PENDAHULUAN
Latar Belakang Kebutuhan akan daging dan susu semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan daging dan susu memberikan dampak positif pada bidang peternakan berupa peluang yang tinggi untuk memperbesar dan memperluas usaha bidang peternakan yang ada di Indonesia, khususnya peternakan sapi perah. Kebutuhan akan daging dan susu yang meningkat ini berkorelasi positif dengan meningkatnya pertumbuhan sapi perah di Indonesia. Data populasi sapi perah di Indonesia tahun 2010 sebanyak 488.448 ekor, tahun 2011 sebanyak 597.213 ekor dan tahun 2012 meningkat menjadi 611.939 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan, 2013). Pertumbuhan sapi perah di Indonesia yang meningkat memberikan dampak positif berupa terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan daging dan susu. Akan tetapi, hal ini juga memberikan dampak negatif berupa pencemaran lingkungan oleh limbah peternakan sapi perah (yaitu feses, urin dan sisa pakan) yang semakin meningkat pula. Pencemaran lingkungan yang dihasilkan oleh limbah peternakan sapi perah, salah satunya berupa amonia. Amonia merupakan gas yang mudah menguap dan dapat menjadi racun pada level tertentu di lingkungan. Amonia terbentuk dari N organik pada feses sapi perah dan urea pada urin yang diubah oleh mikrobia. Peningkatan jumlah amonia 1
yang terbentuk juga dipengaruhi oleh jumlah sisa pakan ternak karena N pada tanaman merupakan N organik yang dapat didegradasi oleh mikrobia menjadi amonia. Konsentrasi menyebabkan
amonia
pencemaran
yang
tinggi
bau
dan
pada
gangguan
lingkungan kesehatan
dapat pada
penduduk. Bau yang dihasilkan oleh gas amonia ini sangat menyengat dan tidak sedap. Bau yang menyengat ini menimbulkan ketidaknyamanan pada penduduk yang berada di sekitar peternakan. Latief et al. (2014) menyatakan bahwa penumpukan kotoran sapi akan menimbulkan peningkatan kandungan konsentrasi gas amonia di dalam kandang dan secara langsung akan menuju ke lingkungan sekitar kandang. Kotoran sapi yang terus menerus ditumpuk akan meningkatkan kandungan gas amonia serta menimbulkan bau yang akan berdampak buruk bagi penghuni ataupun pekerja. Amonia dapat dioksidasi oleh bakteri nitrifikasi yang terdapat dalam tanah menjadi nitrat sehingga pencemaran amonia yang tinggi pada lingkungan, dapat meningkatkan pencemaran nitrat. Pencemaran nitrat sering ditemukan di dalam air, tanah dan tanaman. Pembuangan kotoran kandang secara terus menerus tanpa melalui saluran khusus ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan amonia dalam tanah, selanjutnya melalui proses nitrifikasi oleh bakteri, terjadi pembentukan nitrat yang ada di dalam tanah (Yuningsih, 2007). Nitrat yang terdapat dalam tanah dengan mudah akan larut dalam air karena nitrat mempunyai kelarutan 2
yang tinggi sehingga nitrat terkumpul di dalam air tanah. Hal ini menyebabkan air tanah dan sumber air mengandung nitrat. Konsentrasi nitrat di dalam air tanah dan air di permukaan biasanya rendah tetapi dapat mencapai level yang tinggi sebagai akibat pencucian atau pengairan dari tanah di area pertanian atau pencemaran dari kotoran hewan dan manusia, yang merupakan hasil dari oksidasi amonia dan sumber yang serupa. Air yang mengandung konsentrasi nitrat yang tinggi apabila dikonsumsi oleh hewan dan manusia, dapat menyebabkan keracunan (World Health Organization, 2004). Ambang batas konsentrasi nitrat dalam air minum untuk bayi sebesar 44 ppm sedangkan untuk orang dewasa sebesar 88 ppm (Mahler et al., 2007). Ambang batas konsentrasi nitrat dalam air minum untuk ternak ayam sebesar 45 mg/kg, sedangkan konsentrasi nitrat dalam air minum yang diberikan pada ternak ruminansia sebesar 1300 ppm menyebabkan keracunan pada ternak ruminansia. Gejala awal keracunan nitrat diantaranya adalah selaput lendir berwarna kebiruan sampai kecoklatan, susah bernafas, denyut nadi cepat (lebih dari 150/menit), salivasi, kembung, kejang dan tidak bisa berdiri, lemah, koma dan akhirnya mati (Yuningsih, 2000; Yuningsih, 2007). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran bau dan nitrat oleh gas amonia di industri peternakan dengan cara memanfaatkan siklus nitrogen melalui proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi memerlukan mikrobia yang berperan dalam proses tersebut, untuk itu perlu dilakukan pencarian isolat bakteri nitrifikasi dan denitrifikasi. 3
Isolat bakteri nitrifikasi telah ditemukan pada penelitian sebelumnya oleh Wahyuningsih dan Permadi (2013), sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap isolat bakteri denitrifikasi. Pencarian sumber isolat bakteri denitrifikasi ini dilakukan dengan mengisolasi mikrobia dari tanah di sekitar kandang sapi perah karena diduga memiliki kandungan nitrat yang tinggi. Adanya kandungan nitrat dan bahan organik dalam tanah di sekitar kandang sapi perah merupakan habitat yang baik bagi bakteri denitrifikasi karena nitrat dan bahan organik merupakan sumber makanan bakteri denitrifikasi untuk tumbuh.
4
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri denitrifikasi yang berasal dari tanah di sekitar kandang sapi perah serta untuk mengetahui kemampuannya dalam mereduksi nitrat pada penambahan NaNO3 dengan konsentrasi yang berbeda pada kondisi aerob.
Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang jenis bakteri denitrifikasi yang berasal dari tanah di sekitar kandang sapi perah, diperoleh isolat bakteri pereduksi nitrat dari sampel tanah di sekitar kandang sapi perah yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan di lingkungan sekitar kandang, diperoleh data karakteristik pertambahan dan penurunan konsentrasi nitrat hasil reduksi dari bakteri denitrifikasi serta satu tahap pada siklus nitrogen (denitrifikasi) dalam merubah senyawa amonia limbah sapi perah menjadi nitrogen bebas, dapat terpecahkan.
5