BAB I PENGANTAR
1. 1. Latar Belakang Salah satu isu utama kepesisiran adalah pertumbuhan populasi manusia yang bermukim di kawasan pesisir. Pada tahun 2000, jumlah penduduk dunia mencapai 6 Milyar orang, dan lebih dari separuh manusia menempati kawasan pesisir. Lebih dari 50 persen penduduk di negara-negara maju tinggal kurang dari 60 km dari kawasan pesisir, sementara di negara-negara berkembang konsentrasi urbanisasi manusia dan industri terletak di kawasan pesisir (Haslet, 2000). Pada tahun 2010 UN (United Nation) Atlas melaporkan bahwa 44 % populasi dunia tinggal di kawasan pesisir (www.coastalchallenges.com, 2013). Pertumbuhan populasi manusia di kawasan pesisir menyebabkan dinamika bagi interakasi antara manusia dan lingkungan pesisir. Hubungan interaksi tersebut umumnya bersifat negatif karena adanya konsentrasi manusia di pesisir membawa dampak negatif bagi lingkungan pesisir. Sampah, pencemaran, eutrofikasi, erosi pantai (abrasi), hilangnya keanekaragaman hayati menjadi persoalan di banyak kawasan pesisir di dunia, akibatnya dampak tersebut juga membawa pengaruh negatif bagi keberlanjutan kehidup6an manusia di kawasan pesisir. Kawasan pesisir utara Jawa telah lama menjadi pusat konsentrasi permukiman manusia. Batavia (Jakarta), Demak, Jepara, Surabaya, Tuban, Gresik menjadi bandar dagang dan pusat-pusat perkotaan lama sejak abad 16. Demak, di antara kota-kota tersebut menjadi kosmopolitan terpadat di abad 16 dengan perkiraan populasi mencapai 130.000 orang menempati kawasan pesisirnya (Reid, 1993). Lingkungan fisik pesisir utara sangatlah dinamis, erosi dan deposisi sedimen dari waktu ke waktu merubah dan membentuk kondisi fisik pesisirnya. Kondisi lingkungan ini sangat menentukan kemajuan dan kemunduran kota-kota di pesisir utara. Demak pernah menjadi bandar dagang besar karena kondisi geografis wilayahnya dengan pelabuhan-pelabuhan yang berada di teluk dan terlindung dari 1
angin musim. Kondisi ini menjadikan pesisir Demak disukai para pedagang antar negara, selain itu jaringan transportasi sungai hingga kepedalaman memberikan kemudahan bagi para pedagang bertransaksi barang. Kondisi tersebut berubah setelah dari waktu ke waktu sedimentasi lumpur menyebabkan perubahan fisik lingkungan pesisir dan sungai-sungainya. Kapal-kapal tidak lagi dapat masuk ke pedalaman untuk mendapatkan barang dagangan. Faktor ini yang menyebabkan kemunduran perdagangan Demak. Sebagai kawasan bandar dagang, kawasan pesisir utara menjadi pintu masuk bagi persilangan budaya yang pernah berkembang di Nusantara; Hindu, Budha, Islam, Cina, Arab, Eropa. Persilangan ini membawa pengaruh erat bagi tatanan kehidupan dan tradisi masyarakat pesisir utara yang membentuk tradisi budaya khas. Kekhasan budaya ini tidak hanya termanifestasikan pada aspek budaya sosial tetapi juga kebudayaan masyarakat dengan lingkunganya. Hindu-Budha mewariskan tradisi padi, sapi dan pohon jati, Islam menghilangkan tradisi anjing dan babi, Cina mewariskan teknologi tambak, Arab mewariskan tradisi ritual daging kambing dan Eropa mewariskan jalan raya pantai utara jawa yang menjadi landasan bagi pertumbuhan industri modern. Saat ini konsentrasi pertumbuhan manusia di Jawa tetap berada di kawasankawasan urban di pesisir. Jakarta, Semarang dan Surabaya menjadi konsentrasi hunian manusia dengan total populasi berjumlah 14.264.258 jiwa (Sensus penduduk tahun 2010). Hal ini tentu saja membawa tekanan bagi lingkungan pesisir. Tekanan