1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah SMK Kristen (BM) merupakan salah satu Sekolah Menengah Kejuruan
swasta bidang keahlian bisnis dan manajemen yang berada di kota Salatiga. Awalnya SMK Kristen memiliki tiga kompetensi keahlian, yaitu akuntansi, administrasi perkantoran, dan pemasaran.
Seiring dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan dunia kerja, tahun 2008 SMK Kristen (BM) menambah satu kompetensi keahlian lagi, yaitu kompetensi keahlian multimedia. Tiap program keahlian di SMK Kristen (BM) mempunyai susunan mata pelajaran yang telah disesuaikan dengan perkembangan kurikulum. “Kurikulum adalah seperangkat terencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan 1 pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Kurikulum SMK Kristen (BM) berisi kelompok mata pelajaran normatif, adaptif, dan produktif. “Kelompok mata pelajaran normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik menjadi pribadi utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial, baik sebagai Warga Negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Kelompok mata pelajaran adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kelompok mata pelajaran produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali 1
Mimin Haryati, Model Dan Teknik Penilaian Pada Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta:Gaung Persada Press, 2007), hal. 1.
2
peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).”2 Program adaptif terdiri dari kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua kompetensi keahlian. Selain itu program adaptif juga berisi mata diklat yang hanya berlaku bagi kompetensi keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing kompetensi keahlian. Salah satu mata pelajaran yang tergolong ke dalam kelompok mata pelajaran adaptif adalah kewirausahaan. Mata pelajaran kewirausahaan merupakan semacam pendidikan yang mengajarkan agar orang mampu menciptakan kegiatan usaha sendiri. Hasil akhir yang ingin dicapai dari pembelajaran kewirausahaan ialah tertanam atau terbentuknya jiwa wirausaha pada diri seseorang, sehingga yang bersangkutan menjadi wirausaha dengan kompetensinya.3 Jiwa wirausaha akan mengubah pola pikir siswa dari pencari kerja menjadi pencipta lapangan pekerjaan. Kewirausahaan termasuk mata pelajaran yang membutuhkan kreatifitas dan ketelitian yang tinggi. “Kreatifitas adalah kemampuan mental dan berbagai jenis keterampilan khas manusia yang dapat melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, orisinil, sama sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna.”4 Kreatifitas diperlukan untuk menumbuhkembangkan kemampuan berpikir inovasi. Sedangkan ketelitian diperlukan dalam menganalisis data-data usaha, terutama pengadaan modal.
Proses kreatifitas hanya dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki jiwa dan sikap kewirausahaan, yaitu orang yang percaya diri (yakin, 2
http://sekolah-globe.sch.id/program/smk/kurikulum- (diunduh pada tanggal 14 Juli 2011, 14.37). 3 Eman Suherman, Desain Pembelajaran Kewirausahaan, (Alfabeta: Bandung, 2008), hal. 21. 4 Ibid., hal. 21.
3
optimis, penuh komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi (berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani tampil berbeda), dan berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan (suka tantangan).
Agar tujuan itu tercapai, maka prinsip
pendidikan harus mengacu kepada prinsip-prinsip pembelajaran yang dapat mengarahkan proses pembelajaran secara efektif. “Tiga prinsip pembelajaran efektif bagi pendidikan antara lain: 1. Pembelajaran memerlukan partisipasi para siswa (belajar aktif). Motivasi belajar akan meningkat kalau siswa terlibat aktif dalam mempelajari hal-hal yang konkrit, bermakna, dan relevan dalam konteks kehidupannya. 2. Setiap anak belajar dengan cara dan kecepatan yang berbeda. 3. Anak-anak dapat belajar dengan efektif ketika mereka dalam suasana kelas yang kondusif, yaitu suasana yang memberikan rasa aman dan penghargaan, tanpa ancaman, dan memberikan semangat.”5 Suasana kelas yang kondusif akan memberi dampak yang positif dalam hal motivasi dan kemampuan anak. “Ciri-ciri kelas yang kondusif sehingga membuat para siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi, berani mencoba (risktaker), dan menjadi pembelajar sejati adalah sebagai berikut : Adanya pendidikan karakter secara eksplisit, sehingga akan terbentuk sikap anak yang saling menghormati, saling menghargai, bertanggung jawab, dan sebagainya. Adanya peraturan dan kode etik yang dibuat dengan kesepakatan seluruh kelas dan dipatuhi dengan baik. Hubungan antar siswa saling mendukung, tidak terlihat adanya persaingan antar siswa yang tidak sehat. Adanya rasa saling percaya dan saling menghormati antar siswa dan guru. Guru menghormati dan memperlakukan siswa dengan baik. Guru berusaha mengenal siswa secara pribadi dan mengetahui keunikan masing-masing siswa.
5
http://tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/03/metode-pembelajaran-yangbaik.html (diunduh tanggal 21 Januari 2012 jam 14.24).
