BAB II KAJIAN PUSATAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan adalah hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (principal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Perusahaan yang go public dikelola dengan memisahkan antara fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan atau manajerial. Hubungan manajer dengan para
pemegang saham di dalam agency theory digambarkan sebagai
hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al., 2001 dalam Christiawan dan Tarigan, 2007). Dimana milik perusahaan (principal) mempercayakan pengelolaan perusahaan dilakukan oleh orang lain atau manajer (agent) sesuai dengan kepentingan principal, dengan mendelegasikan beberapa wewenang pengambilan keputusan kepada agent (Djabid, 2009). Principal melakukan investasi dengan harapan mendapatkan hasil berupa capital gain dan dividen (Marlina dan Danica, 2009). Perusahaan yang memiliki
6
7
kemampuan membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan (Suharli, 2006). Agent yang bertujuan mensejahterakan pemegang saham perlu mempertimbangkan keputusan dalam pembagian dividen yang disebut kebijakan dividen. Karena kebijakan dividen pada hakikatnya merupakan penentuan porsi keuntungan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai bagian dari laba ditahan (Levy dan Sarnat, 1990; dalam Rosdini, 2009). Pembagian dividen sebagian besar dipengaruhi oleh perilaku investor yang lebih memilih dividen tinggi yan mengakibatkan retained earnings (laba ditahan) menjadi rendah. Investor beranggapan bahwa dividen yang diterima saat ini menjadi lebih berharga dibandingkan dengan capital gains yang diperoleh di kemudian hari (Blume 1980; dalam Damayanti dan Achyani, 2006). Di sisi lain, pihak manajemen menahan kas untuk melunasi hutang atau meningkatkan investasi (Suharli, 2006). Oleh karena itu manajemen perlu membuat kebijakan dividen yang optimal dimana kebijakan tersebut menciptakan keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa yang akan datang sehingga memaksimumkan harga saham (Brennan dan Thakor, 1990, dalam Sutrisno, 2001). 2. Model Lintner Percobaan klasik guna menjelaskan kebijakan dividen perusahaan dibuat oleh John Lintner pada tahun 1956. Ia melakukan wawancara terhadap enam belas perusahaan manufaktur di Amerika Serikat. Penelitian tersebut meneliti tentang
8
kebijakan dividen perusahaan yang cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Hasil wawancara tersebut digunakan untuk membuat suatu model teoritis yang menggambarkan kebijakan dividen. Serangkaian uji statistik digunakan untuk unutk mengetahui reliabilitas, stabilitas, dan kepantasan model tersebut guna dijadikan dasar untuk menjelaskan kebijakan dividen. Model Lintner lebih banyak menitikberatkan pada kebijakan dividen daripada laba ditahan dan alokasi atasnya, hal ini dilakukan karena bukti yang diperoleh mengindikasikan bahwa dividen berperan utama dan aktif dalam keputusan yang harus dipertimbangkan oleh manajemen dalam berbagai situasi. Model Lintner menyimpulkan bahwa laba bersih setelah pajak tahun berjalan dan dividen tahun lalu merupakan faktor utama yang mempengaruhi dividen tahun berjalan. Dalam M. Sudhahar dan T. Saroja (2010), kesimpulan penelitian ini terhadap penelitian Lintner di tahun 1956, yakni: a) Faktor utama yang mempengaruhi kebijakan dividen tahun berjalan adalah laba tahun berjalan dan jumlah dividen tahun lalu, b) Manajemen lebih berfokus pada perubahan dalam jumlah dividen (tahun berjalan jika dibandingkan dengan tahun lalu), c) Perubahan dilakukan hanya jika manajement merasa yakin bahwa tingkat dividen yang baru dapat dipertahankan di periode selanjutnya, d) Terdapat kecenderungan terjadinya perubahan atas target payout ratio (untuk beberapa perusahaan), tetapi kecepatan penyesuaian terhadap perubahan tersebut sangat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, e) Persyaratan – persyaratan investasi umumnya memiliki sedikit pengaruh kepada perlakukan atas dividen. Pembayaran dividen oleh Sumninder Kaur Bawa dan Prabhjot Kaur (2012) berdasar model Lintner diformulasikan sebagai berikut: Dt = b0 + b1Pt + b2Dt_1 + e
9
Keterangan: Dt
: Dividen Tahun Berjalan
Pt
: Laba
Dt_1
: Dividen Tahun Lalu
b0
: Konstanta
b1-2
: Koefisien Perubahan Nilai Tiap Variabel Independen
e
: Variabel Gangguan
Bersih setelah Pajak Tahun Berjalan
3. Kebijakan Dividen Dividen merupakan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang saham, baik berupa kas maupun saham. Dividen yang dibayar kepada pemegang saham menunjukkan pendapatan atas modal yang secara langsung atau tidak langsung diinvestasikan oleh pemegang saham di perusahaan (I Made Sudana, 2011:94). Dividen merupakan distribusi kas periodik dari perusahaan kepada pemegang sahamnya (Brealey, Myers, Marcus, 2007:161). Kebijakan dividen berhubungan dengan penentuan besarnya dividend payout ratio, yaitu besarnya persentase laba bersih setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen kepada pemegang saham. Keputusan dividen merupakan bagian dari keputusan pembelanjaan perusahaan, khususnya berkaitan dengan pembelanjaan intenal perusahaan. Hal ini karena besar kecilnya dividen yang dibagikan akan mempengaruhi besar kecilnya laba yang ditahan. Laba ditahan merupakan salah satu sumber dana internal perusahaan (I Made Sudana, 2011:167). Laba bisa dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian pertanyaannya adalah kapan laba akan dibagikan dan kapan akan ditahan, dengan tetap memperhatikan tujuan perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan (Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti, 2004:179).
