BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Transfusi thrombocyte concentrate (TC) merupakan salah satu bentuk penggunaan komponen darah sebagai tindakan suportif pada pasien dengan trombositopenia. Tindakan ini bertujuan untuk menaikkan jumlah trombosit dengan kualitas yang baik di dalam tubuh. Transfusi TC memperoleh perhatian besar di dunia kedokteran sejak keberhasilannya dalam menurunkan secara bermakna angka kematian akibat perdarahan pada pasien anak leukemia yang menjalani kemoterapi (Freireich, 2000). Sejak saat itu, transfusi TC makin luas digunakan sebagai terapi pada trombositopenia oleh penyebab-penyebab lainnya. Keberhasilan transfusi TC salah satunya dinilai dengan corrected count increment (CCI). Nilai CCI diperoleh dengan menghitung kenaikan jumlah trombosit per luas permukaan tubuh pada suatu waktu tertentu pasca transfusi TC (Shastry dan Chaudhary, 2012; Slichter et al., 2005). Salah satu manfaat dari CCI adalah memungkinkan penilaian apakah pasien menunjukkan respon yang baik dengan ditandai peningkatan jumlah trombosit yang memadai pada kurun waktu tertentu pasca transfusi. Unsur "waktu tertentu" ini menjadi faktor penting karena banyaknya hal yang mempengaruhi survival trombosit dalam tubuh pasien pasca tranfusi. Dengan mengetahui respon pada waktu tertentu, klinisi dapat menilai kemungkinan adanya faktor imun atau faktor non-imun yang mempengaruhi respon pasiennya terhadap transfusi TC (Bishop et al., 1991; Hod dan Schwartz, 2008). Penilaian respon terhadap transfusi TC perlu dilakukan karena respon yang buruk akan menyebabkan pasien membutuhkan lebih banyak lagi episode transfusi TC. Makin banyak episode transfusi TC, makin besar peluang terjadinya aloimunisasi
1
2 pada pasien. Aloimunisasi berupa aloantibodi anti-trombosit akan menyebabkan respon yang buruk terhadap tindakan transfusi TC berikutnya. Respon yang buruk selama dua episode transfusi TC berturut-turut menandakan kemungkinan adanya platelet refractoriness (Josephson dan Hillyer, 2004). Kondisi ini dijumpai pada 30-70% pasien dengan gangguan hematologi-onkologi yang memperoleh transfusi TC berulang (Murphy dan Waters, 1990). Platelet refractoriness akan menimbulkan masalah bagi pasien yang di masa mendatang masih memerlukan tindakan transfusi TC (Bonacossa, 1990). Respon terhadap transfusi dipengaruhi oleh kondisi tubuh pasien dan kondisi TC yang berkaitan dengan survival trombosit di dalam tubuh pasca transfusi. Kondisi tubuh yang berpengaruh di antaranya adalah adanya demam, infeksi, perdarahan aktif, splenomegali, disseminated intravascular coagulation (DIC) dan aloimunisasi. Kondisi TC yang paling berpengaruh terhadap CCI adalah jumlah trombosit dalam tiap unit TC yang ditransfusikan (van Rhenen et al., 2003; Bishop et al., 1988; Triulzi et al., 1992). Jumlah trombosit dalam tiap unit TC dapat dipengaruhi oleh cara pembuatan TC tersebut (Josephson dan Hillyer, 2004). Saat ini di Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSUP Dr. Sardjito terdapat dua cara pembuatan komponen trombosit dengan metode PRP (platelet rich plasma) dari hasil donasi darah utuh. Cara pertama yaitu cara manual yang mengandalkan penilaian visual petugas dalam memisahkan komponen plasma yang mengandung trombosit dari komponen seluler darah. Cara kedua yaitu cara semiotomatis mempergunakan mesin dengan sensor khusus untuk mengidentifikasi batas komponen plasma yang mengandung trombosit dan komponen seluler darah. Cara pertama telah lama digunakan dan sebagian besar produk TC di UPTD RSUP Dr. Sardjito dibuat dengan cara ini. Cara kedua baru digunakan sejak akhir 2012 setelah UPTD RSUP Dr. Sardjito memiliki mesin semi-otomatis Compomat G4. Di RSUP Dr. Sardjito kedua cara pembuatan komponen trombosit tersebut
