BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit kronis beserta pengobatannya mempunyai dampak besar terhadap kualitas hidup anak, termasuk pada anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut (LLA). LLA merupakan penyakit keganasan yang paling sering terjadi dari semua kasus kanker anak (Duchoslav, 2010). Seiring dengan peningkatan kejadian leukemia pada anak selama 20 tahun terakhir, kualitas hidup anak LLA menjadi hal penting untuk diperhatikan (Hick, et al., 2003; Eiser, 2005). Kualitas hidup merupakan sesuatu
yang bersifat subyektif dan
multidimensional (Paramita, 2006). Kualitas hidup pada anak dengan kanker menggambarkan dampak potensial dari penyakit atau pengobatan yang mempengaruhi fungsi atau aspek kehidupan dilihat dari persepsi pasien (Umiati et al., 2010). Penialian kualitas hidup memberikan manfaat bagi tenaga medis untuk menginformasikan efek penyakit kanker yang diderita, membantu penderita, keluarga, dan tenaga medis untuk membuat keputusan klinis, sebagai faktor prognosis, pengembangan program pelatihan untuk para professional kesehatan dan menciptakan intervensi psikososial di bidang onkologi (Hanafi, 2010). Penelitian mengenai kualitas hidup anak leukemia telah banyak dilakukan di beberapa negara, termasuk Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Umiati et al., (2010) melaporkan tingkat kualitas hidup yang tinggi pada anak yang 1
2 menjalani kemoterapi, namun masih ditemukan kualitas hidup yang rendah pada dimensi psikologis dan fisik pada anak usia 13-18 tahun. Kualitas hidup rendah juga ditemukan pada dimensi fisik dan kognitif pada anak usia 6-12 tahun. Puspita (2011) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kualitas hidup pada pasien leukemia cenderung masih rendah dan terus mengalami penurunan dikarenakan upaya-upaya pengobatan yang dilakukan penderita belum maksimal. Di India, Bansal et al., (2013) membandingkan kualitas hidup anak LLA dengan saudara kandung dan anak sehat lainya. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas hidup anak-anak LLA selama terapi maintenance lebih buruk dibandingkan dengan kualitas hidup saudara kandung maupun dengan anak sehat lainnya. Penelitian Sung et al., (2009) di Kanada menyebutkan bahwa kualitas hidup anak LLA cenderung lebih baik selama menjalani kemoterapi dan anak LLA dengan saudara kandung yang juga penderita penyakit kronis memiliki kualitas hidup yang rendah. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa kualitas hidup anak LLA dipengaruhi oleh faktor anak (demografi, diagnostik dan pengobatan), faktor orang tua (pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan kondisi kesehatan pengasuh utamanya) serta karakteristik keluarganya (kondisi saudara dan sosial ekonomi keluarga). Menurut Klassen et al., (2011) kualitas hidup anak kanker dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, tingkat keparahan penyakit, faktor anak (usia saat penilaian, jenis kelamin, usia saat diagnosis, ras, koping) dan faktor keluarga (kesehatan dan kesejahteraan orang tua, status sosial ekonomi, koping orang tua,
3 fungsi keluarga, stress orang tua, gaya pengasuhan). Sedangkan pada anak leukemia berdasarkan penelitian Hicks et al., (2003) kualitas hidup dipengaruhi oleh fakor fisik dan gejala yang menyertai (nyeri, kelelahan, gangguan kemapuan fungsional, nafsu makan), faktor psikologi (kecemasan, depresi, ketakutan), faktor sosial (keuangan keluarga, status anak dalam keluarga, pendidikan orang tua) dan faktor spiritual (pemahaman makna dari sakitnya, tingkat keimanan, harapan, ketidakpastian). Landolt et al., (2006) menyebutkan bahwa penyesuaian psikologis orang tua juga berpengaruh terhadap kualitas hidup anak leukemia, terutama pada fungsi kognitif anak. Hal tersebut juga diungkapkan oleh Laslo (1998) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa koping orang tua berpengaruh terhadap penyesuaian diri anak LLA yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kualitas hidupnya. Kehidupan seorang anak masih bergantung pada keluarganya baik dari fisik, psikologis dan sosial, sehingga peran orang tua sangatlah penting dalam mendukung dan mengurangi stressor pada anak akibat penyakit yang dialaminya (Suryati, 2010). Agar tetap dapat memberikan pengasuhan yang baik bagi anaknya, orang tua harus dapat beradaptasi dengan stressor yang dihadapinya. Semakin baik kualitas pengasuhan yang diterima anak, semakin baik pula status kesehatan mereka, begitupula sebaliknya (Weitzner et al., 1999). Koping yang digunakan orang tua dalam menghadapi stressor akan mempengaruhi koping anak (Suryati, 2010). Koping adalah keputusan memilih sebuah perilaku yang dilakukan untuk menghadapi sebuah stressor (Hukum,
