BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan merupakan cita-cita suatu bangsa dan salah satu keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH). Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat di seluruh penjuru dunia dimana pengertian lanjut usia (lansia) menurut Undang-undang RI Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Fenomena meningkatnya jumlah penduduk lansia ini disebabkan karena menurunnya angka fertilitas penduduk, perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian kedokteran, transisi epidemiologi dari penyakit infeksi menuju penyakit degeneratif, perbaikan status gizi yang ditandai oleh peningkatan kasus obesitas lansia daripada underweight, peningkatan umur harapan hidup dari 45 tahun di awal tahun 1950 menjadi 65 tahun pada saat ini, pergeseran gaya hidup menjadi sedentary urban lifestyle dari urban rural lifestyle (Fatmah, 2010). Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk maka akan berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia. Sasaran rencana strategi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010-2014 adalah meningkatkan umur harapan hidup dari 70,7 menjadi 72 tahun. Menurut hasil Susenas tahun 2000 jumlah lansia 14,4 juta jiwa atau 7,18% dari total penduduk, sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia sudah mencapai 19 juta jiwa atau sekitar 8,5% jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah lansia dan diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga diperkirakan pada tahun 2020 akan menjadi 28,8 juta jiwa (Elvia, 2013). Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi
Universitas Sumatera Utara
peningkatan UHH. Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Depkes RI, 2013). Proporsi penduduk usia tua (diatas 60 tahun) meningkat dari total populasi penduduk di seluruh dunia. Proporsi tersebut meningkat dari 10% pada tahun 1998 menjadi 15% pada tahun 2025, dan hampir mencapai 25% pada tahun 2050 (UNFA,2007 dalam Fatmah 2010). Populasi penduduk lansia di Asia dan Pasifik meningkat tajam dari 410.000.000 pada tahun 2007 menjadi 733.000.000 pada tahun 2025, dan diprediksi mencapai 1,3 triliun pada tahun 2050 (Macao, 2007 dalam Fatmah, 2010). Jumlah absolut penduduk lanjut usia penduduk Indonesia, baik pria maupun wanita telah meningkat dari 4.900.000 jiwa pada tahun 1950 menjadi 16.300.000 jiwa pada tahun 2000, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 73.600.000 jiwa pada tahun 2050. Proyeksi penduduk oleh Badan Pusat Statistik menggambarkan bahwa antara tahun 2005-2010 jumlah lansia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. Wanita mendominasi kelompok penduduk lanjut usia tersebut dibandingkan pria. Di beberapa negara bahkan mayoritas lansia terdiri dari kaum wanita. Saat ini, hampir 60% penduduk lansia Indonesia adalah wanita, dan proporsi ini diduga meningkat menjadi 64% pada tahun 2030 (Fatmah, 2010). Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi masyarakat. Menurut WHO lansia dikelompokkan menjadi empat kelompok antara lain : lansia usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45-59 tahun, lansia (elderly) yaitu usia 60-74 tahun, lansia tua (old) usia yaitu 75-90 tahun, dan lansi usia sangat tua (very old) yaitu usia di atas 90 tahun. Dalam penelitian ini batasan lansia yang digunakan adalah menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam Fatmah (2010), memberikan batasan lansia antara
Universitas Sumatera Utara
lain : 1) virilitas (prasenium), yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan kematangan jiwa (usia 55-59 tahun), 2) usia lanjut dini (senescen), yaitu kelompok yang mulai memasuki masa usia lanjut dini (usia 60-64 tahun), 3) lansia beresiko tinggi untuk menderita berbagai penyakit degeneratif, yaitu usia di atas 65 tahun. Menurut Tamher (2009), menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses menua. Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang bersifat universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses organobiologis, psikologik serta sosiobudaya. Menjadi tua ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang. Sedangkan menurut Maryam dkk (2008) menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain: kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lamban dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Kemunduran lain yang terjadi adalah kemampuankemampuan kognitif seperti suka lupa, kemunduran orientasi terhadap waktu, ruang, tempat, serta tidak mudah menerima hal atau ide baru. Kelompok lanjut usia dipandang sebagai kelompok masyarakat yang beresiko mengalami gangguan kesehatan seperti meningkatnya disabilitas fungsional fisik serta sering punya masalah dalam hal makan. Padahal meskipun aktivitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia, ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ia masih tetap membutuhkan energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Berdasarkan hasil penelitian Riskesdas (2007) dapat disimpulkan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu dari 16 provinsi yang mempunyai prevalensi kurang aktivitas fisik pada penduduk > 10 tahun yaitu sebesar 52,1%. Kurang aktifitas fisik paling tinggi terdapat pada kelompok 75 tahun ke atas (76,0%) dan umur 10-14 tahun (66,9%), dan perempuan (54,5%) lebih tinggi dibanding laki-laki (41,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan
