BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Merek Terdapat beberapa pembentuk dimensi produk dan salah satunya adalah merek. Brand atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain (American Marketing Association, dalam Keller, 1998) kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna (Undang-Undang Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, dalam Tjiptono, 2005) atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang maupun jasa. Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen mengenai sumber produk tersebut. Di samping itu merek juga melindungi, baik itu konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Pada dasarnya merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Merekmerek terbaik akan memberikan jaminan kualitas atau mutu. Akan tetapi merek adalah lebih dari sekedar simbol. Kotler(2000 : 460) mengemukakan bahwa merek memiliki enam level pengertian, antara lain: 1. Atribut
: Merek mengingatkan pada atribut-atribut tertentu (harga, kelas sosial, kualitas, dll).
12
2. Manfaat
: Atribut perlu diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
3. Nilai
: Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen (kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dll).
4. Budaya
: Merek juga mewakili budaya tertentu (terorganisasi, efisien, bermutu tinggi, dll).
5. Kepribadian : Merek mencerminkan kepribadian tertentu (orang, binatang, obyek). 6. Pemakai
: Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut.
Senada dengan Kotler, Knapp(2000:91) beranggapan bahwa merek lebih dari sekedar simbol maupun logo, tetapi lebih kepada promise (janji) pembeli kepada pelanggan yang mana menjawab pertanyaan-pertanyaan utama: 1. Pada bisnis apa merek tersebut berada? 2. Apa yang membedakan produk tersebut dari produk pesaing? 3. Nilai superior apa yang ditawarkan kepada pelanggan? Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dipertegas bahwa merek merupakan serangkaian-serangkaian janji yang di dalamnya terkandung kepercayaan, konsistensi dan harapan. Dengan demikian keberadaan merek sangatlah penting baik itu bagi konsumen maupun produsen. Bagi konsumen merek bermanfaat untuk mempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan jaminan akan kualitas. Sebaliknya bagi produsen, merek sangat bermanfaat dalam upaya-upaya membangun loyalitas dan hubungan berkelanjutan dengan konsumen.
13
2.1.2 Loyalitas merek (brand loyalty) Pada dasarnya konsumen berusaha untuk memilih salah satu dari beberapa merek yang ada di pasar yaitu merek yang terbaik menurut mereka yang dapat memberikan nilai tambah yang tentunya berdasarkan referensi yang sudah ada baik itu dari reputasi merek selama ini maupun dari informasi lingkungan sekitar. Tentunya hal ini dengan asumsi bahwa konsumen mendapatkan informasi yang lengkap. Hal tersebut yang memicu alasan pentingnya perusahaan untuk mengelola merek mereka. Pengelolaan merek yang baik dapat memicu kesetiaan konsumen terhadap merek tersebut. Loyalitas merek (brand loyalty) merupakan suatu konsep yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Loyalitas merek adalah “the attachment a customer has to a brand” (Aaker dalam Tjiptono, 2005). Pernyataan Aaker tersebut dapat diartikan sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan terhadap sebuah merek yang mana ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Oliver(1999) mendefinisikan kesetiaan merek sebagai suatu komitmen mendalam untuk mengkonsumsi suatu barang maupun jasa di masa yang akan datang. Kepercayaan merek (brand trust) dan afeksi merek (brand affect) memberikan kontribusi yang cukup berarti bagi kinerja merek (brand performance) melalui kesetiaan sikap dan pembelian (Chaudhuri dan Holbrook,
14
2001) karena baik itu komplain maupun loyal merupakan konsekuensi perilaku yang diakibatkan adanya kepuasan yang dirasakan kosumen(Sugiharto, 2007:54). Selain itu, konsumen yang loyal akan bersedia untuk membayar lebih karena adanya persepsi mengenai keunikan nilai yang ada pada produk dari merek tersebut(Prawitowati, 2008). Menurut Aaker, Kumar dan Day(2001) dalam Setyawan(2008 : 39), loyalitas terhadap suatu merek merupakan salah satu komponen dari ekuitas merek. Loyalitas merek juga mencerminkan seberapa besar kemungkinan konsumen akan pindah ke merek lain(Etriya,dkk, 2004:128). Aaker(1991 dan 1995; Aaker dan Joachimstheler, 2000) yang dikutip oleh Tjiptono(2005) memformulasikan model brand equity tersebut dari sudut pandang manajerial dan korporat. Berdasarkan model tersebut menyatakan bahwa kesetiaan konsumen terhadap suatu merek merupakan salah satu pembentuk dimensi ekuitas mererek. Model tersebut akan disajikan melalui Gambar 2.1. Gambar 2.1 Model Elemen Brand Equity
Brand Equity
Brand Awareness
Preceived Quality
Brand Association
Brand Loyalty
Sumber: Aaker(1991,1995) Aaker dan Joachimstheler(2000) dalam Tjiptono(2005) Perusahaan yang mempunyai basis pelanggan yang mempunyai loyalitas merek yang tinggi dapat mengurangi biaya pemasaran perusahaan karena biaya untuk mempertahankan pelanggan jauh lebih murah dibandingkan dengan mendapatkan pelanggan baru. Loyalitas merek yang tinggi dapat meningkatkan
15
perdagangan. Serta dapat menarik minat pelanggan baru karena mereka memiliki keyakinan bahwa membeli produk bermerek minimal dapat mengurangi risiko. Keuntungan lain yang didapat dari loyalitas merek adalah perusahaan dapat lebih cepat untuk merespon gerakan pesaing.