4 2012). Dalam penelitian ini koping merupakan perilaku yang digunakan orang tua dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit LLA yang diderita anaknya. Penelitian tentang koping yang pada orang tua anak dengan kanker yang masih menjalani perawatan kemoterapi menunjukkan bahwa koping yang sering digunakan orang tua adalah perilaku aktif mengatasi masalah, menunjukkan perilaku berduka, prilaku pasif seperti mengisolasi diri, perilaku menghindar dari masalah, mencari dukungan sosial, mengekspresikan emosi negatif, dan restrukturisasi kognitif (Norberg et al, 2005). Penelitian lain oleh Eiser et al., (2005) menyatakan bahwa ada hubungan antara kekhawatrian dan rendahnya kualitas hidup ibu dengan kualitas hidup anak penderita kanker. Koping orang tua juga mempengaruhi kualitas hidup anak penderita penyakit kronis. Penelitian Sales (2008) membuktikan bahwa ibu yang menggunakan approach-oriented coping (perilaku aktif, restrukturisasi kognitif, mencari dukungan sosial) menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik pada anak penderita asma. Sebaliknya ibu yang menggunakan koping menghindar menunjukkan kualitas hidup yang lebih rendah. Dalam penelitian Landolt et al., (2006) menunjukkan adanya hubungan antara penyesuaian psikologis orang tua dengan kualitas hidup pasien kanker anak. Penyesuaian psikologis yang baik akan berpengaruh baik pada kualitas hidup anak, khususnya dalam domain emosional. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkanbahwa penyesuaian psikologis orang tua tidak berpengaruh terhadap kualitas hidup anak dengan penyakit kronis,
5 seperti fenilketonuria atau sindrom nefrotik (Landolt et al., 2002; Ruth et al., 2004). Data yang menjelaskan tentang hubungan koping orang tua dengan kualitas hidup anak masih terbatas, oleh karena itu masih perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut. Anak penderita LLA memiliki permasalahan yang cukup komplek. Oleh karena itu, optimalisasi peran perawat pada keluarga dengan anak LLA sangat penting. Optimalisasi peran perawat pada keluarga dapat dilakukan dengan memberikan masukan pada orang tua tentang perilaku yang sebaiknya dilakukan orang tua untuk membantu meningkatkan kualitas hidup anak LLA. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti hubunganantara koping orang tua dengankualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan suatu masalah yaitu “Apakah ada hubungan antara koping orang tua dengan kualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ?”
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan antara koping orang tua dengan kualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
6 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. b. Untuk mengetahui gambaran koping yang digunakan orang tua anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan tentang hubungan antara koping orang tua dengan kualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Manfaat Praktis a. Bagi instansi rumah sakit Memberi gambaran informasi tentang kualitas hidup anak penderita Leukemia
Limfoblastik
Akut
sehingga
dapat
dijadikan
bahan
pertimbangan dalam memberikan pelayanan kesehatan pasien. b. Bagi perawat Memberi masukan dan informasi sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan keluarga penderita Leukemia Limfoblastik Akut.
7 c. Bagi keluarga Menambah pengetahuan dan memberikan masukan tentang pentingnya keluarga memiliki koping yang baik untuk meningkatkan kualitas hidup anak penderita Leukemia Limfoblastik Akut. d. Bagi peneliti Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai landasan bagi peneliti selanjutnya.
E. Keaslian Penelitian Penelitian dengan judul “Hubungan Antara Koping Orang Tua dengan Kualitas Hidup Anak Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta” berdasarkan sepengetahuan peneliti belum pernah dilakukan. Penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sitaresmi et al., (2008) dengan judul “Health-related quality of life assessment in Indonesian childhood acute lymphoblastic leukemia”. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Pengumpulan data menggunakan PedsQLTM 4.0 Generic Core Scale dan PedsQLTM 3.0 Cancer Module. Analisis data menggunakan Independent- Sample T test. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas hidup anak LLA yang berusia 2-5 tahun memiliki lebih banyak masalah dalam subskala kecemasan prosedural, kecemasan pengobatan dan komunikasi dibandingkan anak yang usianya lebih tua.
