BAB I PENGANTAR 1.1.Latar Belakang Wilayah kepesisiran dihuni oleh berbagai organisme dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi. Wilayah tersebut merupakan suatu sistem sosioekologis yang dinamis dengan banyak penggunaan dan pemangku kepentingan (Hammer et al., 2003). Sebagai daerah peralihan darat dan laut, pesisir sangat produktif berkat berbagai ekosistem penting yang ada di wilayah tersebut. Salah satu ekosistem yang berperan penting di wilayah kepesisiran adalah ekosistem lamun. Ekosistem lamun belakangan ini semakin terancam fungsinya dalam mendukung kehidupan. Luasan dan penutupan padang lamun cenderung semakin menurun sebagai akibat berbagai aktivitas manusia. Orth et al. (2006) menyatakan bahwa aktivitas manusia seperti pembangunan daerah pesisir, reklamasi pantai, beberapa jenis budidaya perikanan, perkapalan, dan penangkapan ikan dengan trawl meningkatkan turbiditas dan menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan akibat dari pengayaan nutrien. Ancaman lain muncul dari kenaikan suhu akibat perubahan iklim, introduksi spesies, dan ketidakseimbangan trofik akibat eutrofikasi. Fungsi ekosistem lamun sangat penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan pesisir. Lamun dapat memperlambat arus, memerangkap sedimen, menyokong produksi perikanan, dan sebagai habitat berbagai jenis organisme dengan keanekaragaman yang tinggi. Habitat yang dibentuk lamun merupakan hasil dari kemampuannya dalam melakukan stabilisasi lingkungan di sekitarnya (Supriyadi, 2008). Lamun dan organisme epifit yang terdapat di daunnya dapat dimakan secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk detritus oleh beragam ikan, kepiting, dan udang. Lamun juga menyediakan tempat berlindung bagi binatang kecil dari predator besar (Edgar et al., 2001). Hal tersebut menyebabkan ekosistem lamun menjadi wilayah dengan diversitas yang tinggi karena menjadi habitat bagi organisme dengan berbagai ukuran.
1
2
Lamun, sebagai salah satu penyusun ekosistem terpenting di wilayah kepesisiran, tergolong sangat unik karena di antara 200-300 ribu spesies tumbuhan berbunga, lamun merupakan satu-satunya angiosperma yang teradaptasi pada lingkungan
bawah
laut
(submarine)
(Hemminga
dan
Duarte,
2000).
Keanekaragaman spesies lamun tergolong tidak tinggi, hanya sekitar 60 spesies di seluruh dunia (Green dan Short, 2003), 13 spesies di antaranya ditemukan di Indonesia (Supriyadi, 2008), dan 7 jenis dapat ditemukan di Taman Nasional Kepulauan Seribu (Dephut, Dirjen PHKA, dan BTNKpS, 2005). Meskipun dengan jumlah taksa yang terbatas, lamun membentuk suatu hamparan yang menjadi tempat hidup, berlindung, mencari makanan, berkembangbiak, dan bertumbuh bagi ribuan taksa lain. Melindungi spesies lamun yang berjumlah sedikit sangat penting bagi spesies-spesies lain yang lebih banyak dan menjadi bagian integral dari usaha konservasi. Perairan kepulauan Indonesia tergolong memiliki kekayaan diversitas yang tinggi di dunia, termasuk lamun. Lamun di Indonesia membentuk hamparan yang bersifat monospesifik dengan satu spesies dominan atau campuran sampai sepuluh spesies (Kurniadewa et al., 2003; McKenzie et al., 2007). Indonesia terkenal sebagai wilayah dengan kekayaan jenis ikan tertinggi di dunia. Padang lamun memainkan peran substansial dalam mendukung keragaman ini. Hutomo dan Martosewojo (1977) menyatakan satu hamparan padang lamun dapat mendukung sampai 80 spesies ikan. Jenis-jenis ikan tersebut dapat ditangkap untuk tujuan komersial maupun rekreasi dan dapat mendorong ekonomi masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa ekosistem lamun tidak saja berfungsi secara ekologis tetapi juga secara sosial. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah wilayah konservasi seluas 107.489 ha yang memiliki empat tipe ekosistem kepesisiran, yaitu ekosistem hutan pesisir, mangrove, lamun, dan terumbu karang. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan satu-satunya Taman Nasional Laut yang terletak dekat dengan Ibukota Negara yang menjadi pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang terdiri dari pulau-pulau
3
kecil dan pengaruh aktivitas manusia yang semakin meningkat menyebabkan tekanan terhadap ekosistem di sekitarnya menjadi semakin besar.
