BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan, sehingga dapat dipaksakan dan tidak mendapatkan balas jasa secara langsung dari pemerintah. Pajak dipungut oleh pemerintah berdasarkan norma-norma hukum untuk menutupi biaya produksi dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam struktur keuangan negara, tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak di bawah Departemen Keuangan Republik Indonesia. Pajak mempunyai peranan penting dalam kehidupan bernegara yang menyangkut kesejahteraan sosial warga negaranya. Khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan, karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Pajak sebagai sumber pendapatan negara memiliki fungsi antara lain adalah sebagai fungsi anggaran untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara, untuk 1
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, selanjutnya pajak memiliki fungsi mengatur pertumbuhan ekonomi, fungsi stabilitas serta fungsi retrebusi pendapatan. Dari tahun ke tahun telah dilakukan berbagai langkah dan kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui penyempurnaan perundang-undangan, penerbitan peraturan-peraturan baru di bidang perpajakan, meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak maupun menggali sumber-sumber pajak lain. Dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak salah satu upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak melalui bagian humas adalah dengan mengadakan kampanye sadar pajak yang dilakukan secara berkala. Melalui kampanye yang dilakukan secara berkala, diharapkan efek yang akan didapatkan adalah terbangunnya kesadaran membayar pajak dalam diri masyarakat. Kebiasaan wajib pajak dengan mendengar kampanye sadar pajak di media-media akan meningkatkan kesadaran wajib pajak dalam membayar
pajak.
Kebiasaan
adalah
komponen
konotatif
dari
faktor
sosiopsikologis. Kebiasaan adalah perilaku manusia yang menetap, kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada waktu yang lama. Setiap orang memiliki kebiasaan berlainan dalam menanggapai stimulus tertentu. Kebiasaan inilah yang akan memberikan pola perilaku tertentu yang dapat diramalkan (Djalaludin Rahmad 2007:43). Program kampanye sadar pajak yang digalakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sebagai upaya untuk membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membayar pajak antara lain adalah dengan sosialisasi, iklan, spanduk 2
hingga brosur yang dibagikan kepada masyarakat. Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif. Kampanye sadar pajak dibedakan menjadi beberapa metode yaitu berdasarkan medianya, berdasarkan segmentasinya dan berdasarkan metode penyampaiannya. Berdasarkan media yang digunakan dalam kampanye sadar pajak ini melalui media elektronik maupun cetak, berdasarkan segmentasi kampanye sadar pajak yang telah dilakukan oleh DJP adalah High School Tax Road Show, High School Tax Competition, Tax Goes to Campus. Metode panyampaian sosialisasi dalam kampanye sadar pajak juga berbeda, penyampaian sosialisasi dapat berupa acara formal dan informal seperti Sosialisasi bendaharawan, sosialisasi PPh 21 karyawan Pemda, seminar dan sebagainya. Direktoral Jenderal Pajak juga melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak antara lain adalah Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak, eningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban, Law Enforcement, Membangun trust atau kepercayaan masyarakat terhadap pajak, terealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring potensi pajak yang belum tergali. Dengan upaya-upaya kampanye sadar pajak yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak maka diharapkan
3
mendapatkan hasil yang maksimal, akan tetapi masih banyak permasalahan yang akan diperoleh dalam kampanye sadar pajak tersebut. Permasalahan yang saat ini sedang dihadapi oleh Direktorat Jenderal Pajak, saat ini jumlah wajib pajak yang masih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, pada tahun 2011 jumlah wajib pajak di Indonesia tercatat sebanyak 19.410.174 (http://m.tribunnews.com/2011/04/08/wajib-pajakindonesia-capai-19-juta) jumlah ini masih terbilang sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 259.940.857 pada tahun 2010. (http://nasional.kompas.com/read/2011/09/19/10594911/Jumlah.Penduduk.Indone sia.259.Juta). Hal ini mencerminkan adanya hambatan-hambatan dalam bentuk perlawanan pasif terhadap pajak. Hambatan itu berupa hambatan-hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi antara lain adalah perkembangan intelektual dan moral masyarakat, sistem perpajakan yang masih sulit dipahami oleh masyarakat, dan sistem kontrol dan kelola tidak dapat terlaksana dengan baik. Hal ini sangat berpengaruh terhadap minat dan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Dalam perlawanan pasif, tidak ada usaha secara nyata dari masyarakat untuk menghambat pemungutan pajak, namun karena kondisi masyarakat yang kurang sadar untuk membayar pajak atau bahkan tidak tau seluk beluk pajak maka mereka tidak membayar pajak. Melihat fenomena di atas maka penelitian ini kan menganalisis hal yang berkaitan dengan konsepsi sadar pajak yag dilakukan oleh Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur. 4
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “bagaimana konsepsi kampanye sadar pajak di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dn Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur”. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengdeskriftipkan
konsepsi
kampanye sadar pajak yang dilakukan oleh Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dn Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur . D. Kegunaan Penelitian D.1 Secara Akademis Setelah mengetahui hasil analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bagi mahasiswa tentang konsepsi kampanye sadar pajak di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dn Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur D.2Secara Praktis Setelah mengetahui hasil analisis dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bermakna dalam bentuk referensi bagi Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur dalam konsepsi kampanye sadar pajak.
