BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Anak-anak yang menginjak usia remaja banyak yang melakukan perbuatan kriminal yang tidak seharusnya dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada Psikolog di Lembaga Pemasyarakatan Anak II B Pekanbaru tanggal 4 Juli 2014, remaja melakukan tindakan kriminal tersebut bukanlah karena keinginan diri sendiri, melainkan faktor tekanan ekonomi yang diterima, kesalahan informasi, dan paksaan dari orang dewasa atau orang lain untuk melakukan tindak kriminal. Akibat dari perbuatan remaja itu sendiri akhirnya remaja harus berurusan
dengan
hukum,
mempertanggung jawabkan
apa
yang telah
dilakukannya dengan menjalani hukuman di Lapas. Beberapa tindakan yang tidak seharusnya dilakukan oleh remaja untuk mengatasi permasalahan hidup sehari-hari yaitu, mencuri dengan alasan untuk membantu keluarga dari beban ekonomi. Selain itu remaja dapat terjerumus dalam tindakan dan perilaku yang melanggar hukum dan norma akibat salah pergaulan. Pelanggaran hukum dan norma dapat dipidana saat berusia 18 tahun sebagai usia dewasa (atau yang kurang dari itu, tetapi sudah menikah). Anak-anak yang berusia kurang dari 18 tahun masih menjadi tanggung jawab orang tuanya jika ia melanggar hukum pidana (Sarwono, 2007). Remaja yang Anakmenjalani kehidupan di Lapas sebagai narapidana, diharapkan mampu bersosialisasi dan beradaptasi dengan peraturan penjara yang harus dipatuhi, rutinitas kehidupan penjara yang membosankan, dan keributan, 1
Formatted: English (United States)
2
pemerasan, serta kekerasan yang dirasakan sebagai suatu penderitaan saat berinteraksi dengan narapidana lain (Atmasasmita dalam Yulianti, Sriati, & Widiasih, 2008). Pada penelitian Selvi (2003) juga menyimpulkan bahwa bagi narapidana, berada di penjara membawa dampak psikologis yang jauh lebih berat dibandingkan pidana penjara itu sendiri. Psikolog Lapas Anak II B Pekanbaru pada wawancara tanggal 4 juli 2014 menjelaskan, kehidupan sosial di Lapas yang serba terbatas dan sering menimbulkan keributan menjadi salah satu penyebab timbulnya stres bagi narapidana remaja. Selain itu narapidana juga menghadapi berbagai masalah psikologis antara lain kehilangan keluarga, kontrol diri, model, dan dukungan (Hutapea, 2011; Cooke, Baldwin & Howison, 1993). Dari hasil penelitian Sulferina dan Fitri (2011) menyatakan bahwa 64 anak penghuni Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru juga mengalami gangguan tingkah laku dengan tingkat kategori gangguan yang berbeda-beda yaitu (9,4%) sangat rendah, (31,2 %) rendah, (34,4%) sedang, (17,2 %) tinggi, dan (7,8 %) sangat tinggi. Mohino (dalam Afrinisna, 2013) juga mengungkapkan bahwa beberapa kondisi psikologis yang dialami narapidana di penjara adalah depresi, histeria dan paranoid. Walgito ( 2013) (1999) mengemukakan bahwa individu merasa nyaman dan dapat bertahan di lingkungan tersebut apabila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengannya. Akan tetapi individu akan merasa tertekan secara psikologis apabila individu berada di lingkungan yang tidak sesuai atau tidak cocok dengan dirinya. Dengan berbagai macam permasalahan yang dihadapi narapidana remaja
Comment [S1]: Update tahun terbaru buku psikologi sosial ini.
