BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perusahaan asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan non bank
yang bergerak dalam bidang jasa dan dapat dijadikan sebagai salah satu pilar perekonomian di Indonesia, karena perkembangan perusahaan asuransi dapat memberikan pengaruh pada kondisi dan pertumbuhan ekonomi baik dibidang perdagangan maupun jasa. Perusahaan asuransi yang berkembang saat ini mulai banyak yang melakukan inovasi produk yaitu dengan menciptakan beragam jenis produk hibrida atau produk campuran untuk menarik minat masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan nasabah, misalnya produk perbankan (deposito) digabung dengan produk asuransi jiwa. Dengan adanya produk hibrida ini diharapkan dapat mendatangkan manfaat ganda bagi nasabah yaitu mendapatkan bunga deposito sekaligus proteksi asuransi jiwa. Serta inovasi produk lainnya dengan sistem baru yang berbeda dari asuransi konvensional yaitu asuransi yang berprinsip syariat Islam. Perusahaan asuransi yang berprinsip syariat Islam di Indonesia pertama kali dikembangkan oleh PT. Asuransi Takaful Indonesia pada tahun 1994, kirakira dua tahun setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) (sumber : www.syakirsula.com). Pengaruh dan perkembangan perusahaan asuransi terhadap pertumbuhan industri syariah seperti di Indonesia yang tercatat sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan industri asuransi syariah tercepat selama tahun 2005-2008 di Asia Tenggara dengan laju pertumbuhan rata-rata 35%. Penetrasi premi asuransi syariahnya mendekati 3% dengan pertumbuhan asetnya mencapai 63%. (sumber : www.infobanknews.com) Data lainnya menurut Bapepam-LK menyebutkan, jumlah pelaku usaha asuransi syariah mencapai 43 unit. Dari jumlah tersebut terdapat lima perusahaan asuransi syariah dan 35 unit syariah. Total aset asuransi syariah mencapai 4,71 persen dari pangsa pasar asuransi per Desember 2010. Porsi aset itu meningkat sebesar 4,34 persen dari total pangsa pasar asuransi pada 2009. Sementara itu,
1
2
total aset asuransi syariah per Desember 2010 mencapai Rp 6,9 triliun. Jumlah ini meningkat 45 persen dari 2009 yang sebesar Rp 5 triliun. Pertumbuhan tersebut menjadi gambaran bahwa bisnis asuransi syariah terus melonjak pada 2011. (sumber: www.replubika.co.id) Berdasarkan data diatas industri jasa asuransi berkembang dengan pesat dan dapat dijadikan salah satu sektor keuangan yang dapat juga diartikan sebagai bagian dari penggerak utama perekonomian Negara baik asuransi konvensional maupun syariah. Bukti lain bahwa adanya pengaruh tersebut adalah disetiap sisi usaha, baik dibidang perdagangan maupun jasa semuanya membutuhkan asuransi. Namun menurut Kepala Bagian Perasuransian Syariah Bapepam-LK Yatty Nurhayati, industri asuransi syariah masih memiliki hambatan yang harus diperhatikan, yaitu kurangnya keseriusan peran DPS dalam melakukan pengawasan, dan adanya penempatan dana asuransi syariah yang belum dipisahkan dengan produk-produk investasi lainnya (sumber: www.asuransijiwa-indonesia.blogspot.com). Asuransi sendiri merupakan suatu lembaga keuangan non bank di bidang jasa yang dapat digunakan sebagai salah satu sumber dana pembangunan nasional, disamping bermanfaat bagi masyarakat yang berpartisipasi dalam bisnis asuransi yang memiliki tujuan memberikan perlindungan atau proteksi atas kerugian keuangan / financial loss, yang ditimbulkan oleh peristiwa atau kejadian yang tidak terduga sebelumnya / fortuitious event. Kecenderungan munculnya produk hibrida di sektor jasa keuangan khususnya produk hibrida asuransi di Indonesia sebenarnya lebih banyak mengikuti trend yang ada di Negara maju. Fenomena semacam ini dapat berdampak positif atau negatif tergantung cara kita menyikapinya. Penerbitan produk hibrida di sektor jasa keuangan seperti produk jasa asuransi, jika dikelola dengan baik dan benar, dapat meningkatkan gairah dan partisipasi masyarakat secara signifikan untuk membeli produk-produk jasa asuransi. Di lain pihak, jika tidak diiringi dengan pengawasan yang memadai, akan dapat memunculkan dampak negatif seperti yang terjadi dalam kasus Bank Century dan Antaboga Sekuritas, serta kasus gagal bayar yang menimpa PT. Asuransi Jiwa Bakrie atau
3
yang
dikenal
sebagai
Kasus
Bakrie
Life.
