BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undang-
undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi atau balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan, sehingga akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak. Tujuan dari reformasi terhadap peraturan perundang-undangan pajak dan retribusi daerah adalah untuk menyederhanakan dan memperbaiki jenis dan struktur perpajakan daerah, meningkatkan pendapatan daerah, memperbaiki sistem administrasi perpajakan daerah, dan retribusi daerah sejalan dengan sistem administrasi perpajakan nasional, mengklasifikasikan retribusi, dan menyederhanakan tarif pajak dengan retribusinya. Pajak daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Perbedaan mendasar antara pajak dan retribusi adalah terletak pada timbal balik langsung. Untuk pajak tidak ada timbal balik langsung kepada para pembayar pajak, sedangkan untuk retribusi ada timbal balik langsung kepada pembayar retribusi. Pajak daerah dapat diartikan biaya yang harus dikeluarkan seseorang atau suatu badan untuk menghasilkan
pendapatan disuatu daerah, karena ketersediaan berbagai sarana dan prasarana publik yang dinikmati semua orang tidak mungkin ada tanpa adanya biaya yang dikeluarkan dalam bentuk pajak tersebut. Pajak merupakan pungutan yang bersifat memaksa berdasarkan perundangundangan, sedangkan retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas pekerjaan jasa milik daerah dan jasa lainnya yang diberikan oleh pemerintah dan mendapatkan imbalan fasilitas secara langsung bagi pengguna jasa, lebih spesifik kepada orang-orang tertentu yang mendapatkan pelayanan tersebut. Nampak perbedaan yang cukup signifikan antara pajak daerah dan retribusi daerah. Apabila dilihat dalam proses pembayaran pajak terdapat tiga hal, yaitu : official assessment system yaitu memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak, self assessment system yaitu sistem dalam pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang, with holding system yaitu sistem yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yaitu peraturan perpajakan yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bagi wajib pajak. Mengenai wajib pajak dapat dilihat dalam Pasal 2 yang menyebutkan ”Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Sedangkan yang dimaksud dengan surat ketetapan pajak, dapat dilihat dalam Pasal 15 “Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (Pasal 16), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (Pasal 17), Surat Ketetapan Pajak Nihil (Pasal 18) atau Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (Pasal 19)”. Untuk tagihan pajak yang diatur dalam Pasal 20 “Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda”. Sumber yang sangat potensial dalam mendatangkan devisa bagi suatu Negara salah satunya bersumber dari sektor pariwisata. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya pendapatan nasional suatu Negara. Salah satu tempat tujuan wisata yang mendatangkan banyak devisa bagi Negara adalah Pulau bali, khususnya Kota Denpasar yang ramai dikunjungi oleh wisatawan asing maupun domestik. Dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Bali berdampak pada kemajuan sektor lainnya, dapat dilihat dari semakin berkembangnya industri perhotelan. Dimana pajak Hotel merupakan salah satu unsur pajak daerah yang memiliki potensi cukup besar untuk dikembangkan dan merupakan kontribusi terbesar dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini tentu sangat mempengaruhi peningkatan pendapatan Daerah yang dikarenakan Hotel merupakan salah satu sumber pendapatan asli daerah yang bersumber dari Pajak Daerah. Dengan demikian potensi dari pajak hotel terus digali secara optimal untuk menjaring wajib pajak sejalan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dan pertumbuhan kepariwisataan di Kota Denpasar. Namun hal ini tidak diimbangi dengan kesadaran dari wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya, sehingga menimbulkan tunggakan pajak yang akan mempengaruhi besarnya pendapatan asli daerah. Dengan keadaan pariwisata di Bali yang tiap tahunnya cenderung berbeda, misalnya dengan terjadinya peristiwa Bom Bali tahun 2002 dimana pasca Bom Bali tersebut mengakibatkan menurunnya jumlah kunjungan wisatawan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat hunian Hotel. Berkurangnya jumlah kunjungan wisatawan tersebut tentu saja menurunkan jumlah pendapatan. Dengan semakin banyak terjadi tunggakan pembayaran pajak dimana wajib pajak tidak melakukan pembayaran sepenuhnya. Tunggakan yang terjadi tentu saja mempengaruhi jumlah
Pendapatan Asli Daerah yang diterima. Untuk itu sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2011 tentang Pajak Hotel mengenai Upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar baik dalam hal Penerapan sanksi administratif dan tata cara penyelesaian tunggakan dan kedaluwarsa penagihan yang masih mendapat kendala yang cukup signifikan di lapangan. Berdasarkan latar belakang diatas, maka pokok pemasalahan dalam penelitian ini bagaimanakah Upaya yang dilakukan untuk mengurangi tunggakan Pajak Hotel oleh Pemerintah Kota Denpasar. 1.2
Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut : 1) Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam pemungutan pajak Hotel? 2) Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menanggulangi tunggakan pajak Hotel? 1.3
Ruang Lingkup Masalah Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu
adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya pada kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam pemungutan pajak Hotel. Kedua dibatasi pada upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menanggulangi tunggakan pajak Hotel. Ketiga pada data dari hasil tunggakan hotel, dibatasi dari Tahun 2012 sampai dengan 2014 yang diperoleh pada Dinas Pendapatan Kota Denpasar Tahun 2015.
1.4
Orisinalitas Penelitian Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam Dunia Pendidikan di
Indonesia dari penelitian yang telah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian terdahulu sebagai pendamping. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 2 (dua) Skripsi terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan upaya yang dilakukan Pemerintah dalam penanggulangan pajak Hotel di Kota Denpasar. 1. Judul Skripsi
: Pengaruh Pajak Reklame Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gianyar.
Penulis
: Ida Ayu Angga Purnami Dewi (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana), Tahun 2013.
Rumusan Masalah : 1) Bagaimanakah pengaruh pajak reklame dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Gianyar ? 2)
Bagaimana
upaya-upaya
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Gianyar dalam menertibkan reklame yang tidak berizin ? 2. Judul Skripsi
: Pengaturan Penghindaran Pajak Berganda Pada Negara-Negara Mitra Investasi Indonesia.
Penulis
: Gede Bendesa Mas Glery Devana, (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana), Tahun 2013.
Rumusan Masalah :
1)
Mengapa pencegahan pajak berganda perlu dilakukan antara Indonesia dengan Negara-negara mitra investasi potensial ?
2)
Faktor-faktor hukum dan non-hukum apa saja yang harus dipertimbangkan dalam pembentukan suatu tax treaty ?1
1
Gede Bendesa Mas Glery Devana dan Ida Ayu Angga Purnami Dewi, 2013, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar.
1.5
Tujuan Penelitian Agar penelitian ini memiliki suatu maksud yang jelas, maka harus memiliki tujuan
sehingga dapat memenuhi target yang dikehendaki. Adapun tujuannya digolongkan menjadi dua bagian, yaitu : 1.5.1
Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang upaya hukum
apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menanggulangi tunggakan pajak Hotel. 1.5.2
Tujuan Khusus Disamping tujuan umum terdapat juga tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari
penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui dan memahami kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam pemungutan pajak Hotel. 2) Untuk mengetahui dan memahami upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menanggulangi tunggakan pajak Hotel.
1.6
Manfaat Penelitian Agar penelitian ini memiliki suatu maksud yang jelas, maka harus memiliki manfaat
sehingga dapat memenuhi target yang dikehendaki. Adapun manfaatnya digolongkan menjadi dua bagian, yaitu : 1.6.1
Manfaat Teoritis
Seluruh hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan penelitian atau penulisan selanjutnya bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi pada perpustakaan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan pengembangan dalam ilmu hukum Pemerintahan khususnya dalam hubungan ilmu Pemerintahan Daerah dan hukum pajak. Serta memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimana upaya tentang penanganan penanggulangan tunggakan pajak Hotel dalam teori-teori hukum pajak di Indonesia khususnya mengenai pajak hotel. 1.6.2
Manfaat Praktis Disamping manfaat teoritis terdapat juga manfaat praktis. Adapun manfaat praktis yang
diperoleh dari penulis penelitian ini adalah : 1) Dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmu hukum khususnya dalam ilmu hukum pajak. 2) Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat mengenai pajak Hotel sehingga apabila melakukan hubungan kerja dengan perusahaan, masyarakat paham apa yang menjadi hak dan kewajibannya. 3) Dapat mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam pemungutan pajak Hotel. 4) Dapat mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menanggulangi tunggakan pajak Hotel di Kota Denpasar. 1.7
Landasan Teoritis Pada prinsipnya suatu teori adalah hubungan antara dua fakta atau lebih. Pengaturan fakta
menurut cara-cara tertentu fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris, oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana.