10
Menurut I Made Sudana (2011:168-169) terdapat tiga teori tentang kebijakan dividen yang menjelaskan pengaruh besar kecilnya dividend payout ratio (DPR) terhadap harga pasar saham, yakni: 1. Teori Dividend Irrelevance Teori ini dikemukakan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller, menurut teori ini kebijakan dividen tidak mempengaruhi harga pasar saham perusahaan atau nilai perusahaan. Nilai perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan (earning power) dan risiko bisnis, sedangkan bagaimana membagi arus pendapatan menjadi dividen dan laba ditahan tidak memengaruhi nilai perusahaan. 2. Teori Bird In-the-Hand Teori ini dikemukakan oleh Myron Gordon dan John Lintner, menurut teori ini kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham, artinya jika dividen yang dibagikan perusahaan semakin besar, harga pasar saham perusahaan tersebut akan semakin tinggi dan sebaliknya. 3. Teori Tax Preference Teori ini mengungkapkan bahwa kebijakan dividen mempunyai pengaruh negatif terhadap harga pasar saham perusahaan. Artinya, semakin besar jumlah dividen yang dibagikan oleh suatu perusahaan, semakin rendah harga pasar saham perusahaan yang bersangkutan. Hal ini terjadi jika ada perbedaan antara tarif pajak personal atas pendapatan dividen dan capital gain. Apabila tarif pajak dividen lebih tinggi daripada pajak capital gain, maka investor akan lebih senang jika laba yang diperoleh perusahaan tetap ditahan di perusahaan, untuk membelanjai investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut I Made Sudana (2011:170-171) faktor lain yang dipertimbangkan manajemen dalam menentukan dividen payout adalah:
perlu
1. Dana yang dibutuhkan perusahaan Apabila di masa yang akan datang perusahaan berencana melakukan investasi yang membutuhkan dana yang besar, maka perusahaan dapat memperolehnya melalui penyisihan laba ditahan. Semakin besar kebutuhan dana di amsa yang akan datang, semakin besar pula bagian laba yang ditahan di perusahaan atau semakin kecil dividen yang akan dibagikan kepada pemegang saham.
11
2. Likuiditas Dividen dapat dibayarkan dalam bentuk dividen tunai atau dividen saham. Perusahaan hanya mampu membayar dividen tunai jika tingkat likuiditas (cash ratio) yang dimiliki perusahaan mencukupi. Semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan, semakin besar dividen tunai yang mampu dibayar kepada pemegang saham, dan sebaliknya. 3. Kemampuan perusahaan untuk menjamin Salah satu sumber dana perusahaan adalah berasal dari pinjaman. Perusahaan dimungkinkan untuk membayar dividen yang besar, karena perusahaan masih memiliki peluang atau kemampuan untuk memperoleh dana dari pinjaman guna memenuhi kebutuhan daan yang diperlukan perusahaan. Hal ini dimungkinkan karena leverage keuangan perusahaan masih rendah, dan perusahaan masih dipercaya oleh para kreditor. Dengan demikian, semakin besar kemampuan perusahaan untuk meminjam semakin besar dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham. 4. Nilai informasi dividen Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar saham perusahaan meningkat ketika perusahaan mengumumkan kenaikan dividen, dan harga pasar saham perusahaan turun ketika perusahaan mengumumkan penurunan dividen. Salah satu alasan dari reaksi pasar terhadap informasi pengumuman dividen tersebut adalah karena pemegang saham lebih menyukai pendapatan sekarang, sehingga dividen berpengaruh positif terhadap harga pasar saham. Selain itu, dividen yang meningkat dianggap memberikan sinyal bahwa kondisi keuangan perusahaan baik, dan sebaliknya dividen turun memberikan sinyal kondisi keuangan perusahaan yang memburuk. Perubahan harga saham yang mengikuti sinyal dividen disebut dengan information content effect. 5. Pengendalian perusahaan Jika perusahaan membayar dividen yang besar, kemungkinan perusahan memperoleh dana dengan menjual saham baru untuk membiayai peluang investasi yang dinilai menguntungkan. Dalam kondisi demikian kendali pemegang shaam lama atas perusahaan kemungkinan akan berkurang, jika pemegang saham lama tidak berjanji untuk membeli tambahan saham baru yang diterbitkan perusahaan. Pemegang saham mungkin lebih suka membayar dividen yang rendan dan membiayai kebutuhan dana untuk invesatsi dengan laba ditahan, sehingga tidak menurunkan kendali pemegang saham atas perusahaan.