(sumber:
www.bisniskeuangan.kompas.com) Berdasarkan hal diatas, maka pengawasan terhadap perusahaanperusahaan asuransi sangat perlu dilakukan. Karena masalah keuangan (financial) merupakan masalah terpenting dalam pengawasan kinerja keuangan, terutama pengawasan kinerja keuangan industri asuransi yang memiliki kriteria khusus dalam penilaian kinerjanya maka perlu adanya ketentuan Risk Based Capital (RBC) atau tingkat solvabilitas tentang ketahanan perusahan asuransi dan ketentuan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini tentang keuangan perusahaan asuransi guna mengatasi masalah tersebut. Pengawasan kinerja keuangan dengan metode Risk Based Capital (RBC) dan Early Warning System (EWS) memiliki persamaan fungsi yaitu sama-sama menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Risk Based Capital (RBC) menggunakan batas tingkat solvabilitas (solvency margin) untuk dijadikan penilaian tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Sedangkan Early Warning System (EWS) menggunakan rasio-rasio keuangan yang rumusnya sudah disesuaikan dengan laporan keuangan perusahaan asuransi yang memang berbeda dengan laporan keuangan lembaga keuangan lainnya. Batas tingkat solvabilitas (solvency margin) ini merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban yang perhitungannya didasari pada cara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha asuransi. Rasio ini berguna untuk mengetahui tingkat kemampuan keuangan perusahaan dalam menanggung risiko atau kewajiban yang mungkin timbul dari penutupan risiko yang telah dilakukan. Berdasarkan penelitian Merawati (2002) penetapan Risk Based Capital (RBC) sudah diberlakukan sejak akhir tahun 1999, dengan nilai batas minimum tingkat solvabilitas sebesar 40% sampai pada tahun 2001, sedangkan untuk tahun 2002 sebesar 75%, dan tahun 2003 sebesar 100%. Dengan adanya perkembangan ekonomi dan pentingnya Risk Based Capital (RBC) dalam penilaian tingkat kesehatan perusahaan asuransi maka ditetapkanlah SK (Surat Keputusan Menteri
Keuangan)
No.424/KMK.06/2003
tentang
perhitungan
tingkat
solvabilitas dengan metode Risk Based Capital (RBC). Dalam ketentuan tersebut,
4
penyesuaian pemenuhan kebutuhan RBC dilakukan dengan target angka dan toleransi waktu yang sangat longgar dan protektif. Yakni ketentuan minimum tingkat solvabilitas sebesar 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum (BTSM) yang telah ditetapkan BAPEPAM pada tahun 2004. Namun pada perusahaan yang memiliki tingkat solvabilitas sekurang-kurangnya 100% dari BTSM, Bapepam tidak langsung mengenakan sanksi administratif tetapi diberi kesempatan untuk memperbaiki kondisi keuangan sesuai dengan jangka waktu yang dimuat dalam rencana penyehatan. Apabila pada jangka waktu yang sudah ditetapkan perusahaan tersebut belum bisa memperbaiki kondisi keuangannya, maka perusahaan tersebut akan dikenakan sanksi administratif secara berurutan sebagai berikut : SP I, SP II, SP III, pembatasan kegiatan usaha sampai pencabutan perizinan usaha berdasarkan ketentuan SK (Surat Keputusan Menteri Keuangan) No.423/KMK.06/2003 tentang pemeriksaan perusahaan perasuransian yang menyatakan bahwa pemeriksaan perusahaan asuransi dilakukan oleh Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Menurut Merawati (2002) dalam penelitiannya Early Warning System (EWS) adalah tolok ukur perhitungan dari The National Association of Insurance Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan usaha asuransi Amerika Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Disamping itu, sistem ini dapat memberikan peringatan dini terhadap kemungkinan kesulitan keuangan dan operasi perusahaan asuransi di masa yang akan datang. Negara-negara lain di luar Amerika Serikat yang menerapkan sistem ini melakukan sedikit modifikasi terhadap rasio-rasio yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Dimana dalam perhitungannya dapat melakukan pengukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan yang pengukurannya dilihat dari aspek-aspek rasio keuangan yaitu rasio Likuiditas (Liabilities of Liquid Assets Ratio), rasio Solvabilitas (Solvency Margin), rasio Profitabilitas (Profitabiity Ratio), dan rasio Stabilitas Premi (Stability Premi). Berdasarkan hal tersebut, maka perhitungan tentang pengawasan kinerja perusahaan asuransi sangatlah penting guna memberikan informasi kepada masyarakat umumnya yang berpartisipasi dengan perusahaan asuransi dan untuk
