BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Peningkatan populasi penduduk lanjut usia (lansia) di dunia terus bertambah sesuai dengan peningkatan kinerja layanan kesehatan dan kemajuan teknologi kedokteran. Populasi lansia di dunia pada tahun 2006 sekitar 650 juta, diperkirakan akan mencapai 2 miliar pada tahun 2050 (Kosasih, 2004). Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penduduk lansia di Indonesia tahun 2010 adalah 18,57 juta jiwa, jumlah ini akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun, sehingga pada tahun 2025 diperkirakan akan berjumlah sekitar 34,22 juta jiwa (Arkadini, 2011). BPS (2011) menunjukkan jumlah lansia di Yogyakarta berjumlah 425.580 jiwa yang mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup. Usia harapan hidup lansia di Indonesia sekitar 70 tahun dan Kabupaten Sleman memiliki usia harapan hidup tertinggi di Indonesia, yaitu 75,6 tahun yang melebihi usia harapan hidup rata-rata penduduk DIY yang berkisar 74 tahun (Gusti, 2012). Departemen Kesehatan (Depkes) 2008, menyatakan secara demografi struktur umur penduduk Indonesia bergerak ke struktur penduduk menua yang akan berdampak pada pergeseran pola penyakit di masyarakat dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif. Penyakit yang sering diderita lansia merupakan penyakit kronis yang sering menimbulkan disabilitas, antara lain : hipertensi,
1
2
penyakit jantung koroner, stroke, diabetes, arthritis, demensia, depresi dan gangguan penglihatan (Pusparini, 2011). Bandiyah (2009) menyatakan perubahan fungsi fisiologis pada lansia salah satunya pada pembuluh darah yang menjadi tebal dan kaku, sehingga menyebabkan tekanan darah akan meningkat atau terjadi hipertensi. Menurut Theodorou (2011), the Cyprus Cardiovasculer Medical Association menunjukkan prevalensi hipertensi paling tinggi terdapat pada kelompok usia lanjut (53% orang dengan umur lebih dari 60 tahun). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Sebanyak 76%
masyarakat Indonesia tidak mengetahui
sedang mengidap hipertensi (Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hipertensi jika tidak ditangani dengan baik maka akan menjadi faktor resiko penyakit kardiovaskuler dan kematian (Grossman et al., 2001). Penurunan kesehatan berhubungan dengan kualitas hidup pada orang dengan hipertensi dan/atau dislipidemia akan meningkatkan efek kecemasan dan depresi daripada kesehatan fisik, sehingga peningkatan kualitas hidup sangat penting dalam manajemen pada orang tersebut (Theodorou, 2011). Saat ini banyak hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup, salah satunya adalah dengan menggunakan musik sebagai pilihan terapi. Terapi musik memiliki kelebihan dalam intervensi, karena dapat diterapkan secara sederhana, non invasif, tidak selalu membutuhkan kehadiran ahli terapi serta harganya terjangkau dan tidak menimbulkan efek samping (Saing, 2007). Terapi musik adalah intervensi non-invasif dan tidak mahal. Lee dan Choi (2007), pada
3
penelitian yang berjudul “The Effect of Music Participation on Quality of Life of Elderly People” mengatakann bahwa mendengarkan musik adalah intervensi perawat yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut di komunitas. Musik juga dapat digunakan untuk membangun hubungan terapeutik perawat dengan pasien. Musik dapat mendukung seseorang untuk mengerti dan mengembangkan identitas diri, berhubungan dengan orang lain, meningkatkan kesejahteraan dan memberikan pengalaman spiritual, dan mendukung asosiasi kuat dengan memori kehidupannya. Musik juga mendukung kualitas hidup dengan berkontribusi pada harga diri positif, membantu sesorang merasa kompeten dan mandiri, dan mengurangi perasaan isolasi dan kesendirian. Musik dapat menstabilkan dan mendukung kualitas hidup lebih baik pada usia lanjut (Hays & Minichiello, 2005). Pemilihan jenis musik mempertimbangkan pengalaman, kelas sosial, dan tingkat pendidikan pendengarnya. Oleh karena itu musik akan bervariasi oleh gender, ras, kelas sosial atau latar belakang pendidikan (Hays & Minichiello 2005). Beberapa kasus pemberian terapi musik, sering kali menggunakan jenis musik klasik dan jarang sekali menggunakan alat musik tradisional sesuai dengan demografi tempat dilakukan penelitian (Djohan, 2006). Indonesia memiliki berbagai macam jenis musik diantaranya adalah musik Jawa. Musik Jawa adalah kesenian berasal dari Pulau Jawa yang dinyanyikan oleh sinden dan diiringi dengan alat tradisional (gamelan). Musik ini biasa dimainkan untuk hiburan pada acara yang diadakan oleh masayarakat Jawa, sehingga memiliki penggambaran nilai ketentraman dan kedamaian (Djohan, 2010). Hasil penelitian Djohan (2008),
4
menyatakan bahwa manfaat yang didapat dari stimuli musik Jawa yang diperdengarkan (satu gending slendro laras nem dan satu gending laras pelong lima) menunjukkan respon yang menyenangkan berupa rasa lega, senang, gembira, tenang, damai, nyaman, bersyukur, ringan, terharu, bahagia dan bersemangat. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 25 September 2012, didapatkan data bahwa jumlah lansia yang tinggal di sekitar Posyandu Lansia, Kusumasari, Blimbingsari sebanyak 48 orang, diantaranya 28 orang menderita hipertensi. Wawancara kepada 6 lansia mengatakan suka mendengarkan musik Jawa tetapi jarang mendengarkan musik tersebut. Empat lansia diantaranya mengatakan sudah tidak leluasa lagi bepergian karena sudah tidak bertenaga, merasa dirinya mudah sakit, gelisah dan badannya merasa pegal-pegal. Posyandu tersebut belum pernah dilakukan penelitian tentang terapi musik Jawa. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh terapi musik Jawa terhadap kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Lansia Kusumasari Blimbingsari, Yogyakarta”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti merumuskan : “Bagaimana pengaruh pemberian terapi musik Jawa terhadap kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Lansia Kusumasari, Blimbingsari, Yogyakarta?”