4
Guru bertindak sebagai fasilitator yang memberikan peluang berinisiatif bagi siswa dan memotivasi siswa untuk tertarik pada materi pelajaran. Guru selalu siap untuk merencanakan kegiatan harian yang dapat menstimulasi seluruh dimensi perkembangan siswa. Setiap siswa merasa bahwa keberadaannya sebagai anggota kelas diterima dan dihargai. Setiap siswa merasa terlibat dalam pengambilan keputusan, dan para siswa berpartisipasi aktif dalam proses belajar. Adanya kesempatan bagi para siswa untuk belajar dalam kelompok sehingga siswa dapat belajar bagaimana berinteraksi secara positif. Iklim belajar yang menyenangkan; tidak ada tekanan dan beban yang berlebihan, tetapi siswa-siswa tercelup dalam kegiatan belajar secara intensif. Iklim belajar yang memberikan peluang bagi siswa untuk membuat kesalahan sebagai bagian alami dalam proses belajar (tidak memvonis siswa yang belum menguasai pelajaran), sehingga para siswa bisa menjadi risk-taker, dan mempunyai motivasi untuk mempelajari hal-hal yang baru dan sulit.”6 Seorang guru harus dapat menilai apakah metode pembelajaran di sekolah sesuai atau tidak dengan ketiga prinsip pembelajaran efektif.
Guru harus
menyadari bahwa metode pembelajaran yang baik harus mampu mengembangkan seluruh potensi anak secara holistik, artinya seluruh dimensi perkembangan anak (fisik, sosial, emosi, kognitif/akademik) harus dikembangkan secara simultan dan terintegrasi. Perkembangan salah satu aspek dipengaruhi oleh aspek yang lainnya. Sebagai contoh, anak yang perkembangan sosialnya kurang baik, cenderung tidak disukai oleh teman-temannya. Kondisi ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam bekerja dan belajar kelompok dan membuat anak merasa tidak nyaman berada di lingkungannya. Akhirnya, proses belajarnya terganggu dan prestasi pun tidak baik. Dengan kata lain, metode pembelajaran yang baik bukan hanya 6
http://tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/03/metode-pembelajaran-yangbaik.html., loc cit.
5
mengembangkan aspek kognitif atau akademik saja, tetapi juga harus mampu membentuk manusia utuh yang cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan. Selama ini pelajaran kewirausahaan di SMK Kristen dilakukan dengan metode ceramah, artinya guru hanya memindahkan informasi yang diketahui oleh guru, siswa diminta mendengarkan atau mencatat. Metode ini membuat kegiatan belajar mengajar di kelas lebih didominasi dan terfokus pada guru, sehingga partisipasi siswa di dalam kelas menjadi berkurang dan siswa cenderung menjadi pasif. Ketepatan pemilihan metode pembelajaran sangat berpengaruh terhadap hasil pembelajaran yang dicapai siswa. “Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai indikator tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran di bawah kondisi yang berbeda.”7 Hasil belajar mata pelajaran kewirausahaan pada pokok bahasan mempersiapkan pendirian usaha tahun ajaran 2011/2012 di SMK Kristen Salatiga dinilai kurang memuaskan. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian siswa pokok bahasan mempersiapkan pendirian usaha tahun ajaran 2011/2012 yang nilainya sudah mencapai KKM sebanyak enam siswa dari 21 (dua puluh satu) siswa yang mengikuti ulangan harian. Sedangkan hasil yang belum memuaskan juga terlihat pada tes formatif pemilihan tempat usaha. Pada tes formatif ini siswa yang sudah mencapai KKM hanya sejumlah enam orang dari 18 (delapan belas) siswa yang mengikuti tes.
7
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pembelajaran, (Bumi Aksara:Jakarta,2006), hal. 16.
6
Sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah, siswa dianggap kompeten jika nilai kewirausahaan telah mencapai nilai 60. Oleh karena itu jika ada siswa yang nilainya di bawah 60, maka hal itu menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya memahami dan menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Salah satu upaya perbaikan pembelajaran untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat dilakukan dengan penggunaan metode pembelajaran yang tepat. Salah satunya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok. Siswa bekerja dalam suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk tujuan bersama.
”Model cooperative learning
dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting: prestasi akademis, toleransi, dan pengembangan keterampilan sosial”.8 Jenis pembelajaran kooperatif sangat bervariatif.
Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif adalah NHT (Numbered Heads Together). “Numbered Heads Together adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas.”9 NHT pertama kali diperkenalkan oleh Spencer Kagan tahun 1992. “NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pola
8
Richard I. Arends, Learning To Teach, atau Belajar Untuk Mengajar, terj. Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), hal. 5. 9
http://pelawiselatan.blogspot.com/2009/03/number-head-together.html (diunduh tanggal 14 Juli 2011, 14:44).
7
interaksi siswa untuk meningkatkan penguasaan
akademik.”10
Tipe ini
melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Spencer Kagan dengan tiga langkah, yaitu: “a) Pembentukan kelompok; b) Diskusi Masalah; c) Tukar jawaban antar kelompok.”11 Sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
1.2.
