BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Terjadi perubahan dalam cara berkomunikasi dari bentuk komunikasi tatap muka secara langsung menjadi komunikasi yang termediasi oleh teknologi. Situs jejaring sosial online misalnya telah menjadi bentuk komunikasi baru bagi kalangan remaja, dewasa hingga orang tua sekalipun. Situs jejaring sosial merupakan produk dari revolusi teknologi komunikasi yang berkembang dengan pesat. Situs jejaring sosial online saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat dan mengubah cara berkomunikasi yang dimediasi oleh perangkat komputer atau gadget. Masyarakat saling terhubung satu sama lain dalam sebuah wadah yang disebut dengan situs jejaring sosial. Adapun aktivitas yang dilakukan dalam situs jejaring sosial seperti data yang diberikan Mari (2013) mendeskripsikan mengenai apa yang dilakukan individu ketika aktif pada situs jejaring sosial. Diantara aktivitas tersebut dapat dikategorisasi menjadi lima kategori yaitu berbagi isi, pesan, mengikuti dan menjadi konsumer, dan lain-lain. Berdasarkan piranti keras yang digunakan PC atau komputer meja menempati urutan pertama yang digunakan masyarakat dalam mengakeses situs jejaring sosial, disusul handphone atau gadget, dan tablet menempati posisi terakhir. Berdasarkan data yang dilaporkan PewResearch pada tahun 2012, 95 % remaja dengan rentang usia 12 - 17 tahun aktif secara online. Survei yang melibatkan 802 remaja tersebut melaporkan bahwa 81 % remaja menggunakan situs jejaring sosial online. Ada 77 % remaja aktif dan menggunakan Facebook,
1
2
dan 24 % menggunakan Twitter. Aktifitas remaja selama aktif dalam jejaring sosial online diantaranya adalah menempel foto akun jejaring sosial online, 49 % memposting nama sekolah, menempel kota asal, memberitahu nama asli, posting kesukaan seperti film, musik dan buku, posting tanggal lahir, posting status hubungan pacaran, dan posting video tentang diri. SocialBakers (2013) mencatat bahwa hingga bulan Maret tahun 2013, pengguna Facebook di Indonesia mencapai angka 47.165.080 juta jiwa dengan persentase pria sebanyak 59 persen dan sisanya pengguna wanita dengan persentase 41 persen, dengan rincian golongan umur 13 – 15 tahun dengan persentase 10,4 persen, golongan umur 16 hingga 17 tahun dengan persentase 14,4 persen, dan golongan umur 18 hingga 24 tahun dengan persentase terbesar sejumlah 42,8 persen. Jika dilihat pada golongan umur remaja, maka terdapat 24,8 persen penggunanya adalah kalangan remaja. Indonesia menempati urutan ke 4 dengan jumlah terbesar pengguna Facebook. Popularitas yang besar pada media sosial online Facebook belum pernah terjadi sebelumnya dari situs jejaring sosial. Facebook merupakan fenomena sosial yang sangat baru. Kemudian timbul pertanyaan apakah yang memotivasi mengapa individu menggunakan situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, Linkedin, path dan lain-lainnya. Pertanyaan ini akan mendasari dalam penelitian ini. Pertemanan dalam jejaring sosial online saat ini merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari. Remaja menempati proporsi paling besar pengguna komunikasi elektronik baru seperti instant messaging, e-mail, dan pesan teks, serta komunikasi via situs internet seperti blog, jaringan sosial online, dan situs internet (Subrahmanyam & Greenfield, 2008).