Moorman, Zaltman dan Deshpande
(dalam Rizal, 2002) berpendapat bahwa loyalitas atau komitmen konsumen terhadap merek adalah hasil dari Trust atau kepercayaan. Menurut Dick dan Basu(dalam Baloglu, 2002:48) secara konseptual menggambarkan bahwa kesetiaan konsumen terhadap suatu merek adalah sebagai hubungan relatif individu terhadap merek (individual’s relative attitude) dan perilaku pembelian (patronage behavior). Dalam hal ini kesetiaan merek (brand loyalty) merupakan kombinasi dari sikap relatif tinggi dan perilaku pembelian ulang yang tinggi. Sedangkan untuk konsumen yang memiliki sikap relatif rendah dan perilaku pembelian ulang yang tinggi maka dikelompokkan pada tipe konsumen yang memiliki kesetiaan semu (spurious loyalty). Untuk lebih jelasnya hubungan antara perilaku dan sikap ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Tipologi Loyalitas Berdasarkan Perilaku dan Sikap
Spurious Loyalty
True Loyalty
Low Loyalty
Latent Loyalty
Sumber: Dick dan Basu(1994) dalam Baloglu(2002)
16
Loyalitas dapat diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang dapat menimbulkan perilaku peralihan. Dapat dianalogikan bahwa komitmen konsumen terhadap suatu merek dapat melindungi konsumen dari cost of seeking (Chaudhuri dan Holbrook, 2002:37). Loyalitas merupakan tingkatan watak komitmen dalam rerangka nilai-nilai yang unik yang diasosiasikan ke merek tersebut(Utama, 2006:13). Kepuasan pelanggan yang tinggi menciptakan keeratan emosional terhadap merek tertentu dan hasilnya adalah kesetiaan(Setyaningrum, 2007:105). Seorang pelanggan yang sangat loyal kepada suatu merek tidak akan dengan mudah memindahkan pembeliannya ke merek lain, apa pun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas pelanggan terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok pelanggan tersebut dari ancaman dan serangan merek produk pesaing dapat dikurangi. Pernyataan tersebut sejalan dengan definisi dari brand loyalty yang dikemukakan oleh Oliver pada penjelasan sebelumnya yang menunjukkan bahwa kesetiaan terhadap suatu merek meliputi juga derajat komitmen seorang konsumen searah dengan kualitas suatu merek. Chaudhuri dan Holbrook(2001 : 82) berpendapat bahwa kesetiaan merek menjelaskan dua aspek berbeda yakni aspek perilaku (behavioral) dan aspek sikap (attitudinal), yang mana masing-masing merupakan konstruk makro (Dimitriades, 2006 dalam Leingpibul, et al, 2009:36). Dalam hal ini aspek perilaku dapat dimanifestasikan dengan kesetiaan pembelian (purchase loyalty) sementara aspek
17
sikap dapat diwakilkan dengan kesetiaan sikap (attitudinal loyalty) konsumen terhadap merek. Kesetiaan sikap (attitudinal loyalty) Loyalitas terhadap sikap (attitudinal loyalty) merupakan tingkatan komitmen rata-rata konsumen tehadap suatu merek(Chaudhuri dan Holbrook, 2001:82). Sehingga semakin tinggi komitmen konsumen terhadap suatu merek maka akan mendorong atau dengan kata lain meningkatkan pangsa pasar atau harga relatif. Sciffman dan Kanuk(dalam Suprapti, 2010:139) mengelompokkan model sikap (Attitude Model) dalam tiga komponen utama yakni (1) komponen kognitif; (2)komponen afektif; dan (3) komponen konatif. Ketiga komponen tersebut disajikan secara sederhana pada Gambar 2.3. Gambar 2.3 Model Sikap Tiga Komponen
Sumber : Sciffman dan Kanuk(dalam Suprapti, 2010:139) Kognitif meliputi persepsi dan pengetahuan atau informasi yang diperoleh dari kombinasi pengalaman langsung dengan obyek sikap dan informasi tentang obyek tersebut yang diperoleh dari berbagai sumber. Komponen afektif berkaitan dengan emosi atau perasaan konsumen terhadap suatu obyek. Perasaan
18
tersebut mencerminkan evaluasi keseluruhan konsumen terhadap sebuah obyek. Sedangkan konatif berkaitan dengan kemungkinan atau kecenderungan bahwa seseoramg akan melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan obyek sikap. Dari penjelasan tersebut sikap memiliki tiga ciri utama yaitu sikap dipelajari, sikap adalah konsisten dan sikap adalah kecenderungan untuk menanggapi suatu obyek(Marhaini, 2008:91). Loyalitas sikap seorang konsumen dapat digambarkan sebagai suatu komitmen.
