BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya adalah merupakan suatu proses perubahan yang terus menerus dengan melakukan perbaikan-perbaikan serta peningkatan menuju kearah cita-cita yang ingin dicapai1, Sejalan dengan semakin pesatnya pembangunan serta perubahan yang dilakukan oleh pemerintah maupun yang dilakukan oleh masyarakat dalam dunia perekonomian pun mengalami perubahan. Berkembangnya dunia usaha yang semakin luas, berdampak pada semakin banyaknya jenis barang dan jasa yang dapat dikonsumsi, makin beragamnya barang dan jasa tersebut membuat semakin variatifnya pula bagi konsumsi konsumen. Salah satu dampak globalisasi misalnya dalam dunia perdagangan dan jasa, sekarang ini ditandai dengan lahirnya berbagai macam perjanjian yang dilakukan baik antara sesama perusahaan maupun antara negara kepada masyarakat dalam bidang pelayanan umum atau public service. Sebagian besar masyarakat umum tidak memahami apa itu klausula baku, meskipun di dalam prakteknya kehidupan sehari-hari masyarakat tersebut telah membubuhkan tandatangannya pada suatu perjanjian pada menerima/ menyetujui setiap dokumen yang isinya memuat klausula baku2. Dibutuhkan Air yang bersih, higienis, dan tidak ter cemar dari segala penyakit yang berbahaya. Karena Air adalah kebutuhan pokok manusia untuk melangsungkan
1
Lihat tujuan pembangunan nasional sebagaimana tercantum di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. 2 Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam perjanjian atau dokumen yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen
hidupnya ataupun untuk menjalankan usahanya, karena itu air sangat penting bagi kelanjutan hidup masyarakat, kebutuhan hidup masyarakat luas dipenuhi pelaku usaha yang tidak lepas dari tujuan untuk memeperoleh keuntungan termasuk PDAM. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dirumuskan mengacu pada filosofis pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan perlindungan bagi konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan pada kenegaraan Republik Indonesia, yaitu Dasar Negara dan konstitusi Negara UUD 19945. Di Kota Cirebon, penyediaan Air sampai saat ini masih dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) yaitu PDAM yang selanjutnya disalurkan kepada masyarakat sebagai konsumen. Penyaluran tersebut dengan sistem jual beli. Bentuk perjanjian baku artinya perjanjian terseebut dibuat secara sepihak, pada perjanjian baku konsumen pada posisi menerima atau menolak karena konsumen tidak bisa menentukan isi, bentuk, dan prosedural pembuatan perjanjian. Dalam praktiknya “Apabila konsumen pengguna Air terlambat membayar atas penggunaan Air, maka pihak PDAM menarik denda keterlambatan tersebut”, Namun disalah satu pihak apabila air tidak jalan atau tidak memperoleh air yang layak konsumsi, maka PDAM tidak mau tahu keadaan ini dan konsumen tatap saja membayar tagihan walaupun tidak bisa menikmati air tersebut. Sampai masyarakat susah sekali untuk mendapatkan Air Bersih hanya untuk minum, apa lagi sampai untuk menunjang usaha dari masyarakat yang sangat bergantung pada Air Bersih, sehingga hal seperti ini dapat menghambat produksi atau mata pencaharian masyarakat akan hilang. Hal ini jelas menjadi bukti suatu pelanggaran atas UndangUndang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, konsumen memiliki hak sebagai berikut :
a. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan / jasa. b. Hak untuk memilih barang dan / jasa, serta mendapatkan barang dan / atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi, serta jaminan yang dijanjikan. c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa. d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan / atau jasa yang dirugikan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara besar dan jujur serta tidak diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugidan atau penggantian, apabila barang dan / atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan dari urain diatas, maka ada beberapa masalah yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah klausula peryataan sepihak dihubungkan dengan asas Kebebasan berkontrak? 2. Upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh konsumen, apabila Konsumen merasa dirugikan? C. Maksud dan Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pembuatan proposal seminar usulan penelitian atau penelitian ini adalah, sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui klausula pernyataan sepihak/klausula baku menyebabkan dilanggarnya asas kebebasan berkontrak menurut KUHPerdata. 2. Untuk mengetahui upaya hukum apa saja yang dapat ditempuh oleh konsumen, apabila terjadi kerugian atas penerapan klausula pernyataan sepihak oleh PDAM Kota Cirebon.
