BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Terdahulu Penelitian menggunakan analisis framing model Robert N. Entman,
sebelumnya pernah dilakukan oleh peneliti lain, khususnya yang mengambil Ilmu Jurnalistik sebagai disiplin ilmunya. Begitu juga dengan yang menjadikan Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai objek penelitian. Berikut dua penelitian yang masing-masing menggunakan elemen framing model Robert N. Entman serta menggunakan Majalah Rolling Stone Indonesia sebagai objek penelitiannya. Dua penelitian berikut merupakan penelitian terhadap karya jurnalistik di media massa cetak yang Penulis anggap dapat mewakili sejumlah penelitian yang telah dilakukan mahasiswa/i Fikom Unpad selama rentang waktu 2005 - 2012. 1. Sheisa Sastaviana Sudrajat, KX0050569, Kontruksi Realitas tentang Keruksakan Jalan di Kota Bandung
pada tajuk rencana Harian
Umum Pikiran Rakyat. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kerusakan jalan di Kota Bandung yang di muat di media massa cetak pikiran rakyat. Selain itu Pikiran Rakyat menjabarkan masalah kerusakan jalan secara bertahap, dimulai dari penyebab paling dasar dan menghubungkannya dengan kondisi yang saat ini terjadi di Kota Bandung, bahwa kerusakan jalan bermula dari banjir cileuncang yang tidak tertangani dengan baik oleh pemerintah. Kemudian efek dari rusaknya jalan dan banjir tersebut berpengaruh pada menurunnya tingkat kenyamanan Kota Bandung sebagai kota pariwisata. 19
20
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana Harian Umum Pikiran Rakyat memberikan pandangan (Define Problems), menjabarkan masalah (Diagnose Couses), memberikan keputusan moral (Make Moral Judgment), dan menawarkan solusi (treatment Recommendation) sesuai analisis framing model Robert N. Entman. dan bagaimana konteks realitas sosial wartawan atas kerusakan jalan di Kota Bandung. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pikiran Rakyat menekankan pada peran masyarakat dan pemerintah. Pikiran Rakyat memberikan berbagai contoh bahwa kerusakan jalan di Kota Bandung bukan hanya disebabkan oleh kelalaian pemerintah, namun ada juga campur tangan masyarakat yang memiliki kesadaran rendah untuk menjaga lingkungan. Pikiran Rakyat mendeskripsikan bahwa pemerintah dam masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama atas masalah ini. Simpulan pada penelitian ini adalah Pikiran Rakyat melakukan penonjolan yang berbeda antara tajuk rencana yang satu dengan yang lain meskipun dengan peristiwa dan realitas yang sama. 2. Idhar Resmadi, 210111070002, Wacana Industri Musik Digital dalam Pemberitaan Special Features Majalah Musik Bulanan RSI Studi kualitatif dengan pendekatan analisis wacana Teun Van Djik Pada feature Era Baru Musik Digital Indonesia, Nada Sambung Bawa Untung dan Digital Kills The Superstars dalam Majalah Rolling Stone Indonesia nomor 59 (Maret 2010). Penelitian ini bermula dari asumsi bahwa Majalah Rolling Stone Indonesia mencoba memunculkan wacana kepada khalayak mengenai industri musik digital
21
dalam pemberitaannya. Bahwa industri musik digital telah menggilas industri rekaman. Untuk mengurai topik ini, penelitian menggunakan analisis wacana kritis dalam menganalisis makna dibalik berita di Majalah Rolling Stone Indonesia yang terkait dengan pemberitaan industri musik digital dalam industri musik tanah air. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis Teun van Dijk yang menghubungkan analisis tekstual ke arah bagaimana teks berita diproduksi oleh
wartawan
sehingga
wacana
berkembang
dalam
masyarakat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada level teks wacana industri musik digital tampak pada tingkatan teks, struktur makro, superstruktur dan struktur mikro yang membangun teks tersebut. Pada level kognisi sosial menunjukan bahwa wacana industri musik digital telah berkembang dan diwacanakan oleh wartawan Rolling Stone yang memasukan persfektif dan ideologi dalam bentuk teks. Sedangkan pada level konteks sosial, menunjukan bahwa wacana industri musik digital muncul karena cara pandang serta pola pikir masyarakat Indonesia terhadap perkembangan industri musik. Kesimpulan yang bisa diambil bahwa industri musik digital yang diwacanakan Rolling Stone merupakan bentuk dominasi media tersebut. Wacana industri musik digital merupakan salah satu bentuk cara pandang wartawan yang menyebarkan ideologinya kepada masyarakat. Untuk itu, wartawan Rolling Stone memiliki andil yang cukup besar dalam penyebaran wacana kepada masyarakat. Pada penelitian ini, peneliti menyarankan agar Rolling Stone bisa menjalankan fungsi kontrol sosial dan lebih berimbang dalam memilih informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat. Selain itu, Rolling Stone juga bisa menjaga objektivitas dalam menyampaikan informasi lewat pemberitaanya.
22
2.2
Komunikasi Pada dasarnya, pengertian komunikasi adalah persamaan makna. Hal ini
berarti, jika seseorang terlibat dalam sebuah komunikasi dengan orang lain, maka komunikasi tersebut akan terus berlangsung selama terdapat persamaan makna diantara mereka mengenai apa yang diperbincangkan pada saat itu. Persamaan makna sendiri merupakan unsur yang paling penting dalam proses berkomunikasi. Komunikasi akan berjalan efektif dan bersifat komunikatif jika diantara pihakpihak yang terlibat terdapat sebuah kesamaan makna. Untuk mencapai adanya persamaan makna dalam proses berkomunikasi, hendaknya kita harus mempelajari apa sebetulnya pengertian komunikasi tersebut. Dibawah ini, akan dipaparkan mengenai pengertian komunikasi menurut pendapat beberapa ahli. Harold Lasswell mendefinisikan komunikasi dengan menjawab pertanyaanpertanyaan atas pertanyaan who says what in which channel to whom with what effect?, atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana? Paradigma Lasswell di atas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukan, yaitu: -
Komunikator (Communicator, Source, Sende)
-
Pesan (Message)
-
Media (Channel, Media)
-
Komunikan (Communicant, Communicatee, Receiver, Recipient)
-
Efek (Effect, Impact, Influence)
23
Adapun fungsi komunikasi menurut Laswell adalah sebagai berikut: a. The surveillance of the environment (pengamatan lingkungan), yaitu kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa– peristiwa dalam suatu lingkungan, dengan kata lain penggarapan berita. b. The correlation of the parts of society in responding to the environment (korelasi kelompok–kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan), yaitu interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan, dalam beberapa hal ini dapat difenisikan sebagai tajuk rencana atau propaganda. c. The transmission of the social heritage from one generation to the next (transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain), yaitu kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan pendidikan. Berdasarkan paradigma Lasswell, komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalu media atau saluran untuk menghasilkan efek tertentu. Berelson dan Steiner (1964), mereka mendefinisikan komunikasi pada unsur penyampaiannya, yakni penyampaian informasi, ide, emosi, keterampilan, dan seterusnya, melalui penggunaan simbol, kata, gambar, angka, grafik, dan lain-lain. Sedangkan Onong U. Effendy menulis pengertian komunikasi sebagai sebuah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media.
