BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang Penelitian Perkembangan properti cukup berkembang pesat di beberapa negara. Pasar
properti di Indonesia terus mengalami pertumbuhan yang signifikan sekitar 20% di tahun 2011 (Thaib, 2010). Pertumbuhan industri properti di Indonesia tahun 2011 juga didukung oleh likuiditas perbankan dalam penyediaan KPR yang semakin tinggi. Menurut Thaib (2010), investor asing berlomba menjadikan Indonesia tujuan investasi, khususnya di bidang properti karena harga properti di Indonesia juga masih murah jika dibandingkan dengan negara lain serta imbal hasil yang tinggi dari investasi properti di Indonesia. Dalam penelitian Grahandaka (2010) diketahui rata-rata harga properti per meter persegi di Indonesia adalah US$ 1.287 sedangkan harga di Malaysia US$ 1.424, dan Singapura US$ 11.324. Selain negara Indonesia, terdapat negara Singapura yang memiliki peningkatan dalam pasar propertinya. Menurut riset yang dilakukan Grahandaka (2010), kedepannya harga properti residensial di Singapura diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 12% hingga 15%. Produk residensial memang menjadi dominasi peminatan bagi warga negara asing di Singapura hal tersebut karena adanya faktor pemilikan yang mempunyai jangka waktu yang sangat lama sehingga banyak warga negara asing yang berinvestasi di produk residensial di Singapura dan selain itu bunga kreditnya tergolong rendah. Di lain pihak, Green-Morgan (2011) menyampaikan bahwa Australia mempunyai perkembangan yang pesat di tahun 2010 karena tingkat saham yang diinvestasikan di Australia meningkat sebanyak 9% dalam mata uang lokal. Pemicu 1
kenaikan tahun lalu adalah tingkat pengembalian modal yang meningkat, sedangkan di tahun 2011 pertumbuhan diharapkan berasal dari permintaan sewa untuk kantor dan industri. Peningkatan permintaan tentunya mendorong industri properti untuk menyajikan dan mengungkapkan laporan keuangannya secara memadai. Agar laporan keuangan semakin relevan dan reliable, Dewan Standar Akuntansi Indonesia-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) mengadopsi ketiga standar yang dikeluarkan International Accounting Standards Board (IASB) dengan revisi terbaru terkait dengan aset berwujud secara bersamaan pada
tanggal 31 Desember 2007.
Dan di antara ketiga standar
tersebut, standar yang paling memiliki keterkaitan signifikan dengan industri properti secara spesifik adalah International Accounting Standard (IAS) 40: Investment Property. Indonesia harus mengadopsi standar IAS 40 untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham di negara ini atau sebaliknya. Namun demikian, untuk mengadopsi standar internasional itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Seiring dengan implementasi standar baru, pembahasan tentang pengungkapan semakin diperbincangkan. Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan terdiri dari dua bagian, yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini dikeluarkan oleh BAPEPAM dalam SE- 02/PM/2002 dan tertuang dalam IAS 40 terkait properti investasi, sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pengungkapan yang melebihi dari yang diwajibkan. Persoalan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana mengukur kualitas pengungkapan informasi yang disajikan sementara pengungkapan
2
adalah konsep teoretis yang sulit diukur secara langsung (Marston dan Shrives, 1991). Pembahasan tentang pengungkapan dirasa penting karena pengungkapan berguna bagi pembentukan public image yang optimal, peningkatan kredibilitas perusahaan dan peningkatan akurasi pasar. Implementasi standar ini pun belum terlalu lama sehingga memicu perusahaan-perusahaan properti mengungkapkan properti investasinya secara bervariasi dan ini menyulitkan pihak-pihak berkepentingan dalam mengambil keputusan. Hal inilah yang mendorong dilakukannya perbandingan terhadap perusahaan properti di ketiga negara yang sudah melakukan konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS). Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah industri properti karena perusahaan properti seperti sudah disampaikan sebelumnya adalah salah satu sektor yang berkembang sangat pesat dan merupakan perusahaan yang berkaitan dengan IAS 40. Perusahaan-perusahaan properti yang dimaksud adalah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Bursa Efek Australia (ASX) dan Bursa Efek Singapura (SGX). Perbandingan perusahaan properti investasi ketiga negara dilakukan agar dapat memahami kebijakan masing-masing negara dalam memberikan insentif terkait properti investasi dan karakteristik metode pengukuran lanjutan yang dipakai perusahaan properti di ketiga negara tersebut. Dari berbagai penjelasan diatas, banyak hal yang dapat dipelajari dari perbandingan ketiga negara mengenai pengungkapan properti investasinya sehingga dapat dianalisis apa kelebihan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan properti di Indonesia dan tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi pihakpihak yang berhubungan dengan standar properti investasi ini. Maka penelitian ini dibuat dengan judul “ANALISIS PERBANDINGAN PENGUKURAN DAN PENGUNGKAPAN PROPERTI INVESTASI MENURUT INTERNATIONAL
3
ACCOUNTING STANDARD (IAS) 40: INVESTMENT PROPERTY PADA INDUSTRI PROPERTI YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA, BURSA EFEK AUSTRALIA, DAN BURSA EFEK SINGAPURA”
I.2
Ruang Lingkup Penelitian Dengan tujuan agar pembahasan tidak terlalu meluas dan memberikan
pemahaman yang sesuai dengan permasalahan yang ada, maka penulis akan membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut: 1.
Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang sahamnya terdaftar pada BEI, ASX dan SGX yang termasuk dalam kategori industri properti;
2.
Penelitian ini mengambil data dari laporan keuangan tahun terakhir, tahun 2010;
3.
Penelitian ini terbatas pada pengukuran dan pengungkapan informasi laporan keuangan yang terkait dengan properti investasi.
I.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Mengetahui pengukuran yang digunakan oleh perusahaan di BEI, ASX dan SGX.
2.
Menganalisis seberapa luas tingkat kelengkapan pengungkapan properti investasi yang dilakukan perusahaan-perusahaan properti yang terdaftar di BEI, ASX dan SGX.
3.
Menganalisis perbandingan karakteristik pengungkapan properti investasi antara perusahaan properti di Indonesia, Australia dan Singapura.
4.
Menganalisis seberapa jauh pengungkapan terkait properti investasi sudah memenuhi kebutuhan pihak-pihak berkepentingan.
4
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: 1.
Bagi perusahaan:
Memotivasi perusahaan dalam mengungkapkan secara lebih luas terkait properti investasi yang dimilikinya, sehingga di mata investor perusahaan memiliki public image yang baik dan menarik minat investor dalam berinvestasi pada perusahaan tersebut. 2.
Bagi investor:
Digunakan sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi dalam sektor properti yang terdaftar di pasar modal Indonesia. 3.
Bagi BAPEPAM dan DSAK-IAI:
Digunakan untuk mengembangkan, mengubah, menambah dan menjelaskan standar akuntansi yang berlaku dalam industri properti terutama yang terkait dengan properti investasi untuk menciptakan pasar modal yang efisien. 4.
Bagi perusahaan multinasional:
Digunakan untuk memotivasi perusahaan properti di Indonesia yang akan melakukan ekspansi ke luar negeri untuk menggunakan pengukuran fair value model karena pemilihan model ini akan meningkatkan keterbandingan laporan keuangan perusahaan properti dalam negara yang berbeda. Selain itu, penggunaan fair value model dapat mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis.
I.4
Ringkasan Metodologi Penelitian
1.
Jenis dari risetnya adalah riset eksploratoria (kualitatif, naturalis).
2.
Dimensi waktu riset melibatkan satu waktu tertentu dengan banyak sample (cross sectional).
5
3.
Kedalaman risetnya mendalam tetap hanya melibatkan satu objek saja (studi kasus).
4.
Metode pengumpulan datanya tidak langsung.
5.
Lingkungan penelitiannya merupakan lingkungan riil (field setting).
6.
Unit analisisnya merupakan perusahaan-perusahaan properti yang terdaftar di BEI, ASX dan SGX.
I.5
Sistematika Pembahasan
BAB I
PENDAHULUAN Bab ini memberikan gambaran singkat mengenai latar belakang permasalahan, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian,
metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini merupakan kajian teoritis tentang properti investasi menurut IAS 40. Teori-teori yang dikemukakan terkait dengan definisi properti investasi,
pengakuan,
pengukuran,
penilaian,
pelepasan
dan
pengungkapannya. BAB III
OBYEK DAN DESAIN PENELITIAN Bab ini menguraikan pemilihan objek penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data yang akan digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi yang diperlukan.
BAB IV
PEMBAHASAN Bab ini membahas tentang pengukuran dan pengungkapan properti investasi di masing-masing negara, kemudian dibahas perbandingan
6
ketiganya untuk setiap item pengungkapan properti investasi baik dengan fair value model atau cost model. BAB V
SIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas kesimpulan yang ditarik dari hasil-hasil tersebut, dan saran yang dapat diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan.
7