12
6. Pembatasan yang diatur dalam perjanjian pinjaman dengan pihak kreditor Ketika perusahaan memperoleh pinjaman dari pihak kreditor, perjanjian pinjaman tersebut sering disertai dengan persyaratanpersyaratan tertentu. Salah satu bentuk persyaratan di antaranya adalah pembatasan pembayaran dividen yang tidak boleh melampaui jumlah tertentu yang disepakati. Tujuannya adalah melindungi kepentingan pihak kreditor, yaitu kelancaran pelunasan pokok pinjaman dan bunganya. 7. Inflasi Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin turun daya beli mata uang. Hal ini berarti perusahaan harus mampu menyediakan dana yang lebih besar unutk membiayai operasi maupun investasi perusahaan pada masa yang akan datang. Apabila peluang untuk mendapatkan dana yang berasal dari luar perusahaan terbatas, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut adalah memlalu sumber dan internal, yaitu laba ditahan. Dengan demikian, jika inflasi meningkat, dividen yang dibayarkan akan berkurang dan sebaliknya. Beberapa aspek kebijakan dividen menurut I Made Sudana (2011:171-172), yakni: 1. Stabilitas Dividen Perusahaan yang membayar dividen secara stabil dari waktu ke waktu kemungkinan dinilai lebih baik daripada perusahaan yang membayar dividen secara berfluktuasi. Hal ini karena perusahaan yang membayar dividen secara stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan tersebut juga stabil dan sebaliknya, perusahaan dengan dividen tidak stabil mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang kurang baik. 2. Target Payout Ratio Sejumlah perusahaan mengikuti kebijakan target dividend payout ratio jangka panjang. Hal ini akan mengakibatkan besarnya jumlah dividen yang dibayarkan berfluktuasi atau dividennya tidak stabil. Perusahaan hanya akan meningkatkan dividend payout ratio, jika pendapatan perusahaan meningkat dan perusahaan merasa mampu mempertahankan kenaikan pendapatan tersebut dalam jangka panjang. 3. Dividen Reguler dan Dividen Ekstra Salah satu cara perusahaan meningkatkan dividen kas adalah dengan memberikan dividen ekstra di samping dividend regular. Hal ini biasanya dilakukan jika pendapatan perusahaan meningkat cukup besar, tetapi sifatnya sementara. Apabila tidak terjadi peningkatan
13
pendapatan perusahaan, dividen yang dibagikan hanya dividend regular. 4. Laba Bersih Chariri dan Ghozali (2001:213) mengungkapkan laba adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya, besarnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung atas ketepatan pengukuran dan biaya. Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk seluruh periode tertentu setelah dikurangi pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan laba rugi (Abdullah, 1993:289; dalam Dafid Irawan dan Nurdhiana, 2010). Laba bersih berasal dari transaksi pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Transaksi ini diikhtisarkan dalam laporan laba rugi. Akuntan telah mengadopsi pendekatan transaksi (transaction approach) dalam mengukur laba atau rugi bersih, yang menekankan pada perhitungan langsung antara pendapatan, beban, keuntungan, dan kerugian. Pendekatan transaksi ini, kadang-kadang dikenal sebagai metode penandingan (matching method). Laba dihasilkan dari selisih antara sumber daya masuk (pendapatan dan keuntungan) dengan sumber daya keluar (beban dan kerugian) selama periode waktu tertentu (Hery, 2009:145).
5. Penelitian Terdahulu TABEL 2.1 PENELITIAN TERDAHULU Nama dan Lokasi No.
Metode
Tahun
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
Lintner
Amerika
Analisis
Jumlah
Jumlah
(1956)
Serikat
Statistik
Dividen
Tahun Lalu dan
Penelitian 1.
