BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya
berbagai
fasilitas
dan
pelayanan
kesehatan
serta
kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang berdampak pada semakin meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia. Jumlah penduduk lansia di Indonesia mencapai 24 juta jiwa yang merupakan jumlah terbesar ke-4 di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Jumlah tersebut
terus meningkat setiap tahunnya dan menjadikan
populasi lansia sebagai salah satu dari triple burdens yang dihadapi Indonesia, yaitu jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat, keadaan ini membutuhkan upaya kesehatan lansia yang komprehensif (Kementrian Kesehatan, 2013). Berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 penduduk lansia yang berumur 60 tahun keatas mencapai peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat dari data pada tahun 1960-an penduduk lansia hanya 2%, saat ini sudah mencapai 10% dari total jumlah penduduk di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2010). Persatuan Gerontologi Medik (2013) juga menyebutkan bahwa pada tahun 2015 jumlah lansia diperkirakan mencapai 36 juta orang atau 11,34% dari total penduduk Indonesia.
1
2
Meningkatnya populasi lansia ini tidak dapat dipisahkan dari masalah kesehatan yang terjadi pada lansia, menurunnya fungsi organ memicu terjadinya berbagai penyakit degeneratif (Azizah, 2010). Penyakit degeneratif pada lansia ini jika tidak ditangani dengan baik maka akan menambah beban finansial negara yang tidak sedikit dan akan menurunkan kualitas hidup lansia karena meningkatkan angka morbiditas bahkan dapat menyebabkan kematian (Depkes, 2010). Beberapa penyakit degeneratif yang paling banyak diderita oleh lansia antara lain, gangguan sendi, hipertensi, katarak, stroke, gangguan mental emosional, penyakit jantung dan diabetes melitus (Riskesdas, 2007). Diantara berbagai jenis penyakit degeneratif tersebut penyakit kardiovaskular terutama hipertensi adalah yang paling sering ditemukan pada lansia (Fu, 2011). Prevalensi hipertensi pada kelompok umur lansia sendiri mencapai 6075% dari total populasi lansia (Fu, 2011). Survei yang dilakukan The National Health and Nutrition Examination (NHANES) menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada usia diatas 65 tahun sebesar 50 hingga 75 % (Nwankwo, 2013). Umumnya hipertensi pada usia lanjut ditemukan paling banyak pada kelompok wanita. Pada wanita lansia adanya penurunan fungsi organ reproduksi berupa menopause diyakini berperan dalam meningkatkan risiko wanita lansia terkena penyakit kardiovaskuler.
Di Amerika sekitar 75% wanita pasca menopause
menderita hipertensi (Barton et al., 2009). Meskipun angka kejadian hipertensi pada lansia cukup tinggi namun masalah tersebut tidak dapat dipertimbangkan kedalam dampak menua yang normal, karena menurut data dari World Health Organization (WHO, 2013)
3
hipertensi menjadi penyebab 45% kematian akibat serangan jantung dan 51% akibat stroke diseluruh dunia. Oleh sebab itu setiap kejadian hipertensi wajib diwaspadai. Sebagian besar dari kasus hipertensi yang terjadi pada lansia adalah jenis hipertensi esensial dimana penyebab dari hipertensi tersebut belum diketahui secara pasti. Meskipun begitu insidensi hipertensi esensial dikaitkan dengan faktor gaya hidup atau lifestyle (Fu, 2011). Pada pria dalam usia yang lebih muda dibanding wanita pada usia yang sama lebih banyak mengalami hipertensi. Hal tersebut diduga disebabkan karena perilaku yang tidak sehat (merokok dan konsumsi alkohol), depresi atau stres rendahnya status pekerjaan, perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan, dan pengangguran (Setiawan, 2006). Insidensi hipertensi juga sering dikaitkan dengan berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, kebiasaan merokok, konsumsi minuman berkafein, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, dan obesitas (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Berdasarkan data Riskesdas (2007) prevalensi hipertensi nasional yang terdiagnosis atau mendapat pengobatan di berbagai layanan kesehatan adalah 24,2%, angka tersebut jauh lebih sedikit dibanding prevalensi nasional yang mencapai 32,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk mengontrol tekanan darah mereka masih rendah, padahal jika tidak segera ditangani hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi bahkan kematian (Depkes, 2006). Salah satu provinsi dengan angka hipertensi tertinggi di Indonesia adalah Jawa Tengah. Prevalensi hipertensi di provinsi ini lebih tinggi dari rata-rata
