BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Perumahan bagi Penduduk Jakarta Sebagai sentral dari berbagai kepentingan, kota Jakarta memiliki banyak permasalahan. Salah satunya adalah lalu lintasnya yang selalu padat, terutama pada saat jam-jam berangkat dan pulang kerja. Pada jam ini seluruh transportasi massal padat terisi. Kereta, angkutan umum, transjakarta, ojek, bajaj, bus, seluruhnya dengan kondisi penumpang yang berdesak-desakan. Mobil pribadi dan sepeda motor tak mau kalah memadati jalan. Bukan rahasia lagi kalau para penduduk ini kebanyakan adalah para pekerja yang berkantor di Jakarta namun bertempat tinggal jauh di pinggiran kota. Mereka rela menempuh jarak yang jauh dan lalu lintas yang padat untuk sekedar sampai di rumah dan beristirahat. Daerah seperti Bekasi, Tangerang, Bogor, Depok, dan kawasan sekitarnya di pinggir Jakarta menjadi berkembang karena bertambahnya jumlah penduduk baru. Namun, perkembangan kota-kota di pinggir Jakarta—atau dikenal dengan istilah urban sprawl—pun banyak yang tidak terencana sehingga akhirnya menimbulkan kesan kota yang ruwet dan tidak nyaman. Kondisi ini tentunya akan berakibat buruk apabila tidak didukung dengan transportasi massal yang baik. Beberapa akibat yang tampak nyata adalah kemacetan dan meningkatnya kadar polusi akibat bertambahnya jumlah kendaraan pribadi. Hal ini secara sadar tidak sadar akan mengurangi kualitas hidup masyarakat perkotaan. Penyediaan rumah tinggal di kawasan Jakarta sendiri menjadi penting untuk memudahkan para komuter ini. Dengan adanya tempat tinggal yang memiliki
1
akses lebih dekat dengan tempat kerja, permasalahan seperti kemacetan dapat terhindarkan. Hunian vertikal muncul sebagai sebuah solusi bagi permasalahan rumah tinggal di dalam kota Jakarta. Dengan adanya tipe hunian vertikal, lahan terbatas di Jakarta masih mampu dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau. Bahkan, apartemen dengan konsep mixed-use berintegrasi dengan perkantoran dan fasilitas lain seperti rumah sakit, sekolah, maupun pusat perbelanjaan. Dari sisi akses, apartemen berlokasi di tempat yang strategis: dekat pusat bisnis, komersial, institusi pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, apabila dapat diterapkan dengan baik, apartemen yang terintegrasi akan menjadi hunian yang lebih ideal bagi masyarakat dibandingkan dengan perumahan model tapak. 1.1.2. Kondisi Apartemen yang Ada di Jakarta Namun sayangnya, berbagai alasan membuat masyarakat masih belum memilih untuk tinggal di dalam hunian vertikal. Dalam survey tahun 2012 yang dilakukan litbang kompas1 pada masyarakat yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang, sekitar 9 dari 10 responden (89 persen) mengatakan tidak ingin pindah dari tempat tinggalnya saat ini. Alasan yang dikemukakan ialah, tempat tinggal mereka saat ini sudah memberikan rasa aman dan nyaman sehingga membuat mereka betah dan enggan mencari hunian baru. Selain itu, hunian apartemen masih dirasa mahal untuk ukuran lahannya yang terbatas. Berbeda halnya dengan rumah di pinggir kota, dimana dengan harga yang sama lahan yang didapat lebih luas. Bagi keluarga yang memiliki anak, tinggal di apartemen menjadi kerepotan tersendiri. Sempitnya lahan tempat tinggal, ruang bermain yang sedikit, dan lingkungan yang tidak ramah, membuat keluarga dengan anak lebih memilih mencari tempat tinggal berupa rumah tapak. Kekurangan apartemen lainnya ialah, 1
Harian Kompas, Hunian Vertikal Kurang Diminati, Edisi Extra: Tinggal di Kota, Senin 29 Oktober 2012, h.22
2
tingkat sosialisasi yang sangat minim diantara sesama penghuni. Ditambah dengan kesibukan masing-masing penghuni, keakraban dan sikap tolongmenolong antar tetangga jarang ditemukan. Hingga kini, sebagian besar pembeli apartemen masih merupakan investor yang bertujuan menyewakan kembali unit apartemennya. Kesimpulannya, sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa rumah ideal ialah perumahan tapak dan apartemen hanya menjadi rumah kedua2. Tipe hunian vertikal sesungguhnya sangat cocok diterapkan di perkotaan, namun sayangnya sebagian besar apartemen yang kini ada belum dapat memenuhi kebutuhan penghuninya terutama dari desainnya yang membatasi interaksi sosial antar penghuni. 1.1.3. Pemilihan Lokasi di Jakarta Selatan Pemilihan lokasi untuk membangun perumahan bagi para komuter ini menjadi penting. Lokasi setidaknya harus cukup dekat dengan tempat kerja, namun juga berada dalam daerah dengan tingkat kepadatan yang tidak terlalu tinggi. Jakarta Selatan memiliki banyak perumahan, baik perumahan tapak ataupun perumahan vertikal. Jakarta Sendiri menurut Rencana Tata Kota dan Tata Wilayah DKI Jakarta Selatan
ditetapkan sebagai daerah pemukiman taman.
Lokasinya yang cukup strategis—terutama kawasan selatan yang berada agak di pinggir—menjadikannya tepat untuk mendekatkan komuter yang bertempat tinggal di sekitar Depok, Bogor, dan sekitarnya. 1.1.4. Pembentukan Interaksi Sosial antar Penghuni Interaksi sosial pada hakikatnya terjadi secara alami karena tiap manusia memiliki dorongan untuk berinteraksi dengan sesamanya. Namun dalam sebuah konteks
2
Ibid.