5
E. Tinjauan Pustaka E.1 Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi yang dalam bahasa inggrisnya communication berasal dari bahasa latin communicatio dan berasal dari kata komunis yang berarti sama. Sama di sini berarti sama makna (Effendi, 1993:3). Menurut Joseph A. Devito dalam bukunya Komunikasi Antar Manusia pada dasarnya komunikasi itu mengalir pada tindakan oleh satu orang atau lebih yag mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan yang terjadi dalam suatu kontek tertentu, memiliki pengaruh tertentu dan ada kesempatan untuk melakukan umpan balik. Setiap tindakan komunikasi tidak terlepas apakah itu bersifat interpribadi, antarpribadi, kelompok kecil, pidato terbuka dan komunikasi massa (Devito, 1997:23). Menurut Carl I. Hovland ilmu komunikasi adalah upaya sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendi, 1993:10). Pendapat para ahli di antaranya Benard Berealson dan Garry A. Stainer seperti dikutip Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar Mendefinisikan Komunikasi sebagai penyampaian informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan sebagainya melalui lambanglambang atau kata-kata, gambar, bilangan grafik dan lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaian biasanya dinamakan komunikasi. Kegiatan komunikasi tersebut secara sederhana tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga mengandung unsur-unsur persuasi, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu
6
pengaruh dan pemahaman, bujukan dan sebagainya (Mulyana, 2002:62). Adapun unsur-unsur pokok komunikasi adalah : Sumber adalah komunikator yang menyampaikan pesan Pesan adalah suatu hal yang disampaikan kepada penerima pesan Tujuan adalah penerima pesan yang disebut komunikan (Ruslan, 2005:19) E.2 Pengertian Kampanye Kampanye merupakan salah satu teknik komunikasi yang bersifat dua arah. Proses kampanye tidak terlepas dari komunikasi yang bersifat membujuk (persuasive) mendidik (edukative) dan mempengaruhi (propaganda). Kampanye akan selalu menganuut pokok-pokok komunikasi seperti yang dirumuskan oleh Harold D. Laswell yaitu who say what in wich channel to whom and with what effect. Menurut Leslie B. Snyder kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan kepada khalayak tertentu, pada periode waktu tertentu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Michael
Pfau dan Roxan Parrot
dalam Bukunya
Pesuasive
communication campaingn mengungkapkan bahwa campaings are inherenly persuasive communikation activities atau kampanye selalu melekat dengan kegiatan komunikasi persuasif atau komunisuasif (Ruslan, 2005:23). Aktivitas komunikasi dalam kampanye biasanya berkaitan dengan suatu kepentingan dengan tujuan apa, siapa khalayak sasarannya, dalam
rangka
kegiatan apa, untuk membujuk atau memotivasi khalayak. Pengertian komunikasi persuasif (komunisuasif) tersebut menurut R. Wayne R. Pace, Brend D. Peterson and M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for effective Communications ( 7
(Massachussetts, Addison-Wesley Publishing Co.,1979),
yaitu secara umum
merupakan tindakan komunikasi yang bertujuan untuk menciptakan khalayak mengadopsi pandangan komunikator tentang suatu hal atau melakukan suatu tindakan tertentu. Artinya, dari pengertian kampanye melalui komunisuasif tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan persuasif yang pada prinsipnya dalam proses komunikasi adalah bertujuan untuk mengubah atau ingin memperteguh sikap, pandangan, kepercyaan dan perilaku masyarakat secara sukarela sesuai dengan apa yang telah direncanakan oleh komunikatornya (Ruslan, 2005:27-28). E.3 Jenis-jenis Kampanye Jenis-jenis
kampanye
pada
prinsipnya
adalah
motivasi
yang
melatarbelakangi diselenggarakannya sebuah program kampanye. Motivasi tersebut pada gilirannya akan menentukan ke arah mana kampanye akan diselenggarakan dan apa tujuan yang akan dicapai. Bertolak dari keterkaitan tersebut, Charles U. Larson (1992) membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori yakni: Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalah commercial campaigns atau corporate campaign. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial. Cara yang ditempuh adalah dengan memperkenalkan produk dan melipatgandakan penjualan sehingga diperoleh keuntungan yang diharapkan.
8
Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya yang dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat juga disebut sebagai political campaigns (kampanye politik). Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum. Ideologically or cause oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan sering kali berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini dalam istilah Kotler disebut sebagai social change campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait. E.4 Bentuk-Bentuk Komunikasi dalam Kampanye Menurut pendapat William Abig komunikasi dalam kampanye merupakan pengeporan lambang-lambang yang bermakna antar individu. Komunikasi yang berhubungan dengan kampanye antara lain bertujuan untuk menyampaikan program-program tertentu, untuk menyampaikan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Proses komunikasi dalam kampanye tersebut antara lain penyebaran informasi, pengetahuan, gagasan atau ide untuk membangun atau menciptakan kesadaran melalui teknik komunikasi. Komunikasi dengan khalayak antara lain bisa disampaikan melalui kampanye dimana dengan menggunakan kampanye 9
akan terjadi komunikasi timbal balik antara penyampai kampanye dengan khalayak (Ruslan, 2005: 67-68). Menurut Joseph A. Devito Bahwa bentuk komunikasi antar manusia antara lain yaitu : 1.
Komunikasi Interpersonal
2.
Komunikasi Kelompok dan Organisasi
3.
Komunikasi di Muka Umum
4.
Komunikasi Antar Budaya
5.
Komunikasi Massa
E.5 Strategi Komunikasi Dalam Kampanye Tujuan komunikasi dilihat dari berbagai aspek dalam kampanye dan propaganda, baik untuk keperluan promosi maupun publikasi. Strategi itu pada hakikatnya adalah suatu perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai tujuan tertentu dalam praktik operasionalnya. Komunikasi secara efektif adalah sebagai berikut: -
Bagaimana mengubah sikap (how to change the attitude)
-
Mengubah opini (to change the opinion)
-
Mengubah perilaku (to change behavior) Tujuan utama strategi dalam komunikasi menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson dan M. Dallas Burnett dalam bukunya Techniques for
Effective Communication adalah sebagai berikut : -
To secure understanding Untuk memastikan bahwa terjadi suatu pengertian dalam berkomunikasi. 10
-
To establish acceptance Bagaimana cara penerimaan itu terus dibina dengan baik.
-
To motive action Penggiatan untuk memotivasinya.
-
The goals which the communicator sought to achieve Bagaimana mencapai tujuan yang hendak dicapai oleh pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut. Peristiwa dalam proses komunikasi kampanye ini melibatkan konseptor
(conception skill), teknisi komunikasi (technical skill) dan komunikator dengan segala kemampuan komunikasi (communication skill) untuk mempengaruhi komunikan dengan dukungan berbagai aspek teknis dan praktis operasional dalam bentuk perencanaan yang taktis dan strategik untuk mencapai tujuan tertentu.Strategi Dalam kampanye hakikatnya adalah suatu perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai tujuan tertentu dalam praktik operasionalnya. Ruslan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Public Relations dan Media Komunikasi” mengutip pendapat Cutlip dan Center setidaknya ada tujuh strategi komunikasi dalam kampanye atau dikenal dengan “The 7C’s of Communication” antara lain sebagai berikut. a.
Credibility Komunikasi
tersebut
dimulai
dengan
membangun
suatu
kepercayaan. Oleh karena itu untuk membangun iklim dimulai dari kinerja, baik pihak komunikator dan komunikan akan menerima
11
pesan tersebut berdasarkan keyakinan yang dapat dipercaya, begitu juga tujuannya. b.
