BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Usia harapan hidup orang Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kendali tersebut membawa dampak terhadap peningkatan jumlah populasi lanjut usia (Lansia) di Indonesia menurut World Health Organization (WHO) tahun 1998, angka harapan hidup orang Indonesia mengalami peningkatan dari 65 tahun pada tahun 1997 menjadi 73 tahun pada tahun 2005 (Wirakusumah, 2000). Lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Kelompok ini memerlukan perhatian khusus, mengingat bahwa jumlahnya yang semakin meningkat (Hardywinoto, 2005). Manusia dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya berlangsung sepanjang masa hidup sejak bayi hingga dewasa sampai masa tua. Dalam struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran dalam sel. Proses ini berlangsung secara alami, terus menerus dan berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomi, fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh secara keseluruhan. Umur manusia sebagai makhluk hidup terbatas maksimal 120 tahun,
namun pada kenyataannya banyak faktor yang menyebabkan manusia tidak dapat mencapai usia tersebut (Depkes. RI, 2003). Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan perubahan secara progresif dalam proses biokimia, sehingga terjadi kelainan atau perubahan struktur dan fungsi jaringan sel dan non sel. Berbagai perubahan fisik dan psikologi akan terjadi sebagai akibat proses menua. Dibawah ini adalah batas-batasan usia lanjut yang terbagi dalam 3 kelompok : 1. Kelompok Pra Usia Lanjut 45-59 tahun 2. Kelompok Usia Lanjut 60-69 tahun 3. Kelompok Usia Lanjut dengan risiko tinggi yaitu lebih dari 70 tahun atau usia lanjut yang berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes. RI, 2003) Seperti tahapan-tahapan usia lainnya, dalam fase ini sesorang dapat mengalami masalah gizi, baik gizi lebih maupun gizi kurang. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sumber daya manusia yang tentunya banyak faktor. Faktor langsung yang berhubungan dengan status gizi meliputi konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Faktor tidak langsung meliputi pengetahuan, pendidikan, status ekonomi, pendidikan orang tua, dan besar keluarga. Diperkirakan jumlah penduduk Lansia di dunia akan mencapai puncaknya di tahun 2040 dengan angka 1,3 miliar. Jumlah ini melejit 233%
dibanding pertengahan 2008 yang menapai 506 juta jiwa. Pada tahun 2000 jumlah penduduk Lansia sebanyak 14,4 juta (7,18%), pada tahun 2020 di perkirakan menjadi dua kali lipat berjumlah 28,8 juta (11,34). Sesuai data BPS 2007 penduduk Lansia Indonesia berjumlah 18,96 juta (8,42%). Badan pusat statistik mencatat tahun 2008 data usia lanjut di Kalimantan Timur sebanyak 335.418 orang, dengan jumlah pra usila (4959 tahun) sebanyak 157,367 orang, jumlah Lansia (60 tahun >) sebanyak 178,051. Data Dinas Kesehatan Samarinda tahun 2010 menyebutkan bahwa jumlah Lansia sebanyak 107,211 orang. Dengan jumlah (45-59 tahun) sebanyak 65,313 orang, jumlah Lansia (60-69 tahun) sebanyak 29,804 orang dan jumlah (>70 tahun) sebanyak 13,387 orang (Dinkes. Samarinda, 2010). Bersumber dari data morbiditas SKRT (2001) dan data Kor-Susenas (2001) menyatakan bahwa status gizi lansia terdapat 31,0% yang berstatus gizi kurang, terdapat status gizi normal 67,1%, sedangkan yang memiliki status gizi lebih terdapat 1,8%. Keberhasilan pembangunan antara lain ditandai dengan terjadinya peningkatan usia harapan hidup yang pada akhirnya mengakibatkan peningkatan jumlah usia lanjut (Depkes RI, 2003). Usia lanjut merupakan salah satu fase kehidupan yang akan dilalui oleh setiap individu. Fase ini dapat dilalui dengan baik bila usia lanjut selalu berada dalam kondisi yang sehat. Salah satu upayanya adalah dengan asupan gizi yang adekuat. Selain itu gizi yang baik juga berperan dalam