Dividn
14
Deskriptif
Tahun Lalu
Laba
dan Laba
Setelah
Bersih
Tahun
setelah
Berpengaruh
Pajak Tahun
Positif
terhadap
Berjalan
Jumlah
Dividen
(variabel
Tahun Berjalan
Bersih Pajak Berjalan
independen); Jumlah Dividen Tahun Berjalan (variabel dependen) 2.
M.
India
Analisis
Model
Model Brittain
Sudhahar
Regresi
Lintner,
paling cocok
dan T.
Berganda
Brittain, dan digunakan untuk
Saroja
Darling
menjelaskan
(2010)
terhadap
kebijakan dividen
Kebijakan
perusahaan
Dividen
perbankan di India
15
3.
Sumninder K.B.
India
dan
Prabhjot
Analisis
Model
Model Lintner
Regresi
Lintner,
dan Brittain
Berganda
Brittain,
paling cocok
Kaur
Darling, dan digunakan untuk
(2012)
Dobrovolsky menjelaskan kebijakan dividen perusahaan manufaktur sektor kecil dan menengah di India
4.
Agung
Analisis
Perbedaan
Perusahaan –
Galih
Statistik
besaran
perusahaan
Satwiko
Deskriptif
dividen
cenderung
antar sektor,
menganut
strategi
kebijakan dividen
(2002)
Indonesia
dividen yang yang tidak stabil dipilih, dan stabilitas dividen (menerapkan model Lintner)
16
5.
Dafid
Indonesia
Analisis
Laba bersih
Laba bersih
Irawan dan
Statistik
dan arus kas
berpengaruh
Nurdhiana
Deskriptif
operasi
positif terhadap
sebagai
kebijakan dividen
variabel
sedangkan arus
independen,
kas operasi tidak
kebijakan
berpengaruh
dividen
positif terhadap
sebagai
kebijakan
variabel
dividen.
(2010)
dependen 6
Atma
Analisis
Laba bersih
Laba bersih
Natanael
Statistik
dan arus kas
berpengaruh
Sagala
Deskriptif
operasi
positif signifikan
sebagai
terhadap dividen
variabel
tunai sedangkan
independen,
arus kas operasi
dividen kas
tidak berpengaruh
sebagai
terhadap dividen
variabel
tunai
(2011)
Indonesia
dependen
17
B. RERANGKA PEMIKIRAN 1. Pengaruh Dividen Tahun Lalu terhadap Dividen Tahun Berjalan Dividen merupakan pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan kepada pemegang saham, baik berupa kas maupun saham. Dividen yang dibayar kepada pemegang saham menunjukkan pendapatan atas modal yang secara langsung atau tidak langsung diinvestasikan oleh pemegang saham di perusahaan (I Made Sudana, 2011:94). Dividen merupakan distribusi kas periodik dari perusahaan kepada pemegang sahamnya (Brealey, Myers, Marcus, 2007:161). Dividen tahun lalu berpengaruh positif secara signifikan terhadap dividen tahun berjalan (M. Sudhahar dan T. Saroja, 2010) dan (Brittain, 1966; dalam Sumninder K.B. dan Prabhjot Kaur, 2012). 2. Pengaruh Laba Bersih setelah Pajak Tahun Berjalan terhadap Dividen Tahun Berjalan Chariri dan Ghozali (2001:213) mengungkapkan laba adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya, besarnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung atas ketepatan pengukuran dan biaya. Laba bersih adalah kelebihan seluruh pendapatan atas seluruh biaya untuk seluruh periode tertentu setelah dikurangi pajak penghasilan yang disajikan dalam laporan laba rugi. Laba bersih setelah pajak tahun berjalan berpengaruh positif terhadap jumlah dividen tahun berjalan (Dafid Irawan dan Nurdhiana, 2010) dan (Brittain, 1966 dan Darling, 1957; dalam Sumninder K.B. dan Prabhjot Kaur, 2012).
18
Berdasarkan pemaparan latar belakang dan tinjauan pustaka di atas, maka perumusan hipotesis yang akan diteliti dapat ditunjukan dalam rerangka pemikiran sebagai berikut:
Dividen Tahun Lalu (X1) Dividen Tahun Berjalan (y) Laba Bersih setelah Pajak Tahun Berjalan (X2) GAMBAR 2.1 RERANGKA PEMIKIRAN
C. HIPOTESIS Dua hipotesis dalam penelitian ini, yakni: H1
:Dividen tahun lalu berpangaruh positif secara signifikan terhadap dividen tahun berjalan
H2
: Laba Bersih setelah Pajak Tahun Berjalan Berpengaruh Positif terhadap Dividen Tahun Berjalan