Kesetiaan konsumen terhadap suatu merek bukan saja berbicara
mengenai seringnya atau banyaknya frekuensi pembelian kembali oleh konsumen namun tetapi juga bagaimana konsumen menyikapi merek tersebut. Kesetiaan sikap konsumen terhadap suatu merek tentunya memberikan arti yang penting bagi perusahaan untuk memperoleh keuntungan baik itu keuntungan ekonomis maupun non ekonomis. Kesetiaan pembelian (purchase or behavior loyalty) Loyalitas terhadap pembelian (purchase/ behavior loyalty) merupakan peristiwa dilakukannya pengulangan pembelian atas suatu produk. Dengan kata lain kesetiaan pembelian merupakan hasrat konsumen untuk melakukan pembelian secara konsisten terhadap suatu merek. Menurut Dharmayanti(2006 : 66) respon memainkan peran penting dalam membentuk perilaku, di mana respon tersebut terhadap merek sering mempengaruhi apakah konsumen akan membeli atau tidak. Sedangkan ukuran utama loyalitas mengacu perilaku pelanggan pada pengulangan untuk memperoleh atau membeli kembali atas barang/jasa yang pernah dinikmati (Sugiharto, 2007:54). Konsumen yang loyal terhadap suatu
19
merek akan melakukan pembelian ulang terhadap produk dengan merek yang sama (Mochamad, 2009:5).
Sehingga semakin sering konsumen melakukan
pembelian maka akan semakin meningkatkan pangsa pasar dan harga relatif terhadap harga merek yang lain (Chaudhuri dan Holbrook, 2001) Loyalitas merek sama artinya dengan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian kembali pada merek spesifik dalam kurun waktu tertentu (Lin et al., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa seorang konsumen dapat dikatakan setia atau loyal terhadap suatu merek bila konsumen tersebut melakukan pembelian ulang pada merek yang sama pada suatu periode tertentu. Hal ini berdasar pada perilaku masa lalu dan konsumen sekitar yang turut melakukan pembelian pada merek yang bersangkutan pada masa sekarang dan masa akan datang (Lin et al., 2000:279).
2.1.3 Kepercayaan terhadap merek (brand trust) Pemahaman yang lengkap tentang loyalitas merek tidak dapat diperoleh tanpa penjelasan mengenai kepercayaan terhadap merek (trust in a brand) dan bagaimana hubungannya dengan loyalitas merek. Kepercayaan merupakan variabel kunci dalam membangun dan menjaga hubungan yang langgeng dengan konsumen contohnya membangun kepercayaan pada merek (Ballester dan Aleman , 2001:1240). Ballester dan Aleman (2005) mengemukakan pendapatnya mengenai kepercayaan merek bahwa,
20
“A trustwothy brand is one that consistently keeps its promise of value to consumers throgh the way the product developed, produced, sold, serviced and advertised.” Dengan kata lain kepercayaan terbentuk ketika konsumen mampu memperoleh janji yang ditawarkan perusahan. Dalam pemasaran industri, para peneliti telah menemukan bahwa kepercayaan terhadap sales dan supplier merupakan sumber dari loyalitas. Menurut Lau dan Lee(dalam Riana, 2008:187), terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Konsumen akan merasa puas bila evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka beli dan gunakan berkualitas (Suh dan Yi, 2006:146). Kondisi tersebut dapat meningkatkan prestise sehingga akan timbul kepercayaan merek pada diri konsumen (Giantari dan Asfri, 2009:15). Suatu merek dapat memiliki kesan atau kepribadian. Dalam situasi tersebut, merek berperan sebagai substitute hubungan person-to-person antara perusahaan dengan pelanggannya, selanjutnya kepercayaan dapat dibangun melalui merek (Tjahyadi, 2006:71). Gagasan tentang merek yang dibentuk oleh konsumen berimplikasi bahwa merek sebagai parter hubungan
yang
aktif
dan
diwujudkan
percaya(Utama, 2006).
