1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas
bukan
sekedar
menunjukkan
bagaimana
uang
publik
dibelanjakan, akan tetapi meliputi proses dan prosedur penggunaan uang publik
tersebut
secara
ekonomis,
efisien
dan
efektif.
Pusat
pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indikator kinerja untuk menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan bahwa pengukuran kinerja dilakukan dengan dua cara. Pertama, membandingkan realisasi kinerja dengan sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembaran/dokumen
perjanjian
kinerja
dalam
rangka
pelaksanaan
APBN/APBD tahun berjalan. Kedua, membandingkan realisasi kinerja program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima) tahunan
yang
direncanakan
dalam
Rencana
Strategis
Kementrian
Negara/Lembaga/Rencana Strategis SKPD. Menurut Putra (2010) ukuran kinerja dalam anggaran memberikan dorongan kepada para pelaksana anggaran untuk dapat mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan ukuran kinerja yang ditetapkan. Kegagalan dalam
1
2
pencapaian kinerja menjadi ukuran untuk melakukan perbaikan pada masa yang akan datang. Sementara keberhasilan atas kinerja membutuhkan suatu penghargaan yang dapat meningkatkan produktivitas serta untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat atau publik terhadap pelaksanaan pemerintah (Yuliani,2014). Peningkatan kinerja organisasi tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Kinerja suatu instansi pemerintah juga dapat diukur dari anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah, dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah. Menurut Bastian (2010,h.202) Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi kinerja)
adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada
output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Performance Budgeting mengalokasikan sumberdaya ke program bukan ke unit organisasi semata dan memakai pengukuran output (output measurement)
sebagai indikator kinerja organisasi. Sedangkan
anggaran dengan pendekatan kinerja merupakan suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau output yang ditetapkan (Halim,2002,h.227). Penerapan anggaran berbasis kinerja merupakan bentuk reformasi anggaran dalam memperbaiki proses penganggaran. Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Menurut Putra (2010) penggunaan anggaran berbasis kinerja akan menyebabkan diketahuinya
3
kinerja dari suatu pemerintah daerah. Kinerja ini tercermin pada laporan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan prestasi kerja satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). Penyusunan APBD berbasis kinerja ini dilakukan berdasarkan capaian kinerja, indikator kinerja, analisis standar belanja, standar satuan harga dan standar pelayanan minimal (Yuliani,2014). Penerapan anggaran berbasis kinerja menjadi salah satu bentuk upaya mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik (Good Governance). Good governance merupakan tata kelola pemerintah yang baik yang mengatur pemerintahan dan hubungan yang sinergis dan konstruktif diantara negara, ekonomi dan politik yang dilakukan dengan mematuhi prinsip good governance dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat (Nurlaela 2015). Menurut Azlina dan Ira (2015) good governance merupakan wujud dari penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Konsep good governance memiliki pengaruh dan peranan sangat penting dalam pelaksanaan kinerja pegawai pemerintah. Disisi lain, pengelolaan keuangan daerah juga menjadi tolok ukur kinerja suatu instansi pemerintah. Pengeloaan keuangan daerah perlu ditunjang dengan adanya penerapan suatu sistem akuntansi yang baik agar penatausahaan keuangan di daerah memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi (Baharuddin,2016). Sistem akuntansi yang dimaksud adalah Sistem Akuntansi Keuangan Daerah. Menurut Halim (2012: 40) akuntansi keuangan
4
daerah adalah proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintah daerah (Kabupaten, Kota atau Provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah (kabupaten, kota atau provinsi). Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry), artinya setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali (Halim,2012,h.93). Menurut Mahmudi (2010) Pengaplikasian pencatatan transaksi dengan sistem double entry ditujukan untuk menghasilkan laporan keungan yang lebih mudah untuk dilakukan audit (audit table) dan pelacakan (traceable) antara bukti transaksi, catatan, dan keberadaan kekayaan utang, dan ekuitas organisasi. Penggunaan sistem double entry maka pengukuran kinerja dapat dilakukan secara lebih komprehensif. Selain sistem akuntansi keuangan daerah, dalam mengelola keuangan daerah diperlukan pula suatu sistem informasi pengelolaan keuangan daerah yang akan mempermudah dalam memonitoring keuangan daerah. Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah merupakan suatu sistem yang digunakan oleh pemerintah daerah untuk memperoleh informasi tentang pengelolaan keuangan pemerintah daerah (Putra,2010). Penggunaan teknologi informasi dimaksudkan agar tugas-tugas para pengelola keuangan daerah akan semakin terbantu dan dapat menghasilkan formulir-formulir maupun laporan-laporan yang dibutuhkan oleh pimpinan SKPD secara akurat dan tepat waktu. Penggunaan teknologi
5
informasi di dalam pengelolaan keuangan daerah telah disebutkan dalam Peraturan
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor
13
Tahun
2006
yang
