Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang terus mengalami peningkatan serta tidak diimbangi oleh lapangan pekerjaan yang memadai membuat angka pengangguran di Indonesia terus mengalami peningkatan. Angka pengangguran yang tinggi ini memicu adanya angka kriminalitas yang tinggi pula, hal ini dikarenakan tiap individu harus memenuhi kebutuhan hidupnya. Ketidakmampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya membuat banyak individu menggunakan berbagai macam cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekalipun dengan cara yang bertentangan dengan norma sosial, norma agama, maupun peraturan perundangundangan diatasnya. Masalah kriminalitas juga sering disandingkan dengan masalah kemiskinan, kepadatan penduduk, urban sosial, dan lain sebagainya. Data grafik dibawah ini akan menjelaskan tingkat kriminalitas di Indonesia: 350 000 300 000 250 000 200 000 angka kriminalitas
150 000 100 000 50 000 0 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012
Gambar 1.1 Grafik Angka Kriminalitas Indonesia Tahun 200-2013 ( Sumber : Data diolah dari BPS ) Pada tahun 2005 angka kejahatan mencapai 256431, tahun 2006 angka kejahatan mencapai 299163, 2007 angka kejahatan mencapai 330384, tahun 2008 angka kejahatan mencapai 326752, tahun2009 angka kejahatan mencapai 344942, tahun 1
2010 angka kejahatan mencapai 332.490, tahun 2011 angka kejahatan mencapai 347605, tahun 2012 angka kejahatan mencapai 341159, dan ditahun 2013 angka kejahatan mencapai 342084. Dari grafik diatas, diketahui bahwa angka kriminalitas di Indonesia tiap tahun terus mengalami peningkatan. Angka penurunan kriminalitas yang ada tidak terlalu signifikan, sehingga dapat dikatakan jika kriminalitas di Indonesia masih cukup tinggi. Salah satu kegiatan yang identik dengan kriminalitas adalah premanisme karena biasanya tindakannya identik dengan kekerasan. Kelompok preman merupakan komunitas yang memiliki power yang kuat dibanding komunitas lainnya. Fenomena
premanisme
di
Indonesia
mulai
berkembang
ketika
perekonomian yang dihadapi oleh banyak individu semakin sulit, sehingga pemenuhan kebutuhan tidak dapat dipenuhi. Perilaku premanisme ini merupakan salah satu bentuk dari sikap mental masyarakat yang kurang siap dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di lingkungannya. Suhartono1 menceritakan tentang sepak terjang para preman atau yang biasa disebut dengan bandit yang seringkali melakukan perampokan dan kerusuhan di Pulau Jawa sebagai salah satu upaya perlawanan atas kemiskinan dan ketidak adilan yang dialami masyarakat petani pedesaan kepada tuan tanah dan kolonial Belanda dengan setting sejarah penjajahan Belanda di Indonesia. Premanisme pada kala itu lebih mengarah kepada aksi peningkatan pajak tanah kepada masyarakat petani, perebutan hak milik tanah, dan pemalakan hasil bumi. Namun hal tersebut berbeda dengan keadaan saat ini, yaitu pelaku premanisme melakukan aksinya hampir keseluruh kegiatan masyarakat yang terdapat celah terhadap adanya serangan premanisme. Biasanya tindak kejahatan premanisme banyak terdapat di 1
Suhartono, 1993, Bandit-Bandit Pedesaan Jawa, Studi Historis 1850-1942, Yogyakarta: Aditya Media
2
wilayah perkotaan. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang berasumsi bahwa kota adalah tempat yang menyediakan banyak lapangan pekerjaan sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup, namun pada kenyataannya yaitu kompleksitas kehidupan di kota justru memicu banyak persoalan. Perubahan nasib yang diharapkan oleh banyak individu itu tidak dapat dipenuhi ketika daya dukung kota kurang memadai sehingga harapan mereka tidak dapat terwujud, sehingga terjadi peningkatan angka pengangguran di kota dan hal inilah yang menimbulkan aksi premanisme. