BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah penduduk yang berusia 10-19 tahun yang mengalami perubahan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (WHO, 2015). Data demografi menunjukkan adanya populasi remaja yang besar di dunia (Soetjiningsih, 2010). Hampir seperlima (17,5%) dari penduduk dunia adalah remaja, dan kelompok usia ini memiliki proporsi yang lebih tinggi (23%) di negara berkembang (United Nations, 2011). Menurut BPS (2010) lebih dari seperempat (26,67%) dari penduduk Indonesia adalah remaja, laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%). Menurut BPS DIY (2011) sebanyak 7,89% penduduk DIY adalah remaja (15-19 tahun), 8,16% laki-laki dan 7,80% perempuan. Menurut BKKBN (2011) besarnya penduduk remaja akan mempengaruhi pembangunan di masa kini maupun di masa yang akan datang, sehingga remaja membutuhkan perhatian serius. Remaja membutuhkan perhatian serius karena rentan terjadi berbagai permasalahan. Menurut BKKBN (2006) remaja berisiko mengalami masalahmasalah kesehatan reproduksi, seperti perilaku seksual pranikah, NAPZA, dan HIV/AIDS (TRIAD KRR). Hasil SDKI tahun 2012 menunjukkan sebanyak 11,5% remaja yang belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan pernah melakukan hubungan seksual. Tingginya perilaku seksual pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah paparan sumber informasi yang kurang tepat, seperti situs porno (Nuryani & Pratami, 2011).
1
2 Sumber informasi tentang kesehatan reproduksi sudah banyak beredar di masyarakat tetapi belum jelas kebenarannya. Remaja membutuhkan sumber informasi yang benar dan tepat untuk meminimalkan risiko terjadinya permasalahan kesehatan reproduksi. Menurut Bappenas (2009) pemerintah melalui BKKBN telah melaksanakan suatu program bernama PIK-KRR. Program ini termuat pertama kali dalam RPJMN tahun 2004 dan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksinya (BKKBN, 2006). PIK-KRR telah dilaksanakan di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kepemudaan dan sekolah umum atau agama. PIK-KRR yang sudah diterapkan mempunyai tahap kemajuan yang bervariasi. BKKBN akan melakukan monitor dan evaluasi PIK-KRR sebanyak 4 kali dalam setahun untuk menentukan tingkat kemajuannya (BKKBN, 2007). Tingkat kemajauan PIK-KRR dibagi menjadi 3 tahapan. Tegar merupakan tahapan tertinggi dalam PIK-KRR (BKKBN, 2006). Tahap tegar memiliki kegiatan, materi pembelajaran, dan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan tahap lain, sehingga bisa dijadikan pedoman bagi tahap lain untuk terus berkembang. Beberapa fasilitas disediakan oleh PIK-KRR untuk mendorong remaja peduli terhadap kesehatan reproduksinya. Berdasarkan studi pendahuluan pada Februari 2015 di beberapa SMA di Wilayah Bantul yang memiliki PIK-KRR dalam tahap tegar, didapatkan hasil bahwa sekolah telah menyediakan fasilitas dan menjadikan PIK-KRR sebagai kegiatan ekstrakulikuler, tetapi hanya anggota aktif saja yang sering memanfaatkan fasilitas PIK-KRR. Fasilitas pelayanan kesehatan reproduksi
3 harus dapat diterima di komunitas dan mampu memenuhi permintaan generasi saat ini, sehingga akan mendorong seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi (Denno et al., 2015). Sebagian besar remaja pernah memanfaatkan pelayanan PIK-KRR. Data RPJMN (2013) menunjukkan sebanyak 29% remaja di Indonesia pernah terpapar dan mengikuti kegiatan PIK-KRR (BKKBN, 2013). Pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi oleh remaja di beberapa sekolah termasuk dalam kategori baik (Hernaningrum, 2013; Minguez et al., 2015). Menurut Afrima (2011) hanya 50% dari seluruh remaja di SMA kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memanfaatkan PIK-KRR. Remaja yang tinggal di Provinsi Lampung (47%), Sumatera Barat (46%), Papua Barat (46%) pernah terpapar dan memanfaatkan PIK-KRR dan persentase yang rendah dijumpai di Kalimantan Selatan (3%) (BKKBN, 2013). Berdasarkan data di atas, masih terdapat perbedaan mengenai pemanfaatan fasilitas pelayanan PIK-KRR di beberapa wilayah di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi adalah pengetahuan (Minguez et al., 2015). Berdasarkan studi pendahuluan di SMA Wilayah Bantul dengan PIK-KRR tahap tegar, sebagian besar remaja yang memanfaatkan PIK-KRR sebelumnya sudah mengetahui kesehatan reproduksi dan remaja yang belum pernah memanfaatkan PIK-KRR kurang mengetahui tentang kesehatan reproduksi. Hasil RPJMN (2013) pengetahuan remaja tentang masa subur masih rendah (21%) dan sebanyak 60% remaja tidak mengetahui bahwa wanita yang sudah mengalami haid dapat hamil walaupun sekali melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2013). Rendahnya
