9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Manajemen Mutu a. Hakikat Manajemen. 1) Pengertian Manajemen. Berikut ini adalah pengertian manajemen menurut beberapa tokoh: a) Menurut John Millett, (dalam Siswanto, 2006:2) manajemen is the process of directing and facilitating the work of people organized in formal group to achieve a desired goal (adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasislitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan). b) Menurut James A.F Stoner dan Charles Wankel, (dalam Siswanto, 2006:2). Management is the process of planning, organizing, leading, and controlling the efforts of organization mambers and all using of other organizational resources to achieve organizational goals (manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi. c) Menurut
Paul
Hersey
dan
Kenneth
H.
Blanchard,
(dalam
Siswanto,2006:2) Management as working with and through individuals and groups to acclomplish organizational goals ( manajemen sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan dan bersama individu atau kelompok untuk mencapai tujuan organisasi) d) Menurut siswanto (2006:2) Manajemen adalah seni dan ilmu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Menurut Hani Handoko (2003:8) Manajemen adalah bekerja dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan, dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorgasisasian (organizing), penyusunan personalia atau pegawai (staffing), pengarahan dan kepemimpinan (leading) dan pengawasan (controlling). Berdasarkan pengertian manajemen menurut beberapa tokoh di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa manajemen adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pemimpin perusahaan dengan mempengaruhi orang-orang di dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Manajemen dibutuhkan dalam suatu organisasi karena dengan manajemen tujuan organisasi menjadi lebih terarah, sumber daya yang dimiliki organsasi dapat dikelola dengan baik. 2) Fungsi Manajemen. Menurut Siswanto (2006:3) fungsi manajemen dibedakan menjadi lima, yaitu: a) Perencanaan. Yaitu suatu proses dan rangkain kegiatan untuk menetapkan tujuan terlebih dahulu pada suatu jangka waktu/periode tertentu serta tahapan/langkah-langkah yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Perencaan mempunyai peran penting dalam organisasi, yaitu sebagai dasar suatu organisasi untuk melangkah. Perencanaan membantu organisasi untuk lebih terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan karena dalam perencanaan telah ditentukan prosedurprosedur
atau
teknik-teknik
tertentu
untuk
mencapai
tujuan.
Perencanaan dapat mengurangi kemungkinan timbulnya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan operasional suatu organisasi. Menurut Hani Handoko (2003:23), rencana memungkinkan: (1) Organisasi bisa memperoleh dan mengikat sumberdayasumberdaya yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(2) Para anggota organisasi untuk melaksanakan kegiatankegiatan yang konsisten dengan berbagai tujuan dan prosedur terpilih, dan (3) Kemajuan dapat terus dimonitor dan diukur, sehingga tindakan korektif dapat diambil bila tingkat kemajuan tidak memuaskan. b) Pengorganisasian. Yaitu suatu proses dan rangkaian kegiatan dalam pembagian kerja yang direncanakan untuk diselesaikan oleh anggota kelompok pekerjaan, penentuan hubungan pekerjaan yang baik diantara mereka, serta pemberian lingkungan dan fasilitas pekerjaan yang kondusif. Menurut Hani Handoko (2003:24) pengorganisasian adalah: (1) Penentuan sumberdaya-sumberdaya dan kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi. (2) Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok kerja yang dapat “membawa” hal-hal tersebut ke arah tujuan. (3) Penugasan tanggung jawab tertentu dan kemudian, (4) Pendelegasian wewenang yang diperlukan untuk individuindividu untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Setelah rencana disusun maka langkah selanjutnya adalah menjalankan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan yang telah disusun dapat dilaksanakan dengan baik jika orang-orang yang berada di dalam organisasi dapat menjalankan perannya masing-masing. Penentuan peran inilah yang yang disebut dengan pengorganisasian. Sumber daya manusia yang berada di dalam organisasi diberikan wewenang untuk menjalankan tugasnya masingmasing. Tugas yang diberikan kepada bawahan harus disesuaikan dengan kemampuan mereka agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan
maksimal.
Oleh
karena
itu
seorang
manajer
dalam
menempatkan posisi seseorang dalam suatu organisasi harus sesuai dengan bidang dan keahlian yang dimiliki.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Susunan posisi seseorang beserta tugas dan wewenang yang diberikan tercermin dalam suatu kerangka yang disebut dengan struktur organisasi. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan di antara fungsifungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.(Handoko, 2003:169). Lebih lanjut Hani Handoko(2003:169) menyatakan , bahwa dalam struktur organisasi mencakup aspek-aspek penting dalam organisasi dan proses pengorganisasian, yaitu: (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
Pembagian kerja. Departementalisasi. Bagan organisasi formal. Rantai perintah dan kesatuan perintah. Tingkat-tingkat hierarki manajemen. Saluran komunikasi. Penggunaan komite. Rentang manajemen dan kelompok-kelompok informal yang tak dapat dihindarkan. c) Pengarahan. Yaitu suatu rangkaian kegiatan untuk memberikan petunjuk atau instruksi dari seorang atasan kepada bawahan atau kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal dan untuk pencapaian tujuan bersama. Pengarahan dilakukan oleh pemimpin agar para bawahan dapat melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing sebagaimana mestinya. Dalam melaksanakan tugas, karyawan atau bawahan kemungkinan mengalami kesulitan atau kebingungan. Oleh karena itu pemimpin harus mampu memberikan suatu arahan, petunjuk atau penjelasan mengenai tugasnya. Dalam memberikan pengarahan kepada bawahan seorang pemimpin hendaknya mampu menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Gaya pemimpin dan kualitas seorang dalam memberikan arahan dapat mempengaruhi kinerja bawahan, sehingga commitmampu to user memahami kondisi dari para seorang pemimpin harus