Contex Program komunikasi mestinya berkaitan dengan lingkungan hidup atau keadaan sosial yang tidak bertentangan dan seiring dengan keadaan tertentu dan memperlihatkan sikap partisipatif.
c.
Content Pesan yang akan disampaikan itu mempunyai arti bagi audiensnya dan memiliki kecocokan dengan sistem nilai yang berlaku bagi orang banyak dan bermanfaat.
d.
Clarity Pesan dalam komunikasi itu disusun dengan bahasa yang dapat dimengerti
oleh
atau
mempunyai
persamaan
arti
antara
komunikator dengan komunikannya. e.
Continuity dan Consistency Komunikasi tersebut merupakan proses yang tidak ada akhirnya yang memerlukan pengulangan-pengulangan untuk mencapai tujuan dan bervariasi, yang merupakan kontribusi bagi fakta yang ada dengan sikap penyesuaian melalui proses belajar. Isi atau materi
pesan
harus
konsisten
dan
tidak
membingungkan
audiensinya. f.
Channels
12
Menggunakan media sebagai saluran pesan setepat mungkin dan efektif dalam menyampaikan pesan yang dimaksud. g.
Capability of audience Komunikasi
tersebut
memperhitungkan
kemungkinan
suatu
kemampuan dari audiensinya, yaitu melibatkan berbagai faktor adanya suatu kebiasaan. Kebiasaan membaca ataupun kemampuan menyerap ilmu pengetahuan dan sebagainya perlu diperhatikan oleh pihak komunikator dalam melakukan suatu kampanye Public Relations (Ruslan, 2003: 99-100). Dalam kegiatan ini diperlukan rumusan program yang jelas untuk keberhasilan kampanye. Program kampanye adalah serangkaian kegiatan humas yang direncanakan dan dilaksanakan selama proses kampanye tersebut berjalan, meliputi : a.
Kegiatan Program kampanye 1.
menentukan tujuan yang hendak dicapai
2.
menentukan sasaran kampanye
3.
menentukan ruang lingkup kampanye
4.
menentukan jangka waktunya
5.
menentukan publik sasarannya
6.
menentukan tema dan topik kampanye
7.
menentukan efek yang diinginkan
8.
menentukan sarana, fasilitas, perlengkapan yang akan menunjang kampanye 13
9.
pembentukan team work yang solid (Anggoro, 2005:76-77).
E.5 Sasaran Kampanye Dalam
kampanye
humas
yang
menjadi
sasaran
secara
umum
dikelompokan sebagai berikut : a. Kelompok yang berkepentingan seperti pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. b. Masyarakat sekitar atau tertentu (Community Relations) , seperti lingkunga sosial di sekitar kawasan perkantoran, pendidikan, komunitas, keagamaan dan sebagainya. c. Badan lembagaga swadaya masyarakat (Consumen Bodies), misalnya YLK (Yayasan Lembaga Konsumen) sebagai kelompok penekan yang banyak memberikan kritikan yang cukup berpengaruh terhadap opini konsumen terhadap pemakaian produk atau perusahaan. d. Kelompok sebagai penekan (Pressure Group), Misalnya para politikus eksekutif dan legislatif yang banyak memberikan pengaruh yang sifatnya kontrol sosial atas penilaian baik atau buruknya suatu perusahaan atau instansi. e. Kelompok pemuka agama dan masyarakat (Opinion Leader),yang sifatnya suri tauladan atau para tokoh berupa imbauan atau ajakannya itu akan menjadi panutan orang banyak dalam suatu komunitas atau mayarakat tertentu. f. Trade Association atau asosiasi perdagangan atau profesi yang merupakan industrial relations. 14
g. Kelompok business relations atau kelompok relasi bisnis, seperti pihak perbankan, kreditor, suplier dan distributor. (Ruslan, 2005: 33-34). E.7 Model Proses Komunikasi dalam Kampanye E.7.1 Komunikasi Satu Arah Pemahaman populer mengenai komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyarakatkan penyampaian pesan searah dari seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseoranag (atau kelompok) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui media.
Dalam komunikasi satu arah,
komunikasi dianggap sebagai proses linier yang dimulai dengan sumber atau pengirim dan berakhir pada penerima, sasaran, atau tujuan. Pemahaman komunikasi sebagai proses satu arah kurang sesuai bila diterapkan pada komunikasi tatap muka, namun tidak keliru jika diterapkan dalam komunikasi publik yang melibatkan tanya jawab dan komunikasi massa (cetak atau elektronik. Rogers dan Shoemaker memperkenalkan model yang merupakan proses komunikasi secara umum, model itu adalah S-M-C-R-E. Model ini merupakan sebuah proses komunikasi yang diawali oleh source (sumber atau komunikator). Dimana sumber merupakan seorang penemu sebuah gagasan baru atau seorang pemimpin. Message (pesan) merupakan bentuk penemuan atau gagasan baru yang disebarkan dan diumumkan. Channel ( media atau saluran ) merupakan saluran komunikasi dalam menyampaikan penemuan atau gagasan baru. Receiver (penerima atau komunikan) dalam hal ini adalah masyarakat secara umum. Effect (dampak) merupakan konsekuensi dari pesan yang dikirim ke masyarakat, konsekuensinya berupa pengetahuan baru, 15
perubahan sikap, persuasif, menerima atau menolak. Penjelasan Regers dan Shoemaker tersebut merupakan model proses komunikasi yang sama atau mirip pada unsur-unsur pembaruan komunikasi yang tersebar. E.7.2 Komunikasi Interaksi Dalam pengertian sempit interaksi berarti saling mempengaruhi (mutual influence). Komunikasi sebagai interaksi menyertakan komunikasi sebagai proses-sebab akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Komunikasi sebagai interaksi lebih dinamis dari pada komunikasi satu arah. Namun komunikasi interaksi masih membedakan para peserta sebagai pengirim dan penerima pesan, karena itu masih tetap berorientasi sumber, meskipun kedua peran itu dianggap bergantian. Unsur yang terdapat dalam komunikasi interaksi adalah umpan balik (feed back), yakni apa yang disampaikan penerima pesan kepada sumber pesan yang sekaligus digunakan sumber pesan sebagai petunjuk mengenai efektifitas pesan yang disampaikan sebelumnya. E.7.3 Komunikasi Transaksi Dalam konteks komunikasi transaksi, komunikasi adalah proses personal karena makna atau pemahaman yang diperoleh pada dasarnya bersifat pribadi. Dalam komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbal. Dalam komunikasi transaksional, pengamatan atas aspek tertentu saja, seperti pesan verbal saja atau pesan nonverbal saja. Tidak menunjukan
gambaran
komunikasi
yang
utuh.