5
melindungi kepentingan masyarakat luas terutama untuk menjaga apakah perusahaan asuransi setiap saat dapat memenuhi kewajibannya kepada tertanggung baik itu pada asuransi syariah ataupun konvensional. Karena pengawasan kinerja keuangan industi asuransi bertujuan untuk mempertahankan lalu mengembangkan industri asuransi. Untuk mengetahui baik atau tidaknya kinerja perusahaan khususnya yang dibahas pada penelitian ini adalah perusahaan asuransi dapat dilihat dari laporan keuangan yang telah dibuat secara berkala atau periodik, misalnya triwulanan, kuartalan, semesteran, atau tahunan. Laporan keuangan yang dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan terdiri dari neraca (balance sheet) dan laporan rugilaba (income statement). Selain itu juga laporan keuangan dapat menjadi sumber informasi bagi pemakainya untuk pengambilan keputusan. Kinerja keuangan dari suatu perusahaan merupakan gambaran dari laporan keuangan sebuah perusahaan, karena di dalam laporan keuangan ini terdapat perkiraan-perkiraan seperti aktiva, kewajiban, modal dan profit dari perusahaan tersebut. Pengukuran kinerja perusahaan dilakukan dengan membandingkan nilai rasio perusahaan jika dihitung dengan ketentuan konvensional dan dengan ketentuan syariah. Selain itu, dengan penelitian ini dapat diketahui batasan nilai rasio RBC dan rasio EWS perusahaan asuransi. Adapun perusahaan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan asuransi syariah dan konvensional yang ada di Indonesia. Fungsi asuransi sendiri baik asuransi syariah ataupun asuransi konvensional adalah sama, yaitu sebagai lembaga keuangan nonbank yang berperan dalam kegiatan perlindungan risiko atau kerugian yang mungkin akan terjadi pada masa yang akan datang. Perbedaannya pun hanya terletak pada sistem masing-masing usaha yang digunakan, sistem yang digunakan perusahaan asuransi syariah sesuai dengan tuntutan agama dan bersih dari gharar (ketidakpastian), maisir (judi) dan riba dimana hal tersebut dimiliki oleh asuransi konvensional. Penelitian lain yang membahas tentang kinerja perusahaan asuransi sebagai pembanding dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Kodijah (2008) tentang analisis perbandingan tingkat kesehatan asuransi
6
kerugian antara asuransi konvensional dan asuransi syariah dengan menggunakan metode riks based capital (RBC). Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lainnya adalah dari metode yang digunakan dalam menganalisis kinerja perusahaan menggunakan dua metode, yaitu metode Risk Based Capital (RBC) dan Earning Warning System (EWS). Sedangkan penelitian lain hanya menganalisis
menggunakan
salah
satu
metode,
yaitu
meneliti
dengan
menggunakan metode Risk Based Capital (RBC). Penelitian lain juga rata-rata membahas perusahaan asuransi yang menggunakan sistem operasional yang sama yaitu perusahaan asuransi dengan sistem konvensional saja atau perusahaan asuransi dengan sistem syariah saja dan membandingkan perusahaan yang sama dengan tahun laporan keuangan yang berbeda. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan
judul
“Analisis
Perbandingan
Kinerja
Keuangan
Perusahaan Asuransi Syariah dan Konvensional (Studi Kasus pada PT. Asuransi Takaful Keluarga, PT. Asuransi Ramayana, PT. Prudential Life Assurance, PT. AXA Mandiri Financial Service,
PT. Panin Life, dan PT.