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bawahannya. Pemberian arahan yang baik dapat membantu bawahan untuk melaksanakan tugasnya dengan maksimal. d) Pemotivasian. Yaitu suatu proses dan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang atasan dalam memberikan inspirasi, semangat dan kegairahan kerja serta dorongan kepada bawahan untuk dapat melakukan suatu kegiatan yang semestinya. Karyawan/bawahan yang bekerja membutuhkan suatu perhatian dari atasannya. Mereka menghendaki adanya suatu hal yang dapat membangkitkan semangat kerja. Hal ini yang disebut sebagai motivasi. Motivasi yang diberikan atasan tidak harus berupa uang, rasa dihargai dan diakui bagi bawahan sudah merupakan suatu motivasi. Bagi atasan memotivasi
bawahan
itu
penting
karena
motivasi
mampu
membangkitkan semangat bawahan dalam bekerja. Bawahan yang bekerja dengan penuh semangat akan memberikan kontribusi yang besar bagi organisasi. Karyawan akan terus menggali potensi yang dimiliki untuk memaksimalkan kinerjanya dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Pemberian motivasi bagi bawahan dapat dilakukan dengan melihat teori yang telah ada. Menurut hani Handoko (2003:255), terdapat tiga klasifikasi teori motivasi, yaitu: (1) Teori-teori petunjuk. Mengemukakan bagaimana memotivasi para karyawan. Teori ini didasarkan pada pengalaman coba-coba. (2) Teori-teori isi. Berkenaan dengan pertanyaan apa penyebab-penyebab perilaku atau memusatkan pada pertanyaan “apa” dari motivasi. Teori-teori yang terkenal antara lain: (a) Teori hirarki kebutuhan dari Abraham H. Maslow. (b) Teori motivasi-pemeliharaan dari Frederick Herzberg. (c) Teori prestasi dari McCleland. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Teori-teori proses. Berkenaan dengan bagaimana perilaku dimulai dan dilaksanakan atau menjelaskan aspek “bagaimana” dari motivasi. Teori-teori yang terkenal antara lain: (a) Teori pengharapan oleh Victor Vroom. (b) Teori pembentukan perilaku oleh Locke. (c) Teori Porter-Lower. (d) Teori keadilan oleh Adams. e) Pengendalian/Pengawasan. Yaitu suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk mengusahakan agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan tahapan yang harus dilalui. Pengawasan mempunyai peran yang penting dalam pelaksanaan kegiatan operasional suatu organisasi. Pengawasan dilakukan untuk mengetahui apakah rencana yang telah disusun telah dijalankan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyimpangan dalam organisasi. Pengawasan tidak sebatas melihat kesesuaian antara rencana dengan tujuan yang ditetapkan tetapi pengawasan juga dilakukan pada semua fungsi manajemen baik pengorganisasian atau pengarahan. Menurut Robert J. Mockler (dalam Handoko,2003:360), unsur-unsur esensial proses pengawasan adalah: Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, mambandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian-pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
3) Tugas-Tugas Manajer. Menurut Hani Handoko (2003:29), terdapat beberapa tugas-tugas penting yang dilaksanakan oleh manajer, yaitu: a) Manajer bekerja dengan dan melalui orang lain. Manajer bekerja dengan semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan operasional organisasi. Tidak hanya para karyawan tetapi juga para manajer yang lainnya termasuk pihak-pihak ekstern organisasi yang terlibat dan ikut membantu jalannya aktivitas perusahaan. b) Manajer memadukan dan menyeimbangkan tujuan-tujuan yang saling bertentangan dan menetapkan prioritas-prioritas. Manajer harus mampu menyeimbangkan pengelolaan sumber daya yang ada dalam organisasi secara adil sesuai dengan porsi masingmasing. Manajer hendaknya mengatahui mana yang lebih dahulu atau lebih utama untuk dilaksanakan, sehingga tidak terjadi perebutan sumber daya yang tersedia dalam organisasi. c) Manajer bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan. Manajer bekerja tidak hanya sendirian tetapi dibantu oleh bawahannya. Manajer dan bawahan sama-sama bekerja sesuai tugas dan porsi masing-masing. Manajer mempertanggungjawabkan apa yang dikerjakan kinerjanya. Manajer juga mempunyai kewajiban ubtuk bertanggung jawab kepada para bawahan karena mereka bekerja dibawah perintah atau kebijakan manajer. d) Manajer harus berpikir secara analitis dan konseptual. Secara analitis manajer harus mampu menganalisis, menguraikan masalah-masalah yang timbul dalam organisasi dan berusaha untuk mencari solusi penyelesaiannya. Secara konseptual manajemen harus mampu berpikir secara menyeluruh akan organisasi. Mamahami tugastugas yang dilaksanakan para bawahan dan mampu mengaitkannya dengan tugas yang lain. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Manajer adalah seorang mediator. Manajer mempunyai tugas untuk menjadi penengah ketika terjadi suatu perselisihan di dalam organisasi. Perselisihan yang timbul dapat disebabkan karena adanya pendapat yang saling bertentangan. Perselisihan yang terjadi harus segera diselesaikan karena konflik yang dibiarkan
terus-menerus
dapat
mengakibatkan
menurunnya
produksivitas suatu organisasi. f) Manajer adalah seorang politisi. Manajer mangampanyekan program dan kebijakan yang dibuat. Oleh karena itu manajer harus mampu menjalin komunikasi yang baik dengan bawahan. Tujuannya adalah agar program dan kebijakan yang disusun dapat disetujui. g) Manajer adalah seorang diplomat. Manajer bertindak sebagai pemimpin dalam organisasi, sehingga ketika ketika ada hal-hal yang berhubungan dengan pihak luar organisasi manajer mewakili organisasinya untuk menjalin suatu hubungan yang berkaitan dengan urusan organisasi. h) Manajer mengambil keputusan-keputusan sulit. Manajer sebagai seorang pemimpin diharapkan mampu untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dianggap
sulit
bagi
organisasi.