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh preman di tiap daerah secara tidak langsung menujukan adanya pengambil alihan kekuasaan yang dilakukan oleh individu ataupun sekelompok orang tanpa mendapatkan banyak perlawanan dari masyarakat, karena banyak masyarakat yang takut ataupun merasa terancam oleh pelaku premanisme. Kasus-kasus premanisme yang tidak terungkap secara tidak langsung mengartikan adanya peran negara yang kurang terhadap aksi yang dilakukan oleh pelaku premanisme, karena ketika peran negara berkurang maka aksi premanisme akan semakin liar. Kasus-kasus premanisme semakin meningkat serta terorganisir memberikan konsekuensi kepada aparat serta pihak terkait bahwa aparat harus ekstra keras, tegas, dan tanggap dalam memberantas dan mengungkapkan sisi kejahatan yang terjadi. Kesuksesan pembangunan yang digalakan di setiap negara sangat tergantung pada besar kecilnya hambatan dari kriminalitas. Secara normatif seharusnya pihak aparat keamanan bisa menindak secara tegas keberadaan kelompok preman karena menimbulkan keresahan dan merupakan tindakan melawan hukum. Penegakan hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar 3
Republik Indonesia tahun 1945. Demi terciptanya tujuan dan cita-cita bangsa sebagaimana yang dirumuskan dalam UUD 1945 alinea ke empat yaitu membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Setiap perilaku individu dalam bermasyarakat telah ada dibuat dalam suatu ketentuan aturan perundangan-undangan untuk membuat kehidupan yang aman dan nyaman dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Perbuatan dan tindakan kejahatan-kejahatan premanisme diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
beberapa
peraturan
perundang-undangan
tentang
tindakan
premanisme, diantaranya yaitu pencurian dengan ancaman kekerasan (pasal 365 KUHP), melakukan tindak kekerasan terhadap orang atau barang di muka umum (pasal 170 KUHP), bahkan juga sampai melakukan pembunuhan (pasal 338 KUHP) ataupun pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), perilaku mabuk dimuka umum (pasal 492 KUHP) yang tentunya dapat mengganggu ketertiban umum serta menimbulkan keresahan dimasyarakat. Hukuman yang diberikan kepada pelaku premanisme disesuaikan dengan tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh preman tersebut. Pada pelaksanaanya aplikasi peraturan tersebut masih belum maksimal. Hal ini disebabkan bukti fisik dari kegiatan premanisme tidak terlihat secara kasat mata, melainkan lebih pada menekan psikologis korban, salah satunya berupa ancaman.
4
Aparat pemerintahan punya wewenang penting dalam menangani kasus premanisme yang mengganggu keamanan dan ketertiban lingkungan serta sangat meresahkan masyarakat, karena hal itu sudah menjadi tanggung jawab bagi kebijakan publik secara umum. Upaya pemerintah yang sangat serius dalam memberantas premanisme telah dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota. Salah satu daerah yang terbukti serius untuk menangani kasus premanisme adalah Kabupaten Wonosobo. Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu daerah yang dahulunya cukup dikenal dengan daerah yang rawan tindakan kriminalitas yang dilakukan oleh preman. Berdasarkan riset dari KPPOD, posisi keamanan di kabupaten Wonosobo dalam hal penanganan konflik sosial pada tahun 2004 menduduki peringkat 400 se-Indonesia. Kondisi Kabupaten Wonosobo sebelum tahun 2010 tercermin dalam beberapa kasus, yaitu kebakaran hebat menghanguskan pasar induk Wonosobo, pencuri dibakar, pencopetan, mabuk liar, masih banyak perkelahian, pertikaian antar kampung, pemalakan, toko tutup lebih awal, penjambretan, penodongan, begal, angka kriminalitas masih tinggi, dan bentuk kejahatan lainnya. Berikut ini akan disajikan data mengenai angka kriminalitas di Kabupaten Wonosobo sejak tahun 2003-2013 yang digolongkan kedalam beberapa kasus kejahatan yaitu pembunuhan, penganiayaan berat, penganiayaan ringan, pencurian berat, pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian biasa, penipuan, penggelapan, kebakaran, narkotika, pemalsuan uang, pemalsuan surat atau materi, perkosaan, perjudian, pengrusakan, pengroyokan, perbuatan cabul, pemerasan.