4
prevalensi nasional yaitu mencapai 37% (Riskesdas, 2007). Selain termasuk dalam provinsi dengan prevalensi hipertensi tertinggi data dari Badan Pusat Statistik (2014) menyatakan bahwa Jawa Tengah juga temasuk provinsi yang memiliki UHH yang cukup tinggi di Indonesia yaitu 72,6 tahun. Sebagai upaya dalam mengatasi peningkatan jumlah lansia dikarenakan UHH yang tinggi dan berbagai penyakit degeneratif termasuk hipertensi yang prevalensinya cukup tinggi maka pemerintah
membentuk posyandu lansia sebagai pelayanan
kesehatan yang berfokus pada langkah promotif dan preventif (Depkes, 2013). Penerapan pelayanan kesehatan lansia di Jawa Tengah sejak tahun 2009 hingga tahun 2013 mengalami peningkatan di masing-masing kabupaten di Provinsi ini (Dinkes Jawa Tengah, 2013). UHH tertinggi di Jawa Tengah dimiliki oleh Kabupaten Temanggung yaitu 74,2 tahun. Hal tersebut menyebabkan jumlah penduduk lansia semakin mengalami peningkatan (Depkes Temanggung, 2013). Temanggung adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan komoditas yang paling terkenal berupa tembakau. Dua perusahaan rokok terbesar di Indonesia memasok sebagian besar tembakaunya dari Temanggung. Oleh sebab itu sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani tembakau. Bahkan tembakau srintil yang hanya dihasilkan dari daerah ini dilabeli sebagai tembakau terbaik di dunia (Soeparna, 2009). Melimpahnya hasil pertanian tembakau menyebabkan rokok sebagai produk olahan utama tembakau tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Temanggung. Berdasarkan hasil data Riskesdas (2007) prevalensi merokok pada penduduk diatas usia 10 tahun mencapai 36,2% atau termasuk dalam 5 besar
5
kabupaten dengan konsumsi rokok terbesar di Indonesia. Hal tersebut diduga menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi di Temanggung yang memiliki prevalensi cukup tinggi (Oktaviani, 2012). Dalam rangka menekan prevalensi penyakit degeneratif seperti hipertensi, puskesmas di Kabupaten Temanggung sudah menjalankan program posyandu lansia. Posyandu lansia merupakan salah satu program puskesmas santun lansia dan 97,1% puskesmas di provinsi di Jawa Tengah telah memiliki kegiatan posyandu Lansia tersebut (Riset Fasilitas Kesehatan, 2011). Meskipun posyandu lansia dilakukan rutin tiap bulan, data laporan Posyandu Lansia dari Puskesmas Dharma Rini Temanggung (2014) menyatakan bahwa hipertensi masih menjadi masalah terbesar yang sering ditemui dalam kegiatan posyandu lansia. Berdasarkan data dari 346 lansia dengan gangguan kesehatan, 283 lansia atau 81% lansia mengalami hipertensi. Oleh sebab itu sangat penting untuk mengetahui berbagai faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia agar dapat mengurangi angka hipertensi dan meningkatkan kualitas hidup pada lansia. Dari uraian latar belakang diatas peneliti tertarik meneliti melakukan penelitian tentang gambaran karakteristik demografi, gaya hidup, dan stres psikososial pada lansia dengan hipertensi di Temanggung.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti merumuskan “Bagaimana gambaran karakteristik demografi, gaya hidup, dan stres psikososial pada lansia dengan hipertensi di Temanggung?”
6
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi, gaya hidup, dan stres psikososial pada lansia dengan hipertensi di Temanggung. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status gizi, riwayat keluarga hipertensi, riwayat diabetes melitus) pada lansia dengan hipertensi di Temanggung Jawa Tengah. b. Mengetahui gambaran gaya hidup (merokok, asupan garam, konsumsi alkohol, konsumsi kopi, konsumsi teh, dan aktivitas fisik) pada lansia dengan hipertensi di Temanggung Jawa Tengah. c. Mengetahui gambaran stres psikososial pada lansia dengan hipertensi di Temanggung Jawa Tengah.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat memberikan masukan untuk Dinas Kesehatan terkait untuk menyusun perencanaan dan pengembangan kebijakan dalam peningkatan pelayanan kesehatan lansia khususnya dalam meningkatkan pelayanan program posyandu lansia.