Istilah
transaksi 16
mengisyaratkan bahwa pihak-pihak yang berkomunikasi berada dalam keadaan terindependensi atau tumbal balik. (Mulyana, 2008:67-76) E.8 Efek Komunikasi dalam Kampanye Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, karena pengaruh juga bisa diartikan perubahan atau penguatankeyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Menurut Onong Uchyana Effendy (2006) dalam bukunya Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, yang termasuk dalam efek komunikasi adalah Efek Kognitif (Cognitive effect), Efek Afektif (Affective effect), serta Efek Konatif yang sering juga disebut Efek Behavioral (Behavioral effect). Efek Kognitif Efek kognitif berhubungan dengan pikiran atau penalaran, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak mengerti, yang tadinya bigung menjadi lebih jelas. Efek Afektif Efek afektif berkaitan dengan perasaan. Akibat dari membaca surat kabar atau majalah, mendengarkan radio, menonton acara televisi atau film bioskop, timbul perasaan tertentu pada khalayak. Perasaan akibat terpaan media massa itu bisa bermacam-macam, senang hingga tertawa terbahak-bahak, sedih hingga mencucurkan 17
air mata, dan lain-lain perasaan yang hanya bergejolak di dalam hati. Efek Konatif Efek ini bersangkutan dengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Karena berbentuk perilaku, maka sebagaimana disinggung di atas, efek konatif sering juga disebut dengan efek behavioral. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media massa, melainkan didahului oleh efek kognitif dan/atau efek afektif. E.9 Teknik Komunikasi E.9.1 Komunikasi Persuasif Seringkali kita mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu baik secara tidak sadar maupun secara sadar. Ajakan tersebut biasanya berupa bujukan yang berarti mempengaruhi orang lain, atau membuat perilaku orang lain berubah sesuai dengan keinginan kita dengan menggunakan komunikasi. Itulah yang disebut proses persuasif. Sedangkan mempengaruhi orang lain agar melakukan apa yang kita inginkan dengan menggunakan apa saja, dengan alat apa saja, misalnya ancaman, tekanan, pengkondisian, terror, siksaan dan sebagainya merupakan proses influence. Jadi komunikasi persuasif adalah influence yang dibatasi dengan hanya menggunakan komunikasi, baik komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal (Purnawan, 2002:14-15). Sedangkan menurut Onong Uchjana Effendi (1993:21) istilah persuasif (persuasion) bersumber pada perkataan Latin persuasio. Kata 18
kerjanya adalah persuadere yang berarti membujuk, mengajak atau merayu. Maka komunikasi persuasif adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang komunikator untuk membujuk atau mengajak orang lain agar mengikuti kehendak komunikator (Effendi, 1992:117). Senada dengan Ritonga (2005:14-15) yang mengungkapkan bahwa tujuan komunikasi persuasif untuk mempengaruhi atau membujuk manusia lain baik itu secara umum maupun spesifik. Persuasif bersifat psikologi manusiawi, berbeda dengan koersif yang bersifat sanksional, yaitu mempengaruhi orang lain dengan ancaman dan paksaan. Dari pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa komunikasi persuasif adalah komunikasi verbal maupun non verbal berupa bujukan atau ajakan agar komunikan mau mengikuti kehendak komunikator. Menurut Effendi (1992:125-128) ada beberapa teknik dalam komunikasi persuasif adalah sebagai berikut: a.
Teknik Asosiasi (Association) Adalah penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkannya pada suatu obyek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian khalayak. Teknik ini sering di gunakan oleh kalangan bisnis atau kalangan politik. Sebagai contoh, dalam kampaye Pemilihan Umum, ada partai polotik yang memanfaatkan ketenaran Oma Irama si raja dangdut untuk merebut hati massa. Dengan alasan peristiwa pemunculannya sering membuat massa menjadi histeris.
b.
Teknik Integrasi (Integration) 19
Merupakan kemampuan komunikator untuk menyatukan diri secara komunikatif dengan komunikan. Ini berarti bahwa melalui komunikasi verbal maupun nonverbal, komunikator menggambarkan bahwa ia ‘senasib’ dan menjadi ‘satu’ dengan komunikan. Sebagai contoh,
komunikator
menggunakan
perkataan
“kita”,
bukan
perkataan “saya” atau “kami”. Komunikator dalam menggunakan kata “kita” mengandung arti bahwa ia memperjuangkan kepentingan bersama, atau sedikitnya kepentingan komunikator dan komunikan. Sehingga pihak komunikan tidak merasa bahwa pihak komunikator menempatkan diri di atasnya atau mengguruinya. c.
Teknik Iming-iming dan Menakut-nakuti (Pay-off and Fear Arousing) Dalam kegiatan mempengaruhi orang lain, seorang komunikator bisa melakukannya dengan dua cara, yaitu dengan jalan iming-iming (pay-off)
hal
(rewarding)
yang dan
menguntungkan menakut-nakuti
atau (fear
memberi
harapan
arousing)
dengan
menggambarkan konsekuensi yang buruk (punishment). Dalam rangka
mencapai
tujuannya,
teknik
pay-off
berdaya-upaya
menumbuhkan kegairahan emosional, sedangkan teknik fear arousing berupaya membangkitkan ketegangan emosional. Tetapi ketegangan emosional yang berkelebihan mengandung unsur tidak baik. Oleh karena itu, Janis dan Feshbach menganjurkan untuk tidak
20
menggunakan fear arousing yang berlebihan, tetapi lebih baik memakainya secara sineger-tengah. d.
Teknik Tataan (Icing) Merupakan seni menata pesan komunikasi dengan emotional appeal sedemikian rupa sehingga komunikan menjadi lebih tertarik. Dengan demikian pesan komunikasi bisa enak didengar atau dibaca serta termotivasi untuk melakukan sebagaimana disarankan oleh isi pesan tersebut. Usaha menampilkan emotional appeal dimaksudkan hanya agar komunikan lebih tertarik hatinya, komunikator sama sekali tidak membuat cacat fakta informasi yang ditata tadi. Maka, faktanya sendiri harus tetap utuh, tidak boleh dilebih-lebihkan atau dikurangi. Hal ini bertujuan untuk menjaga kredibilitas komunikator.
e.
