BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja atau young people adalah anak yang berusia 10-19 tahun (World Health Organization, 2011). Pada periode ini manusia mengalami masa transisi dengan kebutuhan kesehatan dan perkembangan yang spesifik. Remaja bebas mengembangkan keterampilan, menambah pengetahuan, mengendalikan emosi, menjalin hubungan sosial, dan kemampuan-kemampuan lain yang dapat menunjang kehidupan remaja selanjutnya. Keinginan untuk bereksperimen yang tinggi pada saat remaja juga membutuhkan perhatian khusus dan lingkungan yang kondusif agar remaja tidak bertindak di luar norma sosial yang berlaku. Hasil Sensus Penduduk dari Kementerian Dalam Negeri pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sebesar 237 juta jiwa, 22,7 juta (9,54%) diantaranya adalah remaja berumur 10-14 tahun, sedangkan 20,9 juta (8,79%) jiwa remaja berumur 15-19 tahun. Bila di total jumlah remaja di Indonesia sebesar 43,6 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Penduduk kelompok umur 10-24 tahun perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja, mereka akan memasuki angkatan kerja dan memasuki umur reproduksi. Dengan demikian, untuk mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas perlu mempersiapkan remaja yang sehat secara jasmani, rohani, dan mental spiritual.
1
2
Salah satu persoalan yang dihadapi remaja dalam masa pertumbuhannya adalah masalah kesehatan reproduksi. Perkembangan kematangan sistem reproduksi remaja memiliki konsekuensi yang tidak sederhana. Arus informasi yang sangat mudah bisa diakses oleh remaja ditambah dengan lingkungan yang memberi pengaruh kuat untuk pengembangan diri seorang remaja dapat membawa remaja ke dalam situasi yang tidak diinginkan. Remaja dengan sifat keingintahuan dan keinginan bereksperimen yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan pengetahuan yang benar maka dapat berakibat merusak masa depan remaja itu sendiri. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan bahwa masih ada remaja yang tidak mengetahui perubahan fisiknya saat pubertas pada wanita belum kawin berusia 15-19 tahun sebanyak 4,7%, pada wanita belum kawin berusia 20-24 tahun sebanyak 4,8%. Kemudian untuk remaja pria belum kawin berusia 15-19 tahun sebanyak 11,1%, sedangkan pria belum kawin yang berusia 20-24 tahun ada 10,2%. Hasil survei Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 menunjukkan secara nasional remaja yang mengetahui masa subur dengan benar sebesar 21,6%. Kemudian remaja yang terpapar informasi PIK-Remaja (Pusat Informasi dan Konseling Remaja) mencapai 28%. Berarti hanya 28 dari 100 remaja yang akses dengan kegiatan yang berkaitan dengan informasi kesehatan reproduksi. Data Sensus Penduduk tahun 2010 memberikan gambaran secara umum bahwa 55 dari 100 remaja kelompok umur 10-14 tahun ternyata ada yang sudah
3
kawin, 1 dari 100 remaja umur 10-14 tahun pernah melahirkan hidup antara 1-2 anak, serta 10 dari 1.000 remaja umur 10-14 berstatus cerai hidup. Data dari World Health Organization (WHO) juga menunjukkan bahwa penyebab kematian remaja terbanyak di dunia setelah kecelakaan lalu lintas adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV). Meskipun data WHO berlaku secara global dan kasus remaja yang meninggal paling banyak karena HIV bukan di Indonesia, namun kondisi ini tetap menjadi perhatian kita sebagai warga Indonesia. Semua konsekuensi yang mungkin terjadi tentu saja dapat dicegah dengan program khusus untuk memfasilitasi remaja dalam menjaga kesehatannya. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku berisiko pada remaja di Indonesia adalah pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi rumah tangga, akses terhadap media informasi, komunikasi dengan orang tua, dan keberadaan teman yang berperilaku berisiko (Lestary, 2007). Salah satu faktor yang paling berpengaruh pada perilaku remaja adalah pengetahuan, dalam skripsi ini ditekankan pada pengetahuan kesehatan reproduksi. Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar sehingga diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Pada umumnya usia remaja merupakan usia sekolah, sehingga pengetahuan yang didapat dari tempat belajar remaja tersebut memiliki peran penting dalam membentuk sikap seorang remaja. Salah satu cara memberikan informasi kesehatan reproduksi untuk remaja adalah dengan memberikan promosi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan
4
kesehatan merupakan suatu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan pada individu/masyarakat. Dalam memberikan pendidikan kesehatan untuk remaja perlu memilih metode dan media yang tepat. Hal ini ditujukan agar remaja dapat menyerap secara maksimal materi yang diberikan dalam pendidikan kesehatan. Pada umumnya pendidikan kesehatan diberikan dengan metode tatap muka yang dikombinasikan dengan media-media tertentu. Beberapa media yang dapat digunakan antara lain media cetak, media pameran/display, media audio, media audio visual, dan multimedia. Media audio visual adalah salah satu media yang menarik untuk digunakan dalam
menyampaikan
pendidikan
kesehatan.