Universitas Sumatera Utara
semakin tinggi prevalensi kurang aktivitas fisik. Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk perkotaan (57,6%) lebih tinggi di banding perdesaan (42,4%), dan semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan semakin meningkat prevalensi kurang aktivitas fisik. Banyak penelitian yang meneliti tentang status gizi lansia salah satunya seperti hasil penelitian tentang Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia (lansia) yang dilakukan oleh Poniyah (2012) di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan memberikan gambaran tentang variabel aktivitas fisik ditemukan 74 orang pada kategori tidak cukup dengan persentase tertinggi status kesehatan buruk sebanyak 74,3%. Uji statistik menunjukkan variabel aktivitas fisik berpengaruh terhadap status kesehatan lansia. Berdasarkan hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik pada variabel aktivitas fisik, ada pengaruh antara aktivitas fisik lansia terhadap status kesehatan lansia dengan nilai β = 1.922 dan p= 0,000, bernilai positif menunjukkan bahwa variabel tersebut mempunyai pengaruh yang searah (positif) terhadap status kesehatan lansia di wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan. Penilaian status gizi lansia dilakukan dengan pendekatan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan berat badan (BB) dibagi dengan tinggi badan (TB) dikuadratkan. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau atau menilai status gizi orang dewasa. Laporan FAO/WHO/UNU tahun 1985 dan International Dietary Energy Concultancy Group (IDECG) merekomendasikan IMT sebagai alat mengukur status gizi dewasa (Supariasa dkk, 2001). Menurut Penelitian Anggraini (2008), yang dilaksanakan di Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi menunjukkan bahwa status kesehatan rendah pada lansia binaan puskesmas Pekayon Jaya sebesar 66,9%. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan bermakna antara pola makan dengan status kesehatan (nilai p=0,914) dan kebiasaan merokok dengan status kesehatan (nilai p=0,975), serta ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status kesehatan (nilai p=0,004) dan kebiasaan istirahat dengan status kesehatan (nilai p=0,000). Berdasarkan hasil penelitian di atas maka disarankan untuk meningkatkan pengetahuan lansia mengenai gaya hidup
Universitas Sumatera Utara
dan dampak terhadap status kesehatan melalui promosi kesehatan di wilayah binaan Puskesmas Pekayon Jaya Kota Bekasi. Penelitian yang dilakukan di Malang oleh Indarwati (2006) tentang Peran Perawat Dalam Upaya Membantu Mempertahankan Status Kesehatan Lansia Dinoyo Malang memberikan gambaran bahwa status kesehatan lansia didapatkan 10% status kesehatan lansia baik, 83,3% status kesehatan lansia cukup dan 6,7% status kesehatan lansia kurang. Secara keseluruhan hasil penelitian menjelaskan bahwa perlunya memberikan informasi tentang kesehatan (Bustan, 2007). Berdasarkan survei awal yang dilakukan di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga didapatkan informasi bahwa wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Aek Habil, kelurahan Aek Manis, kelurahan Aek Muara Pinang dan kelurahan Aek Parombunan. Selain itu diperoleh data jumlah lansia yang berumur 55 tahun keatas sebanyak 607 orang. Selanjutnya peneliti mendapat informasi melalui wawancara singkat dengan beberapa orang lansia yang datang berkunjung ke Puskesmas Aek Habil bahwa nafsu makan mereka sudah menurun, tidak bervariasi ditambah dengan berbagai penyakit yang mulai bermunculan seperti Rematik, Hipertensi, dan Diabetes Melitus. Gaya hidup lansia di wilayah kerja puskesmas Aek Habil ini paling banyak waktu mereka dihabiskan di rumah, baik itu berjualan atau mengurus cucu. Dari uraian dan masalah di atas maka penulis tertarik untuk meneliti hubungan karakteristik, gaya hidup, dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan karakteristik, gaya hidup dan asupan gizi dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga?”. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Universitas Sumatera Utara
Mengetahui hubungan umur, status penyakit yang diderita 3 bulan terakhir, gaya hidup, asupan energi dan asupan protein dengan status gizi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui umur dan status penyakit lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 2. Untuk mengetahui gaya hidup lansia dalam hal pola makan, aktivitas fisik, olahraga, kebiasaan istirahat, kebiasaan merokok, kebiasaan mengonsumsi obat pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 3.
Untuk mengetahui asupan energi dan protein lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga.
4. Untuk mengetahui status gizi lansia di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk perencanaan kesehatan penduduk kelompok lanjut usia bagi Dinas Kesehatan Kota Sibolga. 2. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang berada di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga agar dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kesadaran kelompok lanjut usia tentang pentingnya menjalankan gaya hidup, asupan gizi yang sehat, sehingga terwujud status gizi lansia yang baik, meningkatkan umur harapan hidup, pelayanan kesehatan dan pelaksanaan posyandu lansia mampu ditingkatkan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Universitas Sumatera Utara