21
dalam
perilaku
intensi
untuk
2.1.4 Afeksi merek (brand affect) Afeksi merek (brand affect) merupakan kemampuan sebuah merek untuk mendatangakan atau menstimuli emosional konsumen secara positif (Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Afeksi merek yang positif akan memberikan keuntungan bagi perusahaan karena sangatlah berhubungan dengan loyalitas atau komitmen atau dalam hal ini adalah kesetiaan sikap (attitudinal loyalty) dan kesetiaan pembelian (purchase loyalty). Menurut Dick dan Basu, pengaruh merek atau brand affect yang ada merupakan hasil yang kuat dan positif yang nantinya akan berhubungan dengan loyalitas konsumen dan komitmen terhadap merek. (Rizal, 2002) Dari pernyataan tersebut dapat diterjemahkan bahwa terdapat hubungan yang positif terhadap loyalitas sikap untuk memulai aktivitas pembelian. Menurut Chadhuri dan Holbrook(2002), afeksi merek dapat diartikan sebagai potensi merek untuk menimbulkan respon emosional yang positif. Nama adalah ekspresi pertama bahkan barangkali merupakan hal terbesar bagi sebuah merek. Nama menyusun sifat dari semua ekspresi masa depan, dari identitas perusahaan untuk periklanan hingga pengemasan. Nama mempengaruhi identitas suatu organisasi pada semua tingkat, dari peramalan hingga persepsi publik terhadap barang maupun jasa. Merek berfungsi sebagai jalan pintas atau penghubung emosional antara perusahaan dan para pelanggannya (Knapp, 2000:116). Knapp juga berpendapat bahwa kepribadian merek dan reputasi kinerja merek dapat membedakan merek tersebut dengan merek pesaing, menimbulkan loyalitas pelanggan dan pertumbuhan. Afeksi merek menjadi pertimbangan penting di awal dari kesetiaan merek (Matzleret al., 2006).
22
Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa latar belakang merek dan kepribadian konsumen berkaitan dengan afeksi merek terhadap konsumen.
2.1.5 Kinerja merek (brand performance) Menurut Keller(Tjiptono, 2005) kekuatan sebuah merek terletak pada apa yang dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengarkan konsumen tentang merek tersebut sebagai hasil dari pengalamannya sepanjang waktu. Menurut Keller (Tjiptono, 2005:42), kinerja merek berkenaan dengan kemampuan produk, barang maupun jasa, dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen karena pada hakikatnya kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek dalam hal karakteristik inheren sebuah produk dan jasa. Oleh karena indikator penentu kinerja merek begitu kompleks, maka dalam penelitian ini akan dibatasi dengan pengendali atau kategori tingkatan merek, yaitu antara lain harga relatif, jumlah pesaing, tingkat diferensiasi, Word of Mouth dan pembelian kembali. Harga relatif, jumlah pesaing dan tingkat diferensiasi Harga relatif merupakan harga relatif pada sebuah merek terhadap pesaing sebagai pemimpin dalam pasar (Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Dalam Indrayani(2004) mengemukakan bahwa merek mendapatkan posisi yang sejajar dengan harga, di mana hal ini menunjukkan bahwa keputusan konsumen dipengaruhi oleh merek dan harga atau merek mempengaruhi lebih besar dari harga, atau harga mempengaruhi lebih besar dari pada merek. “Consumer with a strong, favorable brand attitude should be more willing to pay premium prices for the brand”
23
(Keller, 1993 dalam Chaudhuri dan Holbrook, 2001). Dengan kata lain kesetiaan sikap (attitudinal loyalty) akan menentukan keputusan dengan membayar harga premium untuk merek yang bernilai. Faktor lingkungan juga menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan pembelian (Sirigoringo, 2004). Jumlah pesaing yang ada pada suatu pasar untuk produk sejenis tertentu dari merek yang bersangkutan sangat mempengaruhi pangsa pasar jenis produk tersebut. Menurut Lemon, Rust dan Zeithaml tahun 2000 (dalam Pratikno, 2003:53)., perusahaan di mana pun akan dihadapkan pada ancaman produk-produk komoditas, yang mana perusahaan lain akan dengan mudah