BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi ikut berkontribusi secara bermakna dalam dunia kesehatan. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan hidup seseorang semakin meningkat, termasuk di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu konsekuensi logis keberhasilan pembangunan khususnya dalam bidang kesehatan, yaitu bertambahnya usia harapan hidup serta bertambahnya jumlah lansia di Indonesia (Darmojo, 2000). Peningkatan usia harapan hidup juga dikaitkan dengan peningkatan beberapa kondisi kronis pada lansia, seperti cacat fungsional dimana lansia memerlukan bantuan dalam kegiatan kehidupan seharihari. Akibat dari peningkatan ini Indonesia akan mencapai ambang batas penuaan pada tahun 2018 ketika proporsi penduduk yang berusia 60 tahun ke atas mencakup 10 persen dari total populasi. Dalam kurun waktu 20 tahun negara akan bergeser dari fase menua menjadi fase tua ketika penduduk berusia 65 tahun atau lebih, mencangkup 14% dari total populasi (Ananta, 2009). Pada tahun 2010, jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 20.547.541 jiwa dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah hingga mencapai 28 juta jiwa lebih. Menurut Komisi Nasional Lanjut Usia tahun 2009 penduduk Indonesia tergolong berstruktur tua. Propinsi di Indonesia yang penduduknya telah
1
2
memasuki struktur tua yaitu DIY sebesar 14,04%, Jawa Tengah sebesar 11,16%, Jawa Timur sebesar 11,14%, Bali sebesar 11,02%, Sulawesi Selatan sebesar 9,05%, Sumatera Barat sebesar 8,74%, Sulawesi Utara sebesar 8,62%, Nusa Tenggara Barat sebesar 8,21%, Jawa Barat sebesar 8,08%, Lampung sebesar 7,78% dan terakhir yaitu Nusa Tenggara Timur sebesar 7,68%. Perkembangan struktur penduduk yang demikian ini khususnya di DIY perlu diantisipasi secara dini, karena perubahan struktur penduduk seperti itu akan membawa implikasi pada berbagai aspek kehidupan. Hasil Sensus Penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk DIY mencapai 3.457.497 jiwa. Jumlah penduduk DIY tahun 2012 berdasarkan estimasi dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 sesuai dengan Badan Pusat Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebanyak 3.514.762 jiwa. Usia harapan hidup penduduk DIY pada tahun 2000 yaitu mencapai 64,5 tahun. Namun pada tahun 2008, usia harapan hidup penduduk DIY meningkat lebih cepat, yaitu mencapai 74,2 tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Berdasarkan data di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah lansia akan terus meningkat setiap tahunnya, antara lain disebabkan karena tingkat sosial ekonomi masyarakat yang mulai meningkat, kemajuan di bidang kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang semakin meningkat. Peningkatan populasi lansia sering tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang bermakna sebagai persepsi subyektif individu (lansia) terhadap kesehatan fisik dan psikologis serta fungsi sosial dan lingkungan sebagai tolok ukur kesehatan dan kualitas hidup di masa tua (Carlos, 2012). Akibat dari usia harapan hidup yang
3
semakin meningkat maka harus disikapi dengan bijak, karena dapat berdampak pada kualitas hidup lansia. Lansia mengalami banyak perubahan baik dari segi fungsi fisiologis maupun psikologis. Perubahan fungsi fisiologis pada lansia berupa perubahan pada sistem pernafasan, kardiovaskuler, persarafan, muskuloskeletal, pencernaan, penglihatan, pendengaran, dan sistem endokrin. Perubahan psikologis berupa kecemasan, kesepian, depresi, takut kehilangan dan gangguan memori jangka pendek
(Maryam, 2008). Masalah kesehatan pada lansia baik itu fisik dan
psikologis menjadi tantangan tersendiri dalam upaya peningkatan kualitas hidup, yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan usia lanjut agar tetap sehat, mandiri, dan berdaya guna sehingga tidak menjadi beban bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Menurut hasil studi pendahuluan oleh peneliti didapatkan data bahwa Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi DIY yang terdiri atas 17 kecamatan, 84 desa dan 84 kelurahan, serta memiliki 25 puskesmas dan 578 posyandu lansia. Salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman yaitu Kecamatan Seyegan dimana terdiri atas empat desa yaitu Desa Margoagung, Margokaton, Margodadi, dan Margomulyo. Berdasarkan rekapitulasi hasil pendataan keluarga di Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman tahun 2013 jumlah lansia di Kecamatan Seyegan kurang lebih sebanyak 4500 lansia. Menurut data Dinas Kesehatan Sleman tahun 2013, tercatat bahwa di wilayah kerja Puskesmas Seyegan, Desa Margoagung sendiri terdapat 1219 lansia; Desa Margomulyo terdapat 1061 lansia; Desa Margokaton terdapat 1000 lansia; dan Desa Margodadi
4
