1
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, LMSSA, FFARCSI pada tahun 1981. LMA pertama kali digunakan pada pasien tahun 1981. Pada tahun 1988, LMA diproduksi di United Kingdom dan dilakukan uji klinis secara mendalam. Tahun 1990, LMA digunakan secara luas pada pembiusan di United Kingdom. LMA diijinkan penggunaannya di United States tahun 1991 dan menjadi semakin populer. Tahun 1993, LMA dimasukkan kedalam Difficult Airway Algorithm oleh American Society of Anesthesiologists (Schwartz AJ, 2005). LMA merupakan alternatif terhadap sungkup muka atau intubasi trakea untuk pemeliharaan jalan nafas selama anestesi. LMA merupakan konsep baru manajemen jalan nafas yang telah diterima secara luas dan digunakan di berbagai situasi. Saat ini diperkirakan lebih dari 200 juta ahli anestesi menggunakan LMA (Cook T & Walton B., 2009; Matta et al., 1995). LMA terus berkembang sejak tahun 1988. Jenis-jenis LMA saat ini meliputi LMA Klasik, LMA Fleksibel, LMA Intubasi dan LMA Proseal. LMA Proseal diperkenalkan pada tahun 2000, merupakan pengembangan dari LMA klasik. Alat ini didesain dengan kemampuan untuk ventilasi kontrol, mengurangi risiko aspirasi isi lambung, dan mengetahui ketidaktepatan pemasangan (Cook T & Walton B., 2009).
2
LMA merupakan alat penatalaksanaan jalan nafas supraglotis yang dirancang dengan seal mengelilingi pintu masuk laring. Brain merekomendasikan insersi LMA dengan cuff yang tidak dikembangkan. Posisi pasien dengan leher fleksi dan kepala ekstensi, kemudian LMA didorong menyusuri palatum seperti memegang pena. Setelah LMA pada tempatnya cuff dikembangkan dan posisinya dikonfirmasi secara klinis dengan mengobservasi tanda-tanda obstruksi jalan nafas (Jiwon et al., 2013). Dilaporkan bahwa keberhasilan pemasangan LMA klasik pada usaha pertama dengan teknik standar berkisar antara 76 samapai 96%. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan insersi dengan memodifikasi teknik standar Brain. Teknik insersi LMA yang berbeda memiliki angka keberhasilan yang berbeda (Jiwon et al., 2013; Monem A & Khan FA, 2007). Dari beberapa kelebihan yang dimiliki LMA Proseal terdapat kekurangan dalam hal kesulitan pemasangannya. Angka keberhasilan insersi LMA Proseal pada usaha pertama masih rendah. Pada penelitian Brimacombe et al (2002) didapatkan LMA klasik lebih mudah dan cepat diinsersikan dibandingkan LMA Proseal. Tingkat keberhasilan insersi LMA klasik pada usaha pertama sebesar 91% dibandingkan LMA Proseal sebesar 82%. Waktu yang dibutuhkan untuk insersi lebih cepat untuk LMA klasik yaitu 31±30 detik dibandingkan LMA Proseal 41±49 detik. Tingkat kesulitan insersi LMA Proseal disebabkan cuff yang besar dan tidak adanya backplate menyebabkan cuff lebih mudah tertekuk di dalam mulut.
3
Brimacombe et al (2004) membandingkan keberhasilan insersi LMA Proseal pada usaha pertama antara teknik digital, teknik menggunakan introducer tool (seperti intubating LMA) dan teknik menggunakan gum elastic boogie yaitu 88%, 84% dan 100%. Waktu yang dibutuhkan untuk keberhasilan insersi pada usaha pertama untuk teknik digital 27±2 detik, teknik menggunakan introducer tool 28±1 detik dan teknik menggunakan gum elastic boogie 25±14 detik. Dari data tersebut, angka keberhasilan insersi LMA Proseal dengan gum elastic boogie tinggi yaitu 100%, namun teknik ini memiliki kekurangan yaitu potensial terjadi trauma faringoesofageal karena goom elastic boogie bersifat kaku, dan memerlukan asisten serta laringoskop untuk teknik insersinya. Kekurangan penelitian ini adalah tidak ada data perubahan hemodinamik sebagai respon terhadap stress. Pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding insersi LMA Proseal dengan laringoskop tanpa gum elastic boogie (Brimacombe et al., 2004). Suatu modifikasi teknik dengan jaw thrust yang dilakukan I Gede Pastika (2011) di RSUP Sardjito, didapatkan angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha pertama (92,5%) lebih besar dibandingkan teknik standar digital (75%). Waktu yang dibutuhkan pada teknik jaw thrust (6,15 ± 1,33) lebih cepat dibandingkan teknik standar digital (17,25 ± 4,99). Namun, teknik ini, memerlukan asisten yang mampu melakukan manuver jaw thrust dengan tepat. Pada penelitian dengan teknik modifikasi menggunakan rigid stylet yang dilakukan Bowo Adiyanto (2013) di RSUP Sardjito, angka keberhasilan pemasangan