5
350 300 250 200 150 100 50 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 1.2 Grafik Banyaknya Kasus Kejahatan Dirinci Tiap Tahun di Kabupaten Wonosobo (2003-2013) (Sumber: data diolah dari BPS Kabupaten Wonosobo 2003-2013) Data grafik menunjukan angka kriminalitas di Kabupaten Wonosobo pada tahun 2003-2013 mengalami penurunan, walaupun ditahun-tahun sebelumnya fluktuatif. Daerah-daerah di Kabupaten Wonosobo yang rawan akan kegiatan premanisme hampir merata ditiap daerahnya. Namun, daerah kotalah yang paling rawan dengan kegiatan premanisme. Untuk mempermudah pengklasifikasian daerah-daerah yang rawan premanisme di Kabupaten Wonosobo, Polres Wonosobo membaginya kedalam beberapa kategori. Daerah-daerah rawan tindakan premanisme di Kabupaten Wonosobo dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu daerah sangat rawan, daerah rawan, dan daerah aman, sebagai berikut: Tabel 1.1 Pemetaan Daerah Rawan Premanisme di Kabupaten Wonosobo Daerah Sangat Rawan Daerah Rawan KecamatanWonosobo Kecamatan Kepil kota: Kalianget, Mojotengah, Kejiwan Kecamatan Kertek: Kecamatan Sapuran Binangun Kecamatan Watumalang Kecamatan Kejajar
Daerah Aman Kecamatan Selomerto
Kecamatan Garung Kecamatan Kaliwiro
Kecamatan Sukoharjo Kecamatan Leksono Sumber: Polres Wonosobo, 2015 6
Keseriusan pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam upaya menangani masalah premanisme salah satunya melalui program besar Kabupaten Wonosobo, yaitu “Human Right Cities.” Human Right Cities sebagai identitas Kabupaten Wonosobo adalah sebuah paradigma yang mengajarkan manusia satu dengan yang lain saling menghormati dan mengakui, serta tidak saling mengintimidasi. Usaha lain yang dilakukan untuk meminimalisasi kegiatan premanisme di Kabupaten Wonosobo juga dilakukan oleh kepolisian Kabupaten Wonosobo yaitu dengan membentuk Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat. Reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan Wonosobo untuk menekan angka kriminalitas serta meminimalisasi adanya premanisme juga dilakukan dengan melibatkan preman untuk menjaga keamanan dalam kegiatan keagamaan.2 Tidak cukup TNI dan petugas kepolisian yang menjaga keamanan, Bupati Wonosobo periode 2005-2015, H. Abdul Kholiq Arif mengerahkan preman untuk menjaga ketertiban antar umat beragama di daerahnya, serta pendekatan kemanusiaan berbasis ekonomi. Dalam hal ini, Pemerintah kabupaten berusaha merangkul preman yakni dengan memberi tanggung jawab, baik di desa-desa maupun di komunitasnya. Pemangku kepentingan yang terlibat dalam menangani permasalahan premanisme bukan hanya berasal dari pemangku kepentingan formal saja (pemerintah), melainkan juga pemangku kepentingan non-formal ( swasta dan civil society). Semua aktor tersebut bersikeras untuk mengubah kondisi preman agar dapat menjalankan fungsi sosial ekonomi yang positif.
