1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecepatan pertolongan pada pasien dengan kasus kegawat daruratan menjadi elemen penting dalam penanganan pasien di sebuah IRD (Instalasi Rawat Darurat) rumah sakit. Kecepatan pertolongan dapat menyelamatkan seseorang dari kecacatan atau kematian akibat suatu penyakit atau trauma yang dideritanya, disamping ketepatan dalam menetapkan diagnosis atau masalah pasien yang datang ke suatu IRD. Hal tersebut diistilahkan sebagai response time, lebih lanjut menurut Oxford Dictionaries (www.oxforddictionary.com) yang disebut dengan response time adalah the length of time taken for a person or system to react to a given stimulus or event. Mengacu pada pengertian tersebut maka response time dalam konteks sebuah instalasi rawat darurat rumah sakit dapat dikatakan sebagai waktu yang dibutuhkan petugas kesehatan sejak menetapkan seseorang dalam masalah dan membutuhkan sebuah pertolongan definitif sampai dengan saat memberikan pertolongan yang bermakna untuk masalah tersebut. Selain sebagai indikator pelayanan yang menunjukkan seberapa cepat dan tanggap petugas kesehatan dalam menangani masalah dan memberikan pertolongan medis kepada pasien yang datang di IRD sebuah rumah sakit, response time juga dapat berarti waktu emas terhadap kehidupan seorang pasien dimana dalam banyak kasus menggambarkan semakin cepat mendapatkan pertolongan definitif maka kemungkinan kesembuhan dan keberlangsungan hidup seseorang akan semakin besar didapatkan. Kenyamanan dan kepuasan pasien yang datang ke IRD rumah sakit juga akan dapat dicapai dengan response time yang cepat pula, hal ini dapat difahami ketika seorang pasien merasa tidak menunggu lama untuk mendapatkan pertolongan di IRD atau bahkan tidak ada waktu yang dipergunakan untuk menunggu adalah hal yang menjadi harapan pasien. Dengan kata lain begitu seorang pasien datang ke IRD rumah sakit maka begitu pula ia mendapatkan pertolongan. Terjadinya antrian dan waktu menunggu untuk mendapatkan pertolongan harus dihindari di sebuah IRD rumah sakit, selain karena pemahaman bahwa seorang pasien yang
2
datang sangat berharap untuk segera mendapatkan pertolongan juga kondisi pasien yang harus segera didefinisikan petugas kesehatan apakah pasien benarbenar dalam kondisi true emergency, dan membutuhkan pertolongan secepat mungkin. Petugas di IRD, baik itu petugas pendaftaran, perawat dan dokter dapat juga mendapatkan kepuasan dari pekerjaan dan tugas yang menjadi tanggung jawabnya apabila mampu menyelesaikan tugas dengan memberikan pertolongan yang cepat dan tepat sesuai target waktu yang telah ditetapkan dan mendapatkan hasil sesuai dengan harapan. Rumah sakit juga akan mendapatkan penghematan dan pendapatan dari response time yang tepat di sebuah IRD, oleh karena dengan kecepatan dan ketepatan pertolongan maka dimungkinkan biaya perawatan dan pengobatan yang timbul dari sebuah penyakit akan banyak terkurangi akibat pencegahan keparahan dari response time yang tepat di IRD. Selain hal tersebut diatas hari perawatan pasien di ruang perawatan setelah pertolongan definitif yang cepat dan tepat akibat kegawat daruratan di IRD dimungkinkan akan dapat dicapai dalam waktu singkat. Citra rumah sakit yang baik dan sesuai harapan masyarakat dapat diperoleh oleh karena ketiadaan waktu menunggu, dan ini akan menjadi sarana pemasaran yang efektif bagi rumah sakit tanpa harus melakukan promosi pemasaran yang konvesional seperti iklan, pernyataan motto dan sebagainya yang diharapkan berdampak pada bertambahnya pendapatan rumah sakit dari pelayanan IRD. Variasi cara pengukuran response time dapat timbul oleh karena kasus yang terjadi, rentang waktu ini dapat dimulai dari timbulnya serangan yang pertama kali, kontak dengan petugas kesehatan yang pertama kali atau sejak ditegakkanya diagnosis pasti sampai dengan mendapatkan pertolongan yang secara signifikan mengatasi masalah tersebut. Kegagalan response time di IRD dapat diamati dari yang berakibat fatal berupa kematian atau cacat permanen dengan kasus kegawatan organ vital pada manusia sampai hari rawat di ruang perawatan yang panjang setelah pertolongan