4
LMA klasik pada usaha pertama (93%) dibandingkan dengan teknik standar (83,7%). Waktu pemasangan pada kelompok rigid stylet lebih cepat (7,12 ± 3,53 detik) dibandingkan kelompok standar (15,52 ± 4,94 detik). Tetapi teknik ini memerlukan alat bantu berupa rigid stylet yang merupakan alat yang terbuat dari logam dengan diameter 3 mm dan panjang 30 cm serta LMA dibengkokkan dengan sudut 90°. Kekurangan teknik ini adalah rigid stylet bersifat kaku sehingga traumatis pada orofaring. Komplikasi yang ditemukan berupa bercak darah (14%) dan nyeri tenggorok (16,3%). O’neil B et al (1994) dan Matta BF et al (1995) melaporkan angka keberhasilan insersi LMA pada usaha pertama meningkat menjadi 96,7% dan 97,7% dengan cuff yang dikembangkan sebagian. Wakeling HC et al (1997) melaporkan metode mengembangkan cuff mengurangi perdarahan mukosa faring sehingga mengurangi insidensi nyeri tenggorokan post operasi. Peneliti berkesimpulan bahwa teknik mengembangkan cuff sebagian dapat meningkatkan keberhasilan pemasangan LMA Proseal dibandingkan teknik jaw thrust dan teknik menggunakan rigid stylet. Kelebihan lain dari teknik ini adalah praktis, mudah dikerjakan, tidak memerlukan asisten dan tidak perlu alat tambahan.
B.
Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut: Angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha
5
pertama masih rendah. Modifikasi teknik dengan mengembangkan cuff sebagian diharapkan dapat meningkatkan angka keberhasilan pemasangannya. C.
Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitiannya adalah: Apakah angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha pertama dengan teknik cuff yang dikembangkan sebagian, lebih tinggi dibandingkan dengan cuff yang tidak dikembangkan? D.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha pertama dengan teknik cuff yang dikembangkan sebagian dibandingkan dengan cuff yang tidak dikembangkan. E.
•
Manfaat Penelitian
Manfaat untuk klinisi Mengetahui angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha
pertama antara teknik cuff dikembangkan sebagian dan cuff tidak dikembangkan. •
Manfaat untuk pasien Setelah mengetahui angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada usaha
pertama antara teknik cuff dikembangkan sebagian dan cuff tidak dikembangkan dapat dipilih teknik yang sesuai untuk pasien.
6
•
Manfaat ilmiah Hasil penelitian dapat menjadi pedoman klinisi dalam pemilihan teknik
pemasangan LMA Proseal yang mudah, praktis dan cepat. F.
Keaslian Penelitian
Penulis menemukan tiga penelitian yang serupa yaitu penelitian yang dilakukan oleh Matta BF. et al (1995), O’neil B.et al (1994) dan Jiwon An et al (2013), pada penelitian tersebut membandingkan keberhasilan pemasangan LMA antara teknik cuff dikembangkan sebagian dengan cuff yang tidak dikembangkan. Penelitian dengan teknik cuff yang dikembangkan sebagian pada pemasangan LMA Proseal sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan di RSUP dr Sardjito.
7
Tabel 1. Penelitian kemudahan insersi LMA antara cuff yang dikembangkan sebagian dengan cuff yang tidak dikembangkan Peneliti
Tahun
Jenis Penelitian
Outcome yang
Cuff dikembangkan
diukur
sebagian Vs cuff tidak
Sampel
dikembangkan Matta BF.et al
1995
Prospectif,
350
Tingkat
97,7% Vs 92%
Randomized
keberhasilan
Study
Derajat 1 (insersi
155 Vs 132
mudah, posisi tepat pada usaha pertama) Derajat sulit,
2 (insersi posisi
10 Vs 15
tepat
pada usaha ke dua) Derajat 3 (insersi sulit,
usaha
6 Vs 14
lebih
dari 2 kali) Derajat 4 (insersi tidak
dapat
dilakukan setelah 3
4 Vs 14
8
kali usaha, prosedur dihentikan)
O’Neill B.et al
1994
RCT
122
Waktu
16 Vs 23 detik
Jumlah usaha untuk keberhasilan insersi LMA 1
96,7% Vs 85,5%
2
3,3% Vs 12,9%
3
0
Vs 1,6%