Manajer
diharapkan
mampu
memberikan solusi-solusi terbaik untuk perkembangan organisasi ke arah yang lebih baik. 4) Keterampilan-Keterampilan Manajerial. Menurut Katz dan Mintzberg (dalam Handoko,2003:36) terdapat empat keterampilan yang dimiliki manajer, yaitu: a) Keterampilan konseptual. Kemampuan mental untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan seluruh kepentingan dan kegiatan organisasi.
commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Keterampilan kemanusiaan. Kemampuan untuk bekerja dengan memahami dan memotivasi orang lain, baik sebagai individu ataupun kelompok. c) Keterampilan administratif. Seluruh
keterampilan
yang
berkaitan
dengan
perencanaan,
pengorganisasian, penyusunan kepegawaian dan pengawasan. d) Keterampilan teknik. Kemampuan
untuk
menggunakan
peralatan-peralatan,
prosedur-
prosedur, atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu seperti akuntansi, produksi, penjualan, dsb. Sebagai seorang manajer hendaknya memiliki empat kemampuan tersebut, agar pekerjaan yang dilakukan dapat berjalan secara maksimal. Manajer memimpin suatu organsasi sehingga manajer mempunyai peran penting dalam setiap bagian dalam organisasi. Jika keempat keterampilan tersebut ada pada diri manajer maka ketika terjadi parmasalahanpermasalahan
manajer
mampu
untuk
memberikan
solusi-solusi
penyelesaiannya. Manajer akan lebih tanggap dan peka terhadap organisasi secara menyeluruh. Manajer tidak akan canggung dalam mengelola organisasi dengan keterampilan yang dimiliki tersebut. b. Hakikat Mutu. 1) Pengertian Mutu. Menurut Goetsch dan Davis (dalam Siswanto, 2006:195) , “Mutu merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.” Definisi ini didasarkan atas elemen sebagai berikut: a) Mutu meliputi usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. b) Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan. c) Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan mutu saat ini mungkin dianggap commit useryang akan datang). kurang bermutu padatomasa
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Edward Sallis (2012: 51) mendefnisikan mutu dalam dua konsep, yaitu: a) Mutu sebagai sebuah konsep yang absolut. Pada konsep ini mutu merupakan suatu idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan posisi, dan kepemilikan terhadap barang yang memiliki ‘mutu’, akan membuat pemiliknya berbeda dengan orang lain yang tidak mampu memilikinya. b) Mutu sebagai konsep yang relatif. Pada konsep ini memandang mutu bukan sebagi atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Definisi relatif tentang mutu memiliki dua aspek, yaitu menyesuaikan diri dengan spesifikasi dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Marsus Suti (2011:2) mendefinisikan mutu dalam dua sisi, yang dinyatakan sebagai berikut: Pengertian mutu dapat dilihat dari dua sisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif. Dalam arti normatif, mutu ditentukan berdasarkan pertimbangan intrinsik dan ekstrinsik. Berdasarkan kriteria intrinsik, mutu pendidikan merupakan produk pendidikan yakni manusia yang terdidik sesuai standar ideal. Sedangkan berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untuk mendidik tenaga kerja yang terlatih. Adapun dalam arti deksriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan senyatanya misalnya hasil tes prestasi belajar. 2) Tokoh-Tokoh Mutu. Edward Sallis (2012:95) mengungkapkan terdapat tiga tokoh yang membahas tentang mutu, yaitu: a) W. Edwards Deming. W. Edwards Deming adalah tokoh yang berkontribusi dalam perkembangan
mutu
yang
terkenal
dengan
karyanya
tentang
transformasi manajemen Amerika. Deming mengkombinasikan konsep mutu mulai dari wawasan psikologis commit to user sampai pada kendala-kendala
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam mengadopsi kultur mutu. Deming menggunakan pendekatan mencegah
lebih
baik
daripada
mengobati
dalam
menjamin
pengembangan mutu. b) Joseph Juran. Joseph Juran adalah pelopor revolusi di Jepang. Juran terkenal dengan keberhasilannya menciptakan “kesesuaian dengan tujuan dan manfaat”. Juran mengemukakan dua konsep tentang mutu, yaitu: (1) Aturan 85/15. Juran menyatakan bahwa 85 persen masalah-masalah mutu dalam sebuah organsasi adalah hasil dari desai produksi yang kurang baik. Menurut Juran 85 persen masalah merupakan tanggung jawab manajemenn karena mereka memiliki 85 kontrol terhadap sistem organisasi. (2) Manajemen mutu strategis. Manajemen mutu strategis merupakan sebuah proses tiga bagian yang didasarkan pada staf pada tingkat berbeda yang memberi kontribusi unik terhadap peningkatan mutu. Manajemen senior memiliki pandangan strategi tentang organisasi. Manajer menengah memiliki pandangan operasional tentang mutu. Para karyawan memiliki tanggung jawab terhadap kontrol mutu. c) Philip B. Crosby. Philip B. Crosby terkenal dengan dua idenya yang membahas tentang mutu. Pertama ide bahwa mutu itu gratis. Kedua ide bahwa kesalahan, kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu bisa dihilangkan jika institusi memiliki kemauan untuk itu. Philip B. Crosby (dalam Sallis, 2012:111) mengemukakan dua konsep dalam mutu, yaitu: (1) Tanpa cacat. Konsep ini berisi tentang komitmen untuk selau sukses dengan menghilangkan kegagalan. Kegagalan tersebut dapat dilakukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
dengan upaya menghindari cacat pada hasil produksi yang dihasilkan. (2) Program Crosby. Philip B. Crosby (dalam Sallis, 2012:113) mengemukakan ada tiga belas langkah dalam program mutu, yaitu: (a) Komitmen manajemen. (b) Membangun Tim Peningkatan Mutu di atas dasar komitmen. (c) Mengukur mutu. (d) Mengukur biaya mutu. (e) Membangun kesadaran mutu. (f) Kegiatan perbaikan. (g) Perencanaan tanpa cacat. (h) Pelatihan pengawas. (i) Penyelenggaraan hari tanpa cacat. (j) Penyusunan tujuan. (k) Penghapusan sebab kesalahan. (l) Pengakuan. (m)Mendirikan dewan-dewan mutu. Ketiga tokoh di atas memberikan kontribusi yang besar dalam konsep mutu terutama dalam bidang produksi. Namun dalam kenyataannya konsep-konsep yang disampaikan tersebut dapat diterapkan dalam bidang jasa termasuk dalam dunia pendidikan. c. Hakikat Manajemen Mutu Menurut Tjiptono dan Diana (dalam Siswanto, 2006:195) manajemen mutu terpadu adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungnnya. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswanto (2006:195) manyatakan untuk mencapai manajemen mutu terpadu perlu diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: 1) Perhatian pada pelanggan, baik pelanggan internal atau eksternal. 