3
Remaja memiliki kebutuhan untuk memiliki dan bersama dalam jaringan sosialnya serta meningkatkan hubungan interpersonal untuk mengaktualisasikan diri melalui keterampilan interpersonal. Pengungkapan
diri merupakan
ketrampilan interpersonal yang penting dalam perkembangan remaja. Namun sebagian besar dari remaja memiliki ketrampilan sosial yang rendah (Goldner, 2008). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bargh, McKenna, dan Fitzsimons (2002), tampak bahwa remaja yang pemalu dan ketrampilan sosial yang rendah mampu mengekspresikan apa yang mereka anggap menjadi "diri sejati" mereka lebih mudah melalui media jejaring sosial online dibandingkan melalui interaksi tatap muka. Individu yang introvert dilaporkan memiliki motivasi yang signifikan untuk bergabung dalam Facebook (Amichai-Hamburger, Wainapel, dan Fox dalam Baron dan Branscombe, 2012). Berdasarkan data yang dilaporkan PewResearch pada tahun 2012, 95 % remaja dengan rentang usia 12 - 17 tahun aktif secara online. Survei yang melibatkan 802 remaja tersebut melaporkan bahwa 81 % remaja menggunakan situs jejaring sosial online. Ada 77 % remaja aktif dan menggunakan Facebook, dan 24 % menggunakan Twitter. Aktifitas remaja selama aktif dalam jejaring sosial online diantaranya adalah menempel foto akun jejaring sosial online, 49 % memposting nama sekolah, menempel kota asal, memberitahu nama asli, posting kesukaan seperti film, musik dan buku, posting tanggal lahir, posting status hubungan pacaran, dan posting video tentang diri. Goldner (2008) mengemukakan bahwa alasan kuat remaja aktif di jejaring sosial adalah untuk meningkatkan popularitas diri dikalangan kelompok sebaya remaja.
Hipotesis
kompensasi
sosial
(social
compensation
hypothesis)
menjelaskan bahwa remaja yang mengalami kecemasan sosial mengalami
4
kesulitan cenderung
mengembangkan menggunakan
persahabatan Facebook
secara
sebagai
tatap cara
muka untuk
sehingga megatasai
ketidakmampuan berinteraksi secara tatap muka (Zywicka dan Danowski, 2008; Baron dan Branscombe (2012). Yat (2012) melakukan sebuah studi yang bertujuan untuk meneliti faktorfaktor yang berkontribusi terhadap pengungkapan diri. Dari faktor-faktor yang berkontribusi tersebut diantaranya adalah
kenyamanan mempertahankan
hubungan yang ada, membangun hubungan baru, presentasi diri, kenikmatan dan kolektivisme yang dirasakan. Di antara semua anteseden pengungkapan diri, pengaruh sosial ditemukan memiliki dampak yang signifikan tertinggi pada pengungkapan diri secara online. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa resiko privasi yang dirasakan tidak memiliki dampak penting pada niat siswa untuk mengungkapkan informasi pribadi mereka pada Facebook. Taddei dan Contena (2013) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sejumlah masalah privasi, kontrol yang dirasakan pada informasi, kepercayaan dan pengungkapan diri secara online, dengan menyoroti sudut pandang yang berbeda untuk memahami hubungan tersebut. Dalam penelitian tersebut variabel keparcayaan merupakan variabel mediator antara privasi pada komunikasi online dengan variabel pengungkapan diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa privasi berinteraksi secara positif dengan kepercayaan dalam mempengaruhi pengungkapan diri, serta memberikan kekuatan penjelas yang lebih besar terhadap hipotesis mediasi pada pengaruh antara variabel-variabel. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi jenis kepribadian orang yang menggunakan Facebook. Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa tersebut
5
bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepribadian mempengaruhi penggunaan atau non-penggunaan Facebook. Dalam penelitian yang dilakukan, sampel terdiri dari 1324 pengguna Internet di Australia. 1.158 pengguna Facebook dan 166 non pengguna Facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengguna Facebook cenderung lebih ekstrovert dan narsis, dan kurang cermat serta secara sosial
kesepian,
dibandingkan
non
pengguna.
Selanjutnya,
frekuensi
penggunaan Facebook dan preferensi penggunaan fitur spesifik juga terbukti bervariasi sebagai akibat dari karakteristik tertentu, seperti neurotisisme, kesepian, rasa malu dan narsisme (Ryan & Xenos, 2011). Nadkarni dan Hofmann (2012) (melakukan penelitian terkait pertanyaan mengapa masyarakat menggunakan Facebook. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk meninjau literatur tentang faktor yang berkontribusi terhadap penggunaan Facebook. Adapun model yang menunjukkan bahwa penggunaan Facebook dimotivasi oleh dua kebutuhan primer yaitu kebutuhan untuk bersama dan kebutuhan untuk presentasi diri. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa Faktor demografi dan budaya berkontribusi terhadap kebutuhan untuk bersama, sedangkan neurotisisme, narsisme, rasa malu, dan harga diri berkontribusi secara positif terhadap kebutuhan presentasi diri. Sementara Lou (2010) melakukan sebuah studi yang berusaha untuk menentukan apakah intensitas penggunaan Facebook bisa meningkatkan harga diri melalui persahabatan secara offline pada mahasiswa tahun pertama kuliah dari satu universitas dan satu perguruan tinggi di Amerika Serikat Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, intensitas penggunaan Facebook dapat mengurangi tingkat kesepian yang dirasakan siswa.