5
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi musik Jawa terhadap perubahan kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi. 2. Tujuan Khusus : a. Mengetahui kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Kusumasari sebelum diberikan terapi musik Jawa. b. Mengetahui kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi di Posyandu Kusumasari setelah diberikan terapi musik Jawa.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Keperawatan Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan mutu pelayanan, khususnya untuk lansia yang mengalami hipertensi bahwa musik Jawa yang disukai oleh pasien dapat digunakan sebagai penanganan non farmakologi pada lansia untuk mempengaruhi kualitas hidupnya. b. Dinas Kesehatan Terkait Memberikan masukan untuk perencanaan dan pengembangan kebijakan dalam memberikan pelayanan khususnya untuk lansia yang menderita hipertensi.
6
2. Manfaat praktis a. Bagi peneliti Menambah pengetahuan mengenai hipertensi dan kualitas hidup pada lansia juga penggunaan terapi musik. b. Bagi usia lanjut Sebagai salah satu alternatif peningkatan kualitas hidup pada lansia dengan hipertensi yang lebih menyenangkan dan dapat diterima oleh lansia. c. Bagi masyarakat Memberikan informasi pada masyarakat tentang manfaat musik Jawa ternyata dapat digunakan sebagai pendukung kualitas hidup
E. Keaslian Penelitian 1.
Zanini, Claudia et al. (2008) berjudul Music therapy effects on the quality of life and the blood pressure of hypertensive patients. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan mengunakan rancangan penelitian pre test – post test control group design. Sampel yang digunakan berjumlah 23 pasien lansia dengan hipertensi untuk setiap kelompok. Penelitian menggunakan SF-36 sebagai instrumen kualitas hidup. Uji statistik yang digunakan dengan menggunakan Student T-test. Persamaan terletak pada sasaran yaitu sama-sama pada lansia dengan hipertensi dan rancangan penelitian. Perbedaannya terletak pada tempat dan jenis musik.
7
2. Lee, A.Y. & Choi, K.Y. ( 2007) berjudul The Effect of Music Participation on Quality of Life of Elderly People. Penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian pre test – post test control group design. Sampel yang digunakan berjumlah 66 lansia (35 orang sebagai kontrol dan 31 orang sebagai kelompok perlakuan). Kelompok perlakuan diperdengarkan musik selama 30 menit dalam 4 minggu. Pengukurannya meliputi dua aspek yaitu fisik dan mental yang masih terbagi lagi menjadi sub-unitnya. Analisisnya menggunakan analisis kovarians (ANCOVA). Persamaan penelitian terletak pada variabelnya yaitu penggunaan musik untuk mempengaruhi kualitas hidup dan rancangan penelitiannya. Perbedaan terletak pada tempat, instrumen penelitian, jenis musik, dan analisis penelitian. 3. Hays, Terrence and Minichiello, Victor (2005) penelitian yang berjudul “The Contribution of Music to Quality of Life in Older People : an Australian Qualitative Study”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui wawancara diskusi tentang hubungan antara responden dengan musik, pengalaman, dan hubungannya dengan orang lain. Responden penelitian berjumlah 38 orang (19 orang pria dan 19 orang wanita) yang berumur lebih dari 60 tahun dan paling tua berumur 98 tahun. Penelitian ini menunjukkan bahwa musik dapat meningkatkan harga diri, mengevaluasi kualitas hidup baik keadaan emosi, diri sendiri, orang lain dan spiritualitas. Persamaan penelitian ini terdapat pada variabel penelitian. Perbedaannya terdapat pada jenis penelitiannya, pengambilan data, musik bukan sebagai intervensi.