Asuransi Sinar Mas Periode Penelitian 2007-2011).“
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah berdasarkan metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011? 2. Bagaimana kinerja keuangan perusahaan asuransi konvensional berdasarkan metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011? 3. Bagaimana perbandingan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional, selama periode penelitian 20072011 dan perusahaan asuransi mana yang memiliki kinerja keuangan lebih baik?
7
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data yang dapat
diproses dan dianalisis berdasarkan teori-teori yang didapat selama kuliah dan berdasarkan literatur perasuransian. Setelah itu data tersebut digunakan untuk menyusun skripsi guna menyelesaikan studi pada program studi Manajemen S1 Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung. Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain : 1. Menganalisis kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah berdasarkan metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011. 2. Menganalisis kinerja keuangan perusahaan asuransi konvensional berdasarkan metode RBC dan metode EWS selama periode penelitian 2007-2011. 3. Menganalisis perbandingan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional, selama periode penelitian 20072011.
1.4
Batasan Penelitian Batasan dalam penelitian ini adalah penulis hanya membahas mengenai
elemen-elemen yang terkait dengan laporan keuangan PT. Asuransi Takaful Keluarga, PT. Asuransi Ramayana, PT. Prudential Life Assurance, PT. AXA Mandiri Financial Service, PT. Panin Life, dan PT. Sinar Mas selama lima tahun terakhir, yaitu periode 2007-2011 yang digunakan untuk memperoleh gambaran perbandingan kinerja keuangan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional yang diukur dengan menggunakan pendekatan Risk Based Capital (RBC) atau Batas
Tingkat
Solvabilitas
dari
Keputusan
Menteri
Keuangan
No.424/KMK.06/2003 tentang kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan Keputusan
Direktorat
Jendral
Lembaga
Keuangan
(DJLK)
No.
Kep.3607/LK/2004 tentang pedoman perhitungan batas tingkat solvabilitas yang dapat mengukur suatu perusahaan solven (sehat) atau tidak. Serta perhitungan kinerja keuangan dengan menggunakan Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini yang merupakan tolok ukur perhitungan dari The National Association of Insurance Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan
8
usaha asuransi Amerika Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Negara-negara lain di luar Amerika Serikat yang menerapkan sistem ini melakukan sedikit modifikasi terhadap rasio-rasio yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan. Dimana dalam perhitungannya dapat melakukan pengukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perusahaan dan pengukurannya mempergunakan rasio-rasio keuangan yang mewakili setiap aspek penilaian kinerja keuangan yaitu rasio Likuiditas (liabilities of liquid assets ratio), rasio Tingkat Kecukupan Dana (adequacy of capital funds), rasio Beban Klaim (incurred loss ratio), dan rasio Retensi Sendiri (retention ratio).