3
di Lapas, narapidana remaja memiliki cara tersendiri untuk mengatasi stres yang terjadi. Menurut Psikolog Lapas Anak II B Pekanbaru (wawancara ke dua, 17 Agustus 2014) ketika narapidana mengalami stres dan masalah, tidak jarang narapidana tersebut berperilaku menarik diri seperti menyendiri, melampiaskan kekesalan dan kemarahan dengan teman yang lebih lemah, melampiaskan emosi dengan berteriak, mengumpat, atau memanggil nama teman dengan sebutan yang tidak pantas. Berbagai permasalahan yang dihadapi narapidana remaja di Lapas, tersebut menunjukkan adanya bermacam-macam respon dari perasaan tertekan yang dimanifestasikan individu dalam bentuk perilaku, tergantung sejauh mana individu memandang masalah yang sedang dihadapi. Jika masalah yang dihadapi itu dipandang negatif, maka respon perilakunya juga negatif. Sebaliknya, jika persoalan yang dihadapi itu dipandang positif, maka respon perilaku yang ditampilkan dapat berupa bentuk penyesuaian diri yang sehat dan cara mengatasi masalah yang konstruktif (Lazarus, 1986). Menurut Lazarus (1984), pemilihan cara mengatasi masalah ini disebut dengan istilah proses coping. Proses coping bukanlah sebuah kejadian yang bersifat tunggal, karena coping melibatkan transaksi dengan lingkungan secara terus menerus (Sarafino, 1998). Coping itu sendiri dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan/ luka/ kehilangan/ ancaman, jadi coping lebih mengarah pada apa yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan atau yang membangkitkan emosi (Siswanto, 2007).
4
Sejumlah
penelitian
mengemukakan
pendekatan
coping
khususnya
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
emosional sebagai kecenderungan individu untuk mengekspresikan emosi atau
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
sebaliknya, dengan kesulitan atau ketidakpastian tentang mengekspresikan emosi yang dapat dilakukan dengan menulis ekspresif (Neils, 2013).
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
Hal ini didukung oleh penelitian Pennebaker (2002) yang menyatakan bahwa pengaturan dan pengendalian perasaan takut yang dimiliki dapat diungkapkan melalui menulis. Mahasiswa yang secara terbuka mengungkapkan ketakutannya melalui menulis, menunjukkan kunjungan ke dokter yang lebih sedikit terhadap keluhan yang dialami sebelumnya karena menghasilkan suasana hati yang lebih baik. . Menulis juga disebut sebagai bentuk terapi dengan teknik sederhana,
Comment [S2]: Ini nanti d”dianggap” sebagai hasil wawancara dan observasi setelah ayu dpt datanya. Jika seerti ini saja akan dianggap sebagai opini saja. Formatted: Font: 12 pt, Font color: Auto
murah, dan tidak membutuhkan umpan balik. Pada aplikasi klinis, terapi menulis pengalaman emosional atau menulis ekspresif dapat diartikan sebagai suatu terapi dengan aktivitas menulis mengenai pikiran dan perasaan yang mendalam terhadap pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan kejadian yang menekan atau bersifat traumatik (Pennebaker & Chung, 2007). Melalui menulis ekspresif ini, individu dapat melakukan coping dengan cara yang aman untuk mengontrol dan mengatur diri agar tetap efektif dalam menghadapi tekanan. Seperti yang dijelaskan oleh Niles (2013) menyatakan bahwa ketidak mampuan atau keengganan untuk mengekspresikan emosi dapat dikurangi dengan kegiatan menulis ekspresif. Orang yang biasanya tidak mengekspresikan emosi akan mendapatkan keuntungan lebih dari menulis
5
ekspresif, karena memberikan konteks yang aman dan terstruktur untuk berekspresi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menulis ekspresif merupakan proses pemecahan masalah dalam memahami diri sendiri untuk menganalisis masalah yang dihadapi sehingga narapidana dapat mengurangi masalah dan stres dengan mengembangkan kemampuan mengontol diri. Narapidana dapat lebih positif dalam melampiaskan emosi dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi. Selain itu narapidana diharapkan mampu menyesuaikan diri, menghadapi situasi menekan, dan dapat memilih coping efektif di lingkungan Lapas. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Menulis Ekspresif Terhadap Coping pada Narapidana Remaja”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
dalam penelitian ini adalah, apakah terdapat pengaruh menulis ekspresif terhadap
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
coping pada narapidana remaja?
