BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Permintaan minyak dunia diprediksi terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kegiatan perekonomian.
Hal
tersebut berdampak pada kenaikan harga minyak dunia. Menurut Dewan Energi Internasional (IEA), pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun 2012 sebesar 900.000 barel per hari. Pada Agustus 2012 IEA memperkirakan permintaan minyak global pada tahun 2013 akan berada pada angka 90,5 juta barel per hari (www.iea.org). Sementara itu, kebutuhan minyak di Indonesia juga meningkat. BP Migas memperkirakan pada tahun 2013 kebutuhan BBM di Indonesia ditaksir mencapai 1,3 juta kiloliter (KL), sementara produksi BBM di Indonesia kurang dari 540.000 barel per hari. Untuk mencukupi kebutuhan minyak dalam negeri, Indonesia harus mengimpor sekitar 500.000 barel per hari (www.bp.com). Fenomena tersebut tidak terlepas dari ketersediaan minyak yang semakin menipis, mengingat minyak bumi merupakan sumber daya alam yang bersifat unrenewable. Oleh karena itu, diperlukan terobosan penting untuk menjaga ketahanan energi guna menyokong pemba-ngunan secara berkesinambungan. Peningkatan penggunaan bahan bakar fosil juga memicu meningkatnya pencemaran udara yang disebabkan oleh emisi gas buang kendaraan bermotor maupun sektor industri. Emisi gas buang yang berlebih tersebut, terutama gas CO2
dapat mengakibatkan global warming, dan gas NOx maupun SOx juga berpotensi mengakibatkan hujan asam yang dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Dalam rangka menghemat dan mengupayakan sustainable energy, maka pemerintah mendukung pengembangan diversifikasi energi, yaitu melalui pengembangan energi alternatif yang salah satunya bersumber dari energi fosil inkonvensional. Pengembangan riset energi inkonvensional yang bersifat renewable merupakan pilihan yang strategis dan berdimensi jangka panjang karena upaya pengembangan energi inkonvensional didukung oleh kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah. Kawasan pesisir dan lautan di Indonesia memiliki potensi energi melimpah yang renewable dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yaitu metana hidrat. Metana hidrat terbentuk di dasar laut. Bakteri dalam endapan di dasar air laut memakan material organik dan menghasilkan gas metana. Pada kondisi tekanan tinggi dan suhu rendah, metana membentuk metana hidrat. Cadangan metana hidrat di Indonesia sangat melimpah. Hasil penelitian menunjukkan jumlah metana hidrat yang terdapat di daerah perairan sebelah Selatan Sumatra Selatan, Selat Sunda dan selatan perairan Jawa Barat kurang lebih 17.7 x 1012 m3 (625.4 triliun cubic feet), sedangkan jumlah cadangan yang terdapat di laut Sulawesi kurang lebih 6.6 x 1012 m3 (233.2 triliun cubic feet). Total cadangan metana hidrat di Indonesia sebesar 858,6 Tcf. Sebagai perbandingan, besarnya cadangan gas Alam yang terdapat di Natuna adalah sebesar 222 tcf (Penelitian tim BPPT, unpublished).