3
kawasan hunian, interaksi sosial perlu diwadahi dengan adanya ruang-ruang sosial untuk membentuk perilaku sosial yang berdampak postif bagi para penghuninya. Pada kebanyakan hunian vertikal yang ada di Jakarta, jarang ditemukan adanya ruang-ruang sosial yang berfungsi secara maksimal. Kebanyakan penghuni memilih untuk bersosialisasi di luar area hunian seperti mall, kantor, dan lain-lain. Hal ini jauh berbeda dengan hunian tapak yang berada di pinggir kota. Di dalamnya dapat ditemukan area publik yang hidup seperti tanah lapang yang digunakan untuk bermain bola, taman sebagai tempat rekreasi dan tempat bermain anak-anak, dll. Dengan demikian, hadirnya ruang-ruang sosial di dalam sebuah hunian vertikal di dalam kota menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. 1.1.5. Tipe Hunian: Kondominium Target pasar dari hunian vertikal ini adalah para komuter yang kebanyakan merupakan pekerja golongan menengah atas dan yang sudah berkeluarga. Mereka lebih suka menetap dalam jangka waktu lama pada suatu tempat (settled). Sehingga tipe hunian yang tepat ialah kondominium (disebut juga apartemen strata title) dibandingkan dengan tipe hunian vertikal lainnya seperti apartemen sewa atau apartemen servis. 1.2.
Rumusan Permasalan
1.2.2. Permasalahan Non-Arsitektural
Bagaimana menyelesaikan permasalahan kebutuhan tempat tinggal bagi para komuter yang bertempat tinggal di luar kota Jakarta
Bagaimana mendorong terciptanya interaksi sosial antar penghuni melalui olah desain ruang-ruang public dalam kawasan hunian
4
1.2.1. Permasalahan Arsitektural
Bagaiman mendesain hunian vertikal yang sesuai dengan konteks kawasan pemukiman taman di Jakarta Selatan
Bagaimana mendesain ruang-ruang sosial dalam lingkungan hunian sesuai dengan prinsip-prinsip pembentukan ruang terkait interaksi sosial
Bagaimana merancang unit hunian yang sesuai dengan karakter penghuni (para komuter dengan ciri-ciri umum yaitu golongan menengah ke atas dan sudah berkeluarga)
1.3. Tujuan dan Sasaran 1.3.1. Tujuan Mendapatkan konsep perumahan sebagai tempat tinggal tetap di tengah kota bagi penghuni yang berkeluarga dari golongan menengah ke atas yang bersifat massal, kompak, dan memiliki ruang-ruang sosial yang berfungsi secara optimal. 1.3.2. Sasaran Menjawab permasalahan non-arsitektural dan arsitektural dalam perancangan kondominium di kawasan Jakarta Selatan.
1.4. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Memaparkan tentang latar belakang, permasalahan, tujuan dan sasaran, skema penulisan, metode, dan kerangka pemikiran.
BAB II TINJAUAN PERUMAHAN DI PERKOTAAN
5
Memaparkan
tentang
tinjauan
perumahan
yang
ada
di
perkotaan,
permasalahan-permasalahan yang ada, kriteria perumahan pada umunya dan tipologi perumahan urban.
BAB III TINJAUAN KHUSUS INTERAKSI SOSIAL Memaparkan tentang pengertian interaksi sosial dan teori-teori yang berkaitan dengan pembentukan ruang sosial dalam hunian.
BAB IV ANALISIS DAN SINTESA Memaparkan analisis yang terkait dengan perancangan kondominium di Jakarta Selatan diantaranya analisis tapak, analisis kebutuhan penghuni, dan analisis dan pendekatan konsep perencanaan.
BAB V KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Memaparkan
tentang
konsep
dasar
perencanaan
dan
perancangan
kondominium di Jakarta Selatan. 1.5. Metode Penulisan 1.5.1. Pengumpulan data Pengumpulan materi berupa isu-isu terkait permasalahan perumahan dalam skala lokal wilayah studi perencanaan dari berita yang ada di media cetak maupun media elektronik. 1.5.2. Analisis Analisis terhadap data-data terkait studi penelitian terhadap potensi dan permasalahan yang ada pada wilayah studi penelitian.
6
1.5.3. Sintesa Membuat sintesa dari hasil analisis dan pendekatan yang disusun sebagai landasan konsep dasar perencanaan dan perancangan hunian vertikal. 1.5.4. Merumuskan Konsep
Menarik hasil akhir dari seluruh proses yang telah dilakukan dengan merumuskan konsep perancangan kondominium di Jakarta Selatan.
7
1.6. Kerangka Pemikiran
8
1.7. Keaslian Penulisan Berikut adalah beberapa skripsi yang hampir sama tema pembahasannya: Judul
Penulis
Fokus Keaslian
Apartemen di Jakarta Pengolahan Ruang Hunian dan Ruang Bersama dalam Kaitannya dengan Kebutuhan Aspek Privasi dan Interaksi Sosial Penghuninya
Gunarso
Tinjauan Interaksi Sosial
Apartemen di Jakarta Selatan untuk Memenuhi Kebutuhan Fajar Suryo Segmen Pasar Komuter dari ISworo Bogor dengan Penekanan pada Privasi Penghuni Rumah Susun dengan Penerapan Konsep Urban Space di Bantaran Sungai Code bagi Penghuni Rusun
Data, Latar Belakang
Failasufa Karima Tinjauan Ruang Publik, An-Nizhamiya Konsep Ruang Publik
9