D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut : a. Secara Teoritis 1. Diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah pada umumnya dan hukum perlindungan konsumen khususnya. 2. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah khasanah kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Swadaya Gunung Jati. 3. Dapat dijadikan bahan acuan penulisan hukum mahasiswa Fakultas Hukum selanjutnya dan bahan pertimbangan dalam pembinaan dan perkembangan hukum-hukum nasional b. Kegunaan Praktis 1. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam rangka penyusunan maupun penyempurnaan kebijkan dibidang perlindungan hukum terhadap konsumen
2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat umumnya dan khususnya bagi masyarakat yang aktifitasnya berkecimpung dalam dunia hukum khususnya hukum perlindungan konsumen. E. Kerangka Pemikiran Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam perjanjian atau dokumen yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Setiap perjanjian baku atau perjanjian standar (standard contrak) merupakan suatu ketentuan yang menjadi tolak ukur yang memuat hak dan kewajiban bagi para pihak dalam suatu transaksi baik barang atau jasa yang dibuat secara tertulis yang harus dipatuhi3. Istilah konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu, consumer. Dalam kamus English-Indonesia4. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia memberikan pengertian konsumen adalah sebagai berikut5 : ”konsumen adalah pemakai, (barang-barang hasil industri, bahan makanan dan sebagainya), lawan dari Produsen”. Istilah konsumen dikenal dalam KUH Perdata:6 Sebelum berlakunya Undang-Undang perlindungan Konsumen, istilah konsumen tidak dikenal. Dalam KUHPerdata dikenal adanya istilah Pembeli, Penyewa, dan si berhutang (debitur). Dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) No. 49/248 Tahun 1985, tentang Hukum Perlindungan Konsumen (Guidelines for consumer protection)
3
Hastuty KL, Jurnal Hukum Hukum Responsif, (Cirebon, Fakultas Hukum Unswagati Cirebon 2011), hlm 51 4 Peter Salim, Advane English-Indonesia Dictonary, Edisi ketiga (Jakarta : Modern English Press 1991), hlm 186 5 W.J.S Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka 1984), hlm 769 6 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta, PT Grasindo, 2004), hlm 80
menyebutkan : ”Konsumen adalah pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam masyarakat untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan/atau untuk rumah tangganya, dan tidak untuk diperdagangkan kembali7. Pengertian yuridis formal ditemukan dalam Pasal 1 angka (2) UUPK dinyatakan bahwa : ”setiap orang atau pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingannya sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dsn tidsk untuk diperdagangkan.” Berdasarkan pengertian diatas maka bahwa dapat disimpulkan dari pernyataan diatas adalah konsumen adalah pihak pembeli, memakai, menikmati barang dan/ jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan Rumah tangganya sendiri. Sesuai dengan Pasal 1 angaka (2) UUPK dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsumen menurut UUPK pasal 1 adalah konsumen akhir. Istilah pelaku usaha merupakan Istilah yuridis dari Produsen8. Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi9.
7
http/www.google.com.Resolusi PBB N. H. T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, cet 1. (Bogor: Grafika Mardi Yuana, 2005), hlm 26 9 Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen, pasal 1 angka (3) 8
Perikatan menurut ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai hubungan hukum antara dua pihak di dalam lapangan harta kekayaan, diamana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi itu.10 Adanya
keterlibatan
pemerintah
dalam
pembinaan
penyelenggaraan
perlindungan konsumen berdasarkan pasal 29 UUPK, di dasarkan pada kepentingan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 bahwa kehadiran negara adalah untuk mensejahterakan rakyat.11 Adanya tanggung jawab pemerintah dalam hal ini pembinaan
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
tidak
lain
untuk
memberdayakan konsumen memperoleh haknya.12 PDAM adalah Perusaan Air Minum Milik Daerah yang bertanggung jawab dalam menyediakan air bersih dan pendistribusian air bersih kepada masyarakat, demi kepentingan umum, PDAM mempunyai kewenangan yang sangat luas dalam usaha pendistribusian Air bersih kepada masyarakat. Kewajiban utama konsumen adalah membayar tagihan air tepat pada waktunya.