7
2. Manfaat Praktis Meningkatkan keilmuan dan dapat menjadi dasar dalam penelitian selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian 1. Sari (2010) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada karyawan Rumah Sakit Umum Daerah Pemangkat Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Penelitian menggunakan rancangan case control dan dilakukan dengan melakukan matching terhadap variabel umur dan jenis kelamin.Teknik pengambilan sampel dengan teknik random sampling sebanyak 40 responden dari masingmasing kelompok kasus dan kontrol. Analisis hasil menggunakan analisis univariat, bivariat dengan uji chi square, dan multivariat dengan teknik regresi logistik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asupan natrium (p=0,001; OR=6,378; 95%CI=2,280-17,842) asupan kalium (p=0,002; OR=0,150; 95%CI=0,045-0,503), kebiasaan merokok (p=0,003; OR=4,500; 95%CI=1,731-11,696-17,842), dan kebiasaan olahraga (p=0,028; OR=6,333; 95%CI=1,289-31,115) mempengaruhi kejadian
hipertensi pada
karyawan di
RSUD
Pemangkat dengan nilai p<0,05. Faktor lain yang diteliti yaitu asupan kalsium (p=0,735) dan status nutrisi (p=1,000) tidak memiliki pengaruh terhadap kejadian hipertensi.
8
Perbedaannya terletak pada tempat, sasaran, teknik pengambilan sampel, jumlah variabel independen, dan rancangan penelitian. Variabel independen pada penelitian tersebut terdiri dari asupan natrium, kalium dan kalsium, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, dan status gizi sedangkan penelitian yang akan dilakukan terdiri dari jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, merokok, asupan garam, konsumsi alkohol, konsumsi kafein, aktivitas fisik, status gizi/ IMT, riwayat keluarga hipertensi, stres psikososial, dan riwayat DM. Rancangan penelitiannya menggunakan case control sementara rancangan penelitian yang akan dilakukan menggunakan cross sectional. Sasaran pada penelitian tersebut adalah karyawan RSUD Pemangkat sementara sasaran dari penelitian yang akan dilakukan adalah lansia dengan hipertensi di Temanggung. 2. Rachman (2011) tentang berbagai faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah consecutive sampling sebanyak 34 responden yang melakukan kunjungan pada bagian Geriatri RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan April-Juni 2011. Analisis hasil menggunakan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor riwayat
keluarga
yang
terkena
hipertensi
(p=0,01;RP=0,10;
95%CI=0,01-0,65) merupakan faktor risiko penyebab terjadinya hipertensi. Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitan ini
9
yaitu:jenis kelamin (p=0,51), kebiasaan merokok (p=0,35), kebiasaan mengonsumsi asin (p=1,00), kebiasaan mengonsumsi lemak jenuh (p=0,67), kebiasaan mengonsumsi jelantah (p=1,00), kebiasaan mengonsumsi alkohol (p=0,42), kebiasaan olahraga (p=0,17), status gizi (p=0,68) tidak terbukti berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia. Perbedaannya terletak pada tempat, teknik pengambilan sampel, uji analisis, dan jumlah variabel independen yang diteliti. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah consecutive sampling sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan total sampling. Uji analisis yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah analisis bivariat dengan uji chi square sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis univariat saja. 3. Assis (2013) tentang kebiasaan konsumsi kopi, perilaku merokok, dan kualitas tidur sebagai faktor risiko tingginya tekanan darah pada remaja di kota Yogyakarta. Penelitian menggunakan rancangan case control dan dilakukan dengan melakukan matching terhadap variabel umur dan jenis kelamin. Teknik pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling sebanyak 40 responden dari masing-masing kelompok kasus dan kontrol. Analisis hasil menggunakan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil dari penelitian ini adalah konsumsi kopi dengan frekuensi ≥6 kali perminggu merupakan faktor
10
risiko peningkatan tekanan darah pada remaja di kota Yogyakarta (p=0,043; OR=4,75; 95%CI=0,94-23,99). Faktor lain seperti perilaku merokok (p=1,000) dan kualitas tidur (p=0,799) bukan merupakan faktor risiko peningkatan tekanan darah pada remaja. Perbedaan terletak pada tempat, sasaran, rancangan penelitian, teknik pengambilan sampel, uji analisis, dan jumlah variabel yang digunakan. 4. Cohen et al. (2012) tentang Influence of age on the association between lifestyle factors and risk of hypertension. Penelitian ini menggunakan
rancangan
prospective
cohort
dengan
tujuan
