BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Anak usia prasekolah adalah anak yang berumur 36-60 bulan, pada masa ini anak dipersiapkan untuk sekolah, dimana panca indra dan sistim reseptor penerima rangsangan serta proses memori harus sudah siap sehingga anak mampu belajar dengan baik, proses belajar pada masa ini adalah dengan cara bermain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Populasi anak-anak di dunia saat ini berjumlah 1,9 miliar anak yaitu 27% dari populasi penduduk dunia (Hansroling, 2014). Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010), menunjukkan bahwa penduduk Indonesia berjumlah 237,6 juta jiwa, yang terdiri dari 119,6 juta laki-laki dan 118,0 juta perempuan. Dari jumlah tersebut, sekitar 81,4 juta orang atau sekitar 34,26 persen diantaranya anak berumur di bawah 18 tahun. Jumlah anak pada kelompok usia pendidikan pra sekolah 0-6 tahun tercatat sebanyak 32,6 juta orang (Profil Anak Indonesia, 2012). Jumlah penduduk Provinsi Bali berdasarkan Hasil SP 2010 pada kelompok umur 4-6 tahun yaitu berjumlah 202.212 anak dan jumlah anak usia 4-6 tahun di Denpasar yaitu sebanyak 41.783 anak (Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014). Dari hasil kajian neurologi, pertumbuhan sel jaringan otak pada anak usia 0-5 tahun mencapai 50%, oleh karena itu, anak-anak pada rentang usia ini wajib
1
2
mendapat perhatian khusus keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan guna mengoptimalkan kecerdasan anak (Patmonodewo, 2008). Perkembangan adalah perubahan yang menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi dan kompleks melalui proses maturasi dan pembelajaran (Supartini, 2004). Tumbuh kembang anak merupakan proses yang kontinu, yang dimulai sejak di dalam kandungan sampai dewasa. Dalam perkembangan anak terdapat masa kritis, dimana diperlukan stimulasi yang berguna agar potensi berkembang. Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangannya (Adriana, 2013). Proses pertumbuhan dan perkembangan anak, tidak selamanya berjalan sesuai yang diharapkan. Ada yang mengalami keterlambatan perkembangan sehingga tidak sesuai dengan aturan yang ada. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhinya, baik faktor yang dapat diubah, maupun faktor yang tidak dapat diubah. Berbagai masalah perkembangan anak yaitu keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku, autisme, hiperaktif. Penyebab keterlambatan perkembangan umum antara lain gangguan genetik atau kromosom seperti sindrom Down; gangguan atau infeksi susunan saraf seperti palsi serebra; riwayat bayi risiko tinggi seperti bayi prematur, bayi berat lahir rendah, bayi yang mengalami sakit berat pada awal kehidupan sehingga memerlukan perawatan intensif dan lainnya (Medise, 2013). Angka kejadian keterlambatan ini beberapa tahun terakhir semakin meningkat, angka kejadian di Amerika Serikat berkisar 12-16%,
3
Thailand 24%, dan Argentina 22%, di Indonesia antara 13%-18% (Dhamayanti M, 2006). Salah satu keterlambatan yang bisa terjadi pada anak adalah keterlambatan perkembangan ketidakmampuan
bahasa. anak
Keterlambatan untuk
perkembangan
menggunakan
simbol
bahasa
adalah
linguistik
untuk
berkomunikasi secara verbal (Zuhriah, 2009). Data menunjukkan angka kejadian anak yang mengalami keterlambatan, salah satunya dalam bentuk keterlambatan berbahasa cukup tinggi. Berdasarkan Sensus Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2011, jumlah anak usia dini (0-6 tahun) sebanyak 26,09 juta, dari jumlah tersebut 12,6 juta diantaranya berusia 4-5 tahun dan sekitar 384.800 orang (3,05%) anak mengalami keterlambatan perkembangan (Badan Pusat Statistik, 2010). Jumlah anak usia dini (0-6 tahun) tahun 2011 di Provinsi Bali sebanyak 25.130 orang dari jumlah tersebut sebanyak 13.010 orang (51,8%) orang diantaranya berusia antara 4-5 tahun dan sekitar 1.054 orang (8,1%) anak mengalami keterlambatan perkembangan (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2010). Perkembangan bahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya, sebab melibatkan perkembangan kognitif, motorik, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak. Permasalahan keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah adalah terutama dalam penguasan kosa kata (Taningsih, 2006). Keterlambatan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah dapat berisiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca, menulis dan serta menyebabkan pencapaian akademik yang kurang maksimal, hal ini dapat berlanjut
4