1.5
Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan
kegunaan sebagai berikut : 1. Bagi perusahaan Manfaat
penelitian
ini
diharapkan
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan dan suatu dasar dalam pengambilan keputusan mengenai sehat (solven) atau tidaknya kondisi keuangan PT. Asuransi Takaful Keluarga, PT. Asuransi Ramayana,
PT. Prudential Life Assurance, PT. AXA Mandiri
Financial Service, PT. Panin Life, dan PT. Sinar Mas dengan menggunakan metode RBC (Risk Based Capital) / Batas Tingkat Solvabilitas Minimum (BTSM) serta metode EWS (Early Warning System). 2. Bagi penulis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi penulis dengan masalah yang diuraikan dan membantu kuliah dan praktek menyusun skripsi guna menyelesaikan studi pada program studi Manajemen S1 Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama Bandung. 3. Bagi pihak ketiga Penelitian ini berguna untuk memberikan pandangan yang luas dan menambah wawasan mengenai bidang usaha perasuransian serta dapat menjadi tolok ukur (milestone) pilihan asuransi yang aman dan sesuai dengan pilihan kita serta menumbuhkan rasa kepercayaan (brand image) bagi para investor atau
9
masyarakat yang akan bekerjasama dengan lembaga keuangan asuransi atau menggunakan produk asuransi.
1.6
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Lembaga keuangan di Indonesia terdiri dari dua lembaga keuangan, yaitu
lembaga keuangan bank, dan lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam ekonomi modern yang melayani masyarakat pemakai jasa-jasa keuangan. Menurut Nurastuti (2011:53) lembaga keuangan non bank adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset keuangan atau tagihan (claims) dibandingkan asset non finansial atau asset riil. Salah satu lembaga keuangan non bank yang ada di Indonesia adalah perusahaan asuransi. Perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan dalam bidang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan dana publik sebenarnya tidak berbeda dengan lembaga keuangan lainnya. Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka mengadakan penawaran / menawarkan suatu perlindungan / proteksi serta harapan pada masa depan yang akan datang kepada individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat atau institusi-institusi lain, atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak tentu atau belum pasti. Menurut UU No.2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian pengertian asuransi adalah: “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.” Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah,
10
yang dananya diambil dari iuran premi seluruh peserta asuransi. Objek asuransi adalah benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya. Ada beberapa unsur dalam asuransi, yaitu : 1. Tertanggung : anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda. 2. Penanggung : pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian / musibah yang menimpa harta benda yang diasuransikan. 3. Suatu peristiwa. 4. Kepentingan. Perusahaan asuransi menghimpun dana yang cukup besar dimana dana tersebut merupakan pengelolaan keuangan yang mendasar dalam sebuah perusahaan. Hal ini dikarenakan dari dana inilah digunakan untuk seluruh kegiatan operasional perusahaan asuransi seperti pendapatan premi, beban klaim, maupun penawaran surat berharga perusahaan di pasar modal dilakukan. Selain untuk kegiatan operasional, pengelolaan keuangan juga merupakan salah satu faktor utama dalam penilaian performa perusahaan. Baik atau tidaknya pengelolaan keuangan perusahaan menjadi indikasi penilaian terhadap perusahaan tersebut. Penilaian perusahaan tersebut dapat dilihat melalui laporan keuangan, bagaimana kondisi keuangan setiap perusahaan sehingga dapat memberikan gambaran yang cukup jelas kepada masyarakat ataupun insititusi-institusi yang bekerjasama dengan perusahaan. Pengertian laporan keuangan menurut Harahap (2004:105) adalah : “Laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.” Laporan keuangan menggambarkan kinerja keuangan suatu perusahaan, karena kinerja perusahaan bisa baik, kurang baik, dan konstan. Kinerja perusahaan yang baik merupakan hasil dari penggunaan segala sumber dana secara optimal, efektif, dan efisien. Dengan kinerja perusahaan yang baik merupakan modal
