BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan asal hewan sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia sebagai sumber protein fungsional maupun pertumbuhan, terutama pada anak-anak usia dini yang karena laju pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak sangat tinggi. Protein hewani penting karena mengandung asam amino yang lebih mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga mudah dicerna dan lebih efisien (Bahri dkk., 2006). Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi konsumen karena kandungan gizinya yang lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi (Soeparno, 2009). Kebutuhan akan daging semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan per kapita, daya beli masyarakat, pola hidup, dan kesadaran masyarakat akan gizi. Paradigma sebagian konsumen mengalami perubahan dari pola konsumsi daging segar menjadi pola konsumsi produk-produk olahan daging yang siap saji. Selain itu, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan aktivitas masyarakat yang begitu sibuk mengakibatkan pola konsumsi daging ready to cook dan ready to eat mengalami perkembangan yang begitu pesat. Produk olahan daging yang populer di kalangan masyarakat
1
2
Indonesia adalah sosis dan bakso. Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging (atau ikan) yang digiling dan dibumbui dan kemudian dimasukkan ke dalam selongsong bulat panjang yang dapat berupa usus sapi ataupun buatan. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus (Prayitno dkk., 2009 ; Koswara, 2009). Susu juga merupakan salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi. Selain kaya akan protein juga kaya akan kalori, mineral, dan hampir semua zat yang dibutuhkan oleh manusia, zat ini sangat mudah dicerna dan diserap oleh darah dengan sempurna. Susu sapi merupakan sumber protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin. Zat-zat gizi yang terkandung dalam susu terdapat dalam perbandingan yang sempurna. Susunan zat gizi yang sempurna dari susu ini merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba, sehingga susu sangat peka terhadap kontaminasi mikroba serta sangat mudah busuk. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mencegah kerusakan pada susu adalah dengan cara pemanasan (pasteurisasi) baik dengan suhu tinggi maupun suhu rendah yang dapat diterapkan oleh peternak. Proses pengolahan susu bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam, berkualitas tinggi, berkadar gizi tinggi, tahan simpan, mempermudah pemasaran dan transportasi, sekaligus meningkatkan nilai tukar dan daya guna bahan mentahnya (Umar dkk., 2014; Saleh, 2004) Meskipun protein hewani tersebut sangat dibutuhkan sebagai sumber gizi untuk kesehatan masyarakat, produk ternak dapat berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila tidak terjamin keamanannya. Bahaya yang berkaitan dengan
3
keamanan pangan asal ternak dapat terjadi pada setiap mata rantai produksi pangan, mulai dari titik praproduksi di tingkat peternak atau produsen maupun pada proses pascaproduksi sampai saat produk peternakan tersebut didistribusikan dan disajikan kepada konsumen. Salah satu bahaya tersebut adalah adanya residu obat-obatan (Bahri dkk., 2006). Penggunaan obat-obatan dalam usaha peternakan hampir tidak dapat dihindarkan, karena ternak diharapkan selalu berproduksi secara optimal yang berarti kesehatan ternak harus selalu terjaga. Untuk memenuhi tuntutan produksi ternak yang tinggi, maka ketersediaan obat hewan sangat diperlukan, di samping penggunaan bibit unggul dan pemuliaan yang memakan waktu yang relatif lama (Masrianto dkk., 2013). Pemakaian antibiotik dalam bidang peternakan, faktor keamanan harus dipertimbangkan, diantaranya adalah keamanan produk peternakan dari residu antibiotik yang digunakan (Murdiati, 1997). Peternak sering kurang memahami waktu henti (withdrawal time) suatu obat hewan yaitu kurun waktu dari saat pemberian obat terakhir hingga ternak boleh dipotong atau produknya dapat dikonsumsi, sehingga mengakibatkan munculnya residu pada produk ternak. Residu antibiotik dalam pangan asal ternak dapat menyebabkan reaksi alergi, resistensi, dan kemungkinan keracunan (Bahri dkk., 2005; Kusumaningsih dkk., 1996). Menurut Kusumaningsih (2007) dan Phillips dkk. (2004) yang disitasi Furi (2012) antibiotik yang lazim digunakan untuk pengobatan antara lain golongan penisilin (termasuk amoksisilin, ampisilin), streptomisin, kloramfenikol, doksisilin,
4
tetrasiklin, eritromisin, neomisin, gentamisin, tilosin, siprofloksasin, enrofloksasin, dan golongan sulfonamida. Adanya residu antibiotik golongan tetrasiklin dan penisilin telah banyak dilaporkan. Akan tetapi residu antibiotik golongan makrolida belum banyak dilaporkan, kecuali dari luar negeri. Padahal antibiotik golongan makrolida dipakai secara luas dalam industri peternakan yang umumnya dipergunakan untuk pengobatan penyakit pernafasan disamping ditambahkan dalam campuran makanan sebagai perangsang pertumbuhan (Yuningsih dkk., 2005). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan kadar residu antibiotik pada pangan asal ternak, seperti yang dilakukan oleh Masrianto dkk. (2013) mengenai residu antibiotik pada daging sapi yang dipasarkan di pasar tradisional kota Banda Aceh dan Hartono (2006) mengenai residu antibiotik pada sosis ayam dan sosis sapi di kota Tarakan. Sejauh ini penelitian terhadap residu antibiotik golongan makrolida khususnya eritromisin dalam pangan asal hewan di Yogyakarta belum pernah dilaporkan.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi residu antibiotik golongan makrolida khususnya eritromisin pada sosis, bakso, dan susu pasteurisasi yang dijual di Yogyakarta.
5
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya keamanan produk pangan asal hewan dari bahaya residu antibiotik sebagai upaya untuk perlindungan terhadap kesehatan masyarakat dan memberikan kewaspadaan bagi konsumen agar lebih berhati-hati dalam memilih produk olahan.