Teknik Gerak Tipu (Red Herring) Istilah red herring sukar diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, sebab red herring adalah nama ikan yang hidup di samudera Atlantik Utara. Jenis ikan ini terkenal dengan kebiasaannya dalam membuat gerak tipu ketika diburu oleh binatang lainnya atau oleh manusia. Dalam hubungannya dengan komunikasi persuasi, teknik red herring adalah seni seorang komunikator untuk meraih kemenangan dalam perdebatan dalam mengelakkan argumentasi yang lemah untuk kemudian mengalihkannya sedikit demi sedikit ke aspek yang dikuasainya guna dijadikan senjata ampuh dalam menyerang lawan. 21
Jenis teknik ini biasanya dilakukan pada saat komunikator berada pada posisi terdesak. Demi
keberhasilannya,
maka
komunikasi
persuasif
perlu
dilaksanakan secara sistematis. Para ahli memiliki pendapat yang sama untuk menentukan pendekaatan (approach) komunikasi persuasif, yakni disebut dengan “A-A-procedure” atau “from Attention to Action procedure”. Ada ahli yang menganjurkan agar A-A-proedure tersebut dilakukan melalui proses rumus klasik atau formula AIDDA, yaitu: A – Attention
(Perhatian)
I – Interest
(Minat)
D – Desire
(Hasrat)
D – Decision
(Keputusan)
A – Action
(Tindakan) (Effendi, 1993:25).
Dalam setiap komunikasi selalu ada yang namanya hambatan. Begitu juga dengan komunikasi persuasif, yaitu hambatan yang sifatnya objektif dan yang subjektif. Hambatan yang sifatnya objektif merupakan gangguan terhadap berlangsungnya komunikasi yang tidak sengaja dilakukan orang lain. Ini dinamakan gangguan mekanik dan semantik. Yang dimaksud dengan gangguan mekanik ialah gangguan disebabkan saluran komunikasi atau kegaduhan bersifat fisik. Hal ini erat hubungannya
22
dengan media massa atau saluran komunikasi interpersonal secara lisan. Sedangkan gangguan semantik merupakan gangguan pesan komunikasi yang pengertiannya menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring ke dalam pesan melalui penggunaan bahasa yang biasanya berbentuk dalam salah pengertian. Hambatan selanjutnya adalah yang bersifat subjektif, yaitu hambatan yang sengaja dibuat oleh orang lain, dalam hal ini adalah pertentangan kepentingan dan prasangka. Hambatan karena kepentingan merupakan hambatan jenis lain dalam komunikasi yang terdapat pada diri komunikan. Komunikan akan memperhatikan pesan komunikasi yang ada hubungan dengan kepentingannya. Kepentingan bukan hanya mempengaruhi perhatian, tetapi juga menentukan daya tanggap dan tingkah laku kita sehingga menjadi reaktif terhadap segala perangsang yang tidak sesuai atau bertentangan dengan kepentingan individu itu sendiri, yang merupakan akibat terpengaruhinya perasaan dan pikirannya. Sedangkan hambatan karena prasangka merupakan satu hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah bersikap menentang komunikator. Pada orang yang berprasangka, emosinya memaksa dia untuk menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran secara emosional. Emosi seringkali membutakan pikiran-pikiran dan perasaan terhadap fakta yang bagaimanapun kenyataannya. Sehingga membuat seseorang tidak dapat lagi berpikir secara objektif dan apa yang dilihat atau didengarnya selalu akan dinilai negatif. Prasangka dapat terjadi terhadap ras, suku bangsa, agama, partai politik, kelompok dan siapa saja yang pernah mendapatkan pengalaman atau kesan tidak enak. Dalam sebuah eksperimen, didapatkan hasil nyata bahwa 23
manusia dalam menilai sesuatu memberlakukan persaan senang dan tidak senang (like and dislike). E.9.2 Komunikasi Informatif Pengertian informatif yakni agar orang lain yang diajak komunikasi dapat mengerti dan tahu apa yang disampaikan atau diucapkan oleh seorang komunikator. Senada dengan Suprapto dan Fahrianoor (2004:88) dalam bukunya yang menyebutkan bahwa komunikasi informatif adalah proses penyampaian pesan yang sifatnya “memberi tahu” atau memberi penjelasan kepada orang lain. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan informasi adalah penerangan, keterangan, pemberitahuan kabar atau berita tentang sesuatu. Adapun macam informasi yang ingin diinformasikan sesuai dengan prinsipprinsip sebagai berikut: Batasi jumlah informasi Jangan jejali komunikan dengan informasi yang terlalu banyak. Batasi jumlah informasi yang dikomunikasikan dan kembangkan presentasinya. Akan lebih baik menyajikan dua potong informasi baru dan menjelaskan dengan contoh-contoh, ilustrasi dan deskriptif ketimbang menyajikan lima potong tanpa penjelasan.
24
Tekankan manfaat Komunikan akan mengingat informasi dengan baik bila mereka merasa informasi itu bermanfaat untuk kebutuhan atau tujuan mereka. Kaitkan informasi baru dengan yang lama Komunikan
akan
lebih
mudah
mencerna
informasi
dan
mengingatnya lebih lama apabila informasi tersebut dikaitkan dengan apa yang telah mereka ketahui. Kaitkan yang baru dengan yang lama, yang tidak dikenal dengan yang dikenal, yang belum pernah dirasakan dengan yang pernah dirasakan. Sajikan informasi melalui beberapa alat indra Komunikan akan mengingat dengan baik informasi yang mereka terima melalui beberapa alat indra seperti pendengar, penglihat, penciuman, pengecap dan perasa. Variasikan tingkat abstrak Kombinasikan abstraksi dan rincian. Terlalu banyak abstraksi tanpa rincian atau terlalu banyak rincian tanpa abstraksi akan kurang efektif ketimbang kombinasi keduanya. E.9.3 Komunikasi Instruktif
25
Instruktif adalah suatu perintah yang biasanya perintah tersebut bersifat mengancam. Tetapi ancamannya itu mengandung suatu yang dapat menjadikan seseorang itu untuk melakukan perintahnya. Instruktif bersifat memerintah, nasihat-nasihatnya bergaya. Sedangkan yang dimaksud dengan instruksi adalah perintah atau arahan (untuk melakukan suatu pekerjaan atau melakukan suatu tugas, dan merupakan pelajaran dan petunjuk).Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi instruktif adalah komunikasi yang bersifat memerintah, nasihat-nasihatnya bergaya, biasanya berupa pelajaran dan petunjuk agar orang lain melakukan suatu tindakan tersebut. E.9.4 Komunikasi Koersif Istilah koersif dalam bahasa Inggris coercion, berasal dari bahasa latin coercion yang secara harafiah berarti “pengekangan” dan secara maknawiah berarti upaya untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan kekuatan. Seperti yang diungkapkan oleh Suprapto dan Fahrianoor (2004:94), komunikasi koersif adalah proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan cara yang mengandung paksaan agar melakukan suatu tindakan atau kegiatan tertentu. Dalam prakteknya, untuk mencapai tujuan itu dilakukan kegiatan dalam bentuk sanksi, ancaman, intimidasi, pemerasan, boikot, terror, dan lain-lain, sehingga orang yang dijadikan sasaran merasa terpaksa, cemas, takut dan sebagainya. Jadi teknik komunikasi ini mengandung sanksi apabila tidak dilaksanakan oleh si penerima pesan. Komunikasi ini bersifat imperatif yang artinya mengandung keharusan dan kewajiban untuk ditaati serta dilaksanakan.