11
perusahaan untuk mengembangkan usahanya, memperoleh kredibilitas serta kemampuan perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. Menurut Husnan (2007:70), diantara alat-alat analisis kinerja keuangan yang selalu digunakan untuk mengukur kelemahan atau kekuatan yang yang dihadapi oleh perusahaan dibidang keuangan adalah analisis rasio. Analisis rasio pada dasarnya merupakan kejadian masa lalu, oleh karena itu faktor-faktor yang mungkin ada pada periode yang akan datang, akan mempengaruhi posisi keuangan atau hasil usaha di masa yang akan datang. Untuk itu seorang analis dituntut agar dapat memberikan hasil analisis dan interprestasi yang baik dan cermat, sebab hasil analisis akan bermanfaat dalam menentukan kebijakan manajemen keuangan untuk pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan data secara historical (dari waktu ke waktu) untuk mengamati kecenderungan yang terjadi atau bisa juga membandingkan rasio keuangan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang masih dalam industri yang sama serta pada periode tertentu. Rasio keuangan menurut Gitman (2006:54) adalah : “Rasio analysis of a firm’s financial statement is of interest to shareholders, creditors, and the firm own management. Both current and prospective shareholders are interested in the firm’s current and future level of risk and return.” Analisis rasio keuangan perusahaan asuransi dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan Risk Based Capital (RBC) atau Batas Tingkat Solvabilitas yang merupakan selisih antara kekayaan terhadap kewajiban yang perhitungannya didasari pada cara perhitungan tertentu sesuai dengan sifat usaha asuransi dan pendekatan Early Warning System atau sistem peringatan dini yang membantu perusahaan agar terhindar dari kemungkinan kesulitan keuangan dimasa yang akan datang. Pendekatan Risk Based Capital berdasarkan SK (Surat Keputusan Menteri
Keuangan)
No.424/KMK.06/2003
tentang
perhitungan
tingkat
Solvabilitas dengan metode Risk Based Capital (RBC) menjelaskan tentang,
12
penyesuaian pemenuhan kebutuhan RBC dilakukan dengan target angka dan toleransi waktu yang sangat longgar dan protektif. Yakni ketentuan minimum tingkat solvabilitas sebesar 120% dari batas tingkat solvabilitas minimum (BTSM) yang telah ditetapkan BAPEPAM. Pengertian Risk Based Capital (RBC) menurut Muspa (2007) adalah metode yang digunakan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan asuransi dengan mengaitkan risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban. Sedangkan pendekatan Early Warning System (EWS) menurut Merawati (2002) adalah tolok ukur perhitungan dari The National Association of Insurance Commissioners (NAIC) atau lembaga pengawas badan usaha asuransi Amerika Serikat dalam mengukur kinerja keuangan dan menilai tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Disamping itu, sistem ini dapat memberikan peringatan dini terhadap kemungkinan kesulitan keuangan dan operasi perusahaan asuransi di masa yang akan datang. Dimana dalam perhitungannya dapat melakukan pengukuran
kinerja
keuangan
dan
tingkat
kesehatan
perusahaan
yang
pengukurannya dilihat dari aspek-aspek rasio keuangan yaitu rasio likuiditas (liabilities of liquid assets ratio), rasio solvabilitas (solvency margin), rasio profitabilitas (profitability ratio), dan rasio stabilitas premi (premium stability ratio). Rasio yang digunakan dalam penelitian ini lebih spesifik yaitu rasio likuiditas (liabilities of liquid assets ratio), rasio tingkat kecukupan dana (adequacy of capital funds), rasio beban klaim (incurred loss ratio), dan rasio retensi sendiri (retention ratio). Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya (jangka pendek). Menurut Gitman (2006:58) rasio likuiditas adalah : “A firm’s ability to satisfy its short-term obligations as they come dye.” Dimana rumus rasio likuiditas sebagai berikut :
Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