ini bertambah besar dengan pusat pertumbuhan industri yang juga berada di wilayah kota-kota tersebut. Dampak dari tekanan tersebut yang banyak terjadi di kawasan pesisir utara jawa salah satunya adalah abrasi. Abrasi (erosi) menjadi fenomena umum lingkungan kepesisiran pantai utara, baik yang di sebabkan oleh perubahan alami ataupun di sebabkan hasil rekayasa manusia (anthropogenic). Penelitian ini akan mendeskripsikan dinamika perubahan kawasan pesisir utara di antara wilayah administrasi Semarang dan Demak kaitanya dengan tarik ulur pengaruhnya (trade-offs) dengan kebudayaan masyarakat pesisir. 2
Untuk memberikan gambaran umum latar belakang penelitian ini, berikut adalah gambaran singkatnya. Penelitian ini dilakukan di kampung Tambaksari, satu dari tujuh dusun desa Bedono kecamatan Sayung Kabupaten Demak. Kampung Tambaksari
adalah
kampung di ujung utara atau terletak di ujung pesisir laut jawa dari deretan kampungkampung yang terletak di selatan akan agak mendalam ke daratan, sehingga kampung Tambaksari bisa dikatakan sebagai baris depan (frontier). Saat pesisir desa Bedono mengalami perubahan maka yang pertama kali terkena dampaknya adalah kampung Tambaksari. Masyarakat di lokasi studi adalah masyarakat penambak. Mata pencaharian mereka mengelola tambak ikan bandeng secara tradisional, mengelola sawah tegalan dan beberapa orang membuat garam laut dan pencari ikan. Kondisi pesisir kampung awalnya mengalami akresi dari hasil sedimentasi lumpur daratan, sehingga dari tahun ke tahun daratan pesisir terus bertambah maju ke utara menambah daratan kampung. Tahun 1980an warga mulai merasakan ada perubahan di pesisir pantai yaitu daratan pantai mulai tergerus oleh air laut atau mengalami erosi (abrasi). Saat itu kondisi tersebut belum mempengaruhi kehidupan masyarakat karena abrasi yang terjadi masih jauh dari permukiman warga yang berjarak kurang lebih 1,5 km dari bibir pantai. Perubahan cepat terjadi pada tahun 1997 ketika abrasi sudah memasuki perkampungan dan menggenangi rumah-rumah warga. Setiap kali pasang air laut datang orang tua dan anak-anak mengungsi ke kampung lainya yang berada sedikit di selatan. Dua tahun berikutnya pasang air laut sudah menenggelamkan kampungkampung yang lainya dan semakin jauh ke dalam desa. Tahun 1997 warga mulai perlahan pindah, dan tahun 1999 warga Tambaksari diberikan pemerintah alternatif relokasi permukiman ke desa Sayung di pinggir jalan raya pantura. Kepala keluarga sebanyak 55 saat itu memutuskan untuk pindah, tetapi 5 KK memutuskan bertahan dengan alasan ingin menjaga makam leluhur mereka Kyai Mudzakir, salah seorang penyebar agama Islam lokal di kampung tersebut. Sekarang ini 5 KK tersebut bertambah menjadi 7 KK / 30 jiwa dan tetap bertahan 3
dalam kondisi kawasan pesisir yang sudah mengalami perubahan, tenggelam oleh air laut atau yang awalnya backshore yang sekarang menjadi foreshore. Dahulu permukiman warga berjarak satu setengah kilometer dari bibir pantai, tetapi sekarang permukiman mereka sudah dikelilingi air laut. Tambak ikan yang dulu berada di belakang pesisir pantai sekarang hilang tenggelam oleh air laut. Dahulu penduduk menggantungkan hidupnya dari mengelola tambak tradisional dan sawah tegal, tetapi saat ini sumber gantungan hidup penduduk hanya dari mencari ikan dengan perahu kecil dan beberapa menjadi buruh pabrik musiman. Tambaksari, secara geografis budaya jika merujuk pada pembagian wilayah budaya jawa Koentjaraningrat (1984) bisa kategorikan dalam budaya pesisiran pantai timur dengan pusat kebudayaan di Demak. Tradisi masyarakat pesisiran memiliki ciri khas kebudayaan dengan pengaruh unsur-unsur Islam, Hindu-Budha dan Cina. Pengaruh tersebut bisa ditelusuri dari segi arsitektur, ekonomi, teknologi, praktikpraktik agama, kesenangan dan mentalitas manusia. Lombard (1996) dan Raffles (1817, 2008) memberikan gambaran jelas bentuk-bentuk percampuran dan meteriilnya. Dalam segi tata busana, baju koko yang merupakan warisan Cina, berpadu dengan peci dan sarung melayu, jarik Jawa dan kerudung pengaruh Islam. Dalam kerangka arsitek, warisan atap masjid, hiasan keramik-keramik, bentuk gapura dan tata letak makam di Demak merupakan campuran Islam, Hindu-Jawa dan Cina. Gunung sebagai pusat kosmis sebagai warisan Hindu dipertahankan oleh penyebar agama Islam. Hal ini bisa di lihat dari makam sunan muria di kudus. Dari itu semua di kampung Tambaksari terdapat tradisi unik seolah mempertegas adanya warisanwarisan budaya dan pencampuran budaya tersebut yaitu tradisi gugur gunung. Tradisi campuran penting dalam konteks penelitian ini dan membentuk karakteristik komunitas Tambaksari adalah budaya penghormatan leluhur dan pemujaan terhadap tokoh-tokoh religius atau tokoh besar masa lalu. Tradisi yang menurut Lombard (1996) merupakan warisan Cina ini, begitu kuatnya dalam kehidupan komunitas Tambaksari. Tradisi ziarah kubur dan mensakralkan makammakam orang suci menjadi unsur pemersatu komunitas. Setiap tahunnya terdapat 4
tradisi Khaul untuk memperingati meninggalnya Kyai Mudzakir. Saat Khaul ribuan peziarah, warga sekitar dan penduduk yang dulu pernah pindah datang untuk melaksanakan prosesi Khaul. Konteks budaya inilah yang menarik peneliti untuk melakukan studi kaitanya dengan adaptasi komunitas menghadapi perubahan kawasan. Dalam kerangka pikir originalitas atau asal-usul, sebuah pemahaman persoalan dipahami dari asal mula soal itu berasal, proses dan variasi-variasinya sehingga memunculkan kesimpulan akan bentuk atau keadaan sekarang ini (Darwin, 1859). Dengan menggunakan kerangka pikir yang sama pendekatan historis penulis gunakan dalam kerangka penelitian ini untuk bisa memahami secara mendalam kehidupan masyarakat, perubahan-perubahan dan mekanisme adaptasi kebudayaan masyarakat dengan lingkunganya.
1. 2. Permasalahan Penelitian Bingkai permasalahan penelitian ini adalah pada persoalan perubahan kawasan pesisir yang membawa pengaruh bagi kebudayaan masyarakat. Dalam premise ilmu lingkungan, hubungan perubahan dilihat dalam kerangka integrasi fungsi sebab-akibat (causal-effect fungsional integration), bahwa perubahan lingkungan fisik memiliki hubungan fungsional sebab-akibat dengan perubahan lingkungan biotik dan lingkungan budaya (culture). Dalam setiap perubahan biasanya bersifat khas dan seringkali bersifat abnormal. Kekhasan dan abnormalitas inilah pada umumnya membawa daya pendorong bagi keberlanjutan kehidupan manusia. Lewat pintu masuk studi pengetahuan lokal dan adaptasi penelitian ini berharap akan menemukan hubungan kausal fungsional dan daya pendorong atau kekhasan serta abnormalitas dalam perubahan lingkungan fisik di lokasi studi yang mempengaruhi lingkungan budaya masyarakat. Untuk mendapatkan hasil tersebut maka susunan pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kehidupan masyarakat pesisir Tambaksari pada masa lalu ? 2. Perubahan-perubahan apakah yang mereka rasakan selama ini ? 5