6
Skues, Williams, dan Wise (2012) melakukan penelitian yang bertujuan menguji hubungan antara tiga dari
Big Five Personality (neurotisisme,
extraversion, dan pengungkapan diri), harga diri, kesepian dan narsisme, dan penggunaan Facebook. Model regresi binomial negatif menunjukkan bahwa mahasiswa dengan tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dilaporkan menghabiskan lebih banyak waktu di Facebook dan memiliki lebih banyak teman di Facebook. Menariknya mahasiswa dengan tingkat kesepian yang tinggi dilaporkan memiliki lebih banyak teman Facebook. Dapat disimpulkan bahwa siswa yang tinggi dalam pengungkapan diri pada penggunaan Facebook terhubung
dengan
orang
lain
untuk
membahas
berbagai
kepentingan,
sedangkan siswa dengan kesepian yang tinggi menggunakan situs untuk mengkompensasi kurangnya hubungan offline. Ekstraversion, neurotisisme, harga diri dan narsisisme tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan penggunaan Facebook. Penelitian yang dilakukan Jin (2013), Clayton, Osborne, Miller, dan Oberle
(2013)
juga
menguatkan
hipotesis
mengenai
kesepian
dan
pengungkapan diri. Dalam penelitian yang bertujuan untuk menguji hubungan antara kesepian dan berbagai aspek penggunaan Facebook termasuk aktivitas pengungkapan diri, sikap, dan kepuasan. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa tingkat kesepian terkait kegiatan berkomunikasi. Individu-individu yang kesepian melihat Facebook sebagai media yang berguna untuk mengungkapan diri secara sosial dan terkoneksi. Leung (2011) melakukan penelitian mengenai aktivitas sosial online pada remaja untuk mengungkap hubungan antara preferensi berinteraksi sosial online dengan
kesepian, dukungan sosial dan efek mediasi eksperimen identitas
7
online. Analisis mengungkapkan bahwa individu-individu yang kesepian dan memiliki tingkat dukungan sosial offline yang lebih rendah berpeluang untuk bereksperimen identitas secara online lebih memuaskan daripada mereka yang kurang kesepian atau tidak kesepian. Kesepian dan dukungan sosial offline ditemukan secara signifikan berkaitan dengan preferensi untuk berinteraksi pada jejaring sosial online, tetapi hubungan tersebut dimediasi oleh eksperimen identitas online. Sebuah studi ekploratif dengan menggunakan wawancara mendalam pada 32 remaja (15 remaja perempuan dan 17 remaja laki-laki) yang dilakukan oleh Davis (2012) yang bertujuan untuk mengeksplorasi peran teknologi media digital terhadap pengalaman remaja pada persahabatan dan identitas. Para remaja diminta untuk menggambarkan sifat dasar mereka ketika melakukan pertukaran informasi secara online dengan komunitas teman dan nilai yang mereka anggap berasal dari percakapan tersebut. Berdasarkan analisis tematik tanggapan yang dsampaikan, mengungkapkan bahwa komunikasi dengan rekan online dapat meningkatkan rasa memiliki dan pengungkapan diri pada remaja, dua proses penting yang mendukung rekan perkembangan
identitas selama
masa remaja. Dan kedua hal tersebut merupakan proses penting yang mendukung perkembangan identitas selama masa remaja. Media sosial berpengaruh pada kemampuan individu untuk berinteraksi dan berkomunikasi, menurut Booth (Keller, 2013) media sosial mempengaruhi bagaimana masyarakat terlibat antara satu sama lain pada berbagai tempat dan pada semua tingkat usia. Telah ada pergeseran dalam cara masyarakat berkomunikasi, masyarakat cenderung lebih memilih komunikasi yang dimediasi media. Masyarakat lebih suka memilih e-mail daripada bertemu secara tatap
8