sebaliknya
konsumen
berhak
mendapatkan
aliran
air
secara
berkesinambungan dengan keadaan baik. Bahkan apabila terjadi gangguan, pelanggan PDAM berhak mendapatkan pelayanan untuk perbaikan terhadap penyediaan air bersih atau penyimpangan terhadap mutu air yang disalurkan. Idealnya antara hak dan kewajiban berjalan secara paralel. Konsumen membayar air tepat waktu sekaligus konsumen juga mendapatkan pelayanan kebutuhan air secara optimal. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen.13
10
Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas hokum Perdata, (Bandung, Alumni, 1992), hlm 203 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, cet 1. ( Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004), hlm 180 12 Ibid, hlm 181 13 Undang-undang no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 11
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan oleh konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.14 Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan / atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab ( Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, huruf d ). Akibat penerapan terhadap klausula pernyataan sepihak oleh PDAM Kota Cirebon maka masyarakat sangat dirugikan, karena masyarakat tidak mengetahui tentang isi perjanjian yang mereka setujui. Padahal dalam isi perjanjian tersebut sangat merugikan konsumen apabila tidak bisa menikmati air bersih tersebut, didalam salah stu isi perjanjian tersebut adalah ”setuju dan tidak akan menggugat apabila pipa distribusi yang kami biayai menjadi milik PD. Air Minum Kota Cirebon berhak memperluas sambungan baru dari jaringan pipa tersebut”. Hal tersebut sangatlah merugikan, hal ini dikarenakan apabila ada permasalahan maka pihak konsumen secara tidak langsung tidak akan bisa menggugat apa pun ke PDAM, dan apabila terjadi adanya pemasangan baru maka debit air yang diperoleh konsumen akan semakin berkurang, pasokan air yang diterima akan semakin kecil. Aspek kedua dari perlindungan konsumen adalah persoalan tentang pemakaian standar kontrak dalam hubungan antara produsen dan konsumen. Dalam praktik sering ditemukan cara bahwa untuk mengikat suatu perjanjian tertentu, salah atu pihak telah mempersiapkan sebuah konsep (draft) perjanjian yang akan berlaku bagi para pihak. Konsep itu disusun sedemikian rupa sehingga pada waktu penandatanganan 14
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 2006), hlm 9
perjanian, para pihak tinggal beberapa hal yang sifatnya subyektif, seperti identitas dan tanggal waktu penbuatan perjanjian yang sengaja dikosongkan sebelumnya. Sedangkan ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian sudah tertulis (tercetak) lengkap, yang pada dasarnya tidak dapat diubah lagi. Konsep perjanjian inilah yang disebut dengan standar kontrak (perjanjian standar, perjanjian baku). Istilah ini menunjukan pada syarat-syarat perjanjian yang sudah dibakukan sebelumnya.15 Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.16 Syarat sah perjanjian adalah :17 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu 4. Suatu hal yang halal Hal seperti ini pun sudah sering terjadi di Kota Cirebon, sehingga masyarakat apabila tidak bisa menerima hak seutuhnya dari PDAM maka masyarakat tidak akan bisa berbuat apa – apa, karena masyarakat tidak mengetahui isi perjanjian tersebut dan langsung menyetujuinya. Sehingga masyarakat akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memperoleh air bersih yang layak konsumsi yaitu dengan membeli air isi ulang galon yang belum tentu higienis dan sehat, karena suatu penelitian menerangkan bahwa air isi ulang blum tentu bersih dan higienis, contoh seperti penulis, penulis meminum air dari isi ulang galon dan penulis merasakan dampak dengan tenggorakan gatel dan batuk. Akan tetapi apabila masyarakat memperoleh air yang layak konsumsi dari PDAM maka masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan dan airnya dijamin higienis dan bersih karena air yg diperoleh dari PDAM akan dimasak terlebih 15
Ibid, hlm. 13. Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1313 17 Undang-undang Hukum Perdata 1320 16
dahulu sehingga bersih hilang dari kotoran, konsumen bisa membeli tambahan air bersih melalui mobil tanki yang telah disediakan oleh PDAM, sehingga apabila sudah sepeti ini keadaannya konsumen merasa sangat dirugikan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas berarti PDAM tidak mentaati 5 asas-asas penting dalam undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 2, sebagai berikut : 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamankan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan, yaitu memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan, dimaksukan ntuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan / atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum, artinya agar konsumen maupun pelaku usaha mentaati hukum
dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Tapi faktanya PDAM tidak bisa melaksanakan 5 asas-asas tersebut, sehingga konsumen sangat dirugikan karena perjanjian yang ada hanyalah menguntungkan bagi perusaan milik daerah tersebut, mutu air yang dihasilkan pun tidak layak dan kurangdari standar kesehatan karena airnya sedikit yang keluar.