2) Memiliki obsesi yang tinggi tehadap mutu. 3) Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. 4) Memiliki komitmen jangka panjang. 5) Membutuhkan kerjasama tim. 6) Memperbaiaki proses secara berkesinambungan. 7) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. 8) Memberikan kebebasan yang tekendali. 9) Memiliki kesatuan tujuan. 10) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Manajemen mutu terpadu merupakan suatu konsep yang dilaksanakan dalam upaya menciptakan peningkatan mutu secara terus menerus suatu organisasi. Konsep ini telah banyak diterapkan dalam berbagai tipe organisasi. Sa’ud (2004:5) menyatakan konsep manajemen mutu sebagai berikut: Sasaran yang dituju dari manajemen mutu adalah meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki produktifitas dan efesiensi melalui perbaikan kinerja dan peningkatan mutu kerja agar menghasilkan produk yang memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen. Jadi, manajemen mutu bukanlah seperangkat prosedur proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja. 2. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis sekolah a. Hakikat Manajemen Mutu Pendidikan. 1) Konsep Mutu Pendidikan. Menurut Marsus Suti (2011:2) Mutu pendidikan adalah derajat keunggulan dalam pengelolaan pendidikan secara efektif dan efisien untuk melahirkan keunggulan akademis dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan pembelajaran tertentu. Udin S. Sa’ud (2004) menyatakan konsep mutu pendidikan sebagai berikut: Dalam bidang pendidikan, manajemen mutu merupakan cara dalam mengatur semua sumber daya pendidikan, yang diarahkan agar semua orang yang terlibat didalamnya melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi dalam perbaikan commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau melebihi kebutuhan konsumen. 2) Komponen Mutu Pendidikan. Menurut Marsus Suti (2011:2) komponen mutu pendidikan terdiri dari lima hal yaitu sebagai berikut: a) Kesiapan dan motivasi siswa. b) Kemampuan guru profesional dan kerjasama dengan sekolah. c) Kurikulum meliputi relevansi isi dan operasional proses pembelajaran. d) Sarana dan prasarana meliputi kecukupan dan keefektifan dalam proses pembelajaran. e) Partisipasi masyarakat (orang tua, pengguna lulusan dan perguruan tinggi) dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah. 3) Pendekatan Mutu Pendidikan. Menurut Marsus Suti (2011: 2) pendekatan yang perlu diperhatikan dalam peningkatan mutu pendidikan ada lima, yaitu sebagai berikut: a) Perbaikan secara terus-menerus. Konsep ini mempunyai maksud bahwa sekolah harus melakukan perbaikan dan peningkatan secara terus menerus dalam upaya mencapai standar yang telah ditetapkan serta memenuhi kebutuhan pelanggan. Sekolah berupaya memperbarui proses pendidikan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. b) Menentukan standar mutu. Konsep ini mempunyai maksud bahwa sekolah harus menetapkan standar mutu dengan maksud agar sekolah mempunyai standar sebagai dasar dalam melaksanakan seluruh aktivitas operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Marsus Suti (2011:2) standar mutu pendidikan antara lain dinyatakan sebagai berikut: Standar mutu pendidikan misalnya dapat berupa pemilikan atau akuisisi kemampuan dasar pada masing-masing bidang pembelajaran, dan sesuai jenjang pendidikan yang ditempuh. Selain itu, pihak manajemen juga harus menentukan standar mutu materi kurikulum dan standar evaluasi yang akan dijadikan sebagai alat untuk mencapai standar kemampuan dasar. commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Perubahan kultur. Konsep ini mempunyai maksud bahwa terjadinya perubahan kultur karena keputusan manajemen ditetapkan di institusi pendidikan, sehingga kepala sekolah sebagai pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk membangun kesadaran seluruh warga sekolah untuk melaksanakan keputusan manajemen yang berorientasi pada perbaikan mutu. d) Perubahan organisasi. Konsep ini mempunyai maksud bahwa sekolah sebagai satuan pendidikan yang diberikan otonomi mempunyai wewenang untuk membuat keputusan. Menurut Marsus Suti (2011:3) perubahan organisasi yang terjadi dinyatakan sebagai berikut: Perubahan ini menyangkut perubahan kewenangan, tugastugas dan tanggung jawab. Misalnya, dalam kerangka manajemen berbasis sekolah, struktur organisasi dapat berubah terbalik dibandingkan struktur konvensional. Jika dalam struktur konvensional berturut-turut dari atas ke bawah; senior manager, middle manager, teacher dan support staff; sedangkan struktur yang baru, berupa struktur organisasi layanan dari atas kebawah berturut-turut; learner, team, teacher and support, staff, dan leader. e) Mempertahankan hubungan pelanggan. Konsep ini mempunyai maksud bahwa sekolah perlu untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan agar sekolah senantiasa mendapatkan
masukan
dari
mereka
untuk
perbaikan
secara
berkelanjutan. Menurut Marsus Suti (2011:3) pelanggan yang dimaksud adalah sebagai berikut: Dalam manajemen berbasis sekolah, guru dan staf justru dipandang sebagai pelanggan internal, sedangkan pelajar, termasuk orang tua pelajar dan masyarakat umum, termasuk pelanggan eksternal. Maka, pelanggan baik internal maupun eksternal harus dapat terpusatkan melalui interval kretaif pimpinan institusi pendidikan. Mutu bagi setiap organisasi atau instansi perlu untuk selalu dijaga dan dikembangkan secaracommit terus to menerus user atau berkesinambungan. Pada
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bidang
pendidikan
upaya
yang
dilakukan
untuk
menjaga
dan
mengendalikan mutu disebut dengan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP). SPMP ada sejak dikeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa SPMP adalah kegiatan yang sistematik dan terpadu pada penyelenggaraan pendidikan untuk meningkatkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa. 4) Konsep Manajemen Pendidikan. Menurut TIM Dosen UPI (2009:87) Manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efisien untuk mencapai tujuan secara efektif. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan (SPMP) merupakan bagian dari keseluruhan fungsi manajemen pendidikan. SPMP dilakukan oleh satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan, sedangkan pemerintah baik kabupaten, provinsi, atau pusat ikut bertanggung jawab untuk memberikan pengawasan, saran, arahan, evaluasi, dan fasilitas. Setiap satuan pendidikan akan dinilai oleh pemerintah melalui akreditasi untuk mengetahui sejauh mana sekolah telah melakukan perbaikan mutu dengan kriteria Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan tersebut meliputi: 1) Standar Kompetensi Lulusan. 2) Standar Isi. 3) Standar Proses. 4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 5) Standar Sarana dan Prasarana. 6) Standar Pembiayaan Pendidikan. 7) Standar Penilaian. Kebijakan yang ditetapkan dalam bidang pendidikan perlu memperhatikan kondisi dan situasi dimana pendidikan diselenggarakan. Indonesia adalah negara yang besar, yang menyebabkan penyelenggaraan commit to user pendidikan yang dilakukan beraneka ragam. Oleh karena itu pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
