BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Anak prasekolah adalah anak berusia dua sampai lima tahun. Rentang usia tersebut merupakan periode emas seorang anak dalam pertumbuhan dan perkembangan terutama fungsi bahasa, kognitif, dan emosi. Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tersebut, asupan nutrisi dari makanan merupakan salah satu faktor yang berperan penting. Pada usia prasekolah, anak mengalami perkembangan psikis menjadi balita yang lebih mandiri, dan dapat berinteraksi dengan lingkungannya, serta dapat mengekspresikan emosinya. Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman- pengalaman dan respon–respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak–kanak. Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya tidak menyenangkan,sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka dan tidak suka (like and dislike) terhadap makanan. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di masyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan yang terbentuk dari kebiasaan dalam masyarakat. Menyusun hidangan untuk anak, hal ini perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Kecukupan gizi berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan
Universitas Sumatera Utara
anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting. Jumlah makanan dan banyaknya jenis bahan makanan dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu, biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang. Disamping itu kelangkaan pangan dan kebiasaan bekerja keluarga berpengaruh pula terhadap pola pemberian makan. Pola pemberian makan yang seimbang yaitu sesuai dengan kebutuhan disertai pemilihan bahan makanan yang tepat akan melahirkan status gizi yang baik. Asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh akan menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit yang lain disebabkan oleh kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan yang kurang dari yang dibutuhkan akan menyebabkaan tubuh menjadi kurus. Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi. Semakin tinggi frekuensi makan, maka semakin besar kemungkinan terpenuhinya kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan ekonomi mampu lebih tinggi dibandingkan orang dengan kondisi ekonomi lemah. Hal ini disebabkan orang kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya beli yang rendah, Ketiadaan pangan dapat mengakibatkan berkurangnya asupan seseorang (Arisman, 2009). Para ahli tumbuh dan kembang anak mengatakan bahwa periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak sebagai masa keemasan (golden period)
atau jendela
kesempatan (window opportunity), atau masa kritis (critical period). Periode lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan
Universitas Sumatera Utara
yang paling pesat pada otak manusia, merupakan masa yang sangat peka bagi otak anak dalam menerima berbagai masukan dari lingkungan sekitarnya. Pada masa ini otak anak bersifat lebih plastis dibandingkan dengan otak orang dewasa dalam arti anak balita sangat terbuka dalam menerima berbagai macam pembelajaran dan pengkayaan baik yang bersifat positif maupun negatif. Sisi lain yang perlu mendapat perhatian otak balita lebih peka terhadap asupan yang kurang mendukung pertumbuhan otaknya seperti asupan zat gizi yang tidak adekuat, kurang stimulasi dan kurang mendapat pelayanan kesehatan yang memadai. Anak prasekolah yaitu anak yang berusia 3-5 tahun. Pada masa ini terjadi pertumbuhan
psikologi,
biologis,
kognitif
dan
spiritual
yang
begitu
signifikan.Kemampuan mereka dalam mengontrol diri, berinteraksi dengan orang lain dan penggunaan bahasa dalm berinteraksi merupakan modal awal anak dalam mempersiapkan tahap perkembangan berikutnya, yaitu tahap masa sekolah (Whaley dan Wong, 1995). Masa prasekolah (3-5 tahun) merupakan fase ketika anak mulai terlepas dari orang tua, dan mulai berinteraksi dengan lingkungannya (Sayogo, 2007). Tugas perkembangan anak prasekolah adalah mencapai otonomi yang cukup, memenuhi dan menangani diri sendiri tanpa campur tangan orang tua secara penuh. Pada tahap ini, anak dapat dilibatkan dalam kegiatan atau pekerjaan rumah tangga untuk membantu orang tua (Whaley dan Wong, 1999) Pada umumnya anak prasekolah mendapat makanan secara dijatah/diambilkan oleh ibunya dan tidak memilih serta mengambil sendiri makanan mana yang disukainya (Ahmad Djaeni, 2000). Usia anak prasekolah, anak beralih dari diet yang
Universitas Sumatera Utara
mengandalkan susu untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan nutrient dan 50% kandungan energinya berasal dari lemak, menuju diet yang sesuai dengan pedoman pola makan sehat dan mencakup semua kelompok makanan. Makanan yang dimakan oleh keluarga harus menjadi dasar dari diet yang baru. Salah satu faktor sosial ekonomi yang ikut mempengaruhi tumbuh kembang anak adalah pendidikan (Supariasa, 2002). Pendidikan yang tinggi diharapkan sampai kepada perubahan tingkah laku yang baik (Suhardjo, 1989). Menurut World Health Organization (WHO) dalam Notoatmodjo (2002), perilaku dipengaruhi oleh kebudayaan dan ekonomi. Unsure-unsur kebudayaan mampu menciptakan suatu kebiasaan makan penduduk yang terkadang bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi, seperti masih banyaknya terdapat pantangan, tahayul, dalam masyarakat yang menyebabkan komsumsi makanan jadi rendah (Suhardjo, 2003). Faktor ekonomi yaitu berupa kemampuan ibu untuk dapat memilih dan membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik (Baliwati, 2004). Menurut Almatsier (2003), faktor primer terjadinya masalah gizi karena kurangnya kuantitas dan kualitas susunan makanan seseorang. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan ibu dibidang memasak (Santoso, 1999).Menurut Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2002), perilaku berupa menyiapkan makanan dipengaruhi oleh pengetahuan, dan pelayanan kesehatan. Untuk dapat menyusun menu yang adekuat, ibu perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, serta pengetahuan hidangan dan cara pengolahannya (Santoso, 1999). Dengan adanya pengetahuan tentang kadar zat gizi dalam berbagai bahan makanan, dapat membantu memilih bahan makanan yang