terdapat 577 lansia, yang tersebar dalam beberapa padukuhan, mulai dari lansia yang berusia 60 tahun sampai dengan lebih dari 70 tahun. Desa Margoagung merupakan desa yang memiliki jumlah lansia terbanyak dari pada tiga desa lainnya di Kecamatan Seyegan serta memiliki keberagaman kegiatan dan aktivitas fisik yang masih rutin dilakukan oleh lansia baik di dalam rumah ataupun di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian di Desa Margoagung. Kemampuan aktivitas fisik pada lansia dipengaruhi oleh usia lansia itu sendiri. Usia lansia menurut WHO (1980) dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: 1) Usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun; 2) Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun; 3) Lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun; 4) Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun. Sehingga dengan pengelompokan umur tersebut, maka kemampuan lansia dalam beraktivitas akan bervariasi sesuai dengan kelompok usia masing-masing. Proses penuaan mempunyai dampak terhadap fungsi fisiologis dan proses patofisiologi. Semakin lama perjalanan hidup seseorang dapat menyebabkan kondisi kesehatan menurun, mengurangi mobilitas dan kemandirian dalam beraktivitas. Salah satu faktor yang penting dalam proses penuaan sukses adalah mempertahankan fungsi fisik yang baik. Penurunan fungsi fisik dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya adalah aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang penting untuk memelihara kesehatan fisik, kesehatan mental, serta mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat (Depkes RI, 2000). Kualitas hidup sebagai
5
tingkatan tertinggi yang dicapai seseorang dalam hidupnya secara menyeluruh yang sering dihubungkan dengan kepuasan hidup, kebahagiaan, kesehatan dan kesejahteraan (Renwick et al., 1996). Sehubungan dengan meningkatnya populasi lansia dengan usia harapan hidup yang semakin tinggi, tentunya kesehatan yang optimal merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Orem (2001) menggambarkan lansia sebagai suatu unit yang juga menghendaki kemandirian dalam mempertahankan hidup, kesehatan dan kesejahteraan. Diharapkan lansia dapat terus beraktivitas dengan mandiri, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup terutama optimalisasi status fungsional, keadaan umum, memulihkan produktifitas hidup, kreativitas dan perasaan yang bahagia. Kualitas hidup merupakan indikator penting untuk menilai keberhasilan intervensi pelayanan kesehatan, baik dari segi pencegahan maupun pengobatan (Suharmiati, 2003). Dimensi kualitas hidup tidak hanya mencangkup dimensi fisik saja, namun juga mencangkup kinerja dalam memainkan peran sosial, keadaan emosional, fungsi-fungsi intelektual dan kognitif serta perasaan sehat dan kepuasan hidup (Croog and Levine, 1998). Beberapa penelitian telah dikembangkan untuk melihat pentingnya mempertahankan kualitas hidup lansia, disebutkan bahwa aktivitas fisik dan mobilitas fisik merupakan suatu cara penting untuk memperbaiki serta memperlambat kondisi penuaan. Akibat kondisi penuaan menyebabkan gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Hal ini sebaiknya dapat dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup sehingga lansia akan lebih merasa berguna di masa tuanya (Kuntjoro, 2002).
6
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup lansia di Desa Margoagung Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia di Desa Margoagung Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada komunitas lansia di Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Sleman Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui adanya hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan peran karena masalah fisik, nyeri tubuh, kesehatan umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan peran karena masalah emosi, dan kesehatan mental secara umum pada lansia di Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta. b. Mengetahui aktivitas fisik pada lansia di Desa Margoagung Kecamatan Seyegan, Sleman Yogyakarta. c. Mengetahui kualitas hidup pada lansia di Desa Margoagung, Kecamatan Seyegan, Sleman Yogyakarta.
7
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah khasanah ilmu pengetahuan serta memberikan gambaran tentang aktivitas fisik dan kualitas hidup pada lansia. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Perawat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam upaya meningkatkan program pelayanan kesehatan lansia untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. b. Bagi Masyarakat Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat khususnya lansia dalam melakukan aktivitas fisik sehari-hari untuk mempersiapkan diri sebelum atau selama masa tua. c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan mampu memberikan gambaran mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup pada lansia di komunitas.
