BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya hutan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Terkait dalam peningkatan jumlah penduduk, tuntutan dalam pemanfaatan sumber daya hutan khususnya komoditas berbasis pada berbahan baku kayu semakin diminati oleh pasar domestik maupun internasional. Menurut Kompas (2015), menyatakan neraca perdagangan Indonesia pada bulan Maret 2015 surpus 1,13 miliar dollar AS. Surplus dipicu oleh sektor nonmigas sebesar 1,41 milar dollar AS. Hal itu tidak terlepas dari peningkatan ekspor nonmigas komoditas kayu dan barang dari kayu yang menduduki peringkat tertinggi ekspor nonmigas. Berdasarkan fakta yang ada dapat dikatakan bahwa Indonesia memiliki sejumlah produk unggulan yang memiliki daya saing tinggi yaitu komoditas kayu. Komoditas kayu memiliki pasar khusus sebagai salah satu pengganti bahan baku untuk konstruksi selain beton dan baja. Kayu semakin diminati oleh masyarakat kelas menengah hingga atas sebagai material dengan nilai estetika yang tinggi. Menurut (Mahltig et al., 2008; Kanokwijitsilp et al., 2016) jati secara luas digunakan untuk konstruksi dan rumah dekorasi seperti mebel, lantai, perahu, dan benda-benda dekoratif lainnya dikarenakan penampilan alami dan menarik untuk pengolahan maupun kerajinan. Untuk memanfaatkan hasil yang maksimal dalam hal produksi kayu di Indonesia, perlu dilakukan pengelolaan hutan jati yang baik sehingga mendapatkan keuntungan yang lebih.
1
2
Pengelolaan hutan jati saat ini menunjukkan penurunan produksi log kayu jati. Penurunan disebabkan oleh masa panen jati yang relatif lama sehingga menimbulkan masalah besar yaitu pencurian kayu serta serangan hama penyakit. Hal ini tentunya memicu kerugian dan penurunan harga kayu jati sehingga diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas tanaman jati dengan memberikan perbaikan dalam pengembangan pertumbuhan serta inovasi yaitu pengganti jati konvensional. Perum Perhutani melakukan inovasi baru melalui perbanyakan dengan proses pemuliaan pohon dengan cara vegetatif melalui stek pucuk. Pengembangan Jati Plus Perhutani (JPP) melalui stek pucuk di KPH Ngawi memiliki potensi lahan cukup luas. Data rekapitulasi tanaman Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk di KPH Ngawi, tanaman stek pucuk memiliki potensi lahan seluas 6.048 Ha. Wilayah penanaman untuk Tanaman Jati Plus Perhutani (JPP) stek pucuk menyebar di seluruh Badan Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dengan jarak tanam 3x3 meter. Adanya penanaman Jati Plus Perhutani (JPP) stek pucuk diharapkan mampu membuat pertumbuhan jati lebih baik dibandingkan dengan perlakuan secara generatif. Serta sebagai terobosan baru untuk memenuhi kebutuhan pasar dan peningkatan produksi kayu log khususnya pengganti jati konvensional yang sudah mulai menurun keberadaannya. Jati Plus Perhutani (JPP) stek pucuk di harapkan mempunyai keunggulan terhadap jati yang pertumbuhannya lambat. Menurut Perhutani (2012), pengembangan JPP stek pucuk telah meningkatkan produktivitas hutan dari semula riap volume hanya 4,8 meter kubik per hektare per tahun, kini menjadikan 13,6 meter kubik per hektare per tahun. Jati Plus Perhutani (JPP) stek
3
pucuk ini juga memperpendek daur ekonomis jati, sehingga tidak perlu menunggu panen 60 sampai 80 tahun tetapi cukup selama 20 tahun. Terkait pertumbuhan model tajuk pohon, pohon membutuhkan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Bagian utama pohon dalam melakukan fotosintesis terdapat di daun. Daun sangat berperan penting dalam pertumbuhan pohon. Daun, ranting, dan cabang merupakan satu kesatuan dari gambaran sebuah tajuk di tegakan pohon. Menurut Palace et al (2015), mengemukakan bahwa gambaran tajuk pohon dapat memberikan informasi tentang pergerakan daun, pengaruh pada ukuran lebar dan panjang batang, penetrasi cahaya, ketersediaan populasi tumbuhan bawah, serta memprediksi keadaan geometri suatu layer kanopi hutan yang berfungsi untuk melihat keadaan suatu komunitas tegakan di dalam