perlu membuat kebijakan agar layanan mutu dari setiap satuan pendidikan dapat seragam. Menurut Fattah (2012:6), tindakan yang dapat dilakukan pemerintah antara lain: 1) Penetapan peraturan perundang-undangan yang memberikan arah pelaksanaannya. 2) Komitmen pemimpin. 3) Sistem pengelolaan. 4) Koordinasi yang baik. 5) Pengetahuan dan kesadaran tentang penjaminan mutu pada setiap individu. b. Hakikat Manajemen Berbasis sekolah. Beberapa literatur, menunjukkan bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia adalah masih rendahnya kualitas pendidikan serta tidak meratanya pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Salah satunya menurut Suyanto dan Djihan Hisyam (dalam Munawir:2005) menyatakan, “......Salah satu sebab tersebut adalah adanya fenomena dan realitas masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.” Hal tersebut terjadi ketika pemerintah masih menggunakan sistem pendidikan yang terpusat (sentralistik). Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi setiap orang. Pendidikan yang berkualitas menjadi harapan bagi setiap orang. Pemerintah tentunya menginginkan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh warganya. Atas dasar tersebut pemerintah kemudian megeluarkan kebijakan yaitu otonomi daerah yang memberikan kewenangan secara menyeluruh kepada pemerintah daerah untuk mengelola berbagai aspek sesuai kebijakan masing-masing termasuk dalam bidang pendidikan. Wujud dari kebijakan dalam pendidikan tersebut tertuang dalam otonomi sekolah, yaitu suatu kebijakan yang memberikan kewenangan pada setiap sekolah untuk mengelola sekolah masing-masing namun masih sesuai dengan tujuan nasional pendidikan. Hal ini memberikan kesempatan pada sekolah untuk seluas-luasnya mengelola sekolah dan terus meningkatkan kualitas mutu pendidikan. Tuntutan masyarakat dalam bidang pendidikan kini semakin tinggi. Masyarakat menghendaki sekolah yang mempunyai kualitas baik seiring dengan perkembangan IPTEK. Masyarakat semakin peka terhadap commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebijakan yang mengarah pada perkembangan kualitas pendidikan. Sekolah terdorong untuk selalu meningkatkan mutu pendidikan agar mampu memenuhi keinginan masyarakat. Sekolah akan mendayagunakan semua sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin. Hal ini yang kemudian dikenal sebagai Manajemen Berbasis Sekolah. 1) Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah. a) Menurut Rivai dan Murni (2010:148), Manajemen Berbasis Sekolah adalah suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling dekat dengan proses belajar mengajar. b) Menurut Chaprrian (Fattah, 2012:38), Manajemen Berbasis Sekolah sebagai terjemahan dari School Based Management adalah suatu pendekatan politik yang bertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah dengan memberikan kekuasaan kepada kepala sekolah serta meningkatkan pertisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yang mencakup guru, siswa, kepala sekolah, orang tua siswa, dan masyarakat. c) Caldwell (Heyward, 2011: 2) School-based management is “the systematic decentralization to the school level of authority and responsibility to make decisions on significant matters related to school operations within a centrally determined framework of goals, policies, curriculum, standards, and accountability”. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu bentuk kebijakan pendidikan yang timbul karena adanya perubahan sistem pendidikan dari sentralisasi menuju desentralisasi, dalam hal ini sekolah memiliki keleluasaan untuk menentukan tujuan, paraturan, standar mutu sesuai dengan keputusan manajemen. Namun, harus tetap berada dalam tujuan nasional pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah merupakan suatu bentuk otonomi sekolah. Heyward ( 2011: 2) lebih lanjut menyatakan: “..... The approach is also sometimes referred to as “selfcommit to“site-based user management,” “school managing schools,”
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
autonomy,” or “local management.”. There are at least two reasons for implementing school-based management: (1) it leads to better management and governance, and (2) it can create the enabling conditions for improved teaching and learning. 2) Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010: 148) tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagi berikut: a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. c) Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolah. d) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. 3) Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010: 141) manfaat Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a) Memungkinkan orang-orang yang kompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan meningkatkan mutu pembelajaran. b) Memberi peluang bagi seluruh anggota sekolah untuk terlibat dalam pengambilan keputusan penting. c) Mendorong munculnya kreativitas dalam merancang bangun program pembelajaran. d) Mengarahkan kembali sumber daya yang tersedia untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di setiap sekolah. e) Menghasilkan rencana anggaran yang lebih realistik ketika orang tua dan guru semakin menyadari keadaan keuangan sekolah, batasan pengeluaran, dan biaya program-program sekolah. f) Meningkatkan motivasi guru dan mengembangkan kepemimpinan baru di semua level. 4) Prinsip Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010: 148) terdapat lima prinsip utama commitSekolah, to user yaitu: pelaksanaan Manajemen Berbasis
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) b) c) d) e)
Fokus pada mutu. Bottom-up and decision making. Manajemen yang transparan. Pemberdayaan masyarakat. Peningkatan mutu secara berkelanjutan.