2
Para pemangku
http://www.tempo.co/read/news/2012/12/11/078447448/Bupati-Ini-Kerahkan-Preman-Jaga-Kerukunan-Beragama diakses pada tanggal 10 april 2015
7
kepentingan tersebut saling bersinergi sehingga membentuk koordinasi yang terintegrasi untuk menangani kasus premanisme di Kabupaten Wonosobo. Selain itu, peran aktif dan dukungan masyarakat juga dibutuhkan agar kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani masalah premanisme ini dapat berjalan optimal, sehingga angka kriminalitas dapat ditekan serendah-rendahnya. Strategi pemerintah Kabupaten Wonosobo telah berhasil
merubah
paradigma masyarakat Wonosobo tentang kondisi keamanan dari keadaan yang kurang kondusif, kini telah berubah menjadi lebih aman dan jauh dari unsur negatif premanisme. Pada tahun 2007 KPPOD menjadikan Kabupaten Wonosobo teraman peringkat ke-8 di Indonesia. Kemudian, di Jawa Tengah, Wonosobo mendapat predikat kabupaten teraman dan merupakan salah satu kabupaten yang berhasil dalam menangani konflik.3
Gambar 1.3 Grafik Peringkat 10 Posisi Teratas dan 10 Posisi Terbawah Sub Indeks Keamanan dan Resolusi Konflik (sumber: Tata Kelola Ekonomi Daerah 2007)
3
http://www.jawapos.com/baca/artikel/12491/Human-Right-City-Inovasi-Bupati-Wonosobo-Abdul-Kholiq-Arif diakses pada tanggal 10 april 2015
8
Selain peningkatan peringkat posisi keamanan, pada tahun 2014 tidak ada demonstrasi yang anarkistis di Wonosobo, hal tersebut dikemukan oleh kasubbag Bantuan Hukum dan HAM Bagian Hukum Setda Wonosobo yaitu Ratna Anggraini. Kondisi daerah Wonosobo yang aman dan jauh dari unsur premanisme dan konflik sosial di daerah memberikan dampak positif pada beberapa sektor, diantaranya yaitu sektor pariwisata dan sektor investasi bisnis perekonomian. Dalam sektor pariwisata ini terjadi peningkatan kunjungan wisatawan yang akan disajikan dalam grafik dibawah ini: 600.000 500.000 400.000 300.000
pengunjung
200.000 100.000 0 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 1.4 Grafik Pengunjung Wisata Kabupaten Wonosobo (sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo) Grafik diatas menggambarkan jumlah wisatawan yang mengunjungi Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 terjadi jumlah pengunjung sebanyak 151.848, pada tahun 2007 jumlah pengunjung sebanyak 202.539 atau dalam kata lain terjadi angka peningkatan sebesar 33,38 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 jumlah pengunjung sebanyak 215.941 atau meningkat sebesar 6,62 persen dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2009 jumlah wisatawan sebesar 261.309 atau meningkat sebesar 21,01 persen. Pada tahun 2010 jumlah pengunjung sebesar 274.981 atau terjadi peningkatan 9
sebesar 5,19 persen. Pada tahun 2011 jumlah pengunjung sebesar 290.174 atau terjadi peningkatan sebesar 5,56 persen. Pada tahun 2012 jumlah pengunjung sebanyak 412.736 atau naik sebesar 42,23 persen dan pada tahun 2013 jumlah pengunjung sebanyak 483.428 atau terjadi peningkatan sebesar 17,12 persen. Sedangkan pada sektor investasi bisnis perekonomian terjadi banyak peningkatan kegiatan bisnis ekonomi yang dilakukan oleh para investor yang menanamkan sahamnya di Kabupaten Wonosobo. Peningkatan jumlah investor yang menanamkan modal di Kabupaten Wonosobo terlihat dari peningkatan jumlah usaha yang ada di Kabupaten Wonosobo. Hal ini nantinya akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah, sedangkan di sektor pariwasata terjadi peningkatan jumlah pengunjung wisatawan yang berwisata di objek pariwasata yang berada di sekitar Daerah Wonosobo. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penelitan ini akan membahas tentang “Analisis Peran dan Tahapan
yang Dilakukan