memasuki pasar dengan menyediakan produk atau jasa kepada konsumen secara lebih baik, lebih cepat, atau lebih murah, hal ni akan mengakibatkan perusahaan tersebut sulit untuk memenangkan konsumen. Artinya jumlah merek yang besaing pada komoditas tertentu mempengaruhi proses keputusan konsumen dalam memilih suatu merek atau produk. Menghadapi kondisi tersebut perusahaan harus dapat selalu memberikan pengaruh dominan terhadap konsumen. Kotler,dkk(dalam Purnami, 2011:75) menyatakan bahwa positioning yang didukung diferensiasi yang kokoh akan mengahasilkan brand interity yang kuat. Ketika ada dua merek yang dibandingkan, satu merek biasanya lebih dijadikan subjek utama dibandingkan lainnya (Pratikno, 2003). Pembelian kembali dan word of mouth (WOM) Oliver(1999) mengemukakan bahwa kesetiaan dalam pembelian kembali merupakan hasil dari kepuasan konsumen. Sheth(2001:15) menambahkan bahwa
24
terdapat enam (6) keuanggulan bersaing (competitive advantage) yang dapat diperoleh dari kepuasan konsumen yakni: 1) Repeat buying; 2) Higher price; 3) Loyalty in crisis ; 4) Word of mouth ; 5) One stop shopping; dan 6) New product innovation. Hubungan keenam elemen tersebut dalam membentuk keunggulan bersaing akan disajikan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Six Competitive Advantage through Customer Satisfaction Customer Satisfaction
Repeat Buying
Higher Price
Word Of Mouth
Loyalty in Crisis
Profit
Corporate Performance
One Stop Shopping
New Product Nnovation
Growth
Sumber: Sheth(2001:15) Pada penelitian ini hanya mengambil dua dari elemen keunggulan bersaing yang dijelaskan oleh Sheth(2001) yakni repeat buying dan Word of Mouth sebagai indikator untuk mengukur kinerja merek.
2.1.6 Ketegori tingkatan produk Kepercayaan merek (brand trust) dan afeksi merek (brand affect) merupakan variabel yang tidak dapat diukur dengan nilai. Variabel brand trust dan brand affect merupakan variabel laten yang dibentuk dan dapat dijelaskan oleh beberapa indikator. Dalam penelitian ini yang digunakan menjadi indikator
25
atau kategori tingkatan produk yang membentuk brand trust dan brand affect ini adalah nilai hedonik dan utilitarian serta kualitas, keunikan dan ketersediaan.
Nilai hedonik dan utilitarian Holbrook dan Hirschman pada tahun 1982 (dalam Chaudhuri dan Holbrook, 2002:36) mengungkapkan bahwa terdapat dua tipe konsumsi yang berbeda dalam perilaku konsumen yaitu produk utilitarian dengan tangible (objective feature) dan produk hedonik dengan intangible (subjective feature). Dalam hal ini utilitarian lebih kepada alasan dalam mengkonsumsi sebuah merek, sedangkan hedonik berhubungan dengan emosional konsumen terhadap merek tersebut. Pada penelitian sebelumnya Chaudhuri dan Holbrook(2001 dan 2002) mendefinisikan utilitarian value adalah kemampuan untuk menampilkan fungsi dan manfaat merek yang dikonsumsi oleh konsumen, sedangkan hedonic value merupakan nilai yang mampu memberikan rasa senang konsumen (hubungan emosional). Keunikan, ketersediaan dan kualitas Merek yang memiliki nilai keunikan akan mampu menciptakan atau mendorong konsumen untuk terus menggunakannya sehingga akan berdampak pada kepercayaan dan kesetiaan konsumen untuk terus menggunakan merek tersebut. Keunikan merek dapat dikatakan sebagai upaya diferensiasi agar dapat menciptakan nilai merek tersendiri. Dengan keunikan yang ada (upaya
26
diferensiasi agar merek tampak berbeda), produk tersebut (merek) dapat menjadi prioritas yang didahulukan. Kualitas dari sebuah merek merupakan ukuran yang paling mendasar bagi konsumen untuk mengambil keputusan untuk menggunakannya atau tidak. Menurut definisi dari American Society for Quality Control (dalam Kotler, 2000:49) disebutkan bahwa kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Sedangkan ketersediaan (avaliability) merek dapat membentuk persepsi konsumen bahwa merek tersebut mudah diperoleh sehingga konsumen meyakininya sebagai merek yang dapat diandalkan.