sampai usia dewasa. Gangguan bicara dan bahasa merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada anak-anak. Menurut National Center for Health Statistic (NCHS), data gangguan bicara dan bahasa yang berdasarkan atas laporan orang tua (diluar gangguan pendengaran serta celah pada palatum) angka kejadiannya adalah 0,9% pada anak dibawah umur. Dari hasil evaluasi langsung kepada anak sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari yang berdasarkan wawancara. Berdasarkan hal ini diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5% (Soetjningsih, 2012). Suryawan (2012) menyebutkan bahwa penyebab anak mengalami keterlambatan perkembangan bahasa 90% dikarenakan adanya gangguan input yakni kurangnya pemberian stimulasi, seperti kurangnya mengajak anak berbicara, berinteraksi dan bermain. Anak sangat membutuhkan stimulasi yang adekuat untuk menunjang tahap perkembangannya. Otak sebagai pusat pengatur perkembangan terus mengalami perubahan sesuai dengan stimulus yang diterima anak melalui panca inderanya. Stimulasi dapat berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak (Soetjiningsih,2012). Melalui stimulasi, anak dapat mencapai perkembangan optimal pada penglihatan, pendengaran, perkembangan bahasa, sosial, kognitif, gerakan kasar, halus, keseimbangan, koordinasi, dan kemandirian. Anak yang memperoleh stimulus yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang mendapatkan stimulus. Apalagi jika stimulus tersebut diberikan secara terus menerus (Nursalam, 2005). Sedangkan anak anak yang tidak pernah mendapatkan stimulus maka jaringan otak akan mengecil,
5
sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan kognitif anak menjadi terhambat, anak menjadi kesulitan dalam menyerap pelajaran sehingga prestasi anak juga berkurang. Stimulasi yang kurang juga dapat menyebabkan hambatan dalam perkembangan anak yaitu menimbulkan penyimpangan perilaku sosial dan motorik pada anak, yaitu anak akan menjadi malu pada teman-temannya (Soetjiningsih, 2012). Salah satu stimulus yang dapat diberikan orang tua untuk meningkatkan perkembangan bahasa anak adalah dengan terapi bercerita. Mendengarkan cerita yang baik dan menceritakannya kembali dapat mengasah perkembangan bahasa, penambahan kosa kata, dapat mendorong motivasi, membantu perkembangan kognitif, membantu berkembangnya interpersonal dan berkembangnya aspek sosial. Kegiatan bercerita memberikan sumbangan besar pada perkembangan anak secara keseluruhan sebagai implikasi dari perkembangan bahasanya, sehingga anak akan mampu mengembangkan aspek perkembangan lain dengan modal perkembangan bahasa yang sudah baik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) Widya Kumara Sari Denpasar, jumlah anak usia 4-6 tahun yaitu sebanyak 47 anak, yang terdiri dari kelas A, B1 dan B2. Dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar didapatkan data bahwa sekitar 45% anak perkembangan bahasanya kurang. Dari data raport didapatkan bahwa anakanak sudah mampu meniru 4-5 kata, mampu berkata-kata sederhana, cara bicara anak-anak sudah sedikit dapat dimengerti dan mampu menyebut berbagai bunyi,
6
namun anak-anak masih kurang dalam mengungkapkan pendapat dan informasi, menjawab pertanyaan, membedakan suku kata awal dan akhir serta 40% anak masih kurang mampu untuk mengungkapkan dan menceritakan pengalaman secara sederhana dan berurutan. Berdasarkan penilaian menggunakan lembar observasi Denver Developmental Screening Test (DDST) didapatkan data bahwa 5 anak dari 8 anak, yang peneliti observasi dari 47 orang jumlah keseluruhan anak pada TK tersebut diketahui bahwa anak-anak tersebut belum optimal dalam mengartikan lima kata, mengerti tiga kata sifat, menyebut dua lawan kata dan mengartikan tujuh kata. Upaya yang telah dilakukan sekolah dalam mengembangkan kemampuan bahasa pada anak pra-sekolah yaitu dengan kegiatan bernyanyi dan berbagi cerita mengenai pengalaman anak tersebut. Penilaian perkembangan bahasa pada TK Widya Kumara Sari Denpasar adalah dengan penilaian deksripsi mengenai pemahaman anak dalam mengartikan pembelajaran bahasa tersebut. Ada juga cara lain dalam menilai perkembangan bahasa anak, yaitu dengan melakukan pengukuran perkembangan bahasa menggunakan lembar observasi DDST. DDST adalah sebuah metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak umur 0-6 tahun (Adriana, 2013). Pentingnya kecerdasan bahasa bagi anak sebagai perkembangan berbahasa yang akan menjadi modal utama bagi anak dalam melakukan komunikasi dengan teman, guru, dan orang yang ada disekitarnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa
7
pada anak-anak usia pra-sekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015?” 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah sebelum dilakukan terapi bercerita di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. 2. Mengidentifikasi perkembangan bahasa anak usia prasekolah setelah dilakukan terapi bercerita di TKWidya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015. 3. Menganalisis pengaruh terapi bercerita terhadap perkembangan bahasa anak usia prasekolah di TK Widya Kumara Sari Denpasar Tahun 2015.