3. Bagaimana mereka menyikapi perubahan-perubahan tersebut ?
1. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini bersifat eksplanatoris-deskriptif. Peneliti berharap bisa menjawab pertanyaan tentang fenomena kasus studi penelitian. Berdasarkan latar belakang penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui sejarah perubahan lingkungan kawasan pesisir Tambaksari. 2. Mengetahui berbagai bentuk pengetahuan lokal masyarakat pesisir Tambaksari. 3. Mengetahui strategi bertahan dan bentuk-bentuk adaptasi masyarakat menghadapi perubahan kawasan pesisir.
1. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan bermaanfaat untuk ilmu pengetahaun, proses pengambil putusan kebijakan dan bagi masyarakat lokal. 1. Bagi ilmu pengetahuan lingkungan. Studi tentang adaptasi dan pengetahuan lokal secara khusus kaitanya dengan agama sangat sedikit dilakukan. Penelitian ini akan menambah pustaka hasil studi dan berguna bagi pengembangan penelitian selanjutnya. 2. Bagi pengambil putusan kebijakan. Seringkali dalam perencanaan pembangunan dan penanganan masalah lingkungan, sudut pandang masyarakat lokal di abaikan, sehingga proses pembangunan tidak berjalan dengan baik. Studi ini akan memberikan referensi bagi perencana pembangunan untuk memasukan sudut pandang lokal dalam penanganan masalah perubahan kawasan pesisir di Sayung kabupaten Demak. 3. Bagi masyarakat lokal. Penelitian ini akan bermanfaat sebagai rujukan masyarakat lokal dalam melihat persoalan mereka dari tuturan orang luar. Sudah menjadi prosedural 6
administrasi birokrasi bahwa proses perencanaan pembangunan di era otonomi daerah memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi masukan masyarakat lokal. Seringkali masukan (input) masyarakat lokal disampaikan oleh petinggi-petinggi lokal, disampaikan secara reaktif dan tidak didasarkan atas analisa mendalam. Sebagai akibatnya, banyak program pembangunan wilayah yang kurang tepat dan keliru. Hal tersebut umumnya disebabkan oleh ketidakpahaman persoalan dan masukan hanya didasari harapan berlebih, “yang penting mendapatkan program bantuan pemerintah”. Penelitian ini berharap akan memberikan wacana segar sehingga ketika di baca memberikan peluang pengeleminiran persoalan-persoalan tersebut.