upaya menurunkan presentase timbulnya penyakit karena usia lanjut merupakan populasi yang rentan terhadap serangan penyakit yang merupakan konsekuensi adanya penurunan fungsi tubuh (Wirakusumah, 2001). Namun pada kenyataanya masih banyak ditemui usia lanjut yang tidak sehat. Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 memperlihatkan angka kesakitan pada usia lanjut diatas 45-59 tahun adalah sebesar 11,6% dan angka kesakitan pada usia >60 tahun sebesar 9,2% dimana mayoritas penyakit yang diderita adalah animea (Depkes RI,2003). Hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesmas) tahun 2001 menemukan prevalensi penyakit yang diderita adalah animea (Depkes RI,2003). Hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001 menemukan prevalensi penyakit tidak menular pada usia lanjut di Indonesia antara lain Anemia (46,3%), penyakit hipertensi (42,9%), penyakit sendi (39,6%), penyakit jantung dan pembuluh darah (10,7%) (Jurnal Kesmasnas, 2007). Berdasarkan catatan yang ada di Puskesmas Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan, dari 108 orang jumlah usia lanjut yang ada di posyandu lansia Balai Desa, mayoritas mengalami gangguan kesehatan seperti, Gout/rematik (31,50%), anemia klinis (29,62%), ISPA (12,04), hipertensi (12,90%), Diabetes Melitus (2,78%), lain-lain(11,10%). Dari 108 peserta posyandu yang ada di posyandu lansia Balai Desa terdapat 65 orang yang berusia diatas 60 tahun dan mayoritas mengalami gangguan kesehatan seperti
Gout/rematik (30,77%), anemia (27,69%), ISPA
(13,85%), hipertensi (16,92%), Diabetes Melitus (2,78%), lain-lain
(11,10%). Kemunduran biologis dan depresi mental yang menyertai proses penuaan, seringkali menjadi hambatan bagi para usia lanjut untuk memperoleh asupan gizi yang berkualitas. Bahkan masalah-masalah fisiologis seperti terjadinya gangguan pencernaan, penurunan sensivitas indera perasa dan penciuman, malabsorpsi nutrisi, serta beberapa kemunduran fisik lainnya dan dapat menyebabkan rendahnya asupan gizi (Puspaswara, 2001). Kecuali itu penyakit yang diderita usia lanjut pada umumnya adalah penyakit degeneratif, penyakit yang bersifat kronis, sering kambuh, multipatologis, proses penyembuhannya lama serta memerlukan biaya perawatan dan pengobatan yang relatif tinggi (Depkes RI, 2003). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di Posyandu Lansia Desa Waymuli terdapat 108 peserta posyandu dan 65 diantaranya berumur 60 tahun ke atas. Saat diberikan kuesioner pra survey kepada 10 orang usia lanjut usia 5 (50%) pengetahuan tentang kebutuhan gizi tidak baik, 4 orang (40%) kurang, 1 orang (10%) pengetahuan cukup dan saat dilakukan wawancara terhadap 10 orang tersebut didapatkan 8 dari 10 orang hanya mengkonsumsi sedikit lauk sayur dalam seharinya. Sedangkan bila dilihat dari berat badan terdapat 4 orang yang IMT <18,5 dan 2 orang yang IMT >25. Dari data Biro Pusat Statistik tahun 2001 mengindikasikan bahwa usia lanjut yang masih berperan sebagai kepala keluarga (55,7%). Umumnya mereka berpendidikan rendah, tidak tamat SD dan bahkan lebih dari 60% tidak mengenyam pendidikan formal di sekolah (Jurnal Kesmasnas, 2007. Berdasarkan data yang ada di posyandu Lansia
Desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008, dari 108 peseta posyandu, 85,19% berpendidikan rendah terdiri tidak sekolah 15,74% dan Sekolah Dasar 69,45%. Sedangkan bila dilihat berdasarkan usia diatas 60 tahun, 100% berpendidikan rendah yaitu 86,15% tidak sekolah dan 13,85% Sekolah Dasar. Di desa Waymuli Kecamatan Rajabasa Kabupaten Lampung Selatan terdapat satu Posyandu Lansia dimana salah satu aktivitasnya adalah pengobatan, namun belum ada kegiatan pendidikan kesehatan bagi pesertanya.
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dapat dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almaster, 2002). Keadaan gizi adalah keadaan tubuh seseorang atau kelompok yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan, sedangkan status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari keadaan gizi dalam bentuk variable tertentu (Suparisa, 2002).