13
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Jika tingkat likuditas perusahaan yang diukur dalam keadaan baik, maka memberikan indikasi bahwa kinerja perusahaan dalam keadaan baik karena mampu membayar semua kewajiban-kewajiban jangka pendeknya tepat waktu dan memberikan dampak positif terhadap peningkatan modal perusahaan. Rasio likuiditas perusahaan dinyatakan baik apabila tidak melebihi batas maksimum sebesar 120%. (Agustina:2011) Sesuai dengan nama rasionya, menurut Sihombing (2005) dalam penelitiannya rasio tingkat kecukupan dana mengukur tingkat kecukupan sumber dana perusahaan dalam kaitannya dengan total operasi yang dimiliki perusahaan. Dimana rumusnya sebagai berikut :
Rasio ini merupakan gambaran seberapa besar modal sendiri yang digunakan sebagai sumber dana bagi total sumber daya untuk aktivitas perusahaan. Rasio tingkat kecukupan dana dinyatakan baik apabila melebihi batas minimum sebesar 33%. (Sihombing:2005) Sedangkan rasio beban klaim (incurred loss ratio) digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan perolehan laba perusahaan serta berfungsi menjaga likuiditas perusahaan. Apabila nilai rasionya buruk, maka sangat berpengaruh pada kemampuan perusahaan asuransi dalam melaksanakan fungsi teknis asuransi (underwritting). Berkaitan dengan nilai underwriting maka batasan minimum nilai rasio beban klaim adalah 40% yang dikutip dalam penelitian yang dilakukan oleh Agustina (2011). Dimana rumus dari beban klaim (incurred loss ratio) sebagai berikut :
Rasio terakhir yang dijadikan tolok ukur rasio EWS adalah rasio retensi sendiri, yang mengukur tingkat retensi perusahaan atau mengukur berapa besar premi yang ditahan sendiri dibandingkan premi yang diterima secara langsung. Dimana rumusnya adalah sebagai berikut : (Sihombing:2005)
14
Rasio retensi sendiri dinyatakan baik apabila melebihi batas minimum sebesar 33% yang dikutip dalam penelitian analisis rasio perusahaan asuransi yang dilakukan oleh Sihombing (2005). Beberapa penelitian sebelumnya berdasarkan analisis yang dilakukan Merawati (2002) tentang penilaian kinerja dengan risk based capital dan early warning system menyatakan bahwa penilaian kinerja perusahaan asuransi merupakan salah satu kebutuhan masyarakat, khususnya dalam upaya mendapatkan perlindungan asuransi yang terjamin. Analisis yang dilakukan Muspa (2007) dengan menggunakan Early Warning System (EWS) menyimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan asuransi berdasarkan laporan keuangan periode 2002-2006 memperlihatkan penurunan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kodijah (2008) mengenai analisis perbandingan tingkat kesehatan asuransi kerugian antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah dengan menggunakan metode risk based capital periode penelitian 2004-2007 diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kesehatan perusahaan asuransi kerugian konvensional tidak lebih baik daripada perusahaan asuransi kerugian syariah. Berdasarkan hasil dari perbandingan kinerja keuangan diketahui Nawangsih (2008) bahwa tingkat solvabilitas kedua perusahaan ini melebihi dari yang ditetapkan pemerintah (Departemen Keuangan) yaitu diatas 120 %. Dan dalam segi pemenuhan kewajiban jangka pendek (likuiditas), polis, pengelolaan risiko yang diambil serta bantalan untuk berjaga-jaga dalam permodalan PT. Asuransi Takaful Keluarga lebih baik dibandingkan dengan PT. Asuransi Allianz Life Indonesia. Walaupun portofolio investasi perusahaan syariah terbatas namun pengelolaan manajemen yang efisien mampu menarik masyarakat dalam memilih produknya. Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa risk based capital, dan early warning system dapat menjadi faktor analisis kinerja perusahaan asuransi syariah maupun konvensional. Perbedaan antara risk based capital dan early warning system menurut Cardo (2005) yaitu dalam hal menilai kinerja
15