3 telah dijalankan secara rutin dalam pelayanan pasien sehari-hari. Secara teori, penggunaan mesin semi-otomatis ini dapat meningkatkan hasil pemisahan trombosit dari darah utuh sehingga produk yang dihasilkan mempunyai jumlah trombosit lebih banyak dibandingkan pemisahan secara manual (Cid et al., 2009; Jurado et al., 2012). Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah terdapat dua cara pembuatan TC di RSUP DR. Sardjito. Dua cara ini belum pernah dikaji secara ilmiah terkait jumlah trombosit yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap keberhasilan transfusi TC. Di samping itu, di RSUP Dr. Sardjito penilaian efikasi laboratoris transfusi TC menggunakan CCI belum diterapkan dalam praktek rutin transfusi TC terutama pada pasien hematologi-onkologi anak yang mempunyai risiko untuk mengalami platelet refractoriness dan perdarahan lebih tinggi dibandingkan pasien dewasa (Josephson et al., 2012). Untuk itu perlu diteliti mengenai perbedaan CCI pasca transfusi TC yang dibuat secara manual dibandingkan dengan semi-otomatis.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu belum diketahui perbedaan CCI pada pasien hematologi-onkologi anak pasca transfusi TC yang dibuat secara manual dibandingkan dengan semi-otomatis di RSUP Dr. Sardjito.
C.
Pertanyaan Penelitian
Apakah terdapat perbedaan antara CCI pasca transfusi TC yang dibuat secara manual dengan yang dibuat secara semi-otomatis pada pasien hematologi-onkologi anak?
4
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberikan bukti kemanfaatan CCI dalam evaluasi efikasi transfusi TC pada pasien hematologi-onkologi anak. 2. Memberikan dasar pemilihan cara pembuatan TC untuk transfusi trombosit yang berlandaskan bukti ilmiah mengenai efikasinya pada pasien hematologionkologi anak.
E.
Keaslian
Jurado et al. (2012) dalam penelitiannya melakukan penghitungan jumlah trombosit yang diperoleh pada pembuatan TC menggunakan cara otomatis dibandingkan semi-otomatis di Community Transfusion Centre in Madrid (CTCM), Spanyol. Dalam penelitian tersebut tidak diteliti lebih lanjut perbedaan CCI setelah diberikan kepada pasien. Pasqualetti et al. (2004) membandingkan jumlah trombosit yang diperoleh pada pembuatan TC menggunakan cara semi-otomatis dengan cara manual. Sama seperti Jurado, Pasqualetti tidak mengamati lebih lanjut perbedaan CCI-nya. Shastry dan Chaudhary (2012) meneliti CCI pasca pemberian TC yang dibuat dengan metode aferesis. Bishop et al. (1988) meneliti CCI pasca pemberian TC yang dibuat dengan metode manual. Dalam kedua penelitian tersebut tidak dilakukan perbandingan terhadap metode dan cara pembuatan TC lainnya. Cid et al. (2009) melakukan penelitian mengenai dampak pooling manual dan otomatis terhadap CCI. Penelitian tersebut membandingkan metode buffy-coat, bukan metode PRP. Penelitian yang diajukan ini melengkapi penelitian-penelitian tersebut dengan membandingkan pembuatan dan mengamati perbedaan CCI-nya.
5
F.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan corrected count increment pada pasien hematologi-onkologi anak pasca transfusi thrombocyte concentrate yang dibuat secara manual dibandingkan dengan secara semi-otomatis.