5) Penahapan Manajemen Berbasis Sekolah. Manajemen
Berbasis
Sekolah
tidak
begitu
saja
dapat
dilaksanakan. Ada beberapa tahap yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan kebijakan ini karena luasnya wilayah Indonesia yang menunjukkan tersebarnya satuan pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Menurut Muchlas Samani (Fattah, 2012: 58) tahap-tahap dalam Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a) Tahap sosialisasi. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah melibatkan banyak pihak yang terkait karena pengelolaan sekolah merupakan subsistem dari pengelolaan pendidikan secara nasional. Secara substansial sosialisasi Manajemen Berbasis Sekolah mencakup ide dasar pada seluruh jajaran Depdiknas dan stakeholder, kejelasan karier dan kebijakan yang menjadi wewenang pusat, daerah, dan sekolah, perubahan pola hubungan subordinasi, perubahan sikap dan perilaku baik pimpinan jajaran birokrasi maupun masyarakat, deregulasi aturan, dan transparasi serta akuntabilitas, Muchlas Samani (dalam Fattah, 2012:59). b) Tahap piloting (uji coba). Uji coba dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui akseptibilitas,
akuntabilitas,
replikabilitas,
dan
sustainibilitas.
Akseptibilitas mengandung makna dapat diterima oleh masyarakat luas terutama dalam bidang pendidikan. Akuntabilitas mengandung makna dapat dipertanggungjawabkan baik secara konsep, operasional, dan pendanaannya.
Replikabilitas
mengandung
maksud
penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah dapat direplika oleh sekolah lain ketika commit to user mengandung maksud kebijakan secara massal dilakukan. Sustainibilitas
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Manajemen Berbasis Sekola dapat dikembangkan secara terus-menerus dalam upaya maningkatkan kualitas pendidikan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tahap ini, manurut Fattah (2012:61) ada empat hal yaitu: (1) Sumber daya. Sekolah hendaknya mempunya fleksiblitas dalam menjalin sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan setempat. (2) Output yang dikerjakan. Meliputi pencapaian secara akademik dan nonakademik. (3) Proses. Sekolah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah memiliki efektifitas proses belajar mengajar yang tinggi. (4) Inovasi. Berbagai inovasi yang dapat mengembangkan dan meningkatkan kualitas mutu sekolah, baik berupa ide, program, layanan, proses, atau teknologi. c) Tahap desiminasi. Tahap ini dipengaruhi oleh efektivitas pelaksanaan oleh anggaran yang cukup memadai, fasilitas, dan keuangan dari pemerintah terutama bagi daerah dan sekolah yang kurang mampu. 6) Syarat Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010:148) syarat penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a) Manajemen Berbasis Sekolah harus mendapat dukungan dari staff sekolah. b) Manajemen Berbasis Sekolah lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah secara berhasil. c) Staff sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran komunikasi yang commit to user baru.
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu bagi staf untuk bertemu secara teratur. e) Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan guru dan orang tua murid. 7) Hambatan-Hambatan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah. Setiap sekolah menghendaki penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dapat berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Namun, dalam kenyataannya
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah mengalami
beberapa hambatan. Menurut Rivai dan Murni (2010: 144) hambatan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a) Tidak berminat untuk terlibat. Adanya anggota sekolah yang menganggap dengan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah akan menambah beban kerja atau tugas bagi mereka, sehingga hal tersebut akan dihindari oleh mereka. b) Tidak efisien. Pengambilan keputusan yang bersifat partisipatif dalam penerapan Manajemen Berbasis Sekolah dianggap terlalu lamban oleh beberapa pihak. Mereka cenderung menghendaki cara yang bersifat otokratis dalam pengambilan keputusan. c) Pikiran kelompok. Adanya
pemahaman
yang
salah
tentang
kebersamaan
yang
menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak logis. Kecenderungan mengikuti pendapat anggota lain tanpa ada pertimbangan terlebih dahulu. d) Memerlukan pelatihan. Adanya pemahaman yang masih rendah tentang hakikat Manajemen Berbasis Sekolah yang meliputi cara kerja, pengambilan keputusan, komunikasi, dsb.
