perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah populasi lansia (Depkes RI, 2010). Di Indonesia pada tahun 2000 diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup 65-70 tahun dan pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 11,09% (29.120.00 jiwa) dengan umur harapan hidup 70-75 tahun (Nugroho, 2008). Saat ini diperkirakan di dunia terdapat lansia 500 juta orang dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Menurut sensus penduduk tahun 2000 di Indonesia jumlah penduduknya 179,3 juta, dari angka tersebut terdapat 10 juta jiwa (5,5%) orang berusia 60 tahun keatas dari total populasi penduduk dan pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 3 kali lipat menjadi + 29 juta jiwa (11,4%) dari total populasi penduduk (Mubarak, 2009). Di Kabupaten Lamongan berdasarkan sensus Dinas Kesehatan tentang pembinaan lanjut usia dan olahraga tahun 2011 mencapai 112.735 orang dan tahun 2012 mencapai 113.025 orang. Konskuensi peningkatan proporsi lansia menimbulkan permasalahan yang membutuhkan penanganan serius. Permasalahan yang terjadi tidak hanya ditimbulkan oleh faktor kependudukan, tetapi juga ditimbulkan oleh faktor fisik, commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
budaya, dan ekonomi, oleh karena adanya kemunduran fisik, mental dan psikososial yang tidak dapat dipisahkan dari masalah budaya dan ekonomi (Nugroho, 2008). Selain hal tersebut, peningkatan jumlah penduduk usia lanjut ini akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan. Permasalahan kesehatan terbesar pada usia lanjut bervariasi antara negara maju dan negara berkembang serta memberikan kontribusi pada status kesehatan usia lanjut (Depkes RI, 2010). Salah satu bagian status kesehatan lansia adalah status fungsional, yaitu kemampuan seseorang dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari secara sehat. Konsep ini terintegrasi dalam tiga domain utama yaitu fungsi fisik, mental dan psikososial dan afektif. Pada kelompok lansia, komponen ini sering saling berhubungan dan memberikan kontribusi pada keseluruhan perilaku dan fungsinya (Stanley, 2006). Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan status mental dan psikososial adalah faktor penyakit, lingkungan dan perilaku yaitu stress, kecemasan, depresi, aktivitas fisik dan kontak sosial, serta faktor sosiodemografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan tinggal sendiri (Lueckenotte, 2007). Aktivitas fisik, status mental dan kondisi psikososial diidentifikasi merupakan berbagai faktor yang diduga ada hubungannya dengan kemampuan interaksi sosial. Beberapa studi dilaporkan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan dalam status mental dan kondisi psikososialnya dan sangat mempengaruhi kelangsungan hidup lansia dalam menjalani masa tuanya. Akibat banyaknya perubahan karena penuaan akan menuntut lansia untuk dapat menyesuaikan diri. Jika penyesuaian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
diri lansia lambat, maka akan timbul kondisi yang dapat mengganggu keadaan fisik, mental dan kondisi psikososialnya seperti mengalami stress, kecemasan sampai depresi (Gallo, 2008). Seiring dengan adanya perubahan pada kehidupan masyarakat, lansia akan mengalami banyak rasa duka cita karena kehilangan seseorang yang dicintai atau dekat (misalnya kematian pasangan, kematian keluarga, kawan dekat dan lainlain). Kedudukan, pekerjaan atau pensiun dan prestise (post power syndrome) akan berdampak pada menurunnya kondisi fisik dan mental lansia, apabila kondisi ini tidak ditangani dengan baik lansia akan mengalami stress, kecemasan dan depresi (Lueckenotte, 2007). Gangguan depresi sering ditemui pada lansia, prevalensi selama kehidupan, pada wanita 10-25% dan pada laki-laki 5-12%. Sekitar 15% penderita depresi melakukan bunuh diri. Walaupun depresi lebih sering pada wanita, kejadian bunuh diri lebih sering pada laki-laki, terutama lelaki usia muda dan usia tua. Penyebab depresi secara pasti belum diketahui. Faktor-faktor yang diduga berperan yaitu peristiwa-peristiwa kehidupan yang berupa stressor (problem keuangan, perkawinan, pekerjaan, penyakit spiritualitas), faktor kepribadian, genetik
dan
biologis
lain
seperti
gangguan
hormone,
keseimbangan
neurotransmitter biogenik amin dan imunologik (Gallo, 2008). Dampak dari menurunnya kesehatan mental dan gangguan psikososial pada lansia, akan menyebabkan bergesernya peran lansia dalam interaksi sosial di masyarakat maupun dalam keluarga. Hal ini didukung oleh sikap lansia yang cenderung egois dan enggan mendengarkan pendapat orang lain, sehingga commit to user mengakibatkan lansia merasa terasing secara sosial yang pada akhirnya merasa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