4 pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi merupakan faktor terjadinya perilaku berisiko yaitu melakukan hubungan seksual pranikah (Lestary & Sugiharti, 2011). Faktor lain yang mendorong seseorang untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah sikap (Teori Anderson, 1960 dalam Priyoto, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan di SMA Wilayah Bantul dengan PIK-KRR tahap tegar, sikap siswa tentang kesehatan reproduksi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan PIK-KRR di beberapa sekolah. Sikap remaja di beberapa sekolah yang memiliki PIK-KRR termasuk dalam kategori baik (Doddyet al., 2010; Afrima, 2011; Ritonga, 2012). Menurut Nuryanti (2013) hampir separuh remaja memiliki sikap sangat tidak baik terhadap kesehatan reproduksinya. Berdasarkan data di atas, masih terdapat beberapa perbedaan mengenai sikap remaja dalam menghadapi kesehatan reproduksinya di sekolah yang terdapat program PIK-KRR. Program PIK-KRR telah diterapkan di beberapa wilayah di Indonesia, termasuk di DIY. Menurut data BKKBN DIY (2015) pencapaian secara keseluruhan program PIK-KRR di DIY mengalami peningkatan menjadi 83,03% dari tahun sebelumnya, tetapi terdapat perbedaan pencapaian untuk setiap wilayah. Pencapaian berarti jumlah sekolah yang telah melaksanakan PIK-KRR berdasarkan KKP. Wilayah Bantul memiliki pencapaian sebesar 93,33%. Pencapaian di Wilayah Bantul termasuk dalam kategori paling baik dibandingkan dengan wilayah lain di DIY.
5 WHO menghimbau untuk mengembangkan penelitian tentang pemanfaatan dan pelayanan program kesehatan reproduksi remaja sebagai pengembangan kapasitas penelitian berkelanjutan dan sumber informasi bagi tempat yang paling membutuhkan (WHO, 2011). Himbuan dari WHO membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Wilayah Bantul karena memiliki pencapaian paling baik dibandingkan dengan wilayah lain di DIY. Tahap tegar merupakan tahap paling baik dibandingkan dengan tahap lain. Tahap tegar dapat dijadikan percontohan dan sumber informasi pada tahap lain, sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian pada sekolah yang mempunyai PIK-KRR tahap tegar di Wilayah Bantul. Wilayah Bantul sudah memilik 14 program PIK-KRR dalam tahap tegar. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan ke beberapa sekolah di Wilayah Bantul yang mempunyai program PIK-KRR tahap tegar pada Februari 2015. Hasil studi pendahuluan menunjukkan hanya ada 2 sekolah yang mempunyai fasilitas lengkap yaitu SMA N 1 Srandakan dan SMA N 1 Pundong. SMA N 1 Srandakan memiliki program PIK-KRR tahap tegar, fasilitas yang lengkap, dan memiliki prestasi yang menonjol, seperti Juara 1 PIK-KRR se-DIY pada tahun 2013, sehingga bisa dijadikan percontohan bagi sekolah lain yang mempunyai program PIK-KRR. Pembina PIK-KRR dari BKKBN DIY (2015) menyatakan bahwa PIKKRR di SMA N 1 Srandakan terlihat paling menonjol dibandingkan di sekolah lain di Bantul, sedangkan menurut Pembina PIK-KRR di SMA N 1 Pundong (2015) program PIK-KRR di SMA N 1 Pundong sedang mengalami kemunduran selama 2 tahun terakhir, meliputi tidak rutinnya pelaksanaan PIK-KRR dan
6 adanya masalah internal, seperti kesibukan dari pengurus dan anggota aktif PIKKRR. Pembina PIK-KRR dari BKKBN DIY menyatakan bahwa PIK-KRR di SMA N 1 Pundong kurang terlihat prestasinya sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian hanya di SMA N 1 Srandakan. Penelitian tentang pemanfaatan program kesehatan reproduksi, seperti PIKKRR telah dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia, tetapi masih terdapat perbedaan hasil pada beberapa penelitian sebelumnya. Menurut teori Anderson (1960) pengetahuan dan sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan studi pendahuluan Februari 2015, pengetahuan dan sikap siswa mempengaruhi pemanfaatan PIK-KRR di beberapa sekolah, tetapi belum dilakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-KRR sekolah, khususnya di SMA N 1 Srandakan. Menurut Kamau (2006) remaja yang memiliki pengetahuan kurang cenderung memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Berbeda dengan penelitian Lucin (2012) serta Abajobir & Seme (2013)remaja yang
memiliki
pengetahuan
seksual
pranikah
yang
tinggi
cenderung
memanfaatkan pelayanan kesehatan reproduksi. Tiga penelitian di atas masih mempunyai perbedaan hasil penelitian mengenai hubungan pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Adanya perbedaan hasil penelitian membuat peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan.