hutan tersebut. Dalam kondisi ini suatu gambaran dari tajuk pohon bisa menjelaskan pengaruh tajuk pohon tersebut terhadap pertumbuhan dalam memprediksi fenomena ruang tumbuh di suatu petak. Ukuran tajuk pohon merupakan variabel sangat berpengaruh dikarenakan berhubungan dengan ruang tumbuh serta fungsi fisiologi pohonnya. Dari ukuran tajuk tersebut menghasilkan taksiran volume tajuk yang dapat digunakan sebagai variabel untuk luas bidang daun (Forrester, 2013; Binkley et al., 2013; Pretzsch et al., 2015). Menurut (Salisbury dan Ross, 1992; Taiz dan Zieger, 1998) mengemukakan bahwa tinggi tajuk mencerminkan pertambahan jumlah cabang yang berarti peningkatan kepadatan tajuk. Parameter lebar tajuk mencerminkan pertumbuhan tajuk ke arah perkembangan meristem apikal atau meristem lateral yang berlangsung bersamaan maupun tunggal sehingga tajuk pohon mengalami
4
perubahan dimensi dan bentuk. Oleh karena itu, penelitian mengenai model tajuk pohon Jati Plus Perhutani asal stek pucuk di KPH Ngawi Divisi regional Jawa Timur dilakukan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik dan prediksi pertumbuhan tajuk pada umur berbeda di tanaman jati KPH Ngawi Divisi regional Jawa Timur. 1.2
Rumusan Masalah
Potensi pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh aktivitas tajuk. Keadaan tajuk bisa mempengaruhi lebar dan panjangnya suatu batang pohon, sehingga perubahan bentuk dan ukuran tajuk berbeda-beda dari tiap umur. Menurut (Corona 1991; Zeide dan Gresham 1991; Zeide dan Pfeifer 1991; Marshall et al., 2003) Informasi yang menggambarkan struktur tajuk pohon sangat penting dalam manajemen sumber daya hutan. Informasi ini digunakan untuk memperkirakan penutupan tajuk, taksiran volume tajuk, serta dimensi tajuk. Umumnya, untuk jenis tegakan asal Jati Plus Perhutani (JPP) asal vegetatif (stek pucuk) berbeda dengan jati asal generatif (biji). Menurut Suryanto et al. (2006) bahwa perkembangan lebar tajuk asal bahan tanaman (biji, stek pucuk, dan kultur jaringan), mengalami kecenderungan yang berbeda. Untuk stek pucuk ini bahan diambil dari bagian tanaman yang ortotrop (arah cabang keatas), sehingga kemungkinan keadaan tajuk bisa berbeda dengan jati asal biji atau generatif. Maka dari itu, hasil model tajuk ini dapat memprediksi tingkat kerapatan maupun penentuan ruang tumbuh tegakan jati di KPH Ngawi terutama pada tegakan stek pucuk. Oleh karena itu, untuk mengetahui pertumbuhan
5
tajuk pada Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk, rumusan masalah yang ingin dipecahkan melalui penelitian ini pada dasarnya, yaitu: 1. Bagaimana model tajuk Jati Plus Perhutani asal stek pucuk pada umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi ? 2. Bagaimana perbandingan perkembangan model tajuk pada Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk berdasarkan hasil model dengan rerata/empiris umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi ? 3. Berapakah volume tajuk berdasarkan hasil model dan hasil empiris pada Jati Plus Perhutani asal stek pucuk umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi ? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menyusun model tajuk Jati Plus Perhutani asal stek pucuk pada umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi. 2. Membandingkan perkembangan model tajuk Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk berdasarkan hasil model dengan hasil rerata/empiris pada umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi. 3. Menghitung volume tajuk Jati Plus Perhutani (JPP) asal stek pucuk berdasarkan hasil model dan hasil rerata/empiris pada umur 4 sampai 7 tahun di KPH Ngawi dalam bentuk persamaan.
6
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada tegakan jati stek pucuk. 2. Menjadi bahan informasi karakteristik tajuk pada tiap umur untuk
menentukan kegiatan pengelolaan yang tepat pada JPP asal stek pucuk. 3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan studi atau literatur dalam mempelajari karakteristik tajuk JPP asal stek pucuk.