24
Menurut Gerbner (1967) komunikasi adalah interaksi sosial melalui pesan (social interaction through messages). Definisi tersebut merupakan definisi yang sangat ringkas dan cukup tepat untuk menggambarkan gejala komunikasi. Pengertian lain, dikemukakan oleh Carl Hovland yang mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah proses untuk mengubah perilaku orang lain (communication is the process to modify the behavior of other individuals). Jadi, lingkup komunikasi menyangkut persoalan – persoalan yang ada kaitannya dengan subtansi interaksi sosial orang – orang dalam masyarakat, termasuk isi dari interaksi yang dilakukan secara langsung maupun dengan menggunakan media komukasi. 2.3
Komunikasi Massa Banyak pakar yang mencoba mendefinisikan komunikasi massa. Jika
merujuk kepada definisi komunikasi massa yang dikemukakan oleh Bittner, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang. Bittner berpendapat penggunaan media massa menjadi sarat terjadinya komunikasi massa. Sedangkan menurut pendapat Tan dan Wright menyatakan bahwa komunikasi massa merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara massal, berjumlah banyak, bertempat tinggal yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu. Sementara definisi komunikasi massa yang lebih rinci dikemukakan oleh Gerbner. Menurut Gerbner (1967), yakni komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu
25
serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Gerbner berpendapat bahwa komunikator komunikasi massa harus terlembagakan, karena berhubungan erat dengan penggunaan teknologi dan perancangan pesan yang kompleks. Sehingga dalam perancangan pesannya memerlukan banyak orang yang terorganisir dan biasanya terhimpun dalam sebuah lembaga. Dalam berbagai definisi di atas, Rakhmat merangkum definisi-definisi komunikasi tersebut menjadi : Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat. Setiap isi pesan yang disebarkan oleh penyampai pesan pada sasaran yang ditujunya akan menimbulkan efek. Efek pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikan sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Efek tersebut meliputi : 1. Efek Kognitif, berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu menjadi tahu, yang semula tidak mengerti menjadi mengerti, yang semula bingung menjadi jelas. 2. Efek Afektif, berhubungan dengan perasaan. Akibat dari membaca, mendengar, menonton timbul perasaan tertentu pada khalayak. 3. Efek Konatif, berhubungan dengan niat, tekad, upaya, usaha, yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas, efek konatif sering juga disebut efek behavioral.
26
2.3.1 Fungsi Komunikasi Massa Onong Effendy (2006) menyebutkan bahwasanya fungsi komunikasi massa adalah menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), dan menghibur (to entertain). Ada sementara ahli yang menambahkan fungsi lain terhadap fungsi media massa ini, umpamanya saja: fungsi mempengaruhi (to influence), fungsi membimbing (to guide), fungsi mengeritik (to critise), dan semua itu hanya merupakan tambahan saja bagi ketiga fungsi tadi. Komunikasi massa memiliki beberapa fungsi karena keterkaitannya dengan media massa. Fungsi komunikasi massa menurut Dominick adalah : 1. Surveillance (Pengawasan) a. Warning or beware surveillance (pengawasan peringatan) Terjadi bila ketika media massa menginformasikan tentang ancaman bencana alam, kondisi efek yang memprihatinkan, tayangan inflasi atau adanya serangan militer. b. Instrumental surveillance (pengawasan instrumental) Penyampaian atau penyebaran informasi yang memiliki kegunaan atau dapat membantu khalayak dalam kehidupan sehari – hari. 2. Interpretation (Penafsiran) Media massa tidak hanya memasok fakta dan data, tetapi juga memberikan penafsiran terhadap kejadian – kejadian penting. 3. Linkage (Pertalian) Media massa dapat menyatukan anggota masyarakat berdasarkan kepentingan dan minat yang sama tentang sesuatu. 4. Transmission of Values (Penyebaran Nilai - nilai) Media massa memperlihatkan kepada kita bagaimana cara mereka bertindak dan apa yang diharapkan mereka. Dengan perkataan lain, media mewakili kita dengan model peran yang kita amati dan harapan untuk menirunya. 5. Entertainment (Hiburan) Televisi adalah media massa yang mengutamakan sajian hiburan, hampir tiga perempat bentuk siaran televisi merupakan sajian hiburan. Fungsi ini tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan pikiran khalayak, karena dengan membaca berita – berita ringan atau acara hiburan di televisi dapat membuat pikiran khalayak segar kembali. (Ardianto dan Lukiati 2004, 16 18)
27
2.3.2 Karakteristik Komunikasi Massa Sebelumnya telah dibahas tentang pengertian komunikasi massa melalui definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli ilmu komunikasi. Kita juga mengetahui bahwa definisi-definisi komunikasi massa itu secara prinsip mengandung suatu makna yang sama, bahkan saling melengkapi. Melalui definisi itu pula kita dapat mengetahui karakteristik komunikasi massa. Komunikasi massa berbeda dengan komunikasi antar persona dan kelompok. Karakteristik komunikasi massa adalah sebagi berikut : 1. Komunikator Terlembagakan Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media cetak maupun elektronik. Dengan mengingat kembali pendapat Wright, bahwa komunikasi massa itu melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks, mari kita bayangkan secara kronologis proses penyusunan pesan oleh komunikator sampai pesan itu diterima oleh komunikan. Apabila pesan itu akan disampaikan melalui surat kabar, maka prosesnya adalah sebagai berikut: komunikator menyusun pesan dalam bentuk artikel, apakah keinginannya atau atas permintaan media massa yang bersangkutan. Selanjutnya, pesan tersebut diperiksa oleh penanggung jawab rubrik. Dari penanggung jawab rubric diserahkan kepada redaksi untuk diperiksa laik tidaknya pesan tersebut dimuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan dari lembaga media massa itu. Ketika sudah laik, pesan dibuat setting-nya, lalu diperiksa oleh korektor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya bagus, dibaut plate, kemudian masuk mesin cetak. Tahap akhir setelah dicetak merupakn tugas bagian
28
distribusi untuk mendistribusikan surat kabar yang berisi pesan itu kepada pembacanya. Itu hanya gambaran satu pesan saja. Masih banyak pesan-pesan lainnya yang memenuhi rubric surat kabar seperti tajuk rencana, karikatur, feature, dan berbagai berita yang dibuat oleh reporter media massa yang bersangkutan. Jadi, berapa orang yang terlibat dalam proses komunikasi massa itu, berapa macam peralatan yang digunakan, dan berapa biaya yang dikeluarkan, sifatnya relatif. 2. Pesan Bersifat Umum Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya kemunikasi massa itu ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu. Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum. Pesan komunikasi massa dapat berupa fakta, peristiwa atau opini. Namun tidak semua fakta dan peristiwa yang terjadi di sekeliling kita dapat dimuat dalam media massa. Pesan komunikasi massa yang dikemas dalam bentuk apapun harus memenuhi criteria penting atau menarik, atau penting sekaligus menarik, bagi sebagian besar komunikan. Dengan demikian, criteria pesan yang penting dan menarik mempunyai ukuran tersendiri, yakni bagi sebagian besar komunikan. Misalnya, berita pemilihan lurah di salah satu kelurahan Kotamadya Bandung, dapat memenuhi kriteria penting bagi masyarakat setempat, tapi tidak penting bagi masyarakt Kota Bandung, apalagi Jawa Barat. 3. Komunikannya Heterogen dan Anonim Komunikan pada komunikasi massa bersifat heterogen dan anonim. Pada komunikasi
antarpersona,
komunikator
akan
mengenal
komunikannya,
mengetahui identitasnya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak
29
mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media yang tidak tatap muka. Disamping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapt dikelompokan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, latar belakang budaya dan tingkat ekonomi. 4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan Kelebihan komunikasi massa dibandingkan komunikasi lainnya, adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relative banyak dan tidak terbatas. Bahkan lebih dari itu, komunikasi yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang bersamaan memperoleh pesan yang sama pula. Effendy (1981) mengartikan keserempakan media itu sebagai keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan yang terpisah. Contoh, berita-berita yang memenuhi kolom surat kabar atau yang disiarkan radiao dan televisi secara serempak dapat diterima oleh pembaca, pendengar dan pemirsa di berbagai tempat. Bayangkan bila berita tersebut tidak disampaikan melalui media massa, tetapi dilakukan secara antarpersona! 5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempuyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana para peserta komunikasi itu. Sementara Rakhmat (2003) menyebutkan sebagai proporsi unsur isi dan unsur hubungan.