8
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis 1. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu keperawatan khususnya keperawatan anak dalam pemberian terapi bercerita untuk perkembangan bahasa pada anak. 2. Dapat
dijadikan
referensi
untuk
peneliti
selanjutnya
dalam
mengembangkan perkembangan berbahasa anak usia prasekolah dengan sampel yang lebih banyak. 1.4.2 Manfaat praktis 1. Hasil penelitian ini dapat membantu anak-anak mengembangkan perkembangan bahasanya. 2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru dan orang tua sebagai salah satu metode pembelajaran untuk mengembangkan tumbuh kembang anak khususnya perkembangan bahasa. 3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi perawat dan tenaga kesehatan agar menggunakan terapi bercerita untuk mengetahui perkembangan pada anak khususnya perkembangan bahasa. 1.5 Keaslian Penelitian Berdasarkan telaah literatur, penelitian yang berkaitan dengan judul dari penelitian ini adalah 1. Yuniartini, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bercerita terhadap Kualitas Tidur Anak Usia Prasekolah yang Menjalani Hospitalisasi di Ruangan Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. Jenis penelitian yaitu pre-
9
experimental dengan rancangan one group pre-test and post-test design. Jumlah sampel yaitu sebanyak 21 orang. Hasil uji statistik Wilcoxon Signed Rank Test diperoleh nilai asymp sig (2-tailed) 0,000 (kurang dari nilai α = 0,05) (asymp sig (2-tailed) < α) sehingga ada pengaruh terapi bercerita terhadap kualitas tidur anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi di Ruang Perawatan Anak RSUP Sanglah Denpasar. 2. Maysaroh, dkk (2013) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain Dengan Bercerita Terhadap Tindakan Sosialisasi Anak Usia Prasekolah Dalam Menjalani Perawatan Di Rumah Sakit RSUD Batang, jumlah sampel sebanyak 20 pasien menggunakan metode one group pretest-posttet design dengan uji statistik yang digunakan yaitu Wilcoxon, hasil menunjukkan nilai ρ lebih kecil dari dari nilai alpha (0,05) sehingga ada pengaruh terapi bermain dengan bercerita terhadap tindakan sosialisasi anak usia prasekolah dalam menjalani perawatan di rumah sakt RSUD Batang. 3. Widya Hastuti (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Antara Komunikasi dalam Keluarga dengan Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam, jumlah sampel yang digunakan sebanyak 54 orang, desain dalam penelitian ini adalah dengan deskriptif korelasi. Berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan bahwa adahubungan antara komunikasi dalam keluarga dengan perkembangan bahasa pada anak usia prasekolah di TK Baso Jorong Baso Kabupaten Agam tahun 2014 dengan p = 0,000.
10
4. Asri Rodiyah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Penggunaan Metode Bercerita untuk Meningkatkan Kosakata Anak usia 3-4 Tahun pada Play Group Tunas Bangsa Sooko Mojokerto, subyek penelitian berjumlah 15 orang. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif didapatkan kesimpulan bahwa pembelajaran dengan penerapan metode bercerita dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kosakata anak.