diskusi tentang masalah yang ia bahas. Tahap ini akan memenuhi rasa ingin tahu siswa tentang fenomena kehidupan nyata dari lingkungan sekitarnya.
17
c. Tahap Penjelasan dan Solusi Tahap penjelasan dan solusi, pada saat siswa memberikan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat model, dan membuat rangkuman serta ringkasan hasil pekerjaannya. d. Tahap Pengambilan Tindakan Tahap pengambilan tindakan, siswa dapat membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun secara kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Dari penjelasan teori di atas dapat dijelaskan bahwa pendekatan kontekstual (contextual teaching learning) adalah suatu konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa sehingga siswa dapat berpikir lebih kreatif dengan membuat kesimpulan tentang hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya sesuai dengan kehidupan mereka sehari-hari. 2.1.7 Pembelajaran Pantun Melalui Kontekstual di Sekolah Dasar
Metode
Pembelajaran
Pendekatan
Upaya meningkatkan kemampuan menulis pantun pada siswa Sekolah Dasar melalui metode pembelajaran pendekatan kontekstual dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut.
18
a. Guru merangsang pengetahuan siswa agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang pantun dengan cara memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari. b. Guru memberikan penjelasan tentang materi pantun dan langkah-langkah menulis pantun c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan menemukan konsep, melalui pengumpulan, pengorganisasian data yang sudah dirancang melalui diskusi kelompok tentang materi pelajaran pantun. d. Setelah siswa memberikan penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya dengan membuat rangkuman tentang hasil pekerjaannya e. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan hasil pekerjaannya menulis pantun.
2.2
Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilaksanakan
diantaranya adalah sebagai berikut. a. Dewi Kaniawati (2012) Judul penelitian “Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Pantun Melalui Pembelajaran Menulis Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Bertukar Pasangan Pada Siswa Kelas VII-D SMPN 1 Ciawi Kabupaten Tasikmalaya”. Dari hasil pembelajaran tersebut diperoleh nilai rata-rata aktivitas kegiatan belajar siswa selama proses pembelajaran yaitu 68
19
pada siklus kesatu dan 78.3 pada siklus kedua. Nilai rata-rata hasil belajar siswa pada siklus kesatu adalah 70 dan pada siklus kedua meningkat menjadi 78.7. Hal tersebut membuktikan bahwa model pembelajaran cooperative learning tipe bertukar pasangan telah efektif dalam meningkatkan kemampuan siswa kelas VII D SMP Negeri 1 Ciawi Tasikmalaya dalam pembelajaran menulis pantun. Penelitian di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilaksanakan dari bentuk penelitian yakni penelitian tindakan kelas, namun masih memiliki perbedaan dari segi metode pembelajaran yang digunakan yakni pada penelitian terdahulu menggunakan metode pembelajaran cooperative learning tipe bertukar pikiran sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan metode pembelajaran pendekatan kontekstual. b. Supriyanto Theodorus (2011) Penelitian ini berjudul “Penerapan pendekatan pembalajaran kontekstual untuk meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas V SD Negeri I Tawangharjo Tahun Pelajaran 2010/2011”. Dalam pelaksanaanya, pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Hasil penelitian tindakan kelas diperoleh dari hasil tes dan nontes baik pada siklus I, siklus II dan siklus III sebagai berikut. Kemampuan menulis puisi siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri I Tawangharjo Kabupaten Wonogiri
20
mengalami peningkatan sebesar 21.4%. Hasil rata-rata tes menulis puisi siklus I sebesar 61.4 dan pada siklus II rata-ratanya menjadi 67.4 dan siklus III diperoleh atau meningkat sebesar 25.6% dari siklus II. Selanjutnya pemerolehan ini menunjukan bahwa pembelajara menulis puisidengan pembelajaran CTL pada siswa kelas V dapat meningkat dan berhasil. Perilaku siswa kelas V SDN I Tawangharjo Kabupaten Wonogiri setelah mengikuti pembelajaran menulis puisi mengalami perubahan ke arah positif. Perubahan tersebut ditunjukkan dengan perilaku siswa yang kelihatan lebih serius dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan menulis puisi. Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Supriyanto Theodorus (2011) dengan penelitian yang akan dilaksanakan yakni terletak pada kompetensi yang akan ditingkatkan. Pada penelitian terdahulu akan ditingkatkan kemampuan menulis puisi sedangkan untuk penelitian yang akan dilaksanakan adalah menulis pantun. 2.3
Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori sebelumnya maka hipotesis yang dapat diajukan
yakni “Jika guru menerapkan metode pembelajaran kontekstual dengan tepat maka kemampuan menulis pantun pada siswa kelas IV SDN 27 Limboto Kabupaten Gorontalo akan meningkat”.
21
2.4
Indikator Kinerja Adapun indikator kinerja yang akan dicapai dalam penelitian tindakan kelas
ini adalah kemampuan menulis pantun melalui metode pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IV SDN 27 Limboto Kabupaten Gorontalo dapat meningkat dari 7 orang (34%) menjadi 17 orang siswa (75%). Secara individu siswa yang mendapatkan nilai 70 berjumlah 17 orang.