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru. Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah akan memberikan beberapa tugas baru bagi anggota sekolah. Ketidaksiapan anggota dalam memahami tugas baru mengakibatkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab masing-masing tidak dapat berjalan dengan maksimal. f) Kesulitan koordinasi. Kesulitan koordinasi menyebabkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah tidak berjalan dengan maksimal. Daerah yang berhasil menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sekolah yang mampu memfokuskan
diri
pada
peningkatan
keterlibatan
pengambilan
keputusan dan menghasilkan keputusan yang lebih baik. c. Hakikat Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. 1) Pengertian Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010:163) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah didefinisikan sebagai model manajemen yang memberikan fleksibilitas/keluwesan lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber daya sekolah, dan mendorong sekolah meningkatkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan mutu sekolah dalam kerangka pendidkan nasional, sehingga esensi MBS = otonomi+fleksibilitas+partisipasi untuk mencapai sasaran mutu sekolah. Menurut Lolowang (2008:103) Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya, yang dilaksanakan mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah ( stakeholder) secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi
mempunyai
makna
kewenangan,
artinya
sekolah
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus diri sendiri. Sekolah commit to user mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan dalam mengelola sekolah
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
tetapi harus tetap sesuai dengan tujuan nasional pendidikan. Fleksibilitas mempunyai makna sekolah diberi wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki seefisien dan seefektif mungkin dalam upaya mewujudkan peningkatan kualitas sekolah tersebut. Pertisipasi mempunyai maksud bahwa dalam Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah dibutuhkan pertisipasi dari berbagi pihak dalam pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang ditetapkan dari hasil keputusan tersebut dapat menampung aspirasi dari berbagi pihak. 2) Dasar Hukum Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dasar hukum pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah adalah sebagai berikut: a) UUD No. 25 tahun 2000, tentang program pembangunan nasional (propenas) secara jelas menyebutkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan pola pembinaan sekolah/lembaga pendidikan di Indonesia. b) UUD sisdiknas No. 20 tahun 2003, pasal 51 ayat (1), secara tegas dinyatakan “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. c) UUD No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah bahwa secara langsung atau tidak, daerah dan sekolah memiliki kewenangan untuk menyelengarakan pendidikan secara otonomi dan bertanggung jawab. d) UUD No. 9 tahun 2009 pasal (3) Badan hukum pendidikan menyatakan bahwa badan hukum pendidikan bertujuan memajukan pendidikan nasional dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah/madrasah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dan otonomisasi perguruan tinggi pada jenjang pendidikan tinggi. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Dikutip dari: http:// ://iendahaswa-mpmbs.blogspot.com/2012/11/makalahmpmbs.html)
Atas dasar peraturan perundanga-undangan yang menjadi dasar pelaksanaan MPMBS, sekolah dapat membuat suatu kebijakan untuk memanfaatkan dan mengelola sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Sekolah lebih leluasa dalam menentukan program kerja sesuai kemampuan yang dimiliki, tetapi harus tetap sesuai dengan tujuan nasional pendidikan. 3) Tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Rivai dan Murni (2010: 158) mengemukakan tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai berikut: a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas, sustainibilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, memberdayakan sumber daya yang tersedia b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama. c) Meningkatkan tangggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. d) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai. Lolowang (2008:103) menyatakan tujuan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai berikut: a) Untuk
memberdayakan
kewenangan,
keluwesan,
sekolah dan
melalui sumber
pemberian daya
untuk
meningkatkan mutu sekolah dengan kemandiriannya. b) Sekolah lebih mengetahui kekuatan lembaganya. c) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya.
commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Depdiknas (dalam Lolowang,
2008:103) menyatakan karakteristik
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebagai berikut: a) Sekolah memiliki output yang diharapkan. b) Proses berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain sebagai akibat dari suatu kegiatan, karena hal tersebut merupakan bagian terpenting dalam MPMBS. Berbagai proses dimaksud antara lain adalah (1) efektivitas belajar mengajar yang tinggi, (2) kepemimpinan kepala sekolah yang kuat, (3) pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif, (4) sekolah memiliki budaya mutu, (5) sekolah memiliki Team Work yang kompak, cerdas, dan dinamis, (6) sekolah memiliki kewenangan (kemandirian), (7) partisipasi warga sekolah dan masyarakat, (8) sekolah memiliki keterbukaan (tranparansi) manajemen, (9) sekolah memiliki kemauan untuk berubah, (10) sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan, (11) sekolah responsip dan antisipatip terhadap kebutuhan, (12) sekolah memiliki akuntabiltas, (13) sekolah memiliki sustainabilitas. c) Input pendidikan meliputi mutu, sumber daya tersedia dan siap, memiliki harapan prestasi yang tinggi, fokus pada pelanggan (khususnya peserta didik) dan input manajemen. 5) Pentingnya Penerapan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Rivai dan Murni (2010:158) alasan diterapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah adalah sebagai berkut: a) Dengan pemberian otonomi yang besar kepada sekolah, maka sekolah akan lebih berinisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah. b) Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah. c) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya. d) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya. Khusunya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya. f) Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat. g) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat. h) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan. i) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah derah setempat. j) Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat. 6) Fungsi Kebijakan Pendidikan Didesentralisasikan. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah memberikan otonomi dan fleksibilitas kepada sekolah. Dalam kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah terdapat fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dikerjakan oleh sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010:165) fungsi-fungsi yang sebagian porsinya digarap oleh sekolah adalah sebagi berikut: a) b) c) d) e) f) g) h) i)
Pengelolaan Proses Belajar Mengajar. Perencanaan dan Evaluasi. Pengelolaan Kurikulum. Pengelolaan Ketenagaan. Pengelolan Fasilitas. Pengelolaan Keuangan. Pelayanan Peserta Didik. Hubungan Sekolah Masyarakat. Pengelolaan Iklim Sekolah.