3
di IRD sehingga berakibat ketidakpuasan pasien dan komplain sampai dengan biaya perawatan yang tinggi. McNamara et al(2007) menyatakan bahwa mortalitas akan semakin meningkat seiring dengan lamanya penegakan diagnosis dan pemberian terapi, dan didukung oleh Ani et al(2010) bahwa terapi revaskularisasi awal dapat menurunkan angka mortalitas, setiap 1% peningkatan angka revaskularisasi sama dengan 1,176% penurunan angka kematian pada wanita dengan kasus Acute Myocard Infark. Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang selalu mengakibatkan permasalahan yang besar di kalangan medis, mengingat peningkatannya baik frekuensi maupun komplikasinya seiring dengan makin berkembangnya suatu negara. Pada awal abad ke dua puluhan penyakit kardiovaskuler hanya bertanggung jawab sebesar kurang dari 10% seluruh penyebab kematian di dunia. Pada akhir abad tersebut angka kematiannya sudah mencapai hampir 50% di negara yang sudah maju dan 25% di negara yang sedang berkembang (World Health Organization, 1999) Diramalkan pada tahun 2020, penyakit kardiovaskuler mengakibatkan kematian 25 juta penderita setiap tahunnya dan oleh karenanya penyakit jantung koroner akan merupakan penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia. (Irawan, 2007) Kompetensi petugas IRD yang dibutuhkan pada akhirnya menuntut profesi yang terkait menguasai peran masing-masing sesuai yang dibutuhkan pada kasus Sindroma Koroner Akut (SKA). Seorang perawat harus telah mendapatkan dan mempunyai sertifikat pelatihan PPGD (Penanganan Penderita Gawat Darurat) dan dokter umum IRD telah bersertifikat BTCLS (Basic Trauma Cardiac Life Suport). Data di RSUD Wonosari tentang SDM perawat dan dokter sebagian besar telah bersertifikat (tabel.1) Tabel. 1 Data SDM Perawat bersertifikat PPGD dan dokter bersertifikat BTCLS No. 1. 2.
Profesi Perawat Dokter Umum
Data primer 2013
Jumlah 16 6
Sertifikat PPGD/BCLS 15 5
Prosentase 93,75% 83,33%
4
RSUD Wonosari sebagai sebuah Rumah Sakit Rujukan kelas C di wilayah Kabupaten Gunungkidul, dengan letak geografis yang cukup jauh dengan rumah sakit rujukan kelas B dan A di kota Yogyakarta dengan perjalanan darat sekitar 1 sampai dengan 1,5 jam perjalanan menjadi mempunyai peran strategis dan penting dalam response time atau penanganan segera terhadap sebuah penyakit atau trauma tertentu. Kegawatan jantung menjadi masalah serius pada populasi akibat dari pola hidup yang salah dengan kurangnya aktivitas olah raga, pola makan yang cenderung mengandung lemak, kebiasaan merokok yang berakibat pada timbulnya gejala penyakit jantung, termasuk di wilayah kabupaten Gunungkidul. Data kunjungan yang diperoleh selama kuartal pertama pada tahun 2013 akibat sindroma koroner akut berkisar antara 32 sampai dengan 37 pasien. (tabel.2) Tabel.2. Data Kunjungan Pasien Sindroma Koroner Akut (SKA) di IRD RSUD Wonosari Tahun 2013 Penyakit Pasien dengan keluhan sindroma koroner
2013 Jan 34
Feb 37
Mar 32
Apr 34
Data primer 2013 Pasien tersebut datang dengan keluhan nyeri dada dengan berbagai gambaran dan atau sindroma koroner akut, mendapatkan pemeriksaan penunjang EKG, pemeriksaan laboratorium yang terkait dengan enzim jantung dan sebagian rawat inap di ICU atau di bangsal penyakit dalam RSUD Wonosari. Namun tentu saja tidak semua pasien yang masuk dengan nyeri dada tersebut terdiagnosis dengan SKA dan atau dirawat di RSUD Wonosari, beberapa pasien memilih untuk second opinion dengan berpindah ke RS lain atau pulang paksa dengan alasan tidak ingin dirawat.
