BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.Menurut laporan The World Energy Council tahun 1993, yang memuat perkiraan dari ratusan pakar energi dari seluruh dunia, menjelang tahun 2020 kebutuhan energi dunia akan mengalami peningkatan jumlah konsumsi dari 8,8 Gtoe (gigatons of oil equivalent) pada 1990 menjadi 11,3 sampai 17,2 Gtoe (IEA, 2006). Kondisi tersebut akan menguras banyak cadangan minyak bumi. Sebagai contoh, cadangan minyak Indonesia terbukti telah berkurang, rata-rata produksi bahan bakar minyak (BBM) hanya sekitar satu juta barrel per hari pada tahun 2006 lalu (ESDM, 2006). Berdasarkan perkiraan, minyak bumi Indonesia hanya bertahan dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun lagi (Dasuki, 2000). Situasi politik internasional khususnya di Timur Tengah turut menyebabkan pasokan sumber energi fosil ini menjadi tidak menentu. Dampak langsung yang ditimbulkan dari krisis energi akibat penggunaan sumber energi fosil secara luas dan tidak arif yaitu meningkatnya harga minyak dunia. Pada pertengahan tahun 2008 harga minyak bumi di pasar internasional sempat menyentuh level US$ 135 per barrel (ESDM, 2008). Tentu saja kondisi tersebut memicu goncangan stabilitas perekonomian
1
negara-negara pengimpor minyak, termasuk Indonesia yang kini telah menjadi net-importer BBM sejak tahun 2000. Dampak negatif lain yang akan timbul dari pemakaian BBM yaitu kerusakan lingkungan serta gangguan kesehatan. Kondisi lingkungan global saat ini semakin buruk seiring laju industrialisasi di berbagai kota besar di seluruh dunia hingga muncul istilah global warming dan climate change. Keduanya merupakan topik yang hangat dibicarakan dalam diskusi para environmentalist beberapa tahun terakhir. Selain itu, kesehatan manusia juga tidak kalah penting untuk diperhatikan, mengingat efek yang ditimbulkan oleh gas serta partikel beracun yang dihasilkan sebagai sisa proses pembakaran bahan bakar fosil. Dari beberapa penelitian ada yang memperkirakan bahwa cadangan minyak bumi hanya akan bertahan hingga tahun 2100. Sehingga dalam kurun waktu sekitar 90 tahun lagi, bumi ini akan benar-benar kehabisan minyak bumi, dan pastinya pada waktu tersebut bumi ini sudah harus menemukan alternatif bahan bakar lain selain minyak bumi. Indonesia dikabarkan hanya memiliki cadangan minyak bumi hingga 50 tahun kedepan, dengan harga BBM yang melambung tahun ini dapat dibayangkan harga BBM 50 tahun yang akan datang. Jika pemerintah tidak sesegera mungkin membuat kebijakan baru tentang penggunaan bahan bakar dengan energi alternatif, maka dikhawatirkan Indonesia akan mengalami krisis energi yang cukup parah. Tingkat Produksi dan konsumsi BBM di Indonesia juga semakin meningkat tiap tahunnya, sedangkan konsumsi bahan bakar non BBM
2
semakin menurun. Data jumlah konsumsi energi bahan bakar Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Jumlah Konsumsi Energi Bahan Bakar Indonesia 2005-2010 No. Tahun
Jumlah Jumlah Konsumsi BBM Konsumsi LPG (Barel) (Barel) 1 2005 397.802 8.453 2 2006 374.691 9.414 3 2007 383.453 10.925 4 2008 388.107 15.718 5 2009 379.142 25.259 6 2010 388.241 31.966 Sumber : Ditjen Migas Indonesia (2011)
Jumlah Konsumsi Non BBM 10.334 11.457 39.873 127.044 18.224 9.077
Dari Tabel 1.1 tersebut dapat dilihat kebutuhan dan konsumsi BBM di Indonesia semakin meningkat, sedangkan produksi BBM dalam negeri semakin menurun dan menyebabkan pemerintah memerlukan pasokan BBM dari luar negeri yang menyebabkan harga BBM semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan sebuah alternatif energi terbarukan yang dapat mengimbangi penggunaan energi takterbarukan. Salah satu bioenergi yang mampu mengatasi ketergantungan manusia terhadap bahan bakar fosil tersebut adalah bioetanol. Bioetanol adalah alkohol yang dibuat dari fermentasi suatu biomassa yang mengandung glukosa ataupun pati. Bioetanol paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi karbon monoksida (CO) dan asap lainnya dari kendaraan. Selain itu, bioetanol dapat digunakan menjadi bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan (jika memiliki kadar kemurnian yang tinggi), untuk alat-alat rumah sakit, bahan pembuat obat, pangan (saus rokok, minuman dll), dan kosmetik (parfum). Penggunaan bioetanol ini aman untuk