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya 1.
Chaudhuri dan Holbrook (2001) dengan menggunakan metode analisis linear berganda meneliti variabel penelitian yang meliputi brand trust, brand affect, purchase loyalty, attitudinal loyalty, market share dan relative price dengan menggunakan variabel kontrol differentiation dan share of voice. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara brand loyalty (pembelian dan loyalitas sikap) dan brand performance (harga relatif dan pangsa pasar). Brand affect serta brand trust yang kuat dan positif juga akan menimbulkan dampak positif terhadap loyalitas merek konsumen, baik purchase loyalty dan attitudinal loyalty.
27
2.
Penelitian Rizal (2002) menyimpulkan bahwa purchase loyalty berhubungan negatif dan tidak signifikan terhadap brand performance dan attitudinal loyalty berhubungan positif dan signifikan terhadap brand performance. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden (konsumen) lebih dipengaruhi oleh brand affect dari pada brand trust.
3.
Penelitian Chaudhuri dan Holbrook pada tahun 2002 menunjukkan bahwa brand trust dan brand affect berhubungan secara positif dengan brand commitment. Sementara itu brand trust dan brand affect berhubungan dan signifikan dengan market share maupun dengan advertising-to-sales ratio.
4.
Mochamad (2009) meneliti variabel kepercayaan merek dengan lima indikator yakni prediktibilitas merek, kesukaan pada merek, kompetensi merek, reputasi merek, serta kepercayaan pada perusahaan. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa prediktabilitas merek, kesukaan pada merek dan kompetensi merek secara parsial berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek. Sedangkan reputasi merek dan kepercayaan pada perusahaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap loyalitas merek. Berdasarkan penelitian tersebut diperoleh bahwa prediktabilitas, kesukaan pada merek, kompetensi merek, reputasi merek dan kepercayaan pada perusahaan secara bersama-sama berpengaruh sigifikan dan positif terhadap loyalitas merek.
5.
Tahun 2001, Ballester dan Aleman melakukan penelitian yang berfokus pada hubungan antara komitmen dan kepuasan konsumen. Hasil dari
28
penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat situasi high involvement, kepercayaan merek lebih kuat mempengaruhi komitmen konsumen daripada kepuasan konsumen yang selama ini telah dibangun dan dijaga oleh perusahaan (merek) dengan konsumen. 6.
Ballester dan Aleman pada tahun 2005 melakukan penelitian yang merupakan
pengembangan
penelitian
Ballester
dan
Aleman
sebelumnya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa benar terdapat hubungan antara brand trust dan brand loyalty dan terdapat hubungan positif antara brand trust terhadap brand loyalty. 7.
Penelitian Matzler et al. tahun 2006 didapatkan hasil bahwa keterbukaan dan ektraversi dari personaliti merek berpengaruh positif terhadap nilai produk hedonik watak personal secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi afeksi merek yang mana dikendalikan oleh kesetiaan pembelian dan sikap.
8. Penelitian Thaweephan Lengipibul, Sunil Thomas, S. Allen Broyes dan Robert H. Ross (2009) membuktikan bahwa attitudinal loyalty dan behavioral loyalty (manifestasi dari loyalitas pembelian) merupakan dua konstruk yang sangat berbeda dan kedua konstruk tersebut berpengaruj positif terhadap meets expectations dan (re)purchase intent. 9.