30
Dalam konteks komunikasi massa, komunikator tidak selalu harus kenal denga komunikannya, dan sebaliknya. Yang penting, bagaimana seorang komunikator menyusun pesan secara sistematis, baik, sesuai dengan jenis medianya, agar komunikannya bisa memahami isi pesan tersebut. Itulah sebabnya mengapa perlu ada cara penulisan lead untuk media cetak, elektronik, cara menulis artikel yang baik, dan seterusnya. Semua itu menunjukan pentingnya unsur isi dalam komunikasi massa. 6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah Selain
ada
ciri
yang
merupakan
keunggulan
komunikasi
massa
dibandingkan dengan komunikasi lainnya, ada juga ciri komunikasi massa yang merupakan kelemahannya. Karena komunikasinya melalui media massa, maka komunikator dan dan komunikannya tidak dapat melaksanakan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan, komunikan pun aktif menerima pesan, namun keduanya tidak dapat melakukan dialog sebagaimana halnya terjadi dalam komunikasi antarpersona. Dengan kata lain, komunikasi massa itu bersifat satu arah. Untuk memahami lebih jelas tentang sifat komunikasi massa yang satu arah, penulis mengutip penjelasan Rakhmat (1996) dalam buku Psikologi Komunikasi yang membandingkan sistem komunikasi massa dengan komunikasi antarpersona dalam hal pengendalian arus informasi. Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan yang disampaikan dan diterima. “Misalnya, ketika saudara mendengarkan radia siaran, kemudian ada bagian yang tidak anda pahami, pasti saudara tidak dapat meminta penyiar untuk mengulang membacakan bagian yang tidak saudara
31
pahami itu; dengan kata lain, pesan itu harus diterima apa adanya. Karena kesal, akhirnya saudara mematikan pesawat radio siaran, dan sudah barang tentu penyiar tidak akan merasa tersinggung, atau memarahi anda karena ia tidak melihat langsung perbuatan anda.” Dalam ilustrasi diatas Nampak dalam komunikasi massa tidak terjadi pengendalian arus informasi. 7. Stimulasi Alat Indera Terbatas Ciri komunikasi massa lainnya yang dianggap salah satu kelemahannya, adalah stimuli alat indera terbatas. Pada komunikasi antar persona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indera pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua belah pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indera bergantung pada jenis media massa, pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indera pengelihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda dan Tidak Langsung Komponen umpan balik atau yang lebih popular dengan sebutan feedback merupakan factor penting dalam proses komunikasi antarpersona, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Efektivitas komunikasi seringkali dilihat dari feedback yang disampaikan oleh komunikan. Umpan balik sebagai respons mempunyai volume yang tidak terbatas pada komunikasi antarpersona. Bila penulis memberikan kuliah pada anda secara tatap muka, penulis akan memperhatikan bukan saja ucapan anda, tetapi juga kedipan
32
mata, gerak bibir, posisi tubuh, intonasi suara, dan gerakan lainnya yang dapat penulis artikan. Semua simbol tersebut merupakan umpan balik yang penulis terima lewat seluruh alat indera penulis. Umpan balik ini bersifat langsung, atau segera. Sedangkan dalam proses komunikasi massa, umpan balik bersifat tidak langsung dan tertunda. Artinya, komunikator komunikasi massa tidak dapat dengan segera mengetahui bagaimana reaksi khalayak terhadap pesan yang disampaikannya. Tanggapan khalayak dapt diterima melalui telepon, e-mail, atau surat pembaca, hal ini menggambarkan feedback komunikasi massa bersifat tidak langsung, sedangkan waktu untuk melakukan tanggapan menunjukan bahwa feedback dalam komunikasi massa tertunda. 2.4
Jurnalistik dan Pers
2.4.1 Pengertian Jurnalistik Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari. Dengan demikian jurnalistik bukanlah pers, bukan pula media massa. Jurnalistik adalah kegiatan yang memungkinkan pers atau media massa bekerja dan diakui eksistensianya secara baik. (Sumadiria, 2007 : 2) Dalam kamus, Jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, atau menulis untuk surat kabar, majalah, atau berkala lainya (Assegaf dalam Sumadiria 2006 : 4). Menurut Ensiklopedia Indonesia, jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tentang kejadian dan atau kehidupan sehari – hari. F. Frazer Bond mengartikan jurnalistik sebagai segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati. Sementara itu, Roland E. Wolseley menyebutkan jurnalitik adalah pengumpulan,
33
penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secata sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan di stasiun siaran. Dilihat dari segi bentuk dan pengelolaannya, jurnalistik dibagi ke dalam tiga bagian yaitu jurnalistik media cetak (newspaper and magazine journalism), jurnalistik media elektronik auditif (radio broadcast journalism), dan jurnalistik media audio-visual (television journalism). Jurnalistik media cetak meliputi jurnalistik surat kabar harian, jurnalistik surat kabar mingguan, jurnalistik tabloid harian, jurnalistik tabloid mingguan, dan jurnalistik majalah. Jurnalistik media elektronik auditif adalah jurnalistik radio siaran. Jurnalistik media elektronik audio-visual adalah jurnalitik televisi siaran dan jurnalistik media on line (internet) (Sumadiria, 2007: 4) Produk jurnalistik dibagi dua yaitu berita (news) dan opini (views). Kelompok berita meliputi antara lain berita langsung (straight news), berita menyeluruh (comprehensive news), berita mendalam (depth news), pelaporan mendalam (depth reporting), berita penyelidikan (investigative news), berita khas (feature news), berita gambar (photo news). Dalam berita, seorang wartawan tidak boleh memasukan unsur opini dalam tulisannya. Hal itu dikarenakan sifat tulisannya yang harus merupakan fakta dan bersifat objektif. Sedangkan kelompok opini (views), meliputi tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom, esai, dan surat pembaca. Secara singkat opini dapat dikatakan sebagai tulisan dalam media cetak yang memasukan pendapat penulis di dalamnya. Artinya, tulisan tersebut mengandung subjektivitas, bukan hanya fakta. Halaman opini biasanya disediakan pers sebagai bagian dari pelaksanaan peran, fungsi serta tanggung jawabnya pada masyarakat, dalam arti pers ikut
34
menjalankan tugas demokratisasinya dengan menyediakan suatu forum untuk dialog (Siregar dalam Sumadiria). Kelompok opini (views) meliputi artikel, tajuk rencana, pojok, surat pembaca dan karikatur. Views dalam media massa berfungsi sebagai alat kontrol sosial. Guna melaksanakan fungsi tersebut media massa khususnya media cetak menyediakan tempat khusus bagi kelompok tersebut. 2.4.2 Elemen-Elemen Jurnalisme dalam Karya Jurnalistik Dalam menghasilkan karya juranlistik hendaknya penulis (wartawan) selain memperhitungkan nilai berita akan lebih baik lagi jika perbuatan karya jurnalistik diperhitungkan pula elemen-elemen jurnalisme seperti yang dikemukakan Kovach dan Rosenstiel berikut: 1. Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran Fungsi berita adalah menandai sauatu peristiwa, sedangkan fungsi kebenaran adalah menerangi fakta-fakta tersembunyi, menghubungkan satu sama lain, dan membuat sebuah gambaran realitas yang dari sini orang bisa bertindak. Saat ini sudah tidak cukup lagi melaporkan fakta yang jujur, akan tetapi sudah saatnya melaporkan kebenaran tentang fakta. Kebenaran di sini, dengan kata lain, fenomena yang rumit kadang kontradiktif, tapi melalui proses jurnalisme bisa sampai pada kebenaran. Caranya dengan memilih sedari awal fakta dari informasi yang keliru yang ikut bersamanya, ketiadaan informasi. Setelah itu ia membiarkan komunikasi bereksi, dan penyelesaian yang terjadi. Pencarian kebenaran akhirnya komunikasi dua arah.