E. Keaslian Penelitian Penelitian-penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan berhubungan dengan penelitian ini adalah : No 1.
2.
Judul & Penulis
Populasi & Sampel
Metode & Instrumen
Hasil
Perbedaan & kesamaan dengan penelitian
Impact of physical
101 lansia di dua
1. Kuesioner untuk
Aktivitas fisik yang lebih
1.Lokasi penelitian
activity on quality of life
Kecamatan di
menilai kualitas hidup
tinggi memiliki skor kualitas
2. Populasi dan sampel
in the elderly.
Jakarta Selatan.
dengan WHOQOL-
hidup yang signifikan lebih
3. Instrumen yang
(21 lansia laki-
BREF.
tinggi dibandingkan aktivitas
digunakan.
Rina Kusumaratna
laki, dan 80 lansia
2. Kuesioner untuk
fisik yang kurang aktif.
4. Dua variabel yang diteliti.
(2008).
perempuan)
menilai aktivitas fisik
Kesehatan fisik (p=0,027);
(66,4 ± 6,3 tahun,
dengan The Short Form-
kesehatan psikologis
rata-rata ± SD)
International Physical
(p=0,000); hubungan sosial
Activity Questionare (SF-
(p=0,005); lingkungan
IPAQ).
(p=0,000)
1.Kuesioner MMSE (Mini
Terdapat hubungan antara
Perbedaan:
Hubungan antara
61 lansia yang
aktivitas fisik dengan
berusia lebih dari
Mental Status
aktivitas fisik dengan fungsi
1.Lokasi penelitian
fungsi kognitif pada
60 tahun.
Examination) untuk
kognitif dengan tingkat
2. Populasi dan sampel
menilai fungsi kognitif.
signifikasi 0,000 (P<0,05)
Persamaan:
dengan kekuatan korelasi
1.Kuesioner yang digunakan
sedang (r=0,487).
yaitu PASE, dan MMSE.
lansia di dusun wedhi wuntah desa ngeposari kabupaten gunung kidul.
2.Kuesioner PASE (Physical Activity Scale
8
1
9
Fredi Erwanto (2010).
3.
for Elderly) untuk
2.Variabel yang diteliti yaitu
menilai aktivitas fisik
aktivitas fisik sebagai
lansia.
variabel bebas.
Hubungan antara
1. Populasi
kesepian dengan
seluruh lansia
kualitas hidup dan
berusia 60 tahun
fungsi kognitif lansia di
atau lebih di
fungsi kognitif dengan
PSTW Unit Abiyoso
PSTW Abiyoso
Mini Mental Status
Yasinta Ratna Safitri
2. Jumlah sampel
Examination (MMSE).
(2011)
adalah 42 orang lansia.
1. Kuesioner Skala
1.Tidak terdapat hubungan
kesepian UCLA
bermakna antara kesepian
1.Lokasi penelitian
2. Kuesioner menilai
dengan fungsi fisik (nilai
2.Populasi dan sampel
korelasi -0,081).
Persamaan:
3. Kuesioner SF-36 Healh survey
2. Terdapat hubungan yang
Perbedaan:
1. Salah satu variabel
bermakna antara kesepian
penelitian yaitu kualitas
dengan kesehatan fisik
hidup.
(p<0,05).
2. Kuesioner untuk menilai
3. Tidak terdapat hubungan
kualitas hidup (SF-36).
bermakna antara kesepian dengan fungsi kognitif dengan nilai significancy 0,706 4.
Hubungan antara bentuk
53 lansia yang
interaksi sosial dengan
tinggal di PSTW
kualitas hidup lansia di PSTW Unit Abiyoso Yogyakarta.
1. Kuesioner untuk
Tidak terdapat hubungan
Perbedaan:
menilai interaksi sosial,
antara bentuk interaksi sosial
1.Lokasi penelitian
Abiyoso Pakem
dibuat mandiri oleh
dengan kualitas hidup lansia
2.Sampel
Yogyakarta
peneliti.
di PSTW Abiyoso Pakem
3.Variabel penelitian
Yogyakarta (p>0,05)
Persamaan:
2. Kuesioner untuk
9
10
menilai kualitas hidup
1. Salah satu variabel
Alfonsa Reni Oktavia
yaitu SF-36 The
penelitian yaitu kualitas
(2009)
Medical Outcome
hidup.
Study.
2. Kuesioner menilai kualitas hidup (SF-36).
Tabel 1. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian
10