1. 5. Keaslian Penelitian Penulisan penelitian ini dilandasi oleh observasi penulis dan membaca hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian tentang studi pesisir utara di kawasan Sayung Demak banyak dilakukan, tetapi penulis belum menemukan ada penelitian yang menulis secara spesifik mengenai adaptasi berbasis pengetahuan lokal masyarakat Tambaksari. Kebanyakan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan studi fisik lingkungan seperti perubahan bibir pantai, kenaikan muka air laut, abrasi dan akresi pantai, pencemaran logam berat dan yang lainya. Analisa adaptasi memang sudah dikemukakan oleh beberapa peneliti sebelumnya, namun penulisanya hanya sedikit satu hingga dua halaman karena hanya dijadikan sebagai pelengkap studi fisik. Beberapa penelitian terbaru yang penulis temukan adalah; studi Susanto (2010) berjudul “Proyeksi Kenaikan Permukaan Laut dan Dampaknya Terhadap Banjir Genangan Kawasan Pesisir; Studi Kasus Wilayah Pesisir Demak”. Dalam studinya Susanto meneliti tentang kecenderungan kenaikan muka air laut selama sepuluh tahun dan menunjukan delapan desa di pesisir yang mengalami banjir genang rob (pasang air laut) dan enam belas desa yang terancam mengalami banjir yang sama. Dalam studinya Susanto menyimpukan bahwa telah terjadi kecenderungan kenaikan muka laut statis dan relative. Karakteristik pasang surut air laut selama 7
tahun 1999-2009 menunjukan pada tingkat pasang surut yang tinggi menyebabkan genangan yang lebih luas dan melanda banyak wilayah. Studi lainya dilakukan oleh Maulina (2010) berjudul “Shoreline Change Analysis and Prediction; An Application of Remote Sensing and GIS, Case of Demak Coastal Area”. Dalam studinya Maulina melakukan analisa perubahan bibir pantai dari tahun 1972 hingga saat ini dan melakukan prediksi berdasarkan kecenderungan yang ada akan perubahan yang diprediksi terjadi pada tahun 2032. Studi Maulina menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan bibir pantai akibat abrasi dan akresi, dan kecenderungannya akan terjadi perubahan terus-menerus. Studi lainya dilakukan oleh Murtiati (1998) dengan judul “Kandungan Hg, Cd, Cr, Pada Air, Sedimen, Klekap dan Pengaruhnya Terhadap Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) di Wilayah Pertambakan Kecamatan Sayung Kabupaten Demak”.Dalam studinya, Murtiati melakukan pengukuran kandungan Hg, Cd, Cr, pada wilayah titik muara sungai dan di beberapa titik tambak. Hasil studi menunjukan bahwa terdapat kandungan Hg, Cd dan Cr yang telah melampui ambang batas di semua titik sample studi. Melalui tulisan penelitian penulis berharap bisa memaparkan hasil kajian dari sudut pandang sosial budaya, sehingga rangkaian cerita persoalan abrasi dan krisis lingkungan di kawasan pesisir demak memilki informasi dalam sudut pandang yang berbeda. Selain beberapa penelitian di atas, berikut penulis tabulasikan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang membantu analisa penelitian ini (Table 1).
8
Tabel 1. 1. Hasil Penelitian Terdahulu No 1
Tahun 1999
Judul Analisa Kualitas Lingkungan Perairan Berdasarkan Komunitas Miobentos dan Kualitas Sedimen di Pantai dan Area pertambakan daerah peisisr Sriwulan Kabupaten Demak Oleh ; Muhandis Sidqi
Tujuan Mengetahui kualitas lingkungan di perairan tambak dan pantai di pesisir Sriwulan berdasarkan kualitas air dan sedimen dalam mintakat potesial redosk sedimen, miobentos. Mengkaji hubungan antara kualitas sedimen dan struktur komunitas miobetos dalam mitakat potensial redoks sedimen. Mengetahui perbedaan produktivitas tambak di tiga desa berdasarkan perbedaan lokasi tambak, tingkat pencemaran dan tingkat kerusakan tambak.
2
1999
Sistem Pengelolaan Wilayah Pantai Berdasarkan Tingkat Kerawanan Bencana Marin di Pantai Utara Jawa Tengah
Menemutunjukan dan memetakan wilayah-wilayah pantai yang mengalami erosi pantai, abrasi, sedimentasi, intrusi air asin dan tsunami.
Oleh ; Sunarto
Menaksir tingkat kerawanan bencana marin di wilayah pantai tersebut.