Universitas Sumatera Utara
hargaanya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizzinya tinggi (Moehji, 2002). Salah satu cara menambah pengetahuan ibu tentang gizi anak adalah melalui fungsi pelayanan kesehatannya itu dalam pemberian informasi seperti dilakukannya penyuluhan tentang kesehatan dan gizi di posyandu (Effendi, 2006). Tingkat pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan (Sukandar, 2007). Dari berbagai penelitian diketahui bahwa apabila pendidikan dan pengetahuan dalam berbagai bidang gizi yang dimiliki orang tua baik, maka keadaan gizi anak juga baik (Riyadi, 2006). Semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka akan semakin luas wawasan berfikirnya sehingga lebih banyak informasi yang diperoleh. Hal tersebut akan berdampak positif terhadap ragam pangan yang dikonsumsi. Pendidikan ibu yang rendah mempunyai resiko terjadinya status gizi kurang pada anak sebasar 2.386 kali dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan tinggi (Nur’aeni, 2008). Hasil penelitian Utomo (2001) di wilayah kerja Puskesmas Suruh Kabupaten Semarang menunjukkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi anak. Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa kelompok ibu dengan pengetahuan gizi dengan kategori cukup dengan status gizi anak kurus sebanyak 18,4%, tetapi jumlah anak yang berstatus gizi kurus meningkat pada kelompok ibu dengan pengetahuan gizi dengan kategori kurang. Banyaknya jumlah ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori cukup dan kurang dikarenakan lebih dari separuh ibu (56,3%) berpendidikan SMP, bahkan masih ada (11,3%) ibu yang berpendidikan SD (Sukmawaty, 2007). Hasil penelitian Harmani (2000) di Kabupaten Gunung
Universitas Sumatera Utara
Kidul dan Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa karakteristik ibu (umur ibu, pendidikan ibu, dan pengetahuan ibu berhubungan dengan status gizi anak balita). Hasil penelitian Aminah (2005) di Kecamatan Kualah Leidong, Kabupaten Labuhan Batu, yang meneliti gambaran konsumsi makanan dan status gizi balita berdasarkan status gizi merupakan suatu keadaan dimana gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh konsumsi makanan yang dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai jenis dan jumlah makanan yang dimakan oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk kelompok masyarakat tertentu. Masyarakat Kelurahan Mata Halasan merupakan salah satu Kelurahan di Kecamatan Tanjung Balai Utara, dengan memiliki anak prasekolah yang cukup banyak. Masyarakat Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I merupakan masyarakat yang miskin, dimana masyarakat Mata Halasan sebagian besar mendapat bantuan dari pemerintah pusat berupa beras raskin sedangkan masyarakat yang tidak tercatat mendapat beras raskin, mendapat bantuan dari pemerintah daerah Tanjung Balai berupa beras madani. Masyarakat Mata Halasan bekerja sebagai nelayan, buruh, membawa becak motor serta pembantu rumah tangga bagi ibu rumah tangga. Orang tua yang bekerja sebagai nelayan akan pergi mencari ikan/melaut dalam jangka waktu yang cukup lama dengan penghasilan yang disesuaikan dengan hasil tangkapan, jika hasil tangkapan banyak maka penghasilan yang di bawa pulang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga tetapi jika hasil tangkapan sedikit maka hasil yang di bawa pulang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, sehingga ibu rumah tangga mencari pekerja sebagai pembantu rumah tangga agar cukup untuk memenuhi kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
hidup. Ibu yang bekerja berangkat mulai dari pagi hari dan pulang menjelang sore, sehingga ibu hanya sempat menyiapkan sarapan pagi dan siang hari untuk anak dengan telur dan nasi putih, anak hanya di berikan uang jajan sebesar seribu sampai dua ribu rupiah. Hal ini menjadi latar belakang peneliti untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Pola Pemberian Makan dan Status Gizi anak Usia Prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.
1.2. PerumusanMasalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.
1.3.
Tujuan penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pola pemberian makan dan status gizi anak usia prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengetahui pola pemberian makan anak prasekolah menurut jenis, frekuensi, dan jumlah konsumsi energi dan protein pada anak prasekolah di Kelurahan Matahalasan Lingkungan 1 Tanjung Balai tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui Tingkat kecukupan energi dan protein anak prasekolah di Kelurahan Mata Halasan Lingkungan I Tanjung Balai tahun 2013.
1.4.
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi masyarakat terutama bagi ibu Dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu untuk menambah pengetahuan tentang gizi sehingga diharapkan dalam menyediakan/ mengelola makanan selalu memperhatikan aspek gizi yang diberikan pada anak prasekolah. 2. Bagi petugas kesehatan Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan para kader sehingga mereka dapat memberikan informasi dan arahan kepada masyarakat khususnya ibu agar memperhatikan pola makan dan perkembangan status gizi anak prasekolah.
Universitas Sumatera Utara