1.2. Perumusan Masalah Lamun membentuk suatu sistem yang unik sebagai bagian dari ekosistem kepesisiran yang kompleks dan dinamis. Sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga yang tumbuh di laut dangkal, banyak orang awam yang belum memahami sepenuhnya keberadaan dan manfaat dari lamun. Ekosistem lamun merupakan salah satu dari tiga ekosistem penting penyusun lingkungan kepesisiran. Padang lamun di daerah beriklim subtropis-sedang merupakan ekosistem utama di daerah kepesisiran, sementara untuk daerah tropis padang lamun bersinergi dengan ekosistem terumbu karang dan hutan mangrove membentuk suatu sistem dengan potensi yang luar biasa. Salah satu potensi tersebut adalah sebagai habitat bagi banyak organisme laut dengan beberapa di antaranya bernilai ekonomi tinggi dan membawa manfaat secara sosial. Kebanyakan studi yang telah dilakukan fokus pada pentingnya ekosistem terumbu karang dan mangrove, sementara padang lamun lebih banyak terabaikan. Keterdapatan dan manfaat lamun di daerah tropis tidak banyak terekspos. Penelitian mengenai ekosistem lamun di dunia lebih intensif dilakukan di daerah subtropis, padahal daerah tropis seperti Indonesia merupakan pusat dari biodiversitas lamun. Penelitian mengenai padang lamun yang dilakukan sampai saat ini lebih banyak fokus pada fungsi ekologis padang lamun. Kontribusinya terhadap kehidupan masyarakat masih belum banyak disinggung. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan kawasan yang menarik karena selain terdapat ekosistem lamun juga memiliki ekosistem terumbu karang dan hutan bakau. Pengamatan ilmiah di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu cukup ekstensif dilakukan namun hanya sedikit yang mengkaji aspek ekologis sekaligus aspek sosial dari lamun. Pendekatan ini cukup baru dalam mengkaji suatu sistem kompleks yang melibatkan dinamika dari komponen-
4
komponen penyusunnya. Sistem sosio-ekologis cenderung semakin intens hubungannya di daerah pesisir. Sebagai contoh peran ekologis sekaligus sosial ekosistem lamun, yaitu keberadaannya di Taman Nasional Kepulauan Seribu secara tidak langsung mendukung produksi perikanan masyarakat. Secara ekologis ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang, teripang, cumi-cumi serta biota laut lainnya. Perairan sebelah barat Pulau Kaliage Kecil dijumpai jenis cumi-cumi meletakkan telur-telurnya di daun-daun lamun sampai menetas. Di samping itu, kehadiran padang lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu menstabilkan substrat dasar, daun-daun lamun akan menangkap sedimen dan mengendapkannya ke dasar sehingga perairan menjadi jernih. Ekosistem lamun, sebagai bagian dari sumberdaya kepesisiran, memiliki fungsi ekologis dan sosial. Kedua fungsi tersebut saling terkait dan menuntut pendekatan yang komperhensif dalam penelitiannya. Menyeimbangkan kedua kepentingan ini sangat penting, mengingat pemanfaatan padang lamun harus disertai
usaha
perlindungan
sehingga
fungsi
ekosistem
tersebut
dapat
berkelanjutan. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat pertanyaan yang menjadi fokus dalam penelitian ini: 1) apa saja bentuk aktivitas eksploitatif dan ancaman terhadap ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu?; 2) bagaimana kondisi atau status ekosistem lamun
di Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu?; 3) apa yang menyebabkan ekosistem lamun kurang mendapatkan sorotan?; dan 4) bagaimana kebijakan pengelolaan terkait ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu?
1.3. Keaslian Penelitian Penelitian yang menggunakan pendekatan sosio-ekologis belum banyak dilakukan. Kebanyakan penelitian mengenai ekosistem lamun yang dilakukan sejauh ini lebih banyak parsial pada sistem ekologis atau sosial. Penelitian ini mencoba menggabungkan kedua sistem tersebut sehingga diperoleh gambaran
5
yang menyeluruh mengenai hubungan antara manusia dan ekosistem. Beberapa penelitian terdahulu terangkum dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1. Penelitian Terdahulu dan yang akan Dilakukan No Peneliti Tujuan . 1. Pogoreutz a. Mengetahui et al. (2012) variasi kumpulan ikan pada jenis lamun dan parameter komunitas yang berbeda b. Parameter padang lamun mempengaruhi kemelimpahan ikan 2. Erftemeijer Mempelajari dan Allen komposisi (1993) komunitas ikan yang berasosiasi dengan habitat lamun
Lokasi Penelitian Kepulauan Spermonde, Indonesia
3.