Gambar 1.1 Cadangan Metana Hidrat di Dunia (Traufetter, 2008) Metana hidrat (CH4. 5 ¾ H2O) lebih padat dari gas alam. Untuk 1 meter kubik gas hidrat akan melepaskan 164 m3 gas alam/ metan pada suhu 25o C dan tekanan 1 atm (suhu dan tekanan udara bebas), sehingga diperkirakan cadangan energi tersebut tidak akan habis dalam kurun waktu 800 tahun (Soesilo, 2008). Dalam 1 m3 metana hidrat ini, volume yang ditempati oleh metana sebesar 0,2 m3, sedangkan sisanya sebesar 0,8 m3 terisi oleh air (Makogon et al., 2007). Volume 164 m3 gas metana pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm ini setara dengan volume 4,26 m3 gas metana pada kondisi pembentukan metana hidrat, yaitu pada suhu 2,5oC tekanan 32,04. Fenomena terbentuknya metana hidrat bisa diadopsi dalam teknologi penyimpanan gas metana untuk bahan bakar. Metana hidrat ini merupakan metode alternatif penyimpanan gas metana karena biayanya murah dan lebih aman daripada metode penyimpanan gas metana sebelumnya. Sebelum dikembangkan
metana hidrat, gas metana disimpan dengan cara dua metode. Cara yang pertama, CH4 disimpan pada suhu kamar dan tekanan yang sangat tinggi (compressed natural gas) dengan kisaran 200-250 bar sehingga sangat tidak ekonomis karena membutuhkan multi-stage compression dan berpotensi menimbulkan ledakan jika penanganan dan kualitas bejana penyimpannya tidak memenuhi standar. Metode kedua adalah dengan mencairkan gas CH4 pada suhu di bawah -162ºC sebagai Liquified natural gas (LNG) dengan menggunakan sistem cryogenic sehingga sistem ini tidak murah. Metode yang dikembangkan saat ini untuk mengatasi masalah tersebut adalah penyimpanan gas metana dalam bentuk metana hidrat pada media berpori . Upaya pemanfaatan energi fosil inkonvensional metana hidrat masih dalam tahap penelitian karena teknologi eksplorasinya rumit. Dalam melakukan eksplorasi, perlu mengetahui karakteristik dan proses terjadinya metana hidrat. Permasalahan yang muncul adalah menjaga kondisi stabil dari metana hidrat. Metana hidrat stabil pada temperatur rendah dan tekanan tinggi. Proses pengeboran sering kali menyebabkan perubahan tekanan dan temperatur sehingga gas metana terlepas atau bermigrasi ke tempat lain. Dengan begitu perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik dari metana hidrat sehingga kita bisa memanfaatkan metana hidrat menjadi sumber energi alternatif yang murah dan aman . Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penyimpanan gas metana dengan penjerapan dalam material berpori merupakan suatu teknologi yang menjanjikan karena lebih aman dan merupakan metode yang efisien (Dai, 2009).
Karbon berpori menjadi salah satu material yang menarik sebagai media penyimpanan metana karena karbon berpori memiliki luas permukaan internal yang besar, sebagai alat penjerap, dan harga yang rendah (Talu, 1992). Selain itu karbon berpori memiliki kelebihan diantaranya bersifat sangat hydrophobic, tahan terhadap lingkungan yang asam maupun basa, dan strukturnya stabil pada suhu tinggi dan memiliki karakteristik permukaan yang bersifat non polar (Yang,2003). Penelitian yang dilakukan oleh Yunanto (2012) menunjukkan bahwa kapasitas penjerapan metana pada karbon berpori basah (dalam bentuk hidrat) jauh lebih besar dibandingkan dengan karbon berpori kering. Sifat karbon berpori yang hydrophobic sangat menguntungkan dalam pembentukan metana hidrat. Hal ini karena air tidak membasahi permukaan, tetapi air membentuk droplet sehingga memperluas kontak bidang antar air dan gas metana. Semakin besar luas permukaan kontak maka semakin banyak metana hidrat yang terbentuk. Pada penelitian ini, akan dilakukan tinjauan termodinamika perilaku pembentukan metana hidrat pada media karbon berpori. Tinjauan termodinamika ini perlu dilakukan untuk memprediksi respon dari sistem metana hidrat terhadap pengaruh eksternal, seperti perubahan pada tekanan dan suhu .
1.2 Keaslian Penelitian Dari hasil studi pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang tinjauan termodinamika proses pembentukan metana hidrat pada media karbon berpori RPF-EG2 belum pernah dilakukan. Penelitian yang pernah dilakukan yang terdapat dalam literatur adalah mengenai prediksi termodinamika dari stabilitas
metana hidrat dan kelarutan metana di laut (Duan,2007,2011), penelitian tentang kesetimbangan metana hidrat pada media pasir silika dengan berbagai ukuran (Sung et al.,(2008), Pinnelli et al.,(2012), Zang et al.,(2012), dan penelitian tentang morfologi pembentukan metana hidrat pada media berpori (Babu et al.,2013).
1.3 Manfaat Penelitian 1. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat memberikan konstribusi informasi tentang metana hidrat sebagai energi alternatif inkonvensional yang ramah lingkungan. 2. Bagi bangsa dan negara, menjadi penunjang diversifikasi dalam rangka menghemat dan dapat mengupayakan sustainable energy melalui pengembangan energi alternatif yang salah satunya bersumber dari energi fosil inkonvensional.
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah memprediksi respon dari sistem pembentukan metana hidrat dalam media karbon berpori terhadap pengaruh eksternal seperti perubahan tekanan dan suhu. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah memperoleh model persamaan kesetimbangan proses terbentuknya metana hidrat pada suhu dan tekanan tertentu dalam media karbon berpori .