Permasalahan Penyempurnaan kurikulum dari KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
menjadi KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) merupakan salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
“KTSP adalah
kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilakukan di masing-masing satuan pendidikan.”12 Dengan penyempurnaan kurikulum, proses pembelajaran juga harus didukung oleh metode pembelajaran yang berkualitas. Pemilihan
metode
pembelajaran
yang
berkualitas
harus
dapat
meningkatkan motivasi dan minat siswa terhadap pelajaran. Menurut Mc Donald
10
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-headtogether/ (diunduh tanggal 14 Juli 2011, 14:46). 11 Ibid., http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numberedhead-together/. 12
Mimin Haryati. loc cit.,
8
di dalam Oemar Hamalik mendefinisikan motivasi sebagai “perubahan energi di dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.”13 pembelajaran
kewirauhasaan
Dalam proses pembelajaran, terutama
seharusnya
guru
dapat
memilih
metode
pembelajaran yang menyenangkan, penuh daya tarik dan penuh motivasi. Motivasi tersebut dapat membangkitkan rasa senang siswa terhadap mata pelajaran.
Hal itu juga akan mempermudah siswa dalam memahami dan
menguasai pelajaran, sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Sampai saat ini metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru kewirausahaan kelas XII kompetensi keahlian pemasaran SMK Kristen (BM) Salatiga masih didominasi metode ceramah. Metode ceramah seringkali membuat siswa merasa bosan. Hal ini diperhatikan dari perilaku siswa selama di dalam kelas. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: 1. Selama kegiatan belajar mengajar ada siswa yang melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran dan tidak memperhatikan guru yang sedang mengajar di depan kelas, seperti berbicara sendiri dengan temannya, mengganggu teman yang duduk di depannya, melamun, bersiul-siul, tidur di kelas, bermain HP, sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
13
Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP, (Gaung Persada Press; Jakarta, 2007), hal. 157.
9
2. Ada siswa yang tidak berani maju ke depan kelas ketika ditunjuk untuk mengerjakan soal di depan kelas. 3. Ada siswa suka membentuk kelompoknya sendiri. Siswa perempuan dengan anak perempuan duduk di depan, sedangkan anak laki-laki membuat kelompok sendiri duduk di belakang. 4. Selain itu berdasarkan wawancara dengan guru kewirausahaan kelas XII SMK Kristen, nilai ulangan harian kewirausahaan kelas XII-1 kurang memuaskan. Hal ini terbukti dari hasil ulangan harian siswa pada pokok bahasan mempersiapkan pendirian usaha tahun ajaran 2011/2012 yang nilainya di atas KKM sejumlah enam siswa dari 21 (dua puluh satu) siswa yang ikut ulangan harian, yang tidak ikut ulangan harian ada satu siswa. Sedangkan tes formatif untuk pokok bahasan mempersiapkan pendirian usaha pada materi pemilihan tempat usaha tahun ajaran 2011/2012, siswa yang nilainya di atas KKM sejumlah enam siswa dari 18 (delapan belas) siswa, yang tidak ikut tes ada empat siswa. Berdasarkan gejala problematik diatas, menunjukkan bahwa aktivitas dan partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran di kelas masih tergolong rendah, karena metode yang digunakan oleh guru, yaitu metode konvensional ceramah lebih mendominasikan peran guru, sehingga siswa menjadi pasif dan minat untuk mengikuti pelajaran tergolong rendah. Dalam proses belajar mengajar, interaksi antara guru dan siswa harus terjadi secara optimal, terutama dalam mata pelajaran kewirausahaan yang mengutamakan keaktifan dan partisipasi siswa dalam rangka
10
mengembangkan jiwa atau karakteristik wirausaha yang kritis, logis, percaya diri, inisiatif, kreatif, dan inovatif. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, peneliti ingin membuktikan apakah dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) pada mata pelajaran kewirausahaan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XII-1 SMK Kristen (BM) Salatiga.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan metode
pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) pada mata pelajaran kewirausahaan dalam upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas XII-1 SMK Kristen (BM) Salatiga.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Siswa Penelitian ini sebagai masukan untuk meningkatkan keaktifan dan partisipasi siswa, mengembangkan kerja sama antar siswa, menghargai siswa satu sama lain, membangun kepercayaan diri dan kesiapan siswa, meningkatkan solidaritas antar siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai, serta sebagai metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
11
2. Penulis Penelitian ini sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis. 3. Guru Penelitian ini sebagai acuan dalam pelaksanaan pembelajaran supaya dapat memanfaatkan model pembelajaran seefektif mungkin dalam upaya meningkatkan ketrampilan sosial, pengakuan adanya keragaman, dan hasil belajar siswa. 4. Sekolah Penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan masukan positif dalam rangka mengembangkan mutu pendidikan demi meningkatkan prestasi sekolah dalam mata pelajaran adaptif kewirausahaan.