muka, masyarakat lebih menyukai pesan teks daripada berbicara di telepon. Menurut Booth (dalam Keller, 2013) penelitian telah menunjukkan bahwa individu benar-benar menjadi lebih sosial dan lebih interaktif dengan orang lain, namun terdapat perubahan dalam gaya berkomunikasi. Situs jejaring sosial telah menjadi bagian penting dalam masyarakat. Schwartz (2010) melakukan penelitian tentang hubungan penggunaan Facebook dengan tingkat kesepian pada penggunanya, dari penelitian yang dilakukannya dapat disimpulkan bahwa kesepiaan berkorelasi positif dengan penggunaan Facebook, sikap terhadap penggunaan Facebook, dan sikap terhadap update status. Salah satu aktivitas utama pada penggunaan Facebook adalah memperoleh teman di Facebook. Individu terhubung dengan orang lain melalui permintaan otomatis untuk memiliki status sebagai teman. Satu orang meminta status pertemanan dengan orang lain. Setelah permintaan diterima, keduanya adalah teman di Facebook, foto profil dan nama teman muncul pada setiap halaman profil, yang berfungsi sebagai hyperlink ke profil teman di Facebook (Freeman, 2011). Sementara Kim, LaRose, dan Peng (2009) berangkat dari hipotesisnya yang mengatakan bahwa yang mendorong orang untuk menggunakan internet adalah untuk melepaskan masalah-masalah psikososial seperti depresi dan kesepian. Studi ini menunjukkan bahwa orang yang kesepian atau tidak memiliki keterampilan sosial yang baik dapat mengembangkan perilaku kompulsif yang kuat terhadap penggunaan Internet sehingga mengakibatkan hasil yang negatif (misalnya, merugikan kegiatan penting lainnya seperti bekerja dan sekolah) dan tidak meredakan masalah terhadap masalah kesepian individu tersebut. Serta
9
membuat individu terisolasi dari kegiatan sosial yang sehat dan menjadikan mereka ke dalam kondisi kesepian. Leung (2011) dalam
studinya menyampaikan bahwa individu yang
kesepian cenderung lebih senang melakukan eksperimen identitas secara online dibandingkan dengan individu yang kurang kesepian atau tidak kesepian. Hasilnya menunjukkan bahwa kesepian adalah prediktor signifikan dari eksperimen identitas yang menunjukkan bahwa remaja secara psikososial tertekan, terutama mereka yang kesepian, cenderung menikmati kesempatan untuk bereksperimen dengan identitas atau fantasi online. Berger (2011) meneliti tentang peran kepercayaan interpersonal pada jejaring sosial online. Berger (2011) berpendapat bahwa kepercayaan online telah lama dipahami sebagai salah satu hambatan terbesar untuk e-commerce dan bisnis online. Kepercayaan interpersonal telah dikecualikan karena internet dianggap sebagai media impersonal. Berger berargumen bahwa internet bersifat lebih pribadi, dan bahwa kepercayaan interpersonal penting dalam situs jejaring sosial online. Hasil penelitian yang dikemukakan Berger (2011) bahwa kepercayaan interpersonal dapat terjadi secara online dan harus menjadi dasar untuk kepercayaan online. Vishwanath (2004) berpendapat bahwa internet terus berkembang secara global, pemahaman tentang hubungan tingkat mikro antara budaya dan interaksi online adalah penting dari perspektif ilmiah. Penelitian yang dilakukan membahas efek dari nilai-nilai sosial kepercayaan interpersonal terhadap interaksi online. Dengan menggunakan data dari World Values Survey dan Inglehart (Vishwanath, 2004) pada nilai kepercayaan interpersonal, penelitian membandingkan nilai kepercayaan interpersonal pada partisipasi lelang online di
10
tiga negara. Hasil menunjukkan interaksi yang signifikan antara budaya, tingkat kepercayaan interpersonal, dan peringkat penjual pada persepsi pembeli. Budaya yang menunjukkan tingkat kepercayaan antar pribadi yang tinggi cenderung untuk berpartisipasi dalam lelang online terlepas dari peringkat penjual. Namun, dalam budaya kepercayaan yang rendah, peringkat penjual memiliki dampak yang signifikan pada pembeli. Tingkat efek tampaknya tergantung pada tingkat kepercayaan interpersonal.