26
Otto Lerbinger dalam bukunya, Designs for Persuasive Communication mengulas tentang koersif. Di mana ia mengatakan bahwa, jika paksaan ingin dilaksanakan, orang banyak atau rakyat tidak perlu secara nyata didorong-dorong. Penjagaan berseragam, senapan yang bersangkur, kendaraan yang dilengkapi senjata, bahkan penjara atau tiang gantungan sudah menunjukkan lambang paksaan. Dan semuanya itu merupakan lambang dari sebuah kekuatan. Jadi, komunikasi koersif berarti proses penyampaian pesan (pikiran dan perasaan) oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, opini, atau perilaku dengan gaya yang mengandung paksaan (Effendy, 2002:84). E.9.5 Media yang Digunakan dalam Kegiatan Kampanye Menurut Association of Educational Communications and Technology (AECT) media adalah segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi (Situmorang dan Suparman, 1988:15).
Menurut Ahmad Rohani
(1997:24), media adalah semua bentuk perantara yang dipakai untuk menyampaikan ide, sehingga ide tersebut dapat kepada penerima. Kampanye yang sudah direncanakan dengan matang memerlukan media untuk memperluas, menyebarkan dan mengkomunikasikan kepada target sasarannya. Media yang sering dipakai dalam kegiatan kampanye humas diantaranya. a.
Media Pers (Press) : media ini terdiri dari berbagai macam koran, majalah, tabloid, buku baik yang berskala regional, nasional maupun internasional.
b.
Audio-Visual : media ini terdiri dari slide dan kaset video atau bisa juga gulungan film-film dokumenter. 27
c.
Radio : kategori ini meliputi semua jenis radio dengan berbagai macam program siarannya dan sering digunakan sebagai media humas yang sangat efektif.
d.
Televisi : media ini adalah media audio visual dengan berbagai siarannya dan sering digunakan sebagai media humas yang sangat efektif.
e.
Pameran : media ini digunakan untuk ekshibisi secara langsung ke target sasarannya.
f.
Bahan-bahan cetakan : yakni berbagai macam bahan cetakan yang bersifat mendidik, informatif, dan menghibur yang disebarkan dalam berbagai bentuk, seperti pamflet, poster, spanduk, flyer, dan sebagainya.
g.
Penerbitan buku khusus (sponsored books) : isi buku ini bermacam-macam, misalnya mengenai seluk beluk organisasi, petunjuk lengkap mengenai program, produk atau organisasi.
h.
Pesan-pesan lisan (spoken word) : media humas tidak hanya melalui media massa saja tetapi melalui komunikasi langsung atau tatap muka.
i.
Pemberian sponsor (sponsorship) : media ini bertujuan untuk memperkenalkan organisasi dengan berpartisipasi dalam acara, sehingga terkesan organisasi ini peduli terhadap acara tersebut yang akan berpengaruh pada pencitraan.
j.
Bentuk-bentuk media humas lainnya (Anggoro,2005:84-85) 28
Alat pendukung kampanye humas dalam publikasi dan pengenalan antara lain : a.
Suplemen,
advertorial
(artikel
sponsor)
periklanan
humas,
sponsorship (penyokong acara). b.
Booklet, brosur, leaflet, dan lain-lain.
c.
Poster, sticker, banner, spanduk, umbul-umbul, pamflet.
d.
Postcard, calender, supplement publications, direct mail.
e.
Surat berkop perusahaan, kartu nama untuk membangun relasi.
f.
Komunikasi melalui faxmail, teleks, telephone.
g.
Komunikasi elektronik atau Email, misalnya internet, computer line dan direct phone (Nasution, 2003:106).
Secara umum ada tiga faktor untuk menentukan media dapat menyampaikan pesan secara efektif antara lain adalah : a.
Ketepatan dalam memilih media yang sesuai dengan materi dan tujuan yang hendak dicapai.
b.
Kesesuaian media dengan sasaran.
c.
Ketepatan cara penggunaannya ( Situmorang dan Suparman, 1988:18).
Dengan memperhatikan ketiga faktor tersebut, diharapkan suatu media akan bisa menyampaikan kepada penerima dengan efektif, meskipun tanpa penjelasan tambahan dari pemberi pesan.
29
E.10 Hambatan Dalam Kampanye Kegiatan kampanye yang dilakukan untuk tujuan tertentu tidak akan lepas dengan berbagai hambatan yang menjadi penghalang dengan tujuan yang diinginkan. Hambatan tersebut selanjutnya mendapatkan perhatian untuk diselesaikan. Adapun hambatan dalam melakukan kampanye public relations adalah sebagai berikut : a.
Komunikator lemah atau tidak menguasai Communication Skill (kemampuan berkomunikasi) sehingga pesan yang disampaikan tidak mempengaruhi opini publik.
b.
Pesan yang disampaikan tidak lengkap dan sesuai dengan keinginan atau minat audiensinya atau menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh komunikan.
c.
Media yang dipakai untuk menyampaikan pesan ke komunikan kurang pas sehingga tidak mampu menjangkau audiensinya dengan optimal. Hal tersebut diakibatkan dari kurang memperhitungkan strategi menggunakan perencanaan media secara tepat sehingga pesannya tidak sampai ke audiens dan menghasilkan citra yang kurang baik.
d.