menjadi
35
2. Loyalitas pertama jurnalisme kepada warga Komitmen pada warga lebih besar ketimbang egoisme professional. Tersirat didalamnya perjanjian dengan publik, yang menyatkan kepada audiens bahwa liputannya tidak untuk kepentingan pribadi atau condong untuk kepentingan teman-teman. Kesetiaan pada warga ini adalah makna dari yang kita sebut independensi jurnalistik. Istilah tersebut sering sebagai sinonim untuk gagasan-gagasan lain seperti, tidak berat sebelah, ketidakberpihakan, dan ketidakterikatan. 3. Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi Fokus untuk menceritakan apa yang tejadi setepat-tepatnya antara jurnalisme dan hiburan, propaganda, fiksi atau seni. Untuk mencapai itu perhatian ditujukan pada obyektivitas. Namun dalam konsep asli, metodenyalah yang efektif bukan si wartawan, Landasan disiplin verifikasi adalah, jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada, jangan pernah menipu audiens, berlekulah setranparan mungkin tentang metode dan motivasi anda, andalkan reportase anda sendiri, dan besikaplah rendah hati. Mengenai sumber anonim, ada hal yang harus diperhatikan seperti, seberapa banyak pengetahuan langsung yang dimiliki suber anonim terhadap sebuah kejadian. Kemudian hendaknya berbagi dengan audiens informasi untuk menandakan seberapa jauh sumber berada di posisi untuk tahu (“seorang sumber yang telah melihat dokumen,” misalnya) dan kepentingan khusus apa yang mungkin dipunyai oleh sumber (“seorang sumber di dalam kantor jaksa”misalnya). Upah untuk bisa lebih transparan ini adalah faktor penting
36
bagi audiens untuk dapat memutuskan seberapa banyak mereka bisa mempercayai laporan tersebut. 4. Para praktisinya harus menjaga independensi terhadap sumber berita Ini pun berlaku pada mereka yang bekerja di ranah opini, kritik, dan komentar. Menjaga jarak personal tertentu sangatlah penting untuk bisa melihat dengan jelas dan membuat penilaian yang independen. Independensi meliputi independensi dari kedua atau status ekonomi, ras, etnis, agama, dan gender. Memiliki opini bukan saja boleh dan alamiah yang dimiliki setiap reporter yang bagus saat mendekati sebuah berita. 5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan Prinsip anjing penjaga ini tengah terancam oleh penggunanya yang berlebihan, yakni lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi ketimbang pelayanan publik. 6. Jurnalisme harus menyedikan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga Semua bentuk medium yang dipakai watawan sehari-hari bisa benfungsi untuk forum dimana publik diingatkan akan masalah-masalah penting mereka sedemikian rupa, sehingga mendorong warga untuk membuat penilaian dan mengambil sikap. 7. Jurnalisme harus membuat hal yang penting, menarik dan relevan Tugas wartawan adalah menemukan cara membuat hal-hal yang penting menjadi menarik untuk setiap cerita, dan menemukan campuran yang tepat dari yang serius dan kurang serius yang ada dalam laporan berita. Jurnalisme adalah mendongeng dengan tujuan. Pendekatan yang dilakukan
37
antara lain, bereksperimen dengan teknik penceritaan baru maupun membantu audiens membangun gambaran sendiri di benak mereka ketimbang kita yang menggambarkannya. 8. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional Jurnalisme adalah kartografi modern. Ia menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan
mereka sendiri.
Itulah manfaat dan alas an ekonomi kehadiran jurnalisme. Konsep kartografi ini membantu menjelaskan apa yang menjadi tanggung jawab liputan jurnalistik. Jika memikirkan jurnalisme sebagai kartogafi sosial, maka peta tersebut harus meliputi berita dari semua komunikasi kita. Analoginya adalah watrtawan yang menghabiskan waktu untuk pengadilan sakndal selebritis dengan tidak sewajarnya sepeti menggambar Inggris atau Spanyol dengan ukuran Greenland yang lebih popular. 9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka Setiap wartawan harus memeliliki rasa etika dan tanggung jawab personal. Terlebih lagi mereka punya tanggung jawab untuk menyuarakan sekuatkuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa. Berita seharusnya tidak menghibur tetapi menantang kita dan membuat kita berpikir. 2.4.3 Pengertian Pers Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, berarti cetak, sedangkan secara kharfiah pers berarti penyiaran secara serentak atau publikasi secara dicetak. Dalam perkembangannya, pers memiliki dua pengertian, yakni arti sempit dan arti luas.
38
Dalam arti sempit pers hanya menunjuk pada media cetak berkala koran tabloid, dan majalah. Sedangkan dalam arti luas, pers bukan hanya menunjuk pada media cetak berkala melainkan juga mencakup media elektronik auditif dan media audiovisual berkala yakni radio, televisi, film, dan media online internet. (Sumadiria, 2007:31). Lebih jauh lagi, pers dapat dikategorikan dalam dua perngertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak, seperti surat kabar, majalah, mingguan tabloid, dan sebagainya. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media massa elektronik, antara lain radio siaran dan televisi siaran, sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik. Pers merupakan sarana yang menyiarkan produk jurnalistik, fungsi pers berarti fungsi jurnalistik, pada jaman ini jurnalistik tidak hanya mengelola berita, tetapi juga aspek – aspek lain untuk isi surat kabar, karena itu fungsinya bukan lagi menyiarkan informasi, tetapi juga mendidik, menghibur, dan mempengaruhi khalayak agar melakukan suatu kegiatan (Effendy,2003) Pers merupakan wahana dan sarana bagi hak – hak rakyat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi serta hak untuk tahu, sehingga pers harus merdeka. Kemerdekaan pers bersumber dari hak asasi manusia, yang dikelola untuk memenuhi hak – hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Kemerdekaan pers diwujudkan dalam lembaga industri pers, yang didalamnya membawa nilai – nilai profesionalisme yang berisi kualitas profesi, tanggung jawab sosial, dan etika. 2.4.4 Karakteristik Pers Pers memiliki ciri – ciri spesifik, hal ini yang membedakannya dengan media lain. Dari karakteristik tersebut lahirlah identitas. Pers memiliki empat ciri spesifik yang sekaligus menjadi identitas dirinya. Tapi ada juga pakar pers yang menambahkan dengan ciri yang lain yakni objektivitas.
39
Dengan asumsi untuk memperluas wawasan serta mempertajam analisis kita terhadap pers, maka Sumadiria (2007:35) dalam bukunya memasukan unsur objektivitas tersebut ke dalam ciri spesifik pers. Dengan demikian terdapat lima ciri spesifik pers yang ada, sebagai berikut : 1. Publisitas Publisitas adalah penyebaran kepada publik atau khalayak. Karena diperuntukkan publik maka sifat surat kabar adalah umum. Isi surat kabar terdiri dari berbagai hal yang berkaitan erat dengan kepentingan umum. Ditinjau dari segi lembarannya, jika surat kabar memiliki halaman banyak, isinya sendiri juga dengan sendirinya akan memenuhi kepentingan khalayak yang lebih banyak. Dengan ciri publisitas ini, maka penerbitan yang meskipun fisiknya sama dengan surat kabar, tidak bisa disebut surat kabar jika diperuntukkan sekelompok orang atau segolongan orang dalam jumlah yang terbatas, meski dia bisa dilanggan atau dibeli eceran, tapi selama kepentingan yang dicakup hanya sebatas sekelompok tertentu dia tidak termasuk surat kabar. 2. Periodisitas Periodisitas adalah keterangan terbitnya surat kabar. Bisa satu kali sehari, dua kali sehari, atau satu – dua kali sebulan. Penerbitan lainnya, seperti buku misalnya, tidak bisa disebarkan secara periodik, sebab tidak memiliki keteraturan. 3. Universalitas Universalitas, artinya kesemestaan isinya; aneka ragam yang berasal dari seluruh dunia.
40
4. Aktualitas Aktualitas adalah mengenai berita yang disiarkan. Aktualitas menurut kata asalnya berarti kini dan keadaan sebenarnya. Keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan berita yang dimuat oleh surat kabar. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi kini, dengan kata lain berita adalah laporan mengenai peristiwa yang baru saja terjadi dan yang dilaporkan itu harus benar. Sementara aktualitas sebagai ciri surat kabar adalah
kecepatan
laporan,
tanpa
mengenyampingkan
pentingnya
kebenaran berita. Hal – hal yang disiarkan media cetak lainnya bisa saja mengandung kebenaran, tetapi belum tentu mengenai yang baru saja terjadi. 2.4.5
Fungsi Utama Pers Dalam berbagai literatur komunikasi dan jurnalistik disebutkan terdapat
lima fungsi utama pers yang berlaku unuversal. Disebut universal, karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, yakni : 1. Informasi (to inform) Menyampaikan informasi secepatnya pada masyarakat yang seluasluasnya dengan kriteria dasar yang akurat, aktual, faktual, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis. 2. Edukasi (to educate) Apapun informasinya yang disebarluaskan pers hendaknya dalam kerangka mendidik. Inilah yang membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang
41
dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial. Namun orientasi dan misi komersial itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalagi meniadakan fungsi dan tanggung jawab sosial pers. Seperti yang ditegaskan Wilbur Schramm dalam Men, Messages, and Media (1973), bagi masyarakat, pers adalah watcher, teacher and forum (pengamat, guru, dan forum) 3. Koreksi (to influence) Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasi atau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif agar kekuasaan mereka tidak menjadi korup dan absolut. Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya itu, pers bisa disebut sebagai institusi sosial yang tidak pernah tidur. 4. Rekreasi (to entertain) Pers harus memerankan dirinya
sebagai
wahana
rekreasi
yang
menyenangkan sekaligus menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Apapun pesan rekreatif yang disajikan, mulai dari anekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif. 5. Mediasi (to mediate) Dengan fungsi mediasi, pers mampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwa yang satu dengan yang lain, orang yang satu dengan peristiwa yang lain, atau orang yang satu dengan orang yang lain di tempat yang sama.