7) Strategi Pelaksanaan Di Tingkat Sekolah. Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah membutuhkan kerja sama dan partisipasi yang baik baik dari berbagi pihak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
36 digilib.uns.ac.id
dan sumber daya yang ada. Agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik maka perlu adanya tahapan-tahapan yang dilakukan. Menurut Rivai dan Murni (2010:171), tahapan tersebut meliputi: a) Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid, dan secara sistematis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (murid, guru, staf), dan keuangan. b) Melakukan evaluasi diri (self assesment) untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai murid berkaitan dengan aspek-aspek intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya. c) Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasi kebutuhan sekolah dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang bermutu bagi muridnya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan dicapai. d) Berangkat dari visi, misi, dan tujuan peningkatan mutu tersebut sekolah bersama-sama dengan masyarakat merencanakan dan menyusun program jangka panjang atau jangka pendek. e) Sekolah membuat strategi perencanaan dan pengembangan jangka panjang melalui identifikasi kunci kebijakan dan prioritas. f) Melakukan monitoring dan evaluasi untuk meyakinkan apakah program yang telah direncanakan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan, apakah tujuan telah tercapai, dan sejauh mana pencapaiannya. 8) Prakondisi Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Menurut Rivai dan Murni (2010:173), sekolah-sekolah yang menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah sebaiknya memiliki prasyarat-prasyarat sebagai berikut: a) Kapasitas kelembagaan yang memadai untuk menerapkan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, seperti misalnya manajemen sekolah yang memadai, kesiapan sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya ( dana, peralatan, perlengkapan, bahan, dsb). b) Budaya yang kondusif bagi penyelenggaraan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, yaitu penghargaan perbedaan pendapat, menjunjung tinggi hak asasi manusia, musyawarah mufakat dapat dilaksanakan, demokrasi pendidikan dapat ditumbuhkan, masyarakat dapat disadarkan commit to user akan pentingnya pendidikan, dan masyarakat dapat digerakkan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mendukung gerakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. c) Sekolah memiliki kemampuan membuat kebijakan, rencana, dan program sekolah untuk menyelenggarakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. d) Sekolah memiliki sistem untuk mempromosikan akuntabilitas sekolah terhadap publik, sehingga sekolah akan merupakan bagian dari masyarakat dan bukannya sekolah berada dimasyarakat. e) Dukungan pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukkan oleh pemberian penghargaan dan bimbingan, baik dalam pedoman pelaksanaan, petunjuk pelaksanaan, dan lain-lain yang diperlukan untuk kelancaran penyelenggaraan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Prasyarat-prasyarat
tersebut
bukanlah
harga
mati
dalam
pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Prasyarat tersebut akan lebih mendukung pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Jika prasyarat tersebut terpenuhi semua maka sekolah menunjukkan sikap yang benar-benar siap untuk melaksanakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Namun, jika hanya sebagian saja yang terpenuhi sekolah tetap bisa melaksanakan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Berpikir Pendidikan adalah hal yang penting bagi seluruh insan manusia. Perkembangan dalam dunia pendidikan kini menjadi perhatian banyak orang. Seperti halnya dengan suatu negara yang menghendaki seluruh warganya mengenyam pendidikan. Di indonesia pernah mengalami masalah pendidikan yaitu tidak meratanya pendidikan di seluruh tanah air. Hal ini dikarenakan dulu Indonesia menggunakan kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik, artinya hanya ada satu kebijakan dari pemerintah pusat untuk mengelola pendidikan di seluruh wilayah Indonesia. Akibatnya tidak semua warga merasakan pendidikan secara adil, terutama di daerah-daerah pelosok dan terpencil. Bagi wilayah perkotaan atau wilayah lain yang mudah dijangkau perkembangannya semakin pesat, tetapi wilayah-wilayah yang terpencil perkembangannya masih kurang. Kebijakan pendidikan yang bersifat sentralistik ini menyebabkan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesia tidak berkembang secara maksimal. Potensi-potensi yang dimiliki daerah kurang tergali dengan baik. Sekolah pada daerah-daerah kurang bisa mengapresiasikan kebijakan yang mampu untuk mengembangkan potensi sekolah masing-masing. Sekolah yang baik semakin berkembang dan sekolah yang kurang baik tidak berkembang. Kebijakan sentralistik ini semakin lama dirasa semakin tidak adil bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Hal ini mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan baru yang dianggap mampu untuk menciptakan keadilan dan pemeraatan pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1999 muncul kebijakan pemarintah dalam upaya menciptakan keadilan pendidikan di Indonesia, yaitu lewat Undang-Undang No. 20 Tahun 1999. Inti dari kebijakan ini adalah tentang pemberian kewenangan dan keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Kebijakan ini kemudian disebut dengan otonomi daeah. Kebijakan otonomi daerah mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi daerah masing-masing. Otonomi daerah memberikan wewenang kepada daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan dalam berbagi hal, commit to userdaerah diberikan kebijakan untuk termasuk dalam bidang pendidikan. Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
mengelola pendidikan pada dearah masing-masing tetapi harus tetap berada dibawah tujuan pendidikan nasional. Kebijakan otonomi daerah dalam bidang pendidikan diturunkan lagi menjadi kebijakan sekolah atau yang disebut dengan otonomi sekolah. Sama halnya dengan otonomi daerah otonomi sekolah memberikan wewenang kepada sekolah untuk membuat kebijakan yang mampu untuk mengembangkan potensi serta kualitas sekolah masing-masing. Pada otonomi sekolah ini kepala sekolah mempunyai peran yang penting yaitu dalam hal membuat kebijakan. Kebijakankebijakan yang dibuat sekolah hendaknya mencerminkan arah tujuan sekolah serta sumber daya yang dimilki sekolah. Otonomi sekolah memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengelola sekolah. Adanya otonomi sekolah ini kemudian memunculkan kebijakan yang disebut dengan manajemen berbasis sekolah. Manajemen berbasis sekolah merupakan suatu tindakan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan pada sekolah masing –masing. Kebikan-kebijakan yang dibuat menentukan arah perkembangan sekolah. Kepala sekolah berperan penting dalam membuat kebijakan sekolah. Kebijakan yang dibuat sekolah hendaknya memperhatikan kondisi dan sumber daya yang dimiliki sekolah. Manajemen berbasis sekolah menuntut sekolah untuk mengelola dan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin. Kemampuan sekolah dalam mengelola sumber daya menentukan kualitas yang dihasilkan. Kualitas sekolah mempengaruhi minat dari masyarakat untuk menjadikannya pilihan untuk menyekolahkan anak mereka. Manajemen berbasis sekolah mengarah pada peningkatan mutu sekolah secara terus-menerus. Kebijakan ini kemudian menjadi kebijakan yang disebut dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Dalam pelaksanaannya terdapat faktor-faktor yang mendukung dan menghambat. Oleh karena itu sekolah harus mampu berupaya untuk menanggapi dan permasalahan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor yang menghambat tersebut. Di lain sisi sekolah juga harus tanggap terhadap faktor-faktor pendukung pelaksanaan manajemen peningkatan commit tosemakin user maksimal. mutu berbasis sekolah agar pelaksanaanya
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis membuat kerangka berfikir sebagai berikut: (gambar 2.1) Pemerintah Pusat
Kebijakan Otonomi Daerah
Pemerintah Daerah
Kebijakan Otonomi Sekolah
Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah di SMA N 1 Sukoharjo
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Upaya untuk Memaksimalkan
Upaya untuk Mengatasi
commit to user