Suatu teori merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji kebenarannya.2 Oleh karena itu dalam menjawab permasalahan yang terkait dengan upaya hukum Pemerintah Kota Denpasar dalam penanggulangan tunggakan pajak Hotel di Kota Denpasar. 1.7.1
Teori Negara Hukum Teori Negara hukum secara essensial bermakna bahwa hukum adalah kewajiban bagi
setiap penyelenggara Negara atau Pemerintahan untuk tunduk pada hukum (subject to the law), tidak ada kekuasaan diatas hukum (above the law), semuanya ada dibawah hukum (under the rule of law), dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (misuse of power).3 1.7.2
Teori Kewenangan Wewenang merupakan bagian yang sangat penting dalam Hukum Tata Pemerintahan
(Hukum Administrasi), karena pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan perbuatan hukum.4 Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat. Wewenang yang diperoleh secara “atribusi”, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini
2
Soejono Soekanto, 2001, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h. 30. 3 Moh Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1998, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154. 4 SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 164.
dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang satu kepada yang lain.5 1.7.3
Teori Tindakan Pemerintah Dalam meyelenggarakan tugas pemerintahan, maka pemerintah melakukan tindakan-
tindakan pemerintahan. Para sarjana mempergunakan istilah yang berbeda-beda mengenai tindakan pemerintahan (bestuurshandeling). Philipus M. Hadjon dan Kuntjoro Purbopranoto menggunakan istilah “tindak pemerintahan”. Utrecht menyebutnya dengan “perbuatan administrasi negara”, Van Vollenhoven menggunakan istilah “tindakan pemerintah”, Sedangkan Baschan Mustafa menyebutnya dengan istilah “perbuatan administrasi negara”. Menurut penulis istilah yang cocok mengartikan “bestuurshandeling” adalah pendapat dari Philipus M. Hadjon dan Kuntjoro Purbopranoto, yaitu tindak pemerintahan. Bestuur berarti pemerintahan dan handeling berarti tindak, yang menurut Philipus M. Hadjon berarti tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh administrasi negara dalam melaksanakan tugas pemerintahan.6 Tindak pemerintahan yang berdasarkan hukum kemudian dibedakan menjadi tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat. Tindakan yang berdasarkan hukum publik kemudian
5
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta, h. 90. 6 Philipus M. Hadjon, 1985, Pengertian-Pengertian Dasar Tentang Tindak Pemerintahan (Bestuurshandeling), Djumali, Surabaya, h. 1.
dibagi lagi menjadi tindakan sepihak (eenzijdig) dan berbagai pihak (meerzijdige). 7 Tindakan hukum sepihak dibagi lagi menjadi interne beschikking (keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan dalam (lingkungan) alat Negara yang membuatnya) dan externe beschikking (keputusan yang dibuat untuk menyelenggarakan hubungan-hubungan antara dua atau lebih alat Negara). 1.7.4
Teori Penegakan Hukum Penegakan hukum
law enforcement merupakan suatu istilah yang mempunyai
keragaman dalam difinisi. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum diartikan sebagai suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum, yaitu pikiran-pikiran dari badan-badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dan ditetapkan dalam peraturan-peraturan hukum yang kemudian menjadi kenyataan. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu mempunyai arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, menegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.
7
Ibid, h. 3.