Faktor-faktor •
Faktor status ekonomi sangat berperan dimana status ekonomi yang
cukup atau baik akan memudahkan mencari pelayanan kesehatan yang
lebih baik. Faktor ekonomi berkaitan erat dengan konsumsi makanan atau dalam penyajian makanan keluarga. Kebanyakan penduduk dapat dikatakan masih kurang mencukupi kebutuhan dirinya masing-masing. Keadaan umum ini dikarenakan rendahnya pendapatan yang mereka peroleh dan banyaknya anggota keluarga yang harus diberi makan dengan jumlah pendapatan rendah (SKRT, 2004:2). •
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang
dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai akan menunjang tumbuh kembang anak. Karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder (Soetjiningsih, 2004:36). •
Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu bagi
ibu-ibu yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 2003:2). Seorang yang memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk menyeleseikan pekerjaan yang dianggap penting dan memerlukan perhatian dengan adanya pekerjaan. Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu yang sedikit untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat pendidikan yang mereka peroleh juga berkurang, sehingga tidak ada waktu. Tingginya pengetahuan seseorang akan mempengaruhi seseorang untuk
berperilaku dengan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat (Notoatmodjo 2007) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng (long lasting). Maka dari data tersebut untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama pada masyarakat yang memasuki usia Lansia sangat diperlukan. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, pada seseorang yang memasuki usia Lansia. Konsep gizi seimbang adalah suatu usaha untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan tubuh (dinamis) akan zat gizi dengan asupan yang didapat melalui makanan dan keseimbangan antara berbagai macam zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Seluruh upaya di atas memiliki kaitan erat dengan usaha program peningkatan gizi masyarakat. Dalam hal ini Lansia merupakan sasaran strategis perlunya diberi pengetahuan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi status gizi pada Lansia.
B. Identifikasi Masalah Seseorang khususnya para Lansia sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi mereka pada saat memasuki usia Lansia. Masyarakat biasanya menganggap masalah ini masalah sepele untuk dirinya, karena mereka berfikir ia sudah mulai tua hal
itu memang hal yang lumrah pada manusia. Tetapi dilain pihak pengetahuan kesehatan mereka belum tentu terjamin. Maka banyak faktor yang mempengaruhi status gizi mereka, seperti kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikannya kurang, asupan protein yang kurang serta masalah ekonomi pun menjadi salah faktornya.
C. Pembatasan Masalah Status gizi pada Lansia dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab yang tidak bisa diteliti secara keseluruhan karena keterbatasan waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti akan membatasi pada masalah yang ada terbatas pada hubungan, tingkat pendidikan, status ekonomi dan asupan protein dengan status gizi Lansia di Pulau Kalimantan menggunakan Analisis Data Sekunder (Riskesdas 2010).
D. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas peneliti akan mengambil sebuah perumusan masalah dengan judul “Hubungan Tingkat Pendidikan, Status Ekonomi dan Asupan protein dengan satus gizi Lansia (60-74 thn) di Pulau Kalimantan “
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan, status ekonomi dan asupan protein dengan status gizi Lansia di Pulau Kalimantan.
2. Tujuan Khusus a) Mengidentifikasi karakteristik lansia. b) Menganalisa tingkat pendidikan yang berhubungan dengan status gizi Lansia di Pulau Kalimantan c) Menganalisa status ekonomi yang berhubungan dengan status gizi Lansia di Pulau Kalimantan d) Menganalisa asupan protein yang berhubungan dengan status gizinya Lansia
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Dinas Kesehatan Pulau Kalimantan Memberikan informasi tentang tingkat pendidikan, asupan protein, dan status ekonomi yang berhubungan dengan status gizi Lansia di Pulau Kalimantan yang menyebabkan status gizi kurang maupun lebih.
2. Bagi FIKES UEU Dapat memperluas penelitian yang telah dilakukan dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya serta dapat memberikan informasi serta wawasan mengenai asupan protein, status ekonomi serta tingkat pendidikan terhadap masalah tersebut di Pulau Kalimantan.
3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengalaman serta memberikan informasi kepada masyarakat khususnya terkait hubungan asupan protein, Lansia.
status ekonomi dan tingkat pendidikan dengan status gizi