BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan peningkatan
jumlah konsumsi pangan, sehingga Indonesia mencanangkan beberapa program yang salah satunya adalah intensifikasi pertanian. Program intensifikasi pertanian bergerak dengan berbagai teknologi, seperti menggunaan pupuk, varietas unggul, memperbaiki pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru. Intensifikasi pertanian seringkali merubah ekosistem yang ada sehingga menimbulkan masalah seperti serangan jasad penganggu sehingga untuk mengatasinya, petani menggunakan pestisida (Sutikno, 2002). Berdasarkan data pencatatan dari Badan Proteksi Lingkungan Amerika Serikat, saat ini lebih dari 2.600 bahan aktif pestisida yang telah beredar di pasaran. Sebanyak bahan aktif tersebut, 575 berupa herbisida, 610 berupa insektisida, 670 berupa fungisida dan nematisida, 125 berupa rodentisida dan 600 berupa desinfektan (Sudarmo, 2001). Penggunaan pestisida dapat menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Petani merasakan manfaat menggunakan pestisida seperti hasil panen yang baik sehingga petani menggantungkan harapan yang besar terhadap pestisida. Keterbatasan petani menyebabkan pestisida merupakan cara andalan dalam menurunkan populasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) (Asnawati, 2010).
Universitas Sumatera Utara
World Health Organization (WHO) memperkirakan terjadi 1 - 5 juta kasus keracunan pestisida pada petani dengan tingkat kematian mencapai 220.000 jiwa setiap tahun. Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara sedang berkembang dan sekitar 5000 - 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal seperti kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit lever. Gejala keracunan pestisida pada umumnya adalah lemah dan lelah, kepala sakit, keringat dan air liur berlebihan, kesulitan bernapas, pandangan kabur, iritasi pada mata dan kulit, pupil mata mengecil, muntah, gangguan perut/ diare, pingsan (Achmadi, 2005). Keracunan langsung (akut) dapat menurunkan aktivitas kolinesterase. Kolinesterase adalah enzim (suatu bentuk dari katalis biologik) di dalam jaringan tubuh yang berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjar-kelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Penurunan aktivitas kolinesterase akan mempengaruhi serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar akibatnya petani mengalami iritasi mata dan gerakan otot yang lemah. Depresi aktivitas kolinesterase ini bertahan dalam 2 minggu. Pemeriksaan ini bisa dilakukan di luar laboratorium dengan menggunakan tintometer kit (Gallo, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida adalah karakteristik petani yakni umur, jenis kelamin, status gizi, tingkat pendidikan, lama bekerja, perilaku petani dalam menggunakan pestisida antara lain banyaknya jenis pestisida yang digunakan, pencampuran dosis pestisida, frekuensi penyemprotan, lama menyemprot, pemakaian alat pelindung diri. Pestisida dapat mengontaminasi petani pada saat menyimpan dan memindahkan pestisida,
Universitas Sumatera Utara
menyiapkan larutan pestisida, mengaplikasikan pestisida dan mencuci alat-alat aplikasi. Mengaplikasikan pestisida pada saat penyemprotan sering menimbulkan kontaminasi pestisida (Djojosumarto, 2008). Hasil penelitian Assti (2008) menunjukkan, petani yang menderita keracunan sebanyak 75 orang (96,2%) dan menderita anemia sebanyak 63 orang (80,8%). Hasil uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja, status gizi, kelengkapan alat pelindung diri, lama waktu penyemprotan, pengelolaan pestisida, suhu lingkungan dan kejadian anemia dengan keracunan akibat pestisida melainkan ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian anemia pada petani hortikultura di Desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Yuantari (2009) mengemukakan bahwa ada hubungan bermakna antara pemakaian dosis, penggunaan alat pelindung diri, metode penyemprotan, metode pencampuran dan lokasi pencampuran dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat pada petani sayuran di Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil laporan kajian faktor risiko lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan di daerah pertanian Kabupaten Karo (2006) menunjukkan bahwa aktivitas kolinesterase darah dari 60 petani, yang mengalami keracunan berat sebanyak 25 petani (41,7%), keracunan sedang sebanyak 14 petani (23,3%) dan keracunan ringan sebanyak 21 petani (35,0%). Kabupaten Karo merupakan salah satu Daerah Tingkat II Propinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu daerah yang memiliki tanah yang
Universitas Sumatera Utara
subur dan cocok untuk tanaman hortikultura. Penggunaan pestisida perharinya adalah sebanyak ±10 ton untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Kecamatan Naman Teran merupakan satu dari 17 kecamatan di Kabupaten Karo dengan Desa Kuta Rayat sebagai salah satu desa yang mata pencaharian utama masyarakatnya adalah petani tomat (Profil Kec.Naman Teran, 2011). Sayuran merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi, umur yang relatif singkat namun peka terhadap hama dan penyakit. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi masyarakat dan banyak diperdagangkan di pasar swalayan dan pasar tradisional. Konsumsi tomat melebihi konsumsi akan daging atau ikan. Menekan kerusakan tomat dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara kimiawi dapat meningkatkan hasil panennya (Rustia, 2010). Memperhatikan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.
1.2. Perumusan Masalah Penggunaan pestisida oleh petani sehari-hari tidak memperhatikan aturan yang tertera pada label. Seperti halnya yang ditemukan peneliti pada survei awal bahwa beberapa penyemprot tidak memakai alat pelindung diri dan mencampur pestisida tanpa takaran atau dosis. Kondisi ini dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya keracunan pestisida sehingga dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu: apakah ada pengaruh paparan pestisida terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.3.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh paparan pestisida (pencampuran dosis,
frekuensi penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.
1.4.
Hipotesis Ada
pengaruh
paparan
pestisida
(pencampuran
dosis,
frekuensi
penyemprotan, waktu penyemprotan, lama penyemprotan, arah angin, pemakaian alat pelindung diri) terhadap aktivitas kolinesterase darah pada petani tomat di Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo tahun 2013.
1.5. 1.
Manfaat Penelitian Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai prevalensi keracunan yang sifatnya akut akibat penggunaan pestisida yang tidak aman sehingga dapat dilakukan manajemen risiko keracunan terhadap petani.
2.
Memberikan informasi kepada petani terkait mengenai penurunan aktivitas kolinesterase akibat penggunaan pestisida yang tidak aman.
3.
Menambah wawasan dan pengalaman peneliti tentang penggunaan pestisida yang aman dan faktor risiko yang menyebabkan penurunan aktivitas kolinesterase.
Universitas Sumatera Utara