Formatted: English (United States)
C. D.C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh menulis ekspresif terhadap coping pada narapidana remaja.
Formatted: English (United States), Do not check spelling or grammar Formatted: English (United States) Formatted: Indent: Left: 0 cm, First line: 1 cm Formatted: English (United States)
E.D.
Keaslian Penelitian
Formatted: English (United States)
6
Penelitian lain yang berhubungan dengan penelitian ini yaitu : Qonitatin, Widyawati, dan Asih (2011) meneliti tentang Pengaruh Katarsis Dalam Menulis Ekspresif Sebagai Intervensi Depresi Ringan Pada Mahasiswa. Hasil penelitian tersebut menunjukkan pengaruh katarsis yang sangat signifikan dalam menulis ekspresif terhadap depresi ringan pada mahasiswa. Terapi menulis ekspresif pengalaman-pengalaman emosional sebagai katarsis atau pelepasan emosi dapat menurunkan tingkat depresi ringan pada mahasiswa. Susilowati dan Hasanat (2011) meneliti tentang Pengaruh Terapi Menulis Pengalaman Emosional Terhadap Penurunan Depresi pada Mahasiswa Tahun Pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menulis pengalaman emosional terbukti dapat menurunkan depresi pada mahasiswa tahun pertama. Simtomsimtom dan tingkat depresi pada semua subjek mengalami penurunan. Sebelum mengikuti terapi, subjek berada pada kategori sedang dan setelah mengikuti terapi subjek berada pada kategori depresi ringan dan normal. Penurunan depresi terjadi karena menulis pengalaman emosional memfasilitasi subjek untuk mengevaluasi, menganalisis, dan menilai kembali kejadian-kejadian menekan yang dialaminya. Fikri (2012) meneliti tentang Pengaruh Menulis Pengalaman Emosional Dalam Terapi Ekspresif Terhadap Emosi Marah Pada Remaja. Hasil penelitian menunjukkan menulis pengalaman emosional sebagai terapi ekspresif mampu menurunkan emosi marah pada remaja. Selain itu, terapi menulis dapat dijadikan sebagai salah satu sarana katarsis dan media self-help bagi remaja untuk mengekspresikan emosi dan perasaan marahnya.
7
Dari ketiga penelitian di atas yang menjadi kesamaan dengan penelitian ini yaitu peneliti juga menggunakan menulis ekspresif sebagai variabel bebas pada penelitian ini. Sedangkan yang menjadi perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel terikat dan subjek penelitian. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
coping
yang merupakan cara
yang dilakukan individu dalam
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Font color: Auto, Not Highlight
menyelesaikan masalah dan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam situasi menekan. Subjek dalam penelitian ini merupakan narapidana anak yang berada di Lapas Anak Pekanbaru kelas II B dengan usia 18-21 tahun yang berstatus narapidana yang telah divonis bersalah.
F.E.
Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai
Formatted: English (United States) Formatted: English (United States)
berikut: 1. Manfaat teoritis
Formatted: Font: Bold, English (United States)
Menambah kajian tentang pengaruh menulis ekspresif terhadap coping pada
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Check spelling and grammar
narapidana remaja, khususnya bagi ilmu Psikologi Klinis, Psikologi
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Check spelling and grammar
Perkembangan, dan Psikologi Eksperimen.
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Check spelling and grammar
2. Manfaat praktis a. Bagi Instansi Lembaga Pemasyarakatan
Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Check spelling and grammar Formatted: Font: Times New Roman, 12 pt, Check spelling and grammar Formatted: Font: Bold, English (United States)
Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh menulis ekspresif terhadap coping narapidana remaja yang ada di Lapas Anak. Ketika menulis ekspresif individu dapat mengungkapkan perasaan emosiaonal yang sulit disampaikan secara verbal dengan
8
memberikan pemahaman baru dan menganalisis permasalahan yang dimiliki untuk memilih coping yang lebih baik. b. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meberikan acuan bagi peneliti lain yang tertarik untuk meneliti tentang menulis ekspresif. c. Bagi Psikolog Menambah pengetahuan tentang menulis ekspresif yang dapat digunakan psikolog dalam membantu proses konseling terhadap individu yang sulit atau tidak dapat mengungkapkan masalah baik secara langsung maupun verbal.