Erman
Rajagukguk,
mengemukakan
bahwa
pengaturan
perlindungan
kunsumen dilakukan dengan : a. Menciptakan
system
perlindungan
konsumen
yang
mengandung
unsur
keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum. b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha. c. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan. F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan 1.1. Metode pendekatan yang di gunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang mengutamakan data kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.18 Penelitian ini di antaranya adalah menguji dan mengkaji ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku mengenai perlindungan konsumen terhadap klausula pernyataan sepihak PDAM dalam persyaratan pemasangannya. Pendekatan Normatif yaitu mendekati masalah yang diteliti dengan mendasarkan pada norma yang berlaku, apakah masalah itu baik atau tidak. 1.2. Pendekatan Yuridis yaitu pendekatan terhadap masalah-masalah yang diteliti dengan hubungan-hubungan hukum dari masalah tersebut. 2. Spesifikasi Penelitian Penelitian ini ditekankan kepada deskriptif analisis, mendeskripsikan tentang problem yang ada di masyarakat sebagai sebuah fakta social yang ada di masyakatyang dengan masalah perlindungan hukum terhadap konsumen khususnya 18
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitin Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hlm.24.
konsumen air, dan fakta – fakta yang ditemukan di analisis dengan teori-teori hukum. 3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lebih menitik beratkan terhadap 3.1 Data primer adalah data yang diambil berdasarkan tinjauan lapangan yang merupakan hasil wawancara dimana didapat langsung dari sumber yang relevan dengan penelitian. 3.2.Data sekunder adalah data yang diproses dari bahan-bahan pustaka yang relevan dengan penelitian : -
Data sekunder bahan hukum primer yaitu : undang-undang, peraturan pemerintah hasil deskripsi
-
Data sekunder bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian yang di peroleh dari skripsi-skripsi
4. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan proposal usulan seminar skripsi ini, maka penulis melakukan kegiatan sebagai berikut : 4.1 Observasi atau study lapangan 4.2. Wawancara Yaitu teknik yang dilakukan penulis terhadap para sumber dalam mencari kebanaran data yaitu : -
Terstruktur adalah melakukan wawancara langsung ke lokasi penelitian
-
Tak Terstruktur adalah Melakukan wawancara kepada masyarakat atau konsumen PDAM.
5. Teknis Analisis Data Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang bertitik tolak pada ketentuan hukum yang berlaku yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dikatakan kualitatif Karena data yang diperoleh tidak menggunakan rumus matematis dan angka-angka tetapi berdarkan pada usaha penemuan info, uraian atau pembahasan sehingga dapat diketaui aspek hukumnya. G. Lokasi Penelitian Penulis meneliti di PDAM kota Cirebon Karena untuk mengetahui perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap konsumen PDAM terhadap klausula pernyataan sepihak yang dilakukan oleh pihak PDAM, dan supaya mengetahui upaya hukum apa yang bisa dilakukan konsumen. H. Sistematika Pertanggung Jawaban Penulisan Untuk mempermudah dan menjelaskan tentang permasalahan yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I, Pendahuluan yang berisikan tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian,
Kegunaan
Penelitian,
Kerangka
Pemikiran, Metode Penelitian, Lokasi Penelitian, Sistematika Pertanggung Jawaban Penulisan. BAB II, Tinjauan
Teoritis
terhadap
Penerapan
Klausula
Pernyataan
Sepihak
Sebagaimana klausula Baku, Tinjauan Terhadap Perjanjian dan Segala Aspekaspeknya, Ketentuan Umum Tentang Klausula Baku, Akibat Hukum dari Penerapan Klausula Baku
BAB III, PDAM Kota Cirebon dan Perkembangannya, Dasar Pendirian, Struktur Organisasi dan Tata Kerja PDAM Kota Cirebon, Persyaratan Pemasangan Saluran Air Minum PDAM Kota Cirebon. BAB IV, Bagaimanakah gambaran klausula peryataan sepihak dihubungkan dengan asas Kebebasan berkontrak, upaya hukum apa yang dapat ditempuh oleh konsumen, apabila Konsumen merasa dirugikan BAB V, Penutup, Kesimpulan, Saran yang berisi tentang beberapa pokok yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya yang disertai dengan saran seperlunya.