Baloglu (2002) membuktikan bahwa loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh dua indikator yakni variabel sikap dan variabel perilaku. Dalam penelitian ini variabel sikap diukur dengan komitmen emosional dan kepercayaan. Sedangkan untuk variabel perilaku diukur dengan waktu
29
pelanggan yang diluangkan dan proporsi kunjungan, dimana yang paling berpengaruh adalah komitmen emosional. 10. Oliver (1999) meneliti tentang pengaruh-pengaruh yang membentuk kesetiaan pelanggan. Berdasarkan penelitiannya membuktikan bahwa kesetiaan pelanggan merupakan implikasi dari kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan merupakan faktor mendasar dalam menciptakan loyalitas pelanggan. 11. Lin, Chinho., Wu, Wann-Yih dan Wang, Zhi-Feng (2000) meneliti tentang perilaku loyalitas merek dan peralihan merek. Penelitian tersebut
menunjukkan
bahwa
pembelian
kembali
merupakan
perwujudan dari loyalitas merek. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang membentuk dimensi pembelian kembali antara lain kemudahan penggunaan, desain inovatif, kesempurnaan desain, dan fitur ekstra. 12. Suh dan Yi (2006) menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan mempengaruhi brand loyalty dan brand attitude ketika keterlibatan dari suatu produk tersebut rendah. Sedangkan citra perusahaan dan perilaku terhadap iklan memiliki pengaruh yang lebih pada brand attitudes, dan sikap memiliki pengaruh lebih terhadap kesetiaan (loyalty) ketika pengaruh produk tersebut tinggi. 13. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Giantari Citra (2009) membuktikan bahwa secara simultan dan parsial variabel brand trust yang
meliputi
overall
satisfaction,
fiability
dan
intentionality
berpengaruh signifikan terhadap pembentukam brand loyalty. Variabel
30
brand trust yaitu intentionality memiliki pengaruh dominan terhadap pembentukan brand loyalty. 14. Menurut penelitian Riana (2008) membuktikan bahwa secara simultan dan parsial variabel trust in a brand yang meliputi brand characteristic, company characteristic dan consumer-brand characteristic secara signifikan berpengaruh terhadap brand loyalty. Dari ketiga variabel trust in a brand tersebut, brand characteristic yang berpengaruh dominan terhadap brand loyalty. 15. Berdasarkan penelitian Tjahyadi (2006) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan menjadi salah satu tolak ukur bagi keberhasilan aktivitas pemasaran. Kepercayaan pada merek menggambarkan komponen yang penting dari diposisi internal atau sikap yang diasosiasikan dengan loyalitas. Kepercayaan pelanggan dibangun atas reputasi merek, prediktabilitas merek dan kompetensi merek. 16. Penelitian Marhaini (2008) membuktikan bahwa keyakinan konsumen dan evaluasi berpengaruh signifikan terhadap sikap berperilaku konsumen dalam pembelian produk. Sedangkan motivasi dan keyakinan normatif berpengaruh signifikan terhadap norma subyektif konsumen. Sikap berperilaku konsumen dan norma subyektif konsumen baik secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan terhadap minat berperilaku konsumen, di mana variabel norma subyektif memiliki pengaru yang dominan.
31
17. Penelitian
Etriya,
Sumarwan,
Ujang dan
Kirbrandoko
(2004)
membuktikan bahwa diferensiasi produk mempengaruhi loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Variabel pembeda tersebut adalah variabel psikografis yakni ekspektasi kualitas tinggi sama dengan harga tinggi. Sedangkan variabel atribut produk selain harga, misalnya kemasan dan tampilan produk bukan menjadi hal yang begitu diperhitungkan konsumen. 18. Berdasarkan penelitian Pratikno(2003) membuktikan hasil bahwa preferensi konsumen berdasarkan atribut dan kepuasan konsumen mempunyai pengaruh yang positif terhadap preferensi konsumen berdasarkan
sikap.
Preferensi
konsumen
berdasarkan
atribut
mempunyai pengaruh positif terhadap pemilihan merek. Sedangkan preferensi konsumen berdasarkan sikap mempunyai pengaruh yang positif terhadap pemilihan merek. 19. Penelitian
Siringoringo
(2004)
membuktikan
bahwa
keputusan
pembelian konsumen didasarkan oleh derajat pengambilan keputusan dan derajat keterlibatan dalam pembelian. Penelitian ini menunjukkan bahwa evaluasi pasca pembelian konsumen adalah hasil dari proses kompleks yang digerakkan pengaruh kombinasi kinerja fungsional produk dan kemampuan produk untuk meningkatkan penggunaan. 20. Penelitian Setiyaningrum (2007) menunjukkan bahwa ketidakpuasan konsumen dan variety seeking berengaruh secara signifikan terhadap keputusan perpindahan merek untuk keempat produk kosmetika yang
32