Grove and Burch Jr (1997)
Mengeksplorasi interaksi antara manusia dan ekosistem urban
Metode
Hasil
Bray-Curtis cluster analysis dan non-Metric Multidimensi onal Scaling ordination; sensus visual
a. Lebih dari 120 taksa ditemukan. Jenis paling beranekaragam dari famili Labridae dan Pomacentridae b. Perbedaan jenis ikan yang ditemukan disebabkan perbedaan struktur kanopi dan kedalaman
Sulawesi Selatan
Primer; penangkapan ikan dengan bahan kimia ichthyicide rotenone
Baltimore, Maryland
Pendekatan sosioekologi; data primer
Habitat lamun tergolong kaya akan jenis ikan, tetapi hanya sebagian kecil jenis yang spesifik pada habitat lamun. Habitat lamun berpotensi signifikan sebagai nursery area karena banyak juvenil ditemukan, termasuk beberapa jenis ekonomis penting. Ekosistem urban tidak dapat dipahami hanya melalui pendekatan parsial ekologis maupun sosial semata. Pendekatan sosio-ekologis dapat menjembatani perbedaan paradigma ilmu sosial dan ekologi.
6
No Peneliti . 4. Aswani and Allen (2009)
Lokasi Penelitian a. MendokumenMarquesas, tasi sumberdaya French yang ada Polynesia b. Menilai kesehatan terumbu dan memberi masukan strategi manajemen ke depan
5.
TorreCastro and Rönnbäck (2004)
a. Menganalisis pentingnya ekosistem lamun b. Menganalisis hubungan antara lamun dan manusia dalam pola penggunaan subsisten
6.
Estradivari Memperoleh et al. (2009) gambaran lebih lengkap mengenai jenis, tutupan, dan struktur komunitas lamun di pulaupulau Kepulauan Seribu
Tujuan
Metode
Hasil
Integrated socioecological approach; data primer dan sekunder
a. Terjadi penurunan kesehatan terumbu karang, meskipun densitas ikan tinggi. Terjadi perubahan landskap secara alami dan akibat manusia yang menyebabkan penurunan kesehatan terumbu karang b. Kombinasi pendekatan biologikal dan antropologikal dapat digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi terumbu karang serta memberi masukan pengelolaan di masa datang a. Ekosistem lamun dengan berbagai hubungan sosioekologikal yang ada memiliki peran penting bagi kesejahteraan masyarakat lokal b. Lamun bermanfaat dalam hal produksi, juga secara estitikal, instrumental, spiritual dan religius. Terdapat 8 jenis lamun (E. acoroides, T. hemprichii, C. serrulata, C. rotundata, H. ovalis, H. minor, S. isoetifolium, dan H. uninervis) dengan persen tutupan antara 0-67%.
Chwaka, Pantai Timur Zanzibar
Wawancara, kuesioner, analisis data pemasaran, observasi partisipan; data primer
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
Transek kuadrat
7
1.4. Tujuan Penelitian Ada tiga tujuan dalam penelitian ini. Ketiga tujuan penelitian tersebut adalah seperti berikut ini. 1. Mengetahui kondisi dan status ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 2. Mengkaji bentuk-bentuk aktivitas eksploitatif dan ancaman terhadap ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. 3. Menganalisis pengelolaan ekosistem lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini secara umum bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam melihat ekosistem lamun secara holistik, baik bagi perguruan tinggi, praktisi, dan pengambil kebijakan, serta pihak terkait lainnya. a. Murni 1) Sumbangan teoretis terhadap kajian sistem sosio-ekologis padang lamun yang masih sangat terbatas 2) Mendorong penelitian serupa yang lebih dalam mengenai bidang-bidang lainnya b. Terapan 1) Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan makro terutama mengenai kebijakan pengelolaan daerah kepesisiran 2) Memberikan informasi yang berbobot dan menyeluruh mengenai berbagai aspek yang berpengaruh ekosistem lamun