Komunikan yang menjadi obyek sasaran public relations tidak diketahui dengan jelas dan rinci siapa yang dijadikan sasaran khalayak, akibatnya komunikan tidak terfokus.
30
e.
Efek dan dampak yang dihasilkan dari keempat komponen tersebut saling berkorelasi, satu sama lain terjadi banyak hambatan dan kekurangan (Ruslan, 2005:43-44).
E.11 Pengertian Humas Cutlip dan Center seperti yang dikutip oleh Sumirat dalam bukunya Dasardasar Public Relations menyatakan bahwa Public Relations adalah fungsi menejemen yang menilai sikap publik, mengidentifikasi kebijakan dan tata cara seseorang atau organisasi demi kepentingan publik, serta merencanakan dan melakukan suatu program kehgiatan untuk meraih pengertian dan dukungan publik (Sumirat, 2003:14). Pendapat lain menurut Khasali Menyatakan Publik Relations adalah fungsi strategi menejemen melakukan komunikasi yang menimbulkan pemahaman dan penerimaan dari publik. Selain menyangkut hubungan dengan menejemen Public relations juga sebagai penerapan dari konsep komunikasi yang dipakai secara luas dalam bidang non bisnis seperti politik, kenegaraan, sosial, pemerintah, keagamaan, dan sebagainya (Khasali, 1994:15). Konsep humas menurut Rex F. Harlow seperti yang dikutip Nasution bahwa konsep humas dibagi menjadi dua yaitu : a.
Humas sebagai Method of Communication Dimana humas merupakan rangkaian atau sistem kegiatan komunikasi secara khas. Artinya sebagai metode komunikasi terdapat bahwa setiap pimpinan dari organisasi bagaimanapun kecilnya dapat melaksanakan
31
fungsi-fungsi humas. Dapat disimpulkan bahwa hubungan fungsional antara humas dan organisasi adalah sebagai metode komunikasi. b.
Humas sebagai State of Being Merupakan perwujudan suatu kegiatan komunikasi yang dilembagakan dalam bentuk biro, bagian, divisi, atau seksi, itulah yang dimaksudkan “state of being” dalam sistem menejemen kehumasan, artinya terdapat orang yang memimpin atau pejabat humas dalam lembaga tertentu.
E.12 Pengertian Kesadaran Kesadaran adalah suatu tingkat kesiagaan individu pada saat ini terhadap stimulus internal dan eksternal. Yaitu terhadap peristiwa-peristiwa lingkungan dan sensasi tubuh, memori danpikiran. Pengertian lainnya adalah Kemampuan individu mengadakan hubungan dengan ingkungan serta diri sendiri (melalui panca inderanya) dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta diri sendiri (melalui perhatian). Pesan yang disampaikan komunikator adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan dapat berupa ide, informasi, keluhan, keyakinan, imbauan, anjuran dan sebagainya. Yang penting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu untuk meningkatkan kesadaran. E.13 Pengertian Pajak Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH. (dalam Munawir, 2000:3) dinyatakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat atau rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa 32
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Berdasarkan definisi di atas maka unsurunsur pajak adalah : 1.
Iuran rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak adalah negara dan iuran tersebut berupa uang (bukan barang atau jasa)
2.
Ketentuan pajak berdasarkan undang - undang, jadi ketentuan pajak dilaksanakan berdasarkan undang - undang yang dibuat oleh penyelenggara negara dan pemerintahan.
3.
Tanpa jasa timbal balik dan kontra prestasi dari negara atau yang secara langsung dapat ditunjuk.
4.
Digunakan
untuk
membiayai
rumah
tangga
negara
yaitu
pembiayaan negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Secara umum jenis-jenis pajak dapat dibagi menjadi : 1.
Pajak Penghasilan (PPh),
2.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
3.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM),
4.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan
5.
Pajak Lainnya.
Berdasarkan penerimaannya maka pajak dibedakan menjadi Pajak Langsung dan Pajak Tidak Langsung (Munawir, 2000:23) Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sedangkan Pajak tidak langsung adalah pajak yang 33
pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Dalam pembahasan ini selanjutnya akan lebih difokuskan pada pajak Penghasilan (PPh) sebagai salah satu sumber utama penerimaan pajak bagi negara. E.14 Komunikasi Efektif Komunikasi efektif adalah tersampaikannya gagasan, pesan dan perasaan dengan cara yang baik dalam kontak sosial yang baik pula. Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindak lanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Komunikasi efektif terjadi apabila sesuatu (pesan) yang diberitahukan komunikator dapat diterima dengan baik atau sama oleh komunikan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Adapun Hukum komunikasi efektif antara lain : a.
Hukum 1 : Respect Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hokum yang pertama dalam kita berkomunikasi dengan orang lain.
b.
Hukum 2 : Empathy Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan 34
kita
mendengarkan
atau
mengerti
terlebih
dulu
sebelum
didengarkan atau dimengeti orang lain. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan
dan
kepercayaan
yang
kita
perlukan
dalam
membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain. Rasa empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan dengan cara dan sikap menerimanya c.
Hukum 3 : Audible Makna audible antara lain : dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berari pesan yang disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan Hukum ini mengatakan bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan atau alan bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
d.
Hukum 4 : Clarity Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hokum keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau 35
berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Kesalahan penafsiran atau perasaan yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. e.
Hukum 5 : Humble Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati. Sikap ini merupakan unsure yang terkait dengan hokum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Sikap rendah hati pada intinya antara lain sikap penuh melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, rela memaafkan serta mengutamakan kepentingan yang lebih besar. (Diah Wulandari, 2009:52)
F. Devinisi Konseptual Pengertian Konsepsi Konsepsi menurut kamus umum bahasa indonesia adalah pandangan, cara pandang seseorang (Diva Publisher, 2002) Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi yang dalam bahasa inggrisnya communication berasal dari bahasa latin communicatio dan berasal dari kata komunis yang berarti sama.