diteliti yaitu pelembab muka, alas bedak, susu pembersih muka dan cairan penyegar wajah. 21. Penelitian Dharmmesta (1999) menunjukkan bahwa Konsumen yang loyal pada merek akan membentuk suatu basis yang solid bagi profitabilitas merek tersebut serta dapat diidentifikasi berdasarkan pola pembeliannya. Komitmen merek yang kuat selalu ada pada konsumen yang loyal merek sehingga mereka tidak akan mudah berpindah merek. 22. Peneliltian Setyawan (2008) membuktikan bahwa variabel kepercayaan pada merek merupakan variabel mediasi dari hubungan antara kepuasan pada merek dengan
variabel
loyalitas pada merek. Variabel
kepercayaan pada merek tidak memediasi secara penuh hubungan antara variabel kepuasan pada merek dengan loyalitas pada merek. Variabel kepuasan pada merek berpengaruh positif signifikan terhadap variabel kepercayaan pada merek. Sedagkan variabel kepercayaan pada merek berpengaruh positif terhadap variabel kepuasan pada merek. 23. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sugiharto (2007) membuktikan bahwa kepuasan layanan resepsionis dan layanan food and baverage tidak
berpengaruh
positif
secara
signifikan
terhadap
variabel
keseluruhan kepuasan pelanggan. Sedangkan layanan housekeeping mempunyai pengaruh positif terhadap keseluruhan kepuasan pelanggan. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepuasan keseluruhan (overall satisfaction) pelanggan mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
33
24. Hasil penelitian Utama (2006) menunjukkan bahwa kepuasan keseluruhan (overall satisfaction) berpengaruh signifikan terhadap loyalitas merek, reliabilitas merek dan intensi merek. Dari penelitian tersebut juga membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara intensi merek terhadap loyalitas merek tetapi tidak terdapat pengaruh signifikan antara reabilitas merek terhadap loyalitas merek. 25. Penelitian Prawitowati (2008) disimpulkan bahwa overall satisfaction mempengaruhi brand trust, dimana brand trust dilihat dari sartu dimensi saja yaitu intentionality. Brand trust memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase loyalty dan attitudinal loyalty, dari estimasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pengaruh brand trust terhadap purchase loyalty lebih besar dari pada terhadap attitudinal loyalty.
2.3
Model Penelitian dan Hipotesis
2.3.1 Model penelitian Penelitian ini merujuk pada penelitian Chaudhuri dan Holbrook(2001) yang melihat hubungan dari kepercayaan merek (brand trust) dan afeksi merek (brand affect) yang dikendalikan oleh tingkat kategori produk (nilai utilitarian dan nilai hedonik) sementara kinerja merek merupakan manifestasi dari market share dan relatif price yang dikendalikan oleh diferensiasi dan share voice. Namun pada penelitian ini kinerja merek menggunakan lima indikator yakni diferensiasi, jumlah pesaing, harga relatif (Chaudhuri dan Holbrook, 2001), word of mouth dan
34
pembelian kembali (Sheth, 2001). Sedangkan untuk brand trust dan brand affect masing-masing menggunakan indokator yang sama sebanyak lima yakni nilai utilitarian dan hedonik (Holbrook dan Hirschman dalam Chaudhuri dan Holbrook, 2001) keunikan, kualitas dan ketersediaan (Knox dan Maklan, 1998; Keller, 2001; dalam Rizal, 2002). Sementara itu kesetiaan merek (brand loyalty) dibagi ke dalam dua kategori yakni kesetiaan sikap (attitudinal loyalty) dan kesetiaan pembelian (purchase loyalty). Untuk attitudinal loyalty menggunakan empat indikator yakni komitmen terhadap merek, tidak akan berpindah merek walaupun banyak pilihan merek, akan selalu menggunakan merek tersebut dan keinginan untuk membayar lebih dari merek lainnya. Sedangkan untuk purchase loyalty menggunakan empat indikator yakni keinginan untuk melakukan pembelian di masa mendatang, memenuhi keinginan pembelian atas merek, keinginan untuk terus membeli merek walau banyak pilihan dan keinginan untuk membeli selamnya. Berdasarkan penelusuran teori dan beberapa hasil studi sebelumnya serta penjelasan sebelumnya, dapat dirumuskan model penelitian ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5
35
Gambar 2.5 Model Brand Loyalty dan Brand Performance Product-Level Control Nilai Utilitarian & Hedonik Kualitas, Keunikan, Ketersediaan
Brand Trust
Purchase Loyalty Brand Performance
Brand Affect
Attitudinal Loyalty
Brand-Level Control Pembelian Kembali Harga Relatif Jumlah Pesaing Word of Mouth Diferensiasi
2.3.2 Hipotesis Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya yang relevan maka hipotesis yang diajukan sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1
: Brand trust berpengaruh positif terhadap purchase loyalty
H2
:Brand affect berpengaruh positif terhadap purchase loyalty
H3
: Brand trust berpengaruh positif terhadap attitudinal loyalty
H4
:Brand affect berpengaruh positif terhadap attitudinal loyalty
H5
: Purchase loyalty berpengaruh positif terhadap brand performance.
H6
: Attitudinal loyalty berpengaruh positif terhadap brand performance.
36