9
Hasil dan Kesimpulan Analisa beberapa parameter fisikakimia air sediment dapat dikatakan bahwa perairan daerah pesisir Sriwulan berada dalam kondisi yang tidak stabil yang mengarah pada penurunan kualitas perairan. Struktur komunitas miobentos menunjukan pada posisi yang tidak stabil. Terdapat ketergantungan antara komunitas miobentos terhadap kualitas sedimen, sehingga apabila ada perubahan karakteristik kualitas sedimen diikuti oleh perubahan kualitas miobentos Terdapat perbedaan yang sangat nyata antara produktifitas tambak di tiga desa berdasarkan dekat tidaknya dengan sumber pencamaran dan tingkat kerusakan tambak. Kerawanan bencana marin berbeda diantara lokasi studi. Di kawasan demak dan semarang ancaman bencana marin adalah abrasi laut, instrusi air asin dan sedimentasi. Pengelolaan pantai yang cocok untuk
3
2001
Pergesaran Pola Pemilikan dan Penguasaan Tanah Pertanian (Studi Kasus di Desa Sayung Kabupaten Demak Jawa Tengah) Oleh ; I Gusti Nyoman Guntur
4
2002
Menyusun rencana pengelolaan wilayah pantai tersebut. Memperoleh gambaran tentang bagaimana konsep-konsep petani dalam memaknai tanah pertanian. Menganalisis faktor-faktor yang mendasari dinamika pergeseran pola pemilikan dan penguasaan tanah pertanian di pedesaan
Akumulasi Logam Berat Cr dan Pb pada Tumbuhan Mangrove Avicenna Marina di Muara Sungai Babon Perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Jawa Tengah.
Mengetahui kemampuan tumbuhan mangrove Avicenna Marina (Forsk) Vierh. Var. Intermedia (Griff) Bahk dalam mengakumulasi Cr dan Pb di Muara Sungai Babon
Oleh ; Vita Kartikasari
Mengetahui akumulasi logam berat Cr dan Pb dalam organ tumbuhan akar, cabang dan daun Avicenna Marina (Forsk) Vierh. Var. Intermedia (Griff) Bahk Mengetahui peranan tumbuhan mangrove Avicenna Marina (Forsk) Vierh. Var. Intermedia (Griff) Bahk dalam mengurangi pencemaran logam berat Cr dan Pb di Muara Sungai Babon
10
kawasan pesisir demak dan semarang adalah digunakan untuk tambak yang diperkuat dengan tanaman bakau. Sejak adanya rencana penetapan kawasan Sayung menjadi kawasan zona industri telah terjadi perubahan fisik kawasan. Perubahan ini dapat dilihat dari tampilan kawasan di sekitar jalan raya post dimana berdiri pabrik-pabrik. Sementara perubahan sosial berjalan lambat. Pergeseran penggunaan dan pemilikan lahan terjadi lewat mekanisme jual beli, sewa, maro, perjanjian bagi hasil dsb. Pergeseran pemilikan tanah mulai terjadi sejak adanya booming harga tanah dari tahun 1983 hingga 1990an. Tumbuhan mangrove Avicenna Marina (Forsk) Vierh. Var. Intermedia (Griff) Bahk berperan mengurangi konsentrasi logam Cr dan Pb sedimen di muara sungai babon. Konsentrasi Cr dan Pb lebih rendah pada wilayah yang memilki tumbuhan mangrove dibandingkan dengan wilayah yang tidak ada tumbuhan mangrovenya. Konsentrasi Cr dan Pb dalam air tidak memiliki korelasi dengan adanya tumbuhan mangrove atau tidak.
5
2004
Perubahan Fenomena Geomorfik Daerah Kepesisiran Di Sekeliling Gunungapi Muria Jawa Tengah (Kajian Paleogeomorfologi)
Mengkaji perubahan spasial dan temporal fenomena morfologi Delta Wulan dan pengaruhnya terhadap pantai di sekitar Delta Wulan
Oleh : Sunarto
Menemukan jawaban atas perbedaan perkembangan beting gisik di daerah barat dan timur Gunung Muria Mengetahui perkembangan spasialtemporal paleogeomorfologi daerah kepesisiran di sekeliling Gunung Muria
Delta Wulan dalam selang waktu 70 tahun (1925-1995) telah mengalami perubahan bentuk dari arcuate menjadi digitate, mengalami perluasan rata 0,393 km2/tahun. Panjang garis pantai bertambah rata-rata 338,57 m/tahun dan panjang sungai utamanya bertambah rata-rata 72,86 m/tahun. Perkembangan Delta Wulan menyebabkan pembelokan arah arus laut pada musim barat, sehingga menyebabakan erosi marin di sepanjang pantai Jepara. Pembentukan chenier di kaki Delta Wulan oleh updrift arus musim barat. Chenier ini merupakan endapan hasil erosi marin di sepanjang pantai Jepara. Terjadi perbedaan jumlah beting gisik di daerah kepesisiran sebelah barat dan timur Gunungapi Muria karena : (a) gelombang laut di pantai barat bersifat destruktif, di pantai timur bersifat konstruktif; (b) erosi marin terjadi di pantai barat pada musim barat, di pantai timur terjadi deposisi marin; (c) di pantai barat terjadi irregularity di pantai timur Gunung Muria terjadi straightening; (d) di pantai barat terjadi pembelokan arus laut, di pantai timur tidak terjadi pembelokan.