36
Pengertian Kampanye Menurut Leslie B. Snyder kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditujukan kepada khalayak tertentu, pada periode waktu tertentu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Pengertian Efek Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, karena pengaruh juga bisa diartikan perubahan atau penguatankeyakinan pada pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan. Komunikasi Informatif Pengertian informatif yakni agar orang lain yang diajak komunikasi dapat mengerti dan tahu apa yang disampaikan atau diucapkan oleh seorang komunikator. G. Metode Penelitian G.1 Tipe dan Jenis Penelitian Pada penelitian kali ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Dimana riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi
atau sampling
bahkan populasi dan 37
samplingnya terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah proses persoalan kedalaman data bukan banyaknya data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data adalah berupa kalimat per kalimat. Untuk mendapatkan data yang valid dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode penelitian sesuai dengan prosedur penelitian kualitatif. G.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor wilayah direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 68-69 Gedung Keuangan Negara Lt. III Balikpapan Kalimantan Timur, dan waktu penelitia dilaksanakan pada tanggal 21 Maret hingga 4 April 2012. G.3 Objek dan Informan Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah konsepsi kampanye sadar pajak yang dilakukan oleh Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak kalimantan Timur Sementara untuk infoman dalam penelitian ini, peneliti dalam menentukan informan menggunakan teknik purposive sampling yaitu suatu teknik sampling atau pengambilan informan sumber data dengan pertimbangan tertentu dari pihak peneliti sendiri. Dari penentuan
teknik
purposive
sampling
peneliti
mencoba 38
menentukan karakteristik informan dari Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Mayarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kalimantan Timur sebagai berikut:
NO 1
Katagori
Alasan
Sebagai PNS di lingkungan Informan Direktorat Jenderal Pajak
2
dianggap
mengerti
mengenai perpajakan.
Bertugas minimal 1 tahun di Informan telah menjalankan tugas Direktorat Pelayanan
Penyuluhan, dan fungsinya sebagai pegawai di dan
Hubungan lingkungan Direktorat Penyuluhan,
Masyarakat Kantor Wilayah Pelayanan
dan
Direktorat
Kantor
Jenderal
Pajak Masyarakat
Kalimantan Timur.
Hubungan Wilayah
Direktorat
Jenderal
Kalimantan
Timur
Pajak sehingga
dianggap mengerti mengenai objek penelitian. 3
Pernah
terlibat
langsung Informan sebagai pelaku kampanye
minimal 1 tahun terakhir sadar pajak sehingga informan dalam kampanye sadar pajak.
lebih mengerti mengenai objek penelitian.
4
Bersedia menjadi informan Kesedian menjadi informan dan dan
diwawancarai
penelitian ini.
dalam diwawancarai merupakan bentuk dukungan dalam penelitian ini, sehingga
dapat
meminalisir
kemungkinan pemberian data yang tidak sesuai dengan fakta.
39
G.4 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a.
Wawancara Semistruktur Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur, yaitu
peneliti memiliki draft pertanyaan tetapi memungkinkan untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan secara bebas, terkait dengan permasalahan yang terkait. Tujuan dilakukannya untuk memperoleh data yang diperlukan mengenai kampanye sadar pajak. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Dalam penelitian ini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) dan bukan banyaknya (kuantitas) data. (Rachmat Kriyanto, 2006 :58). Data yang akan digali dalam teknik wawancara ini adalah data yang berkaitan dengan program-program kampanye sadar pajak khususnya pada staf humas dan wajib pajak. b.
Dokumentasi Teknik ini digunakan untuk memperoleh data yang lain yang dapat
mendukung data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Pada penelitian ini peneliti akan meyelidiki benda-benda tertulis seperti buku, dokumen-dokumen, peraturan-peraturan, arsip, dan lain sebagainya. Data yang akan digali dalam teknik dokumentasi adalah data-data yang berhubungan dengan program kampanye sadar pajak yang dilakukan oleh humas Kanwil DJP Kalimantan Timur. 40
G.5 Teknik Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan adalah merupakan hasil interaksi antara peneliti dan subjek penelitian, baik berupa individu atau berasal dari situasi sosial. Karena itu data yang dideskripsikan peneliti sebenarnya merupakan hasil rekonstruksi pikiran peneliti terhadap apa yang teramati. Dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dengan membuat langkah- langkah sebagai berikut : 1.
Membuat catatan lapangan Maksud langkah ini adalah peneliti mencatat, merekam atau memotret apa yang didengar dan dilihat di lapangan. Langkah ini bisa disebut fase pengumpulan data (data collection). Awalnya bisa bersifat eksploratif dan semakin terfokus pada data yang diperlukan oleh peneliti.
2.
Membuat catatan penelitian Dalam langkah ini, peneliti menulis kembali semua yang diperoleh dari langkah pertama, sehingga menjadi catatan yang lebih rapi, mudah dipahami, enak dibaca tetapi hanya berisi yang terkait dengan yang diperlukan. Langkah penghalusan atau penyuntingan data ini harus dilakukan segera sesudah peneliti berada di “ruang kerja” pada hari itu. Cara ini perlu dilakukan karena, peneliti masih sangat mengingat pengalam berbincang dengan responden. Selain itu juga cara ini dilakukan agar data yang telah dikumpulkan tidak menumpuk yang menyebabkan bertambah beratnya pekerjaan analisis data. 41
3.
Mengelompokkan data sejenis Semakin hari, hasil dari langkah pertama dan kedua akan semakin banyak, berlembar-lembar. Karena itu peneliti seawal mungkin jika sudah bisa, mulai memilah atau mengelompokkan “data sejenis” atau subtema atau tema dari kumpulan data tersebut. Yang dimaksud data sejenis itu adalah sekumpulan data yang merupakan sejumlah indicator atau konsep internal dari satu konsep, sebagai sub tema atau tema.
4.
Melakukan interpretasi dan penguatan Pada langkah ini, peneliti “meraba-raba dalam member arti terhadap deskripsi pada responden (kelompok – data) dalam menjawab permasalahan penelitian. Peneliti dalam hal ini sedang dalam aktivitas konseptualisasi. Ketika peneliti sudah mampu untuk mengelompokkan data, sebenarnya sudah ada arah tertentu untuk membuat konsep (Prof.Dr. Hamidi, Msi,Metode Penelitian Kualitatif, 2010)
Pada prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antarkonsep. Analisa deskriptif kualitatif merupakan analisa yang terfokus pada penunjukan makna, deskriptif, penjernian, dan penempatan data pada konteksnya masing-masing.
42
G.6 Teknik Keabsahan Data Teknik keabsahan data dalam penelitian ini menggunaka teknik keabsahan data dengan metode triangulasih sumber, yaitu membandingkan dan mengecek baik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan cara yang berbeda dalam metode kualitatif yang dilakukan dengan : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan
menengah
atau
tinggi,
orang
berada
dan
orang
pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
43