BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak dengan usia sekolah dasar adalah kelompok masyarakat yang berusia antara 7 tahun sampai dengan 12 tahun dan merupakan kelompok rawan karena masih dalam proses pertumbuhan. Karakteristik anak sekolah dasar adalah senang bergerak, bermain, bekerja dalam kelompok, serta senang melakukan sesuatu secara langsung sehingga anak-anak sering mengabaikan kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatan mereka (Hilderia, 2006). Anak biasanya menghabiskan waktu dari pagi sampai siang bahkan sore di sekolah, sehingga sekolah bukan saja tempat untuk menanamkan norma-norma kehidupan, namun juga
tempat untuk menanamkan dan mengembangkan
kemampuan hidup (life skills). Oleh karena itu, sekolah juga harus menjadi lingkungan yang nyaman dan kondusif bagi terbentuknya dan berkembangnya perilaku hidup sehat, salah satunya yaitu melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang sehat sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan tahapannya dan menjadi manusia yang berguna bagi bangsa dan negaranya (Notoatmodjo, 2012). UKS merupakan salah satu usaha kesehatan pokok yang dilaksanakan oleh puskesmas dan juga usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah sekolah dimana sasarannya adalah anak didik beserta lingkungan sekolahnya. Usaha kesehatan sekolah memadukan dua upaya dasar, yaitu upaya kesehatan dan pendidikan, yang nantinya diharapkan UKS dapat dijadikan sebagai usaha untuk meningkatkan kesehatan anak usia sekolah pada setiap jenis dan jenjang
1
2
pendidikan (Effendi, 2009). Melalui pelaksanaan program UKS ini, diharapkan akan terbentuk pola pikir peserta didik yang terbiasa dengan perilaku hidup bersih dan sehat, yang selalu memperhatikan kebersihan lingkungan sekolah, kebersihan pribadi, dan memanfaatkan fasilitas kantin sekolah yang bersih dan sehat (Bahar, 2011). Pentingnya kesehatan sekolah tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 79 yang berbunyi “Kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan yang sehat pula sehingga peserta didik belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas” (Permenkes, 2009). Namun pada kenyataannya, pelaksanaan program UKS selama ini masih dirasa belum sesuai dengan yang diharapkan. Kegiatan pendidikan kesehatan lebih bersifat pengajaran, penambahan pengetahuan dan kurang menekankan pada segi praktis yang dapat diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari. Pada pembinaan lingkungan sekolah sehat lebih ditekankan pada lingkungan fisik, mental dan sosial. Disamping itu, koordinasi dalam pelaksanaan program belum terjalin dengan baik (Kasman, 2012), sehingga masih banyak masalah kesehatan yang terjadi pada anak usia sekolah, misalnya kecacingan, karies gigi, kelainan ketajaman penglihatan, dan masalah gizi (Depkes RI, 2013). Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013, sekolah dasar atau sederajatnya sudah melaksanakan penjaringan kesehatan untuk siswa kelas 1. Namun penjaringan kesehatan ini mengalami penurunan, yaitu pada tahun 2012
3
sudah terlaksana sebesar 83,95%, sedangkan pada tahun berikutnya turun menjadi 73,91%, padahal target Renstra 2013 sebesar 94% (Depkes RI, 2013). Mengingat hal tersebut di atas, pembinaan dan pengembangan UKS merupakan hal yang sangat penting dalam upaya meningkatkan prestasi belajar peserta didik melalui peningkatan derajat kesehatan. Lingkungan yang sehat diperlukan untuk meningkatkan kesehatan warga sekolah dan kualitas pendidikan peserta didik dalam proses belajar mengajar (Novianti, 2013), sehingga peran guru sangat diperlukan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai. Guru berperan sebagai pendidik dan pengontrol, dalam arti memberikan pengetahuan kepada murid mengenai UKS itu sendiri dan mengawasi suatu kegiatan yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan (misalnya penyuluhan) (Martunus, 2013). Dalam hal ini, penting bagi guru untuk mengetahui dan memahami mengenai UKS, karena guru sebagai Tim Pelaksana (TP) UKS. Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta masih bersifat umum. Menurut studi pendahuluan dari Dinas Pendidikan, menyebutkan bahwa semua SD di Kota Yogyakarta sudah memiliki UKS. Kemudian peneliti juga melakukan wawancara ke beberapa guru di SD Negeri Jetis 1 dan SD Negeri Ngijon II, kemudian didapatkan hasil bahwa pegetahuan guru terkait dengan UKS sebatas kepanjangan dari UKS, tujuannya untuk menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, dan fungsinya untuk membantu siswa yang sakit atau pingsan saat upacara, namun belum dapat menjelaskan secara jelas dan lengkap. Selain tingkat pengetahuan guru, penting
4
juga untuk mengetahui harapan guru tentang pelaksanaan UKS karena peserta didik yang berprestasi, memiliki kesehatan dan perilaku yang baik merupakan harapan setiap guru. Berdasar latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta 2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta b. Untuk mengetahui harapan guru tentang pelaksanaan UKS pada tatanan Sekolah Dasar di Kota Yogyakarta