42
2.4.6
Tipologi Pers
1. Pers Berkualitas Cara penyajian yang etis moralis, intelektual secara konseptual. Sangat dihindari pola pola dan penyajian pemberitaan yang bersifat emosional frontal. Segala sesuatu dilihat menurut pandangan, aturan, norma, etika, dan kebijakan yang sudah baku serta terbukti aman bagi kepentingan dan kelangsungan kemajuan perusahaan. Kualitas dan kredibilitas media hanya bisa diraih melalui pendekatan profesionalisme secara total. 2. Pers Populer Pers popular sangat menekankan nilai serta kepentingan komersial. Dalam pengamatan Amar (1984: 32), penerbitan pers popular memilih cara penyajian dan pendekatan yang kurang etis, emosional, dan kadang-kadang sadistis. Dalam pandangan pers popular, segala sesuatu bisa dilakukan atau bisa diubah demi pemenuhan kebutuhan dan kepuasan khalayak pembaca. 3. Pers Kuning Bagi pers kuning, kaidah baku jurnalistik tidak diperlukan. Berita tak harus berpijak pada fakta, tetapi bisa saja didasari ilusi, imajinasi, dan fantasi. Penyajian pers kuning banyak mengeksploitasi warna. Segala macam warna ditampilkan untuk mengundang perhatian. 2.4.7
Tiga Pilar Utama Pers Pers sebagai institusi sosial memilik tiga pilar utama yang saling
menopang. (Sumadiria, 2005:121). Yakni : 1. Idealisme: Pers harus memiliki dan mengemban idealisme cita-cita, obsesi, sesuatu yang harus dikejar untuk bisa dijangkau dengan segala
43
daya dan cara yang dibenarkan menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diakui oleh masyarakat dan negara. 2. Komersialisme: Pers harus mendapat kekuatan untuk mempertahankan nilai-nilai
profesi
yang
diyakininya
dengan
berorientasi
kepada
kepentingan komersil yang merujuk pada kaidah ekonomi. 3. Profesionalisme: Pers harus berlaku secara profesional dalam hal keahlian, materi yang layak, punya dedikasi dan pemagaran sikap dan aktivitas oleh kode etik profesi. 2.4.8
Pers sebagai Kontrol Sosial Loyalitas pertama pers adalah kesetiaan pada warga negara. Kesetiaan
kepada warga ini adalah makna yang disebut independensi pers. Kesetiaan kepada warga diwujudkan pers dalam bentuk pemantauan yang independen terhadap kekuasaan dengan bentuk kontrol sosial. Pers melakukan kontrol terhadap pemerintah yakni dalam artian mengawasi jalannya pemerintah, bukan dengan sengaja mencari kesalahan pemerintah dan mengeluarkan kritikan di media massa. Pers seyogyanya tidak saja mengkritisi pemerintah namun juga ikut memberikan jalan keluar dalam mengatasi permasalahan tersebut. Jurnalistik bisa melakukan kontrol dan kritik sosial terhadap kolusi dan dapat memakai pandangan masyarakat umum sebagai tolak ukur. Kontrol sosial dapat menimbulkan keperkaan sosial yang didasarkan pada
perasaan
bahwa
manusia
bersama-sama
bertanggung jawab
atas
perkembangan lingkungan sosial. Tujuan pers sebagai anjing penjaga tak hanya menjadikan manajemen dan pelaksana kekuasaan transparan semata, tapi juga menjadikan akibat dari kekuasaan itu diketahui dan dipahami. Pers harus mengenali kapan
44
lembaga itu bekerja secara efektif dan kapan tidak (Kovach dan Rosenstiel, 2003: 144). Pers sebagai alat kontrol sosial atau anjing penjaga (watch dog) tergantung pada sistem sosial, politik, ekonomi di suatu negara. Dalam sebuah negara yang menganut sistem pers bebas bertanggung jawab seperti di Indonesia, pers harus memberitakan apa yang berjalan baik dan tidak baik di suatu pemerintahan atau perusahaan. Fungsi “wacthdog” atau fungsi kontrol ini harus dapat dilakukan dengan lebih aktif oleh pers daripada oleh kelompok masyarakat lainnya. 2.5
Media Massa Berbicara media massa berarti berbicara tentang serangkaian kegiatan
produksi budaya dan informasi yang dilaksanakan oleh berbagai komunikator massa untuk disalurkan kepada khalayak, sesuai dengan pengaturan dan kebiasaan yang berlaku. Media massa berperan sebagai pihak yang menyampaikan hal yang bermakna kepada pihak lain. Kegiatannya berupa penyampaian tanda – tanda dalam bentuk informasi atau berita dan pada dasarnya merupakan upaya untuk mengatasi jarak dan waktu.
1. 2. 3.
4.
5.
6.
Media massa mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi, pandangan, dan budaya. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dan merupakan saluran tata cara pengetahuan. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk berperan serta sebagai penerima. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial. Pemakaian media diasosiasikan orang dengan waktu senggang dan santai. Institusi media massa dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan. Meskipun institusi media itu sentidi tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu bekaitan dengan kekuasaan negara (McQuaill, 1987:40).