memperkenankan dipergunakannya aplikasi komputer dalam mengelola keuangan daerah sehingga dapat menghasilkan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah (Yuliani,2014). Penelitian tentang anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah, sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan kinerja pemerintah daerah telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliani (2014) tentang pengaruh sistem informasi pengelolaan keuangan daerah dan penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap kinerja pemerintah daerah menunjukkan hasil bahwa Sistem informasi pengelolaan keuangan dan penerapan anggaran berbasis kinerja berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. Hasil tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2010) yang meneliti tentang pengaruh anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Simalungun yang menunjukkan bahwa penerapan anggaran berbasis kinerja dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja SKPD. Penelitian lain juga dilakukan oleh Silalahi (2012) tentang Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Penilaian Satuan Kerja Perangkat Daerah (Studi Pemerintahan Di Kota Dumai) yang menunjukkan bahwa anggaran berbasis
6
kinerja, sistem akuntansi keuangan daerah, dan sistem informasi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap penilaian kinerja satuan kerja perangkat daerah. Kabupaten Ponorogo sendiri telah melakukan perencanaan APBD sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun dalam pelaksanaannya anggaran yang telah ditetapkan belum terserap secara maksimal. Hal ini terbukti dengan masih adanya SiLPA pada Tahun Anggaran 2012 dan 2014. SiLPA pada Tahun Anggaran 2012 yang mencapai Rp 65,5 miliar ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya (http://surabaya.tribunnews.com). Selanjutnya, pada Tahun Anggaran 2014 kembali terjadi SiLPA sebesar Rp189 miliar. Nilai SiLPA ini dinilai terlalu tinggi dibanding APBD 2014 yang mencapai sekitar Rp1 triliun (http://www.lensaindonesia.com). Adanya penyerapan anggaran yang belum optimal sehingga terjadi SiLPA menjadi dugaan adanya kinerja yang belum maksimal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Ponorogo dalam merencanakan dan melaksanakan programprogramnya. Melihat dari fenomena tersebut bahwa penggunaan anggaran masih kurang efektif dan efisien. Hal ini berkaitan dengan penerapan
good
governance, dimana dalam prinsip good governace jelas di sebutkan salah satu prinsipnya yaitu efektivitas dan efisiensi. Selain itu pengelolaan keuangan juga dapat menjadi pemicu terjadinya SiLPA tersebut. Pengelolaan keuangan yang tidak transparan menjadikan informasi tentang pendanaan program sulit untuk diperoleh. Hal seperti ini tentu berdampak pada capaian program yang
7
telah ditetapkan yang kemudian akan berkaitan dengan kinerja pemerintah itu sendiri. Dari sini dapat dihubungkan bagaimana pengaruh adanya anggaran, penerapan good governance dan pengelolaan keuangan yang menjadi tolok ukur capaian kinerja pemerintah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan fenomena yang terjadi, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sejauh mana anggaran berbasis kinerja, penerapan good governance, sistem akuntansi keuangan daerah dan sistem informasi pengelolan keuangan daerah mampu mempengaruhi
kinerja
pemerintah
daerah.
Penelitian
sebelumnya
menggunakan adanya peraturan pengelolaan keuangan daerah serta beberapa indikator dari variabelnya untuk dijadikan dasar melakukan penelitian, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan kasus munculnya SiLPA sebagai orientasi dugaan adanya kinerja yang belum maksimal. Selanjutnya dari dugaan tersebut dipilihlah beberapa variabel untuk mengukur kinerja tersebut. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good Governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Dan Sistem Informasi Pengelolan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ponorogo.
8
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat diketahui rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut : a. Bagaimana Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? b. Bagaimana Pengaruh Penerapan Good governance Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? c. Bagaimana Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? d. Bagaimana Pengaruh Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? e. Bagaimana Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Secara Simultan Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk Menguji Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ?
9
b. Untuk Menguji Pengaruh Penerapan Good governance Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? c. Untuk Menguji Pengaruh Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? d. Untuk Menguji Pengaruh Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)? e. Untuk Menguji Pengaruh Anggaran Berbasis Kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ? 1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: a. Bagi Universitas Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi baru
khususnya
bagi
jurusan
akuntansi
sehingga
dapat
dimanfaatkan oleh mahasiswa, dosen, dan segenap lingkungan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. b. Bagi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja pemerintah daerah sehingga mampu meningkatkan kinerja pemerintah daerah diberbagai sektor.
10
c. Bagi Peneliti Menambah pengetahuan peneliti mengenai Anggaran Berbasis kinerja, Penerapan Good governance, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah serta pengaruhnya terhdap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten Ponorogo. d. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti berharap hasil dari penelitian ini berguna sebagai bahan bacaan dan literatur untuk menambah pengetahuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan tema yang sama.