menganalisis hubungan lima faktor risiko yang dapat dikontrol dan hipertensi. Responden berjumlah 78.590 wanita non-hipertensi dari berbagai rentang usia antara 30-55 tahun yang berasal dari 11 negara bagian di Amerika Serikat. Penelitian ini diawali dengan pembagian kuesioner 4 tahun sebelum penelitian yang berisi tentang riwayat kesehatan dan gaya hidup, dari 121.700 perawat yang dikirimi kuesioner >90% responden dapat dilakukan follow up untuk penelitian ini yang berlangsung selama 26 tahun. Responden kemudian dibagi menjadi 3 kelompok usia yaitu ≤50 tahun, 51-60 tahun, dan ≥61 tahun. Kelima faktor risiko yang diteliti adalah Indeks Massa Tubuh (IMT), diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), penggunaan analgesik, menopause dan konsumsi alkohol. Metode cox proportional hazards regression digunakan untuk mengetahui hubungan faktor
11
risiko dengan kejadian hipertensi. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh gaya hidup terhadap hipertensi cenderung menurun dibandingkan dengan pengaruh terhadap kelompok usia yang lebih muda. Wanita dengan kelompok usia 50 tahun atau lebih muda dengan faktor risiko rendah memiliki Hazard Ratio atau HR=0,13 (95%CI=0,03-0,52) sedangkan pada kelompok wanita diatas 61 tahun HR=0,62 (95%CI=051-0,75). Perbedaannya terletak pada tempat, teknik pengambilan sampel, rancangan penelitian, sasaran, uji analisis, dan variabel yang diteliti. 5. Fatma (2010) tentang Pola Konsumsi, Gaya Hidup, dan Indeks Massa Tubuh sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi pada nelayan di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Penelitian ini menggunakan responden nelayan di Kabupaten Bintan dan diambil dengan teknik consecutive sampling, rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah unmatched case control study. Subyek penelitian terdiri dari 137 kelompok kasus dan 137 kelompok kontrol. Analisis data menggunakan analisis bivariat chi square dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Delapan faktor risiko diteliti dalam penelitian ini, terdapat hubungan bermakna antara konsumsi natrium (OR=2,622;
95%CI=1,494-4,600;
(OR=2,512;
95%CI=1,545-4,086;
p=0,001), p=0,000),
konsumsi konsumsi
kalium kopi
(OR=3,657; 95%CI=2,206-6,060; p=0,000), dan kebiasaan merokok OR=3,132; 95%CI=1,601-6,126; p=0,001) dengan kejadian hipertensi.
12
Sementara faktor lain seperti konsumsi serat, konsumsi alkohol, stres psikososial, dan IMT memiliki nilai p>0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan bermakna antar faktor-faktor tersebut dengan kejadian hipertensi pada nelayan di Kabupaten Bintan. Perbedaannya terletak pada tempat, teknik pengambilan sampel, rancangan penelitian, sasaran, dan jumlah variabel yang diteliti 6. Manik (2011) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia di posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Parsoburan Kecamatan Pematangsiantar tahun 2011. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional dengan jumlah responden 105 lansia menggunakan teknik total sampling. Data kemudian dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 3 variabel yang diteliti memiliki hubungan yang signifikan terhadap keadian hipertensi pada lansia
yaitu
pendidikan
(p=0,016),
riwayat
keluarga
(p=0,000;RP=3,106), dan aktivitas fisik (p=0,002;RP=2,500). Variabel lain seperti jenis kelamin, obesitas, pendidikan, status pekerjaan dan kebiasaan merokok tidak ditemukan hubungan yang signifikan. Perbedaan penelitian terletak pada analisa data pada penelitian ini tidak menggunakan analisis multivariat, tempat pada penelitian ini berada di posyandu lansia di Sorburan Pematangsiantar, Sumatera Utara sementara penelitian yang akan dilakukan dilakukan di Temanggung dan variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah
13
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, riwayat keluarga, status gizi, aktivitas fisik dan riwayat merokok sementara variabel pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan 12 variabel. 7. Oktaviani (2012) tentang Faktor-faktor risiko Hipertensi Primer pada Petani di kecamatan Parakan Kabupaten Temanggung. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian case control dengan jumlah responden untuk masing-masing kelompok kasus dan kontrol sebanyak 139 yang berasal dari petani yang berasal dari kecamatan Temanggung. Data kemudian dianalisis
menggunakan analisis
univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa 3 variabel yang diteliti memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian hipertensi pada petani yaitu stres (p=0,000;OR=12,8), merokok (p=0,000;OR=10,81), asupan natrium (p=0,000;OR=5,96), dan minum kopi (p=0,026;OR=3,94). Perbedaan penelitian terletak pada, tempat pada penelitian ini berada di kecamatan Parakan, sementara penelitian yang akan dilakukan dilakukan di Temanggung dan variabel independen yang diteliti pada penelitian ini adalah stres, merokok, asupan natrium, dan minum kopi sementara variabel pada penelitian yang akan dilakukan menggunakan 12 variabel, sasaran pada penelitian ini adalah petani sementara penelitian yang akan dilakukan adalah lansia