Pemangku kepentingan Dalam Pemberdayan Premanisme Di Kabupaten Wonosobo”. Pengertian tentang premanisme yang begitu makro, membuat penelitian ini berfokus pada preman jalanan yang kegiatannya sangat meresahkan di lingkungan masyarakat. Label preman dalam penelitian ini didasarkan atas kejahatan yang dilakukan oleh para individu atau kelompok yang sering mengganggu keamanan, ketertiban, ketentraman di lingkungan masyarakat, yang aksinya dapat memicu adanya korban. Contoh kegiatan yang dilakukan yaitu mabuk, mencuri, menjambret, penodongan, dan lain sebagainya. Penelitian ini juga dilakukan dengan pelacakan sejarah di tiga daerah yang terkenal sebagai daerah rawan premanisme yaitu Kejiwan, Kalianget, dan Binangun mengenai 10
perkembangan premanisme di Kabupaten Wonosobo hingga terjadi angka penurunan terhadap premanisme, karena sejak reformasi birokrasi yang dijalankan oleh Bupati Kholik Arif pada masa pemerintahan tahun 2005 sampai saat ini eksistensi “Preman” di Kabupaten Wonosobo mengalami penurunan. 1.2 Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah disampaikan diketahui bahwa peran antar pemangku kepentingan dalam melakukan pemberantasan kegiatan premanisme di Kabupaten Wonosobo memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap keamanan dan ketertiban di Kabupaten Wonosobo saat ini. Perubahanperubahan yang terjadi di Kabupaten Wonosobo telah menjadikan Wonosobo sebagai Kabupaten teraman dan berhasil dalam menangani konflik yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Untuk bisa mencapai predikat tersebut, peran-peran yang dimiliki oleh masing-masing pemangku kepentingan serta interaksi yang terjadi dalam tahapan pemberdayaan terhadap premanisme sangat menentukan adanya suatu keberhasilan yang terjadi. Keberhasilan yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan dalam menangani kasus premanisme di Kabupaten Wonosobo membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: - Bagaimana peran dan tahapan yang dilakukan pemangku kepentingan dalam melakukan pemberdayaan terhadap pelaku premanisme sebagai langkah meningkatkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat Kabupaten Wonosobo?
11
1.3 Tujuan Penelitian Penulisan penelitian ini bertujuan untuk: - Mendeskripsikan peran dan tahapan pemangku kepentingan dalam melakukan pemberdayaan terhadap premanisme di Kabupaten Wonosobo, disertai dengan deskripsi program kegiatan yang dilakukan tiap pemangku kepentingan yang terlibat. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang dilakukan terhadap seluruh rangkaian kegiatan penelitian danhasil penelitian adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat untuk pemerintah a Hasil penelitian ini dapat dijadikan pemerintah sebagai rujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja pemerintah daerah Wonosobo dalam memberdayakan preman di seluruh daerah di Kabupaten Wonosobo terutama pada daerah yang dikategorikan sebagai daerah rawan. b Penelitian ini dapat dijadikan rujukan baru bagi pengembangan ilmu pemerintahan khususnya dalam bidang peningkatan keaman dan ketertiban di daerahnya masing-masing. c Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemangku
kepentingan
dalam
membuat
suatu
kebijakan,
mengimplementasikan, mengembangkan, dan mengevaluasi kebijakan yang diterapkan di pemerintahan. d Penelitian ini dapat dijadikan contoh bagi pemerintah daerah lain untuk meniru strategi inovasi baru yang berhasil diterapkan oleh pemerintah
12
daerah Wonosobo dalam rangka meminimalisasi kegiatan premanisme di Kabupaten Wonosobo. 1.4.2 Manfaat untuk masyarakat a Penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk melakukan kajian terhadap kinerja aparatur pemerintahan khususnya dalam hal meningkatkan keamanan dan ketertiban di Kabupaten Wonosobo. b Penelitian yang dilakukan dapat digunakan untuk mengetahui segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah maupun aktor yang terlibat dalam meminimalisasi kegiatan premanisme di Kabupaten Wonosobo guna meningkatkan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat Kabupaten Wonosobo. 1.4.3 Manfaat untuk peneliti Seluruh tahapan proses penelitian serta hasil penelitian yang dilakukan dapat memperluas wawasan mengenai keadaan Kabupaten Wonosobo pada masa lampau, keberagaman karakter masyarakat, serta menambah pengetahuan empirik mengenai penerapan fungsi ilmu pemerintahan.
13