terisolir dan merasa tidak berguna, karena tidak ada penyaluran emosional melalui bersosialisasi. Keadaan ini menyebabkan interaksi sosial menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, karena peran lansia digantikan oleh generasi muda, dimana keadaan ini terjadi sepanjang hidup dan tidak dapat dihindari (Kaplan, Sadock dan Grebb, 2007). Secara ideal, diharapkan lansia akan dapat hidup produktif dan tidak tergantung pada orang lain dengan tetap memelihara dan meningkatkan selama mungkin hidupnya sesuai dengan kemampuannya, supaya kelompok lansia tetap mempunyai kondisi mental dan psikososial yang prima untuk menjadi sumber daya manusia yang optimal (Depkes RI, 2010). Menurut Handayani (2008), dengan pola hidup yang baik, lansia akan tetap mempunyai kekuatan dan semangat untuk beraktifitas sehingga harga diri para lansia masih tetap terjaga. Untuk menangani masalah lansia ini, banyak alternatif dikemukakan salah satunya adalah menempatkan lansia di suatu panti wredha. Harapan dengan menempatkan lansia di panti adalah lansia akan mendapatkan banyak teman sebaya dan diduga lebih memberi arti kehidupan, sehingga akan mendapatkan ketenangan dan kepuasan hidup di hari tua yang meliputi kepuasan layanan, aktivitas dan interaksi. Namun ternyata para lansia penghuni panti wredha menyatakan kurang puas dan tidak puas dalam aspek interaksi dengan sesama penghuni panti (Afdol, 2008). Kehidupan di panti terutama status mental dan kondisi psikososial terutama depresi penghuni panti wredha menjadi perhatian, karena mempunyai konsekuensi dan mempengaruhi kegiatan lansia, yang dapat dijadikan sebagai indikator interaksi sosial. Apabila status mental dan kondisi psikososial terjadi gangguan commit to user seperti depresi, maka juga akan mengganggu kegiatan interaksi sosial sehingga
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
menimbulkan hancurnya penyesuaian diri baik secara pribadi maupun sosial selama hidupnya (Lueckenotte, 2007). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Pasuruan (PSLUP) di Lamongan, didapatkan data bahwa lansia yang tinggal di panti berjumlah 55 orang lansia, yang semuanya merupakan lansia reguler, yaitu dari masyarakat yang tidak mampu yang mendapat subsidi dari pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan 5 orang lansia didapatkan data bahwa 3 (60%) lansia mengatakan merasa terasing, kadang merasa rindu dengan keluarga, tidak puas dalam interaksi dan merasa terpaksa menjalani hidup di panti karena keadaan dan 2 (20%) lansia merasa lebih senang tinggal di panti dari pada tinggal di rumahnya sendiri karena merasa kurang diperhatikan oleh anggota keluarganya. Hasil pengamatan peneliti juga menunjukkan bahwa panti wredha ini dihuni oleh lansia dengan karakter dan tingkah laku yang berbeda-beda. Pada waktu luang ada yang sukanya duduk di taman sendirian dan sebagian lagi bergerombol membicarakan sesuatu. Berdasarkan data tersebut, pola tingkah laku lansia ini dapat dijadikan sebagai indikator yang menggambarkan keadaan mental, psikososial dan interaksi sosial. Fenomena di atas, diduga dapat dijelaskan kaitannya dengan faktor status mental dan depresi. Namun adanya dugaan bahwa status mental dan tingkat depresi berhubungan dengan interaksi sosial pada lansia di panti wredha masih perlu penjelasan. Keadaan tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diambil suatu pengalaman yang berharga dari lansia karena tentunya mereka memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
pengalaman hidup lebih banyak, sehingga memungkinkan lansia memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti menetapkan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan status mental dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan? 2. Apakah ada hubungan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan? 3. Apakah ada hubungan bersama status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk menganalisis hubungan status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan status mental dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan b. Mengetahui hubungan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP di Lamongan c. Mengetahui hubungan secara bersama antara status mental dan tingkat depresi dengan kemampuan interaksi sosial pada lansia penghuni PSLUP commit to user di Lamongan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan kajian dan memberi sumbangan pemikiran tentang asuhan keperawatan pada lansia khususnya tentang status mental, depresi dan interaksi sosial pada lansia 2. Manfaat praktik a. Bagi perawat Sebagai bahan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pelayanan kesehatan bagi lansia b. Bagi institusi pendidikan Sebagai data awal penelitian selanjutnya dan sebagai bahan tambahan referensi dalam pembelajaran tentang status mental, tingkat depresi dan interaksi sosial pada lansia c. Bagi peneliti Sebagai sarana menerapkan ilmu dan memperoleh pengalaman dalam menyusun karya tulis ilmiah, khususnya dalam hal prosedur pelaksanaan penelitian d. Bagi keluarga dan masyarakat Sebagai masukan dalam melakukan perawatan terhadap lansia yang baik dan benar serta bagaimana mereka harus bersikap terhadap lansia.
commit to user