Kelebihannya
yang
dapat
menampilkan gambar bergerak dan terintegrasi dengan suara membuat media ini cukup efektif dalam menyampaikan pesan. Media ini melibatkan 2 indera yaitu indera penglihatan dan pendengaran sehingga memungkinkan penggunanya untuk menyerap informasi lebih banyak dan lebih mudah untuk dimengerti. Daerah yang akan menjadi lokasi penelitian terletak di Kecamatan Dlingo yang merupakan perbatasan antara Kabupaten Bantul dengan Gunungkidul. Desa ini berada sekitar 25 km dari Kota Yogyakarta. Program pelayanan kesehatan di Dlingo sudah cukup baik seperti adanya penyuluhan kesehatan di komunitas dan pembinaan kader-kader posyandu baik posyandu anak maupun lansia. Menurut keterangan dari kepala puskesmas rawat inap setempat, untuk pelayanan kesehatan remaja terutama kesehatan reproduksi sudah berjalan. Program yang sedang digalakkan adalah penyuluhan mengenai HIV di beberapa sekolah
5
menengah atas (SMA), namun belum semua sekolah mendapat penyuluhan ini. Pelaksanaan penyuluhan kesehatan di desa ini masih menggunakan metode konvensional yaitu metode tatap muka, belum ada inovasi penyampaian pendidikan kesehatan dengan media yang lain untuk kesehatan reproduksi remaja. Lokasi daerah yang tergolong pedesaan dengan penduduk rata-rata kelas ekonomi menengah ke bawah membuat sebagian besar penduduk hanya berpendidikan hingga SMA atau sederajat. Hal ini membuat kecenderungan banyak penduduk yang menikah dan hamil di usia muda. Data yang diperoleh penulis dari pihak puskesmas menunjukkan bahwa di wilayah kerja puskesmas tersebut selama tahun 2014 terdapat 244 persalinan dan 48 (19,7%) diantaranya adalah ibu berusia di bawah 20 tahun. Kemudian di tahun yang sama jumlah ibu primigravida yang berusia kurang dari 20 tahun ada 36 kasus. Menurut bidan yang bertugas di puskesmas tersebut, dengan tingginya ibu yang hamil usia muda menyebabkan masalah-masalah lain seperti anemia dan stunting. Hal tersebut salah satunya disebabkan karena kurangnya pengetahuan tentang resiko kehamilan di usia remaja. Sekolah yang akan dijadikan lokasi intervensi penelitian ini adalah SMPN 1 Dlingo. Hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan dari beberapa siswa di lokasi penelitian menyatakan belum pernah mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah. Mereka sudah mengetahui perihal reproduksi dari pelajaran ilmu pengetahuan alam. Menurut hasil wawancara, banyak siswa yang pacaran di sekolah namun mendapatkan efek negatif seperti bolos sekolah untuk pergi
6
bersama pacar, kemudian berpegangan tangan hingga berciuman pun sudah menjadi hal yang biasa bagi mereka. Pacaran memang hal yang wajar pada tahap perkembangan remaja karena masuk dalam masa pubertas, tetapi sebaiknya pacaran tersebut memberikan efek positif seperti menjadi lebih semangat dalam belajar. Namun apabila perilaku dalam pacaran justru menimbulkan efek negatif, dikhawatirkan akan timbul resiko kesehatan reproduksi di kemudian hari. Mengingat pentingnya pendidikan kesehatan pada remaja, maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui seberapa efektif pendidikan kesehatan yang akan diberikan dengan metode tatap muka ditambah media audio visual dalam meningkatkan pengetahuan remaja SMP tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: bagaimana keefektifan pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang diberikan dengan metode tatap muka dan dibantu media audio visual dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP di wilayah Dlingo? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan dengan metode tatap muka dengan bantuan media
7
audio visual terhadap tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi pada siswa SMP di wilayah Dlingo. 2. Tujuan Khusus a.
Mengetahui gambaran pengetahuan siswa SMP di wilayah Dlingo sebelum diberikan pendidikan kesehatan reproduksi.
b.