11
6
2008
Struktur Komunitas Burung Pantai Migran di Berbagai Tipe Habitat Kawasan Lahan Basah Tambaksari Sayung Demak Oleh ; Maryatul Qiptiah
Mengetahui struktur komunitas burung pantai migran di berbagai tipe habitat lahan basah Mengetahui struktur komunitas makrobentos yang berpoensi sebagai pakan burung pantai migran Mengetahui kondisi fisik-kimia lingkungan habitat burung pantai migran Mengetahui hubungan antara kondisi fisik-kimia lingkungan komunitas makrobentos dan komunitas burung di berbagai tipe habitat
12
Pembentukan dataran aluvial di bekas Selat Muria dan pembentukan gua marin di lereng-lereng perbukitan vulkanik merupakan satu kesatuan kondisi paleogeomorfologi daerah kepesisiran di sekeliling Gunungapi Muria dengan urutan : 0 – 2.500 tahun BP terbentuk beting gisik termuda di sebelah timur dataran aluvial di daerah kepesisiran sebelah utara ; 2.500 – 5.000 tahun BP terbentuk beting gisik dewasa di sebelah timur dan beting gisik di sebelah barat ; 5.000 – 7.500 tahun BP terbentuk beting gisik tertua di sebelah timur, teras pantai di sebelah barat, dataran aluvial di bekas Selat Muria, dan gua marin di lereng-lereng perbukitan vulkanik. Fluktuasi struktur komunitas burung pantai migran di berbagai habitat memiliki perbedaan yang tidak signifikan baik secara temporal maupun spasial. Variasi temporal dan spasial yang terjadi dipengaruhi oleh jumlah individu dan jumlah jenis makrobenthos. Fluktuasi faktor fisik lingkungan udara di berbagai tipe habitat kawasan lahan basah berbeda antar waktu pengamatan pada setiap variabel. Namun fluktuasi faktor fisik lingkungan udara antar habitat di kawasan lahan basah berbeda hanya pada variabel suhu udara, sedangkan variabel tekanan udara,
kelembaban udara dan kecepatan angin berbeda tidak signifikan. Fluktuasi faktor fisik lingkungan perairan di berbagai tipe habitat kawasan lahan basah berbeda antar waktu pengamatan pada setiap variabel. Namun fluktuasi faktor fisik lingkungan perairan antar habitat di kawasan lahan basah berbeda hanya pada variabel oksigen terlarut (DO), kandungan bahan organik total, pH perairan dan turbiditas. Sedangkan variable konduktivitas, salinitas dan suhu perairan berbeda tidak signifikan. Kehadiran burung pantai migran dipengaruhi oleh keberadaan makrobenthos dan faktor fisik lingkungan muara, namun terdapat keragaman variabel yang paling berpengaruh pada setiap tipe habitat. Keberadaan makrobenthos dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan perairan, tetapi ada variasi pengaruh variabel lingkungan perairan pada masingmasing tipe habitat. Secara umum, kehadiran burung di kawasan berkaitan dengan waktu periode migrasi dan kondisi pasang surut.
13