5
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan kebijakan sekolah dan bahan evaluasi pelaksanaan program kesehatan yang telah dilaksanakan di sekolah. 2. Bagi guru Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang UKS yang nantinya guru diharapkan dapat ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program UKS guna menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. 3. Bagi puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi puskesmas mengenai pelaksanaan program kesehatan dimasa yang akan datang. 4. Bagi peneliti berikutnya Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam penyusunan penelitian-penelitian selanjutnya. Penulis mengharapkan penelitian ini mampu dikembangkan lebih lanjut terkait tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS. E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan harapan guru tentang pelaksanaan UKS di Kota Yogyakarta masih kurang. Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah :
6
1. Untara (2013) mengenai “Survei Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul 2013”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pelaksana UKS di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Tahun 2013 yaitu sebanyak 16 responden baik sekolah negeri maupun swasta. Metode yang digunakan adalah survei dan teknik pengambilan data menggunakan angket dengan alternatif jawaban “Ya” dan “Tidak”. Data yang diperoleh di analisis menggunakan analisis deskriptif persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan program Usaha Kesehatan Sekolah di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Kretek Kabupaten Bantul Tahun 2013 terdapat 0 sekolah (0,00%) dalam kategori sangat tinggi, 4 sekolah (25,00%) dalam kategori tinggi, 7 sekolah (43,75%) dalam kategori cukup, 4 sekolah (25,00%) dalam kategori rendah, 1 sekolah (6,25%) dalam kategori sangat rendah. Persamaan pada penelitian ini adalah menggunakan metode survei dan teknik pengambilan data menggunakan angket, serta pelaksanaannya UKS yang berada di jenjang sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya berada pada tempat penelitian yakni peneliti melakukan penelitian di SDN yang berada di Kota Yogyakarta. 2. Oktaferani (2012) mengenai “Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Di SD Se-Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus Tahun 2012/2013”. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan proporsional random sampling. Sampelnya yaitu 20 Guru Penjas Orkes di Sekolah Dasar seKecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus Tahun 2012/2013. Teknik analisis data
7
yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Data diperoleh dengan menggunakan metode observasi, dokumentasi, dan angket atau kuesioner dengan skala 1 sampai 4 (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program UKS di 20 Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus Tahun 2012/2013 dalam kategori cukup baik. Persamaan pada penelitian ini yakni menggunakan pendekatan kuantitatif dan pelaksanaannya UKS yang berada di jenjang sekolah dasar. Sedangkan perbedaannya terletak pada sampel yakni peneliti mengambil sampel pada seluruh guru sekolah dasar di Kota Yogyakarta. Perbedaan lainnya terdapat pada metode, dimana peneliti menggunakan metode survei . 3. Dargo (2013) mengenai “Survei Pelaksanaan Usaha Kesehatan Sekolah Di SMA Se-Kabupaten Purbalingga Tahun 2012”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Populasi penelitian adalah semua Pembina UKS di SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga dan sampel berjumlah 20 orang yang terdiri dari 10 orang kepala sekolah dan 10 orang guru olahraga. Teknik pengumpulan data dengan angket dan observasi. Angket berisi pertayaan dengan alternative jawaban “ya” atau “tidak”, “ada” atau “tidak ada”, serta “baik” atau “tidak baik”. Sedangkan kegiatan observasi dilakukan langsung di setiap SMA Negeri se-Kabupaten Purbalingga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pelaksanaan UKS di SMA seKabupaten Purbalingga dalam kategori baik dengan persentase sebesar 80,0%.
8
Faktor pendukung pelaksanaan UKS meliputi adanya dukungan dan koordinasi pelaksanaan mekanisme organisasi UKS dan pelaksanaan program kerja UKS baik dari sekolah maupun dari tim Pengawas Pembina UKS di Kabupaten Purbalingga, sedangkan faktor penghambat pelaksanaan UKS meliputi kurang adanya dukungan dari orang tua dan masyarakat terhadap kegiatan UKS dan tidak adanya ketersediaan dana dari orang tua dan masyarakat untuk kegiatan UKS serta masih adanya ruang UKS yang kurang memenuhi syarat dan tersedia apa adanya. Persamaan pada penelitian ini yakni menggunakan pendekatan kuantitatif. Sedangkan perbedaannya terdapat pada sampel dan jenjang pendidikan, yakni peneliti mengambil sampel pada guru sekolah dasar di Kota Yogyakarta.