perusahaan asuransi. Risk Based Capital memperhitungkan risiko kegagalan pengelolaan kekayaan, ketidakseimbangan antara nilai kekayaan dan kewajiban dalam setiap jenis mata uang, perbedaaan antara beban klaim yang diperkirakan dan ketidakmampuan reasuradur untuk memenuhi kewajiban membayar klaim yang tidak ada didalam Early Warning system. Sedangkan Early Warning System memasukkan unsur-unsur rasio keuangan, produktifitas, profitabilitas serta pertumbuhan dalam perhitungannya, sementara Risk Based Capital hanya memasukkan unsur rasio solvabilitas yang belum dapat menjelaskan secara jelas tentang kinerja keuangan perusahaan asuransi. Dari uraian diatas, maka dapat disusun bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :
16
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran Lembaga keuangan
Lembaga Keuangan Non Bank
Lembaga Keuangan Bank
Asuransi
Asuransi Syariah
Asuransi Konvensional Laporan Keuangan
Kinerja Perusahaan
Analisis Rasio Risk Based Capital
Earning Warning System Rasio Likuiditas
Rasio Tingkat Kecukupan Dana
Keterangan : : yang diteliti ----------- : yang tidak diteliti
Rasio Beban Klaim
Rasio Retensi Sendiri
17
Berdasarkan bagan di atas maka hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
H1 :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi Konvensional dengan metode Risk Based Capital.
2.
H2a :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Likuiditas.
3.
H2b :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Tingkat Kecukupan Dana.
4.
H2c :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Beban Klaim.
5.
H2d :
Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Perusahaan Asuransi Syariah dengan Perusahaan Asuransi Konvensional dengan metode EWS yang diwakili rasio Retensi Sendiri.
1.7
Metode Penelitian Jenis penelitian ini termasuk ke dalam explanatory. Dimana pengertian
explanatory menurut Nazir (2003:63) adalah: “Suatu jenis penelitian yang berguna untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel – variabel melalui hipotesis.” Survey dilakukan dengan cara mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan pengambilan data sekunder berupa laporan keuangan melalui internet yang diambil dari website perusahaan yang diteliti.
18
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dan komparatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Nazir (2003:45), yaitu : “Metode deskriptif merupakan suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.” Jadi dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari metode penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Sedangkan pengertian metode komparatif menurut Sugiyono (2005:11) sebagai berikut : “Metode komparatif adalah suatu metode penelitian yang bersifat membandingkan.” Dalam penelitian ini peneliti berkeinginan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional. Oleh karena itu variable yang digunakan adalah kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dan perusahaan asuransi konvensional selama periode 2007-2011. Sedangkan indikator yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan adalah dengan menggunakan metode RBC dan metode EWS. Metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode uji beda rata-rata berpasangan atau uni-t dependen pada data berpasangan yaitu Paired Sample T Test. Dalam penelitian ini penulis ingin membandingkan kinerja keuangan perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional, apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada kinerja perusahaan asuransi syariah dengan perusahaan asuransi konvensional. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, dalam hal ini data yang diperoleh berasal dari situs www.ramayana.co.id
/
www.prudential.co.id
www.paninlife.co.id / www.sinarmas.co.id.
/
www.takaful.co.id /
www.axa-mandiri.co.id
/
19
1.8
Waktu dan Tempat Penelitian Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian tidak secara langsung
ke perusahaan
yaitu melalui penelitian ke pojok bursa di Perpustakaan
Universitas Widyatama untuk mendapatkan laporan tahunan (annual report) perusahaan guna memperoleh data sekunder berupa laporan keuangan selama 5 tahun yaitu periode 2007-2011. Dan juga di Perpustakaan Magister Manajemen UNPAD Jl. Dipati Ukur No. 35, Bandung. Sedangkan waktu penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Juni 2013.