45
Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar, newsletter dan majalah. Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio siaran, televisi, film, media on-line (internet). Berikut adalah pembahasan mengenai media massa. 2.5.1
Fungsi Media Harold Lasswell dan Charles Wright merupakan sebagian dari pakar yang
benar – benar serius mempertimbangkan fungsi dan peran media massa dalam masyarakat. Lasswell (1948/1960), pakar komunikasi dan profesor hukum di Yale, mencatat ada 3 fungsi media massa : pengamatan lingkungan, korelasi bagian – bagian dalam masyarakat untuk merespon lingkungan, dan penyampaian warisan masyarakat dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Selain ketiga fungsi ini, Wright (1959:16) menambahkan fungsi keempat, yaitu hiburan. Selain fungsi, media juga mempunyai banyak difungsi, yakni konsekuensi yang tidak diinginkan masyarakat atau anggota masyarakat atau anggota masyarakat. Suatu tindakan dapat memiliki baik fungsi maupun disfungsi. 1. Pengawasan (Surveilance) Fungsi pertama, memberi informasi dan menyediakan berita. Dalam membentuk fungsi ini media sering kali memperingatkan kita akan bahaya yang mungkin terjadi seperti kondisi cuaca yang ekstrem atau berbahaya, atau ancaman militer. Fungsi pengawasan juga termasuk berita yang tersedia di media yang penting dalam ekonomi, politik, masyarakat, seperti laporan bursa pasar, lalu lintas, cuaca, dan sebagainya. Pengawasan ini bisa juga menyebabkan difungsi. Kepanikan dapat saja terjadi karena adanya penekanan yang berlebihan terhadap bahaya atau ancaman terhadap masyarakat. 2. Korelasi (Correlation) Adalah seleksi dan interpretasi informasi tentang lingkungan. Media sering kali memasukan kritik dan cara bagaimana seseorang harus bereaksi
46
terhadap kejadian tertentu. Karena itu korelasi merupakan bagian media yang berisi editorial dan propaganda. Fungsi korelasi bertujuan untuk menjalankan norma sosial dan menjaga konsensus dengan mengekspos penyimpangan, memberikan status dengan cara menyoroti individu terpilih, dan dapat berfungsi untuk mengawasi pemerintahan. Dalam menjalankan fungsi korelasi, media sering kali bisa menghalangi ancaman terhadap stabilitas sosial dan memonitor atau mengatur opini publik. Fungsi korelasi bisa menjadi disfungsi ketika media terus menerus melanggengkan stereotype dan menumbuhkan kesamaan, menghalangi perubahan sosial, dan inovasi, mengurangi kritik dan melindungi serta memperluas kekuasaan yang mungkin perlu diawasi. 3. Penyampaian Warisan Sosial (Transmission of the Social Heritage) Penyampaian warisan sosial merupakan suatu fungsi di mana media menyampaikan informasi, nilai, dan norma dari satu generasi ke generasi berikutnya atau dari anggota masyarakat ke kaum pendatang. Namun demikian, mengingat sifatnya yang cenderung tidak pribadi, media massa dituduh ikut berperan dalam depersonalisasi masyarakat (Disfungsi) 4. Hiburan (Entertainment) Sebagian besar isi media mungkin dimaksudkan sebagai hiburan, bahkan di surat kabar sekalipun, mengingat banyaknya kolom, fitur, dan bagian selingan. Media hiburan dimaksudkan untuk memberi waktu istirahat dari masalah setiap hari dan mengisi waktu luang. Selain itu, fungsi hiburan dalam media adalah untuk menciptakan budaya massal, seperti seni dan musik pada berjuta – juta orang. Namun, disfungsi dari hiburan ini menyebabkan mendorong sikap lari dari kesibukan, sibuk mencari hiburan, mengurangi selera dan menghalangi pertumbuhan (Werner J. Severin – James W. Tankard,Jr, 2001: 386-388). 2.5.2
Media Massa Cetak Apabila akan membicarakan media massa, mau tidak mau kita harus
mengutip pendapat Marshall McLuhan mengenai keadaan dunia saat ini yang bagaikan desa global (global village). Media komunikasi modern memungkinkan berjuta-juta orang di seluruh dunia untuk menghubungi hampir setiap pelosok dunia. Media massa pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media cetak yang dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah. Sebagai media cetak, surat kabar dan majalah tetap berbeda karena memiliki karakteristik yang khas, yang dimilki masing-masing media. (Ardianto dan Lukiati, 2004:98)
47
2.6
Majalah Majalah adalah penerbitan berkala yang berisi bermacam – macam artikel
dalam subyek yang bervariasi. Majalah biasa diterbitkan mingguan, dwimingguan atau bulanan. Majalah biasanya memiliki artikel mengenai topik populer yang ditujukan kepada masyarakat umum dan ditulis dengan gaya bahasa yang mudah dimengerti oleh banyak orang. Publikasi akademis yang menuliskan artikel pada ilmu disebut jurnal. Banyak macam majalah dan penggolongannya. Misalnya, majalah rohani, berita dan politik, kriminal, pertanian, kedokteran, perbankan, obat – obatan, pengetahuan, dan majalah ibu rumah tangga. Penggolongan majalah biasanya diklasifikasikan berdasarkan umur atau jenis kelamin pembaca. Misalnya, majalah pria, majalah wanita, majalah anak laki – laki, majalah anak perempuan, dan majalah anak – anak. Majalah juga bisa digolongkan menurut kabar tertentu dari majalah mingguan, majalah bulanan, dan majalah dua bulan sekali. Kita perlu mengetahui macam – macam dan penggolongan sebuah majalah agar terjadi kekeliruan. Keberadaan majalah sebagai media massa terjadi tidak lama setelah surat kabar. Sebagaimana surat kabar, sejarah majalah diawali dai Negara-negara Eropa dan Amerika. Sejarah keberadaan majalah sebagai media massa di Indonesia dimulai menjelang dan pada awal kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta tahun 1945 terbit majalah bulanan dengan nama Pantja Raja pimpinan Markoem Djojohadisoeprapto (MD) dengan prakata dari Ki Hadjar Dewantoro selaku menteri Pendidikan pertama RI. Di Ternate, pada bulan Oktober 1945 Arnold Monoutu dan dr. Hassan Missouri menerbitkat majalah mingguan Menara Merdeka berani dan tegas mengemukakan kaum Republikan setempat di tengah
48
keganasan serdadu Belanda, juga menyerukan persatuan bangsa Indonesia. Majalah lain yang terbit setelah kemerdekaan, antara lain: Pahlawan (Aceh), Arena (Jogja), Sastrawan (Malang) dan majalah Seniman (Solo). 2.6.1
Kategori Majalah Menurut Joseph R. Dominick, klasifikasi majalah dibagi kedalam lima
kategori utama, yaitu : 1. Majalah Konsumen Umum (General Consumer Magazine) Konsumen majalah ini bisa siapa saja dan dapat dibeli disudut outlet, mall, atau toko buku lokal. Majalah ini juga menyajikan informasi produk dan jasa yang diiklankan pada halaman tertentu. 2. Majalah Bisnis (Busines Magazine) Majalah – majalah bisnis melayani secara khusus mengenai informasi bisnis, industri atau profesi. Pembacanya terbatas pada kaum profesional atau pelaku bisnis. 3. Majalah Ilmiah dan Kritik Sastra (Academic Journal and Literacy Reviews) Majalah ini banyak diterbitkan oleh organisasi profesional. Maka menerbitkan empat edisi atau kurang setiap tahunnya dan kebanyakan tidak menerima iklan. 4. Majalah Khusus Terbitan Berkala (Newslatter) Media ini dipublikasikan dalam bentuk khusus 4 – 8 halaman dengan perwajahan khusus pula, didistribusikan secara gratis atau dijual secara berlangganan. 5. Majalah Humas/PR (Public Relations Magazine) Majalah PR ini diterbitkan oleh perusahaan, dan dirancang untuk disirkulai pada karyawan, agen, pelanggan dan pemegang saham. Jenis penerbitan ini berbeda dengan periklanan, dan menjadi bagian promosi organisasi atau perusahaan yang mensponsori penerbitan.
49
2.6.2
Fungsi Majalah Mengacu pada sasaran khalayaknya yang spesifik, maka fungsi utama
media berbeda satu dengan yang lainnya. Majalah berita seperti Gatra dan Tempo mungkin lebih berfungsi sebagai media informasi tentang berbagai peristiwa dalam dan luar negeri, dan fungsi berikutnya adalah hiburan. Namun berbeda dengan majalah wanita dewasa Femina, meskipun beritanya relatif menyangkut berbagai informasi dan tips masalah kewanitaan, tetapi majaah tersebut lebih bersifat menghibur. Fungsi informasi dan mendidik menjadi prioritas berikutnya. Majalah pertanian Trubus fungsi utamanya adalah memberikan pendidikan mengenai bercocok tanam, sedangkan fungsi berikutnya adalah informasi. 2.6.3
Karakteristik Majalah Majalah merupakan media yang paling simpel organisasinya, relatif lebih
mudah mengelolanya, serta tidak membutuhkan modal yang besar. Meskipun sama-sama sebagai media cetak, majalah tetap dapat dibedakan dengan surat kabar karena majalah memiliki karakteristik tersendiri yaitu (Elvinaro, Lukiati, Siti, Komunikasi Massa, 2007:121).: a. Penyajian Berita Lebih Mendalam Frekuensi terbit majalah adalah mingguan, dwi mingguan atau bulanan. Majalah berita biasanya terbit mingguna, sehingga par reporternya puya waktu yang lama untuk memahami dan mempelajari suatu peristiwa, dapat menyajikan informasi yang lebih dalam. Analisis beritanya dapat dipercaya dan didasarkan pada buku yang referensi yang relevan dengan peristiwa.