8 Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan variabel tunggal berupa kualitas hidup anak, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat berupa koping orang tua dan kualitas hidup anak. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada subyek yang akan diteliti, yaitu anak penderita LLA. 2. Novrianda (2013) dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Anak Leukemia Limfositik Akut yang Menjalani Kemoterapi di Ruang Rawat Kronis Instalasi Rawat Inap Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang”. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Pengumpulan data menggunakan PedsQLTM 4.0 Generic Core Scale, PedsQLTM 3.0 Cancer Module, dan kuesioner peran perawat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia, jenis kelamin responden dan sosial ekonomi keluarga dengan rata-rata skor total dan subskala PedsQLTM 4.0 Generic Core Scale. Sedangkan ada hubungan yang signifikan antara usia responden dengan rata-rata skor subskala kecemasan prosedural dan kecemasan pengobatan PedsQLTM 3.0 Cancer Module. Peran perawat merupakan faktor prediktor kualitas hidup anak pada PedsQLTM 4.0 Generic Core Scale dan PedsQLTM 3.0 Cancer Module. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, fase kemoterapi, sosial ekonomi keluarga, dan peran perawat, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah koping orang tua. Persamaan dengan penelitian ini
9 terletak pada variabel terikat yang akan diteliti, yaitu kualitas hidup anak LLA. 3. Sales et al., (2008) dengan judul “The Role of Parental Coping in Children with Asthma’s Psychological Well-being and Asthma-related Quality of Life”. Penelitian
ini
merupakan
penelitian
non-eksperimental
menggunakan
rancangan cohort. Pengumpulan data anak mengggunakan Paediatric Asthma Quality of Life Questionnaire, Children’s Coping Strategy Checklist dan HowI-Feel Questionnaire (STAIC-T). Data orang tua diperoleh dengan menggunakan kuesioner State-Trait Anxiety Measure (STAI-Y2), COPE Scale, Paediatric Asthma Caregiver’s Quality of Life Questionnaire, dan Family Inventory of Life Events and Changes (FILE). Analisis data menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara koping ibu dengan kualitas hidup anak penderita asma. Ibu yang menggunakan approach coping menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik pada anak penderita asma, sebaliknya ibu yang menggunakan avoidance coping menunjukkan kualitas hidup yang lebih rendah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada subyek. Subyek penelitian ini adalah yaitu anak penderita asma, sedangkan penelitian yang akan dilakukan subyek yang diteliti adalah anak penderita LLA. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas dan variabel terikat yang akan diteliti, yaitu koping orang tua dan kualitas hidup anak. 4. Suryati (2010) dengan judul “Hubungan Koping Orang Tua dan Karekteristik Anak dengan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Batita dan
10 Prasekolah Penderita Leukemia Limfositik Akut di RSAB Harapan Kita Jakarta”. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan rancangan cross sectional. Data dikumpulkan mengguankan kuesioner koping orang tua dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Analisis data menggunakan uji korelasi phi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara mekanisme koping orang tua dengan pertumbuhan dan perkembangan anak LLA. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel terikat penelitian.Variabel terikat pada penelitian ini adalah pertumbuhan dan perkembangan anak, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah kualitas hidup anak. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada variabel bebas yang akan diteliti, yaitu koping pada orang tua pasien anak penderita LLA. 5. Radiastanti (2005) dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Koping Orang Tua Anak Leukemia Limfoblastik Akut Di RS Dr. Sardjito Jogjakarta”.
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
non-eksperimental
menggunakan rancangan cross sectional. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner Inventory Of Socially Supportive Behaviors (ISSB) dan data koping menggunakan Ways of Coping. Analisis data menggunakan korelasi Product Moment Pearson, Uji T Independen dan Anova. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan koping orang tua.
11 Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak variabel penelitian. Variabel bebas pada penelitian ini adalah dukungan sosial, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah koping orang tua. Variabel terikat pada penelitian ini adalah koping orang tua, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan adalah kualitas hidup. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada subyek yang akan diteliti, yaitu anak penderita LLA.