B. Rumusan Permasalan Adapun rumusan masalah yang ingin diteliti berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah apakah terdapat kaitan antara kesepian dengan pengungkapan diri yang dimoderasi kepercayaan interpersonal (interpersonal trust) pada remaja?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kaitan antara kesepian dengan
pengungkapan
diri
yang
dimoderasi
kepercayaan
interpersonal
(interpersonal trust) pada remaja. Dari tujuan tersebut, diharapakan penelitian ini bermanfaat sebagai: 1. Manfaat teoritis Penelitian
mempunyai
ekspektasi
yakni
dapat
memberikan
sumbangsih pemikiran, wacana, ide dan informasi terhadap pengembangan psikologi sosial terutama dalam bahasan psikologi komunikasi terkait pengungkapan diri pada situs jejaring sosial online.
11
2. Manfaat praktis Studi ini diharapkan mampu memberikan informasi yang penting bagi masyarakat luas terutama bagi keluarga terkait pengungkapan diri pada situs jejaring sosial pada remaja, meningkatkan kesadaran untuk membangun hubungan yang hangat antar anggota keluarga untuk dapat berkomunikasi maupun membangun hubungan interpersonal dengan baik dan positif.
D. Perbedaan dengan penelitian Sebelumnya Popularitas situs jejaring sosial di kalangan remaja telah berkembang pesat, dengan sedikit penelitian untuk memahami pengaruh pada keterlibatan remaja dengan teknologi ini. Dalam menyusun hipotesis penelitian ini relatif sulit menemukan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang mengkaji antara kesepian remaja terkait pengungkapan diri secara online yang dimoderasi oleh kepercayaan interpersonal. Penelitian yang dilakukan Leung (2002) yang mengkaji kaitan antara Kesepian dan pengungkapan diri, dalam penelitian ini kesepian tidak berhubungan dengan tingkat penggunaan aplikasi ICQ kalangan mahasiswa yang berjumlah 446 mahasiswa. meskipun aplikasi “äku mencarimu” (ICQ) mempunyai potensi untuk memungkinkan orang kesepian untuk masuk ke dalam hubungan interpersonal yang dimediasi tanpa mengambil tatap muka risiko sosial, mahasiswa kesepian tidak berpaling ke ICQ untuk pengentasan perasaan kesepian mereka. Dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan secara jelas dinamika hubungan interpersonal yang menguatkan mengapa remaja membuka diri pada aplikasi ICQ online. Namun dilaporkan bahwa kesepian terkait dengan hubungan interpersonal seseorang yang dibina.
12
Morahan dan Schumacher (2003) juga melakukan penelitian mengenai kesepian dan fungsi sosial pada internet. Kesepian terkait dengan dengan bertambahnya intensitas penggunaan internet. Individu-individu yang kesepian aktif secara sosial pada situs jejaring sosial online karena bertambahnya persahabatan yang potensial, sehingga mengubah pola interaksi sosial secara online, serta sebagai cara untuk memodulasi suasana hati (mood) yang negatif yang diasosiasikan dengan kesepian dan fungsi sosial pada penggunaan internet. Studi yang dilakukan pada 277 mahasiswa tersebut dilakukan untuk mengukur pola penggunaan internet antara mahasiswa yang kesepian dan mahasiswa yang tidak kesepian. Kesepian diukur dengan menggunakan skala kesepian UCLA, skor mahasiswa yang kesepian dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak kesepian. Individu-individu yang kesepian menggunakan internet dan email dengan intensitas tinggi, serta untuk mencari dukungan emosional. Perilaku sosial individu-individu yang kesepian konsisten dengan peningkatan intensitas penggunaan jejaring sosial online. Dilaporkan juga bahwa individu-individu yang kesepian mencari teman baru dan mencari kepuasan dengan teman pada jejaring sosial online. Namun dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan secara spesifik faktor utama terkait kesepian dan penggunaan internet.