5
Data lain terkait dengan morbiditas penyakit jantung koroner di RSUD Wonosari, pasien yang menjalani rawat inap dengan diagnosis penyakit jantung koroner menduduki rangking 6 terbanyak di seluruh rawat inap RSUD Wonosari pada tahun 2012. (tabel.3) Tabel. 3 Sepuluh penyakit terbanyak pasien rawat inap tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Penyakit Decompensata Cordis / Heart disease, unspecified Hipertensi / essential (primary) Hypertension Anemia, unspecified Kehamilan berkepanjangan (postterm) Diare / gastroenteritis IHD / Penyakit Jantung Koroner / Cronic Ischaemic Heart Disease Thyphoid Fever / Infection due to salmonella typhi Bronchopnemonia, unspecified Hiperbilirubinemia / Neonatal jaundice, unspecified Hipertensi Grade II / Secondary hypertension, unspecified
Jumlah 688 593 562 516 475 470 454 371 310 279
Data primer 2012 Sedangkan jumlah pasien dirawat dan kematian akibat penyakit jantung koroner di RSUD Wonosari selama kwartal I tahun 2013 berkisar antara 19 sampai dengan 23 pasien dirawat dan dengan kematian 1 sampai 2 per bulan.(tabel.4) Tabel 4. Jumlah morbiditas dan mortalitas akibat Penyakit Jantung Koroner Penyakit Jantung Koroner Morbiditas Mortalitas
Januari 23 2
Tahun 2013 Februari Maret 20 21 1 1
April 19 -
Data Primer 2013 B. Perumusan masalah : Dari latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian adalah “Bagaimana response time penanganan pasien Sindroma Koroner Akut di Instalasi Rawat Darurat RSUD Wonosari Gunungkidul dan pengaruhnya terhadap outcome klinis mortalitas dan Length of Stay”
6
C. Tujuan Penelitian : 1. Mengukur response time penanganan SKA di IRD RSUD Wonosari, 2. Mengetahui mutu proses klinis penanganan SKA di IRD RSUD Wonosari, 3. Mengetahui outcome klinis penanganan SKA di IRD RSUD Wonosari, 4. Mengetahui pengaruh mutu proses klisis terhadap Length of Stay dan mortalitas pasien di IRD RSUD Wonosari. 5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam response time penanganan SKA di IRD RSUD Wonosari. D. Manfaat penelitian : 1. Sebagai bahan kajian dalam menentukan standar pelayanan minimal penanganan pasien SKA di RSUD Wonosari 2. Sebagai bahan masukan dalam kebijakan klinis penanganan SKA di RSUD Wonosari. E. Keaslian Penelitian : Beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh peneliti lain yang terkait dengan penelitian ini adalah : 1. Ellrodt G.A et al (1995) meneliti tentang Measuring and Improving Physician Compliance with Clinical Practice Guideline dengan hasil bahwa dari 230 pasien dengan chest pain yang diteliti terdapat (34%) 79 pasien dengan penanganan yang tidak sesuai guideline diperoleh length of stay 3 hari atau lebih, sedangkan (66%) 151 pasien dengan penanganan sesuai guideline diperoleh length of stay 2 hari atau kurang. Penelitian ini dengan menggunakan design penelitian retrospective analysis. Perbedaan dengan penelitian ini adalah dengan design penelitian prospective observational.
2. Yan Aslian Nor (2009) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi response time penanganan pasien instalasi gawat darurat RSUP Persahabatan menemukan bahwa jumlah pasien, proses registrasi petugas pendaftaran dan kemampuan triage oleh dokter IRD mempengaruhi response time.
7
Penelitian ini menggunakan design penelitian deskriptif analitik dengan metode survey untuk response time dan focus group discusion untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi response time di RSUP Persahabatan Jakarta. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti juga menggunakan metode survey tetapi khusus pada kasus spesifik yaitu Sindroma Koroner Akut.
3. Syanti Ayu Anggraini (2012) melakukan pengukuran proses dan outcome klinis dalam penatalaksanaan chest pain di IGD, penelitian ini menggunakan design penelitian observasional deskriptif dengan metode cross sectional untuk response time. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Islam Siti Khadijah Palembang. Penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti juga pada kasus spesifik yaitu Sindroma Koroner Akut tetapi bertempat di RSUD Wonosari Gunungkidul.