7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Bagaimana hubungan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan? b. Bagaimana hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi remaja dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan. b. Mengetahui hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan. 2.
Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja di SMA N 1 Srandakan. b. Mengetahui gambaran sikap remaja tentang kesehatan reproduksi di SMA N 1 Srandakan. c. Mengetahui gambaran pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan.
8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dalam penelitan ini adalah dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang: a. Hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan. b. Hubungan antara sikap tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan PIK-KRR di SMA N 1 Srandakan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi anggota PIK-KRR (remaja). Anggota dari PIK-KRR dapat mengetahui manfaat dan fasilitas PIK-KRR sehingga diharapkan remaja menjadi lebih aktif dalam kegiatan PIK-KRR serta mendapatkan informasi yang terpercaya tentang kesehatan reproduksi. b. Bagi sekolah. Sekolah dapat mengoptimalkan program PIK-KRR karena hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang kesehatan
reproduksi
dengan
pemanfaatan
PIK-KRR,
dengan
cara
meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa tentang kesehatan reproduksi, sehingga PIK-KRR akan dimanfaatkan dengan baik di sekolah. c. Bagi pemerintah. Pemerintah dapat menjadikan penelitian ini sebagai bahan evaluasi program PIK-KRR dengan melihat hasil dari penelitian.
9 d. Bagi peneliti. Peneliti dapat menjadikan penelitian ini sebagai upaya pembelajaran dalam melakukan penelitian.
E. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran kepustakaan belum ada penelitian yang sejenis dengan penelitian hubungan antara pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR). Beberapa penelitian yang sudah dilaksanakan antara lain: 1. Lucin (2012) Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Seks Pranikah terhadap Pemanfaatan Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) pada Remaja di Kota Palangkaraya. Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 178 orang secaraproporsi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner pemanfaatan PIK-KRR, kuesioner pengetahuan, perilaku, dan sikap remaja tentang perilaku seksual yang dibuat sendiri. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku seks pranikah denganpemanfaatan PIKKRR.Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian dan variabel pemanfaatan PIK-KRR. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah kuesioner dan lokasi penelitian.
10 2. Hernaningrum (2013) Hubungan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja “Gibita” dengan Perilaku Seksual pada Remaja di Desa Rempoah Kabupaten Banyumas. Penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 34 orang secara purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesionerpemanfaatan PIK-KRR dan perilaku seksual remaja yang dibuat sendiri. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara pemanfaatan PIK-KRR “GIBITA” dengan perilaku seksual remaja di Desa Rempoah Kabupaten Banyumas.Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah kuesioner pemanfaataan PIK-KRR, jenis, dan rancangan penelitian. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah variabel, subjek, dan lokasi penelitian. 3. Abajobir & Seme (2013) Reproductive Health Knowledge and Services Utilization among Rural Adolescents in Machakal district, Northwest Ethiopia. Penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 415 orang pada penelitian kuantitatif. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian kuantitatif adalah kuesionerdemographic, social and economic characteristics, Knowledge on RH-related topics (fertility, contraception, STIs/HIV AIDS, VCT) dan Patterns of RH services utilization sedangkan pada penelitian kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara
11 pengetahuan kesehatan reproduksi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan reproduksi. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel penelitian. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah subjek, metode, kuesioner, dan lokasi penelitian. 4. Ritonga (2012) Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja di SMA 11 Medan.Penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel yang digunakan sebanyak 185 orang secara simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesionerperilaku kesehatan reproduksi remaja, pengetahuan remaja, sikap remaja, akses informasi, orangtua, teman sebaya, dan guru yang dibuatnya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara sikap remaja, akses informasi, peran orangtua, peran teman sebaya tentang pubertas, kehamilan tidak dikehendaki, infeksi menular seksual dan aborsi dengan perilaku kesehatan reproduksi remaja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah kuesioner pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian dilakukan oleh peneliti adalah variabel, metode, dan lokasi penelitian. 5. Afrimaet al. (2011) Akseptabilitas dan Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja pada Siswa Sekolah Menengah Umum. Penelitian ini adalah penelitian observasional. Pendekatan dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif dengan rancangan penelitian cross
12 sectional dengan total sampel 312 di seluruh SMA yang mempunyai PIKKRR di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Instrumen penelitian dibuat sendiri berdasarkan teori yang telah diuji validitas dan realibilitas. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara pemanfaatan PIK-KRR dengan akseptabilitas, kebutuhan, dan sikap tentang kesehatan reproduksi remaja. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan adalah variabel pemanfaatan PIK-KRR. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode, kuesioner, dan lokasi penelitian.