Mengetahui keefektifan pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang diberikan dengan metode tatap muka dibantu media audio visual dalam meningkatkan pengetahuan siswa SMP di wilayah Dlingo. D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan bagi tenaga kesehatan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang pentingnya memberikan pendidikan kesehatan reproduksi untuk anak remaja sedini mungkin sebagai upaya meningkatkan kualitas kesehatan remaja dan mengurangi resiko yang terjadi karena aktifnya organ reproduksi saat masih dalam masa pertumbuhan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi SMP Di Wilayah Dlingo Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk staf akademik sekolah dalam mengagendakan program pendidikan kesehatan di
8
SMP khususnya wilayah Dlingo setiap tahun agar siswa memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi. a. Bagi Profesi Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja, mengingat program pemerintah untuk kesehatan remaja belum merata terutama di daerah pedesaan sehingga perlu peran serta profesi perawat dalam menyebarluaskan informasi terkait kesehatan reproduksi remaja. b. Bagi Tenaga Keperawatan dan Tenaga Kesehatan lain di Wilayah Kecamatan Dlingo Memberikan pengetahuan tentang kebutuhan pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja sedini mungkin sejak memasuki masa pubertas, kemudian selanjutnya dapat menentukan program yang tepat dalam memfasilitasi kebutuhan kesehatan reproduksi remaja secara merata khususnya di wilayah Kecamatan Dlingo. E. Keaslian Penelitian Penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: Tabel 1. Keaslian Penelitian Judul, Pengarang, Metode Hasil Penelitian Tahun Penelitian “Pengaruh Desain yang Terdapat perbedaan Penyuluhan digunakan tingkat pengetahuan Kesehatan adalah quasi yang bermakna Reproduksi experimental setelah diberikan Melalui Media one group penyuluhan (p< 0,05). Elektronik Video pre test-post Nilai rata-rata
Persamaan dan Perbedaan Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti adalah untuk mengetahui
9
Terhadap Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMP Negeri 9 Surakarta” oleh Endang Rahayu Fuji Lestary tahun 2014.
test pada 55 responden kelas VIII SMPN 9 Surakarta. Post test diberikan segera setelah penyuluhan dan 20 hari setelah penyuluhan.
terendah sebesar 1,02 terdapat pada hasil Pre Test, kemudian dilakukan Post Test dan didapatkan nilai rata-rata sebesar 2,70. Setelah 20 hari perlakuan didapatkan nilai rata-rata 2,28.
“Efektivitas Pendidikan Kesehatan Melalui E-file Multimedia Materi KRR dan Tatap Muka Di Kelas terhadap Peningkatan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kabupaten Bantul Yogyakarta” oleh Muhamad Arfan tahun 2009
Desain yang digunakan adalah quasiexperimental pretestposttest control group design. Sampel pada penelitian ini sebanyak 38 pada kelompok tatap muka dan 39 pada kelompok multimedia.
Pendidikan kesehatan melalui metode electronic-file multimedia materi KRR menghasilkan nilai rerata sebesar 4,31 dengan SD 1,32. Sedangkan metode tatap muka di kelas sebesar 2,5 dengan SD 1,39. Sehingga kesimpulannya metode electronic-file multimedia tidak memiliki perbedaan signifikan dengan metode tatap muka di kelas dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja.
pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi dengan media video terhadap tingkat pengetahuan siswa SMP. Sedangkan perbedaannya adalah pada lokasi dan sampel penelitian, kemudian dalam penelitian ini tidak ada kelompok kontrol, serta dilakukannya 2 kali post test dalam penelitian ini. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah untuk mengetahui pengaruh 2 metode program pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan kesehatan reproduksi remaja di wilayah Bantul dengan pre-post test design. Sedangkan perbedaannya adalah pada lokasi sekolah tempat dilakukan penelitian serta variabel bebas yaitu metode electronic-file multimedia dan metode tatap muka.
10
“Efektivitas Media Audio visual pada Pendidikan Kesehatan Personal Hygiene Terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD Negeri Pusmalang, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta” oleh Linda Setiyowati tahun 2011
Desain yang digunakan adalah praeksperimen dengan one group pretestposttest pada 46 siswa SD Negeri Pusmalang.
Dalam analisa pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audio visual terhadap pengetahuan dan sikap responden tentang personal hygiene sesudah perlakuan didapat perubahan hasil bermakna uji pada posttest. Untuk pengetahuan diperoleh nilai mean pada pretest sebesar 44,00 dan pada posttest sebesar 51,43. Sedangkan untuk sikap didapat mean pada pretest sebesar 46,89 dan pada posttest sebesar 58,00. Berdasarkan peningkatan nilai tersebut diketahui bahwa nilai p value yang didapat adalah p=0,00 (p<0,05) yang berarti ada pengaruh yang didapat setelah dilakukan intervensi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis adalah untuk mengetahui pengaruh media audio visual dalam penyampaian program pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan di Yogyakarta. Sedangkan perbedaannya adalah pada materi, penelitian ini yaitu personal hygiene. Kemudian lokasi dan sampel dilakukannya penelitian, serta metode penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen dan tidak memakai kelompok kontrol.