50
b. Nilai Aktualitas Lebih Lama Apabila nilai aktualitas surat kabar berumur satu hari, maka nilai aktualitas majalah bisa satu minggu. Sebagai contoh, kita akan menganggap using surat kabar kemarin atau dua hari yang lalu jika kit abaca saat ini. Akan tetapi kita tidak pernah menganggap usang majalah yang terbit dua atau tiga hari yang lalu. Sebagaimana kita lamai bersama, bahwa dalam membaca majalah tidak pernah tuntas sekaligus. Dengan demikian, majalah mingguan baru tuntas kit abaca dalam tempo tiga atau empat hari. c. Gambar/Foto Lebih Banyak Jumlah halaman majalah lebih banyak, sehingga selain penyajian beritanya yang mendalam, majalah juga dapat menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang berwarna, serta kualitas kertas yang digunakannya pun lebih baik. Foto-foto yang ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi apabila foto tersebut sifatnya eksklusif. d. Sampul Sebagai Daya Tarik Disamping foto, sampul / cover majalah juga merupakan daya tarik tersendiri. Sampul adalah ibarat pakaian dan aksesorisnya pada manusia. Sampul majalah biasannya menggunakan kertas yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik. Menarik tidaknya sampul suatu majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya, serta konsistensi atau keajegan majalah tersebut dalam menampilkan ciri khasnya. Misalnya sampul majalah Tempo yang rutin menggunakan
51
gambar kartun atau karikatur dalam merepresentasikan realitas yang ada, untuk berita yang menjadi topik utama majalah tersebut. 2.7
Isi Media Sebagai Alat Konstruksi Realitas Menurut Danis McQuail (1987:52-53) media menghubungkan masyarakat
dengan realitas berperan sebagai : 1. Jendela
pengalaman
yang
meluaskan
pandangan
kita
dan
memungkinkan kita mampu memahami apa yang terjadi disekitar kita, tanpa campur tangan pihak lain. 2. Juru bahsa yang menjelaskan dan memberi makna terhadap peristiwa atau hal yang terpisahkan dan kurang jelas. 3. Pembawa atau pengantar informasi dan pendapat. 4. Jaringan interaktif yang menghubungkan pengirim dengan penerima melalui pelbagai macam umpan balik. 5. Papan petunjuk jalan yang secara aktif menunjukan arah, memberikan bimbingan atau instruksi. 6. Penyaring yang memilih bagian pengalaman yang perlu diberi perhatian khusus dan menyisihkan aspek pengalaman lainnya. 7. Cermin yang memantulkan citra masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri; biasanya pantulan citra itu mengalami perubahan (distorsi) karena adanya penonjolan terhadap segi yang ingin dilihat oleh para anggota masyarakat. 8. Tirai atau penutup yang menutupi kebenaran demi pencapaian tujuan propaganda atau pelarian dari suatu kenyataan.
52
Berger memandang teks sebagai kontruksi atas realitas karenanya sangat potensi terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Realitas merupakan hasil interaksi antara wartawan dengan fakta dan media merupakan konstruksi sosial yang mendefinisikan suatu realitas. Media memilih manakah realitas yang akan diambil atau tidak. Dari realitas yang diambil itulah dibuat berita yang selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai – nilai media. Pihak redaksi yang merupakan subjek yang mengkonstruksi realitas yang lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya membuat berita menjadi produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Konstruksi realitas sosial yang dilakukan media tak terlepas dari bingkai nilai – nilai yang ditetapkan oleh media yang bersangkutan. Setiap upaya konseptualisasi sebuah peristiwa, keadaan, benda atau apapun juga adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Seseorang yang menceritakan keadaan dirinya atau pengalamannya pada dasarnya ia mengkonstruksikan realitas dirinya sendiri. Pekerjaan utama para wartawan adalah menceritakan hasil reportasinya kepada khalayak. Dengan demikian, mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkonstrusikan
realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke
dalam suatu bentuk laporan jurnalistik, entah itu berita (news) atau berita khas (feature). Rangkaian kegiatan seorang wartawan mengkonstrusikan suatu realitas, dimulai dari pengumpulan informasi dengan pengamatan, pencatatan, pemotretan, melakukan wawancara; untuk kemudian ia tuangkan ke dalam bentuk sebuah reportase. Seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Dikatakan demikian karena sifat dan faktanya bahwa tugas
53
redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa. Laporanlaporan jurnalistik di media pada dasarnya tak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk sebuah “cerita”. Berita adalah realitas yang telah dikonstrusikan. (Tuchman dan Sudibyo dkk, 2001 : 65). Persoalan realitas yang akan diliput oleh wartawan (media) setidaknya adalah perdebatan paling penting di antara kubu pluralis dengan kritis. Dalam pandangan kedua kubu tersebut terlihat adanya fakta sebenarnya yang dapat diliput oleh wartawan. Realitas adalah pertarungan antara berbagai kelompok untuk menonjolkan basis penafsiran masing-masing. Sehingga realitas yang hadir pada dasarnya bukan realitas yang alamiah, tetapi sudah melalui proses pemaknaan kelompok yang dominan. Menurut Al-Zastrouw dalam Winarko, media massa adalah media yang digunakan manusia untuk berkomunikasi antar mereka secara massal dan cenderung bersifat “one way” (satu arah). Media massa secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok : media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak meliputi surat kabar, majalah, dan tabloid, sedangkan media massa elektronik mencakup media “audio” (suara) seperti radio, dan media “audio visual” (suara dan gambar) yaitu televisi dan film (Winarko, 2000 : 7). Semua media massa menyajikan berita tentang peristiwa-peristiwa secara bersama-sama. Setiap bentuk dan jenis media berusaha bisa tampil beda dengan menunjukkan cara dan ciri khasnya sendiri. Sebab masing-masing media memiliki gaya dan strateginya sendiri-sendiri khususnya dalam usaha menyiasati minat dan kebutuhan publik. Meskipun media massa lebih dulu muncul, ciri-ciri komunikasi massa yang telah disebutkan diatas tetap harus dipenuhi kedua jenis massa.
Terdapat
perbedaan yang khas pada media massa cetak dan media massa elektronik, yakni pesan-pesan yang disiarkan oleh media massa elektronik diterima oleh masyarakat hanya sekilas dan masyarakat harus selalu di depan televisi atau radio, sedangkan
54
pesan-pesan yang disiarkan media cetak dapat dikaji ulang dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada tiap kesempatan. 2.8
Bahasa dan Konstruksi Realitas Bahasa adalah unsur utama dalam mengkonstruksi realitas. Bahasa
merupakan instrumen pokok untuk menceritakan realitas itu sendiri. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu pengetahuan tanpa ada bahasa. Keberadaan bahasa dalam media massa bukan lagi sebagai alat untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra) yang akan muncul di benak khalayak. Bahasa yang akan dipakai media ternyata mampu mempengaruhi cara melafalkan (pronunciation), tata bahasa (grammar), susunan kalimat (syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata, dan akhirnya mengubah dan atau mengembangkan percakapan (speech), bahasa (language), dan makna (meaning). (Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 70). Menurut kalangan kritis (critical), bahasa adalah alat perjuangan kelas. Makna dalam hal ini tidak ditentukan oleh struktur realitas, melainkan oleh kondisi ketika pemaknaan dilakukan melalui praktek sosial, hal mana terdapat peluang yang sangat besar bagi terjadinya pertarungan dan kelas ideologi. (Stuart Hall, dalam Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 73). Bagi aliran kritis, pertarungan sosial dalam bahasa dapat dilakukan melalui suatu tanda bahasa; memperebutkan akses terhadap perangkat pemaknaan: di sini kita mengenal perbedaan antara mereka yang diakui sebagai kredibel dan layak komentar, yang pertanyaannya mengandung aspek otoritatif dan representative yang memungkinkannya untuk memapankan kerangka kerja utama atau term
55
sebuah argument: dan berjuang untuk memperoleh akses ke debat publik untuk memenangkan term-term yang telah dilakukan ditentukan tentang problemproblem yang dibicarakan. (Stuart Hall, dalam Agus Sudibyo, dkk, 2001 : 73). Asumsi – asumsi yang mendasari konstruksi realitas secara sosial adalah : 1. Realitas tidak hadir dengan sendirinya, tetapi diketahui dan dipahami melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa. 2. Realitas dipahami melalui bahasa yang tumbuh dari interaksi sosial pada saat dan tempat tertentu. 3. Bagaimana realitas dipahami bergantung pada konvensi – konvensi sosial yang ada. 4. Pemahaman terhadap realitas yang tersusun secara sosial membentuk banyak aspek penting dalam kehidupan, seperti aktivitas berfikir dan berperilaku. Berdasarkan asumsi diatas, teori konstruksi realitas secara sosial berhasil menemukan antara bahasa, interaksi sosial dan kebudayaan. Yaitu bagaimana bahasa merupakan jembatan bagi manusia dalam memahami realitas, sekaligus sebagai pedoman berperilaku. Karena bahasa itu sendiri kompleks sifatnya dan mendapat pengaruh yang cukup kuat dalam kehidupan sosial masyarakat. 2.9
Konstruksi Realitas Media Massa Pekerjaan media menurut pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan
realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Disebabkan sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media
56
massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Pembuatan berita di media pada dasarnya tak lebih dari penyusunan realitasrealitas hingga membentuk sebuah "cerita" (Tuchman, 1980 dalam Sobur, 2009: 88). Media massa juga mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya. Kegiatan jurnalistik memang menggunakan bahasa sebagai bahan baku guna memproduksi berita. Akan tetapi, bagi media, bahasa bukan sekadar alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi, atau opini. Bahasa juga bukan sekadar alat komunikasi untuk menggambarkan realitas, namun jugs menentukan gambaran atau citra tertentu yang hendak ditanamkan kepada publik. Manakala konstruki realitas media berbeda dengan realitas yang ada di masyarakat, maka hakikatnya telah terjadi kekerasan simbolik. Kekerasan simbolik bisa mewujud melalui penggunaan bahasa penghalusan, pengaburan, atau bahkan pengasaran fakta” (Sobur, 2009:89) Ada dua buah istilah yang menjadi istilah kunci teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann (1990:34), yaitu “realitas” dan “pengetahuan”. Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomena-fenomena yang memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak individu manusia (yang kita tidak dapat meniadakannya dengan angan-angan). Sedangkan Pengetahuan adalah kepastian bahwa fenomena-fenomena itu nyata (real) dan memiliki karakteristik-karakteristik yang spesifik. Dalam wacana keilmuan modern kini, menurut Sobur (2006:186) realitas lazim diartikan sebagai semua yang telah dikonsepkan sebagai sesuatu yang mempunyai wujud. Realitas sosial yang dimaksud Berger dan Luckmann ini terdiri atas realitas objektif, realitas simbolik, dan realitas subjektif.
57
Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk. Sementara, realitas subjektif adalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi. Berger dan Luckmann (1990:61; Bungin, 2008) mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah melalui tindakan dan inter aksi manusia. Meskipun masyarakat dan institusi sosial terlihat nyata secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui proses interaksi. Objektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Menurut Berger dan Luckmann (Sobur,2009:91), realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan. Eksternalisasi adalah usaha pencurahan diri manusia ke dalam dunia baik mental maupun fisik. Objektifasi adalah hasil dari eksternalisasi yang berupa kenyataan objektif fisik ataupun mental. Sedangkan internalisasi, diartikan sebagai proses penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Ketiga proses tersebut saling berdialektika secara terus menerus pada diri individu dalam rangka pemahaman tentang realitas. Dalam mengkonstruksi sebuah realitas, media sesungguhnya memainkan peran khusus dalam mempengaruhi budaya tertentu melalui penyebaran
58
informasi. Peran media sangat penting karena menampilkan sebuah cara dalam memandang realita. Media tidak bisa dianggap berwajah "netral" dalam memberikan jasa informasi dan hiburan kepada khalayak. Media massa tidak hanya dianggap sekadar sebagai hubungan antara pengirim pesan pada satu pihak dan penerima pada lain pihak. Lebih dari semua itu media dilihat sebagai produksi dan pertukaran makna. Titik tekannya terletak pada bagaimana pesan atau teks berinteraksi dengan orang untuk memproduksi makna berkaitan dengan peran teks di dalam kebudayaan. Pendekatan seperti ini disebut pendekatan strukturalisme yang bisa dikontraskan dengan pendekatan proses atau pendekatan linier (Fiske, 1990 dalam Sobur, 2009 : 93) Proses konstruksi realitas yang dilakukan oleh media merupakan usaha “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa atau keadaan. Realitas tersebut tidak serta merta melahirkan berita, melainkan melalui proses interaksi antara penulis berita, atau wartawan, dengan fakta. Terjadi proses dialektika diantara apa yang dipikirkan dan apa yang dilihat wartawan tersebut, sehingga isi berita merupakan realitas yang telah mengalami proses konstruksi kembali. Pembuatan berita pada dasarnya merupakan proses penyusunan atau konstruksi kumpulan realitas sehimgga menimbulkan wacana yang bermakna. 2.10 Peranan Wartawan dalam Proses Pembingkaian Sudibyo (2001: 224) berasumsi bahwa bingkai (Frame) yang muncul dalam wacana media massa sangat dipengaruhi oleh awak media massa itu sendiri. Merupakan suatu hal yang lazim dilakukan oleh para awak media massa menguraikan gagasannya, menggunakan gaya bahasanya sendiri, serta mem-frase dan membatasi pernyataan sumber berita. Disamping itu mereka menjabarkan frame interpretatif mereka sendiri dengan menggunakan retorika khusus yang menyiratkan keberpihakan atau kecenderungan tertentu.
59
Besarnya peran wartawan dalam proses pembingkaian tidak dapat dilepaskan dari asumsi dasar pembingkaian itu sendiri, yang menurut Nugroho, selalu menyertakan pengalaman hidup, perjalanan sosial dan kecenderungan psikologis wartawan ketika menafsirkan pesan yang datang kepadanya. Hal ini dapat terjadi karena wartawan adalah subjek yang aktif dan otonom. Jelasnya, skema interpretasi yang dimiliki wartawan menentukan bagaimana ia memandang sebuah peristiwa atau realitas. Cara pandang itulah yang selanjutnya membawa wartawan untuk membingkai peristiwa ke dalam bingkai tertentu serta menjadi panduannya ketika memilih fakta-fakta yang sesuai dengan bingkai
tersebut.
Faktor
kunci
yang
mempengaruhi
wartawan
dalam
mengkonstruksi realitas adalah latar belakang wartawan seperti pendidikan, jenis kelamin, umur, dan lain-lain. Selain itu, sikap, nilai, kepercayaan, dan orientasi wartawan terhadap politik, agama, ideologi dan aliran tertentu pun turut memberi andil pada bagaimana wartawan membentuk sebuah peristiwa menjadi sebuah skema dalam berita. 2.11 Artikel Opini Artikel Opini di suatu surat kabar biasanya ditempatkan di tengah atau halaman tertentu pada setiap majalah. Artikel opini menduduki peran penting sebagai kontrol, penambah wawasan pembaca dan mendorong para penulis untuk berpikir lebih kritis, terhadap berbagai permasalahan yang masih hangat. Topik opini bisa menyoroti masalah agama, ekonomi, politik, pendidikan, keamanan atau berbagai masalah sosial. Sekalipun demikian, ada sebagian artikel opini tidak membahas masalah yang sedang hangat karena memang tidak ada
60
masalah aktual yang patut diangkat. Bisa jadi editor memiliki kebijaksanaan lain untuk membuat artikel yang bukan masalah yang sedang hangat. Secara bahasa opini berarti pendapat, kritik, saran dan tanggapan. Penulisan opini dengan bahasa ilmiah populer. Meskipun semua persoalan dapat ditulis dalam artikel opini, namun perlu diperhatikan beberapa syarat sebagai berikut: 1. Sebaiknya artikel yang ditulis berkaitan dengan masalah aktual yang sedang diperbincangkan masyarakat. 2. Tidak bersifat menghasut, mengadu domba, memfitnah, membela pihak tertentu tanpa ada perimbangan tulisan dan isinya bernada emosi secara berlebihan. 3. Isi tulisan baiknya lebih berupa suatu solusi terhadap berbagai persoalan yang ada. Sementara aktualitas itu sendiri terbagi kedalam dua hal: 1. Masalah aktual yang berkaitan dengan kejadian yang ada di tengahtengah masyarakat. 2. Masalah aktual yang berhubungan dengan hari-hari bersejarah baik nasional maupun internasional.