3
lingkungan karena hasil pembakarannya tidak menimbulkan efek rumah kaca, dan lebih jauh lagi bioetanol dapat diperbaharui dengan mudah sehingga ketersediaannya lebih terjaga dibanding dengan BBM. Indonesia belum gencar untuk melakukan penelitian bioetanol, namun beberapa orang berhasil membuat bioetanol berbahan dasar limbah hasil pertanian, diantaranya jagung, singkong (ubi kayu), tebu dan lain-lain. Untuk menghindari persaingan bahan baku nabati untuk pangan, pakan dan energi, maka penelitian bioetanol berbahan baku limbah industri dipandang lebih menguntungkan dan bermanfaat. hal ini dikarenakan hasil penelitian yang bernilai positif (sebagai bahan baku alternatif bioetanol) dapat mengatasi 2 permasalahan sekaligus seperti pengelolaan limbah dan ketersediaan energi alternatif. Beberapa penelitian bioetanol berbahan baku limbah diantaranya adalah limbah pembuatan gula (molases), limbah kulit singkong, limbah ampas basah tepung tapioka, limbah biji nangka, limbah kulit nanas, limbah pati aren, limbah pulp biji kakao dan lain sebagainya. Diantara penelitian bioetanol tersebut belum ada yang meneliti limbah dari salah satu produk pangan yang cukup banyak digemari di Indonesia, yaitu nata de coco. Padahal produk pangan tersebut banyak diproduksi dan juga banyak menghasilkan limbah semi padat yang mengandung selulosa. Produk nata de coco merupakan produk pangan yang cukup digemari oleh banyak kalangan masyarakat. Dari segi kandungan, manfaat dan rasa, produk ini memiliki keunggulan tersendiri. Proses pembuatan nata de coco
4
menghasilkan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena limbah padat dari nata de coco mengandung selulosa.Limbah nata de coco terdiri dari bermacam jenis, yaitu padat (semi padat), cair dan gas yang berpotensi mencemari lingkungan. Selama ini limbah nata de coco belum diberikan perlakuan apapun untuk menjaga kelestarian lingkungan sekitar, limbah tersebut hanya dibuang langsung ke lingkungan sekitar pabrik ataupun
ketempat
pembuangan
akhir
sehingga
berdampak
merusak
lingkungan. Pada penelitian ini, limbah nata de coco diproses lebih lanjut untuk memecah rantai selulosa yang terkandung pada bahan secara enzimatis. Perlakuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kadar gula tereduksi dalam limbah nata de coco tersebut sehingga dapat difermentasi menjadi bioetanol. Penelitian ini dilanjutkan dengan pengkajian kelayakan finansial produk bioetanol jika secara hasil teknis layak sebagai bahan baku pembuat bioetanol. 1. 2 Perumusan Masalah 1. Diperlukan penelitian bioenergi dari bahan yang dapat diperbaharui untuk mengatasi krisis energi dimasa yang akan datang. 2. Diperlukan penelitian bioetanol berbahan dasar dari limbah untuk menghindari kompetisi ketersediaan bahan pangan, pakan dan energi. 3. Diperlukan analisis potensi limbah nata de coco sebagai bahan baku pembuatan bioetanol untuk substitusi BBM.
5
1. 3 Batasan Masalah 1. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan bahan baku energi alternatif penghasil bioetanol. 2. Penelitian dikhususkan untuk mengetahui potensi dan proses pengolahan limbah nata de coco menjadi media fermentasi bioetanol. 3. Analisis potensi limbah nata de coco sebagai bahan baku bioetanol ditinjau dari segi teknis dan finansial. 1. 4 Tujuan Penelitian 1. Melakukan karakterisasi limbah yang dihasilkan pada proses produksi nata de coco di CV Agrindo Suprafood. 2. Mengkaji proses pengolahan limbah nata de coco untuk menjadi bioetanol. 3. Melakukan analisis kelayakan teknis dan finansial produksi bioetanol dari limbah nata de coco. 1. 5 Manfaat Penelitian 1. Mengetahui karakteristik limbah yang dihasilkan untuk lebih mengenal jenis dan potensi limbah yang digunakan menjadi bioetanol. 2. Mengetahui proses pembuatan bioetanol dari limbah nata de coco. 3. Mengetahui potensi yang dihasilkan dari limbah nata de coco dari segi teknis dan finansial.
6