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum law enforcement menghendaki empat syarat, yaitu : 1. Adanya aturan 2. Adanya lembaga yang akan menjalankan peraturan itu 3. Adanya fasilitas untuk mendukung pelaksanaan peraturan itu 4. Adanya kesadaran hukum dari masyarakat yang terkena peraturan itu. Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo pengamatan berlakunya hukum secara lengkap ternyata melibatkan berbagai unsur sebagai berikut : 1. Peraturan sendiri 2. Warga negara sebagai sasaran pengaturan 3. Aktivitas birokrasi pelaksana 4. Kerangka sosial-politik-ekonomi-budaya yang ada yang turut menentukan bagaimana setiap unsur dalam hukum tersebut di atas menjalankan apa yang menjadi bagiannya. 1.8
Metode Penelitian
1.8.1
Jenis Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi
yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini ialah yuridis empiris yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan skripsi ini. Bahder Johan Nasution mengatakan bahwa penelitian empiris berarti ingin mengetahui sejauh mana hukum itu bekerja didalam masyarakat.8
8
Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h.3.
1.8.2
Jenis Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan perundang-undangan
(the statute approach), pendekatan konsep (the concept approach), dan pendekatan fakta. Pendekatan peraturan perundang-undangan yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi9 yang dalam penelitian ini pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, seperti Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pendekatan konsep adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelusuri konsep-konsep hukum yang dipakai untuk mengkaji pengaturan tentang pajak hotel. Pendekatan fakta yaitu pendekatan yang dilakukan dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan yang berguna untuk mendapatkan data yang akurat.
1.8.3
Sifat Penelitian Dalam melakukan penelitian ini sifat penelitian yang dipergunakan adalah penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu, mengenai sifat-sifat, karakteristik, atau faktor-faktor tertentu.10 Penelitian ini bertujuan untuk menentukan penyebaran suatu permasalahan dan untuk menentukan ada tidaknya hubungan praktek dan kenyataan yang terjadi di masyarakat yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. 1.8.4
9
Sumber Data
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97. Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.10.
10
Dalam penulisan skripsi ini sumber data adalah berupa data primer dan data sekunder, yakni : 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.11 Data primer dalam penulisan skripsi ini bersumber dari penelitian dilapangan yang diperoleh dari Pemerintah Kota Denpasar, khususnya pada pejabat yang berwenang dalam menanggulangi tunggakan pajak hotel yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota Denpasar. 2) Data Sekunder, yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan yang diperoleh dari data-data yang sudah dalam bentuk bahan-bahan hukum.12 Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. a. Bahan hukum primer, yaitu data yang diperoleh dari peraturan perundangundangan, yang terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel. b. Bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. 13 Terdiri dari buku-buku literatur ilmu hukum dan yang terkait, pendapat pakar hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang 1.8.5
11
dibahas. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum atau Data
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.30 Ibid.h. 31. 13 Bambang Sunggono, 2010, Metode Penelitian Hukum, Grafindo Persada, Jakarta, h.114. 12
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1) Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan melakukan interview atau wawancara dengan pejabat instansi terkait yaitu Dinas Pendapatan Kota Denpasar dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memperoleh jawaban yang sesuai dengan permasalahan. 2) Untuk memperoleh data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan, yaitu dengan membaca, mengklasifikasi dan mencatat bahan-bahan bacaan dengan system kartu kemudian dikualifikasikan menurut relevansinya dengan permasalahan yang dibahas, serta menggunakan pengumpulan data secara jelas dan tegas dengan menggunakan pengambilan sempel yang menggunakan teknik Random Sampling. Penentuan populasi dan sampel penelitian yaitu untuk generalisasi dalam pengumpulan data penelitian ini. 1.8.6
Teknik Analisis Setelah data primer dan data sekunder terkumpul, maka selanjutnya data akan diolah dan
dianalisis secara kualitatif yang dalam hal ini data yang dikumpulkan berwujud uraian kasuskasus tunggakan pajak hotel yang akan diuraikan dalam bentuk narasi. Kemudian data akan disajikan secara deskriptif dengan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan.