BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Natrium diklofenak merupakan obat analgesik-antiinflamasi golongan NSAID yang biasanya digunakan dalam kasus rheumatoid arthritis pada pasien geriatrik. Namun umumnya obat tersebut masih dalam sediaan tablet maupun kapsul yang justru menimbulkan permasalahan bagi pasien geriatrik yang membutuhkan obat dengan onset cepat untuk mengatasi nyeri karena rheumatoid arthritis. Selain itu penggunaan obat pada umumnya memerlukan air minum, ini tentunya kurang praktis bila diaplikasikan khususnya pada pasien geriatrik. Fast disintegrating tablets merupakan sediaan farmasi yang diaplikasikan di mulut dapat terdisintegrasi atau terlarut dengan cepat, dan residunya terdispersikan dalam ludah yang mudah ditelan. Ini menjadi target baru bagi pasien yang membutuhkan sediaan obat dengan onset cepat dan praktis penggunaanya. Sehingga natrium diklofenak yang dibuat dalam bentuk fast disintegrating tablets (FDT) diharapkan dapat mengatasi permasalahanpermasalahan di atas. Salah satu teknik pembuatan formula FDT adalah dengan menambahkan suatu bahan penghancur, yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan cepat, dikombinasikan dengan teknik kempa langsung. Bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya adalah Ac-Di-Sol®, yang merupakan suatu superdisintegrant. Ac-Di-Sol® memiliki kemampuan menyerap air dan mengembang dengan cepat ketika kontak dengan air sehingga akan
1
2
mempercepat proses pecahnya tablet. Konsentrasi Ac-Di-Sol® yang dibutuhkan dalam pembuatan FDT yaitu 1-3% (Panigrahi & Behera, 2010). Parameter lain yang perlu diperhatikan dalam FDT selain waktu disintegrasi adalah kekerasan tablet. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa langsung, dimana metode ini membutuhkan bahan yang memiliki kompresbilitas yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh. Salah satu solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet tanpa mempengaruhi kemampuan disintegrasi FDT adalah dengan menggunakan filler binder. Filler binder merupakan suatu bahan pengisi tablet yang juga mampu berperan sebagai pengikat. Salah satu filler binder yang ada adalah Avicel® PH 102, yang tersusun atas Microcrystalline Cellulose (MCC) dengan ukuran partikel tertentu. Konsentrasi Avicel® PH 102 yang dibutuhkan dalam pembuatan FDT yaitu 20-90% (Rowe dkk., 2006). Namun secara spesifik kadar optimum filler binder adalah sebesar 35% (Mattsson, 2000). Persyaratan lain yang juga tak kalah pentingnya dalam sediaan FDT adalah kenyamanan dalam penggunaan terkait rasanya. FDT diaplikasikan di rongga mulut sehingga rasa menjadi hal yang perlu diperhatikan. Kebanyakan NSAID memiliki rasa yang pahit, sehingga tidak cocok dibuat sediaan FDT. Namun ada beberapa cara menutupi rasa pahit, salah satunya dengan cara inklusi. Inklusi yang paling umum digunakan adalah dengan β-siklodekstrin. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dilakukan penelitian optimasi formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh Ac-Di-Sol® dengan Avicel® PH 102 terhadap sifat fisik tablet dan organoleptis tablet FDT
3
natrium diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design menggunakan Design Expert® version 9.0.3 dan spektrofotometer Fourier transform infrared (FTIR) serta uji tanggap rasa. B. Perumusan Masalah Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh variasi kadar bahan penghancur Ac-Di-Sol® dan filler binder Avicel® PH 102 pada sifat fisik dan organoleptis tablet FDT natrium diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin? 2. Pada kadar berapakah bahan penghancur Ac-Di-Sol® dan filler binder Avicel® PH 102 memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas fast disintegrating tablets natrium diklofenak? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Memperoleh produk sediaan fast disintegrating tablets dengan formula yang memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas dan mampu menutupi sifat organoleptis natrium diklofenak.
4
2. Tujuan Khusus : A. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar Ac-Di-Sol® sebagai bahan penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik dan organoleptis fast
disintegrating tablets
natrium
diklofenak
kompleks
inklusi
β-
siklodekstrin. B. Memperoleh formula fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang memberikan sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas dengan menggunakan Ac-Di-Sol® sebagai bahan penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder.
D. Pentingnya Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang mempunyai sifat fisik (kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, reabsorpsi air, disolusi obat) yang memenuhi syarat kualitas dan mampu menutupi sifat organoleptis natrium diklofenak melalui kompleks inklusi dalam β-siklodekstrin sehingga
dapat
membantu
meningkatkan
efektifitas
penggunaan
serta
kenyamanan pemakaian natrium diklofenak sebagai obat antirheumatoid arthritis pada geriatrik untuk memperoleh obat dengan onset yang cepat dan kepraktisan penggunaannya.
5
E. Tinjauan Pustaka 1. Fast Disintegrating Tablets Dikenal oleh Food and Drug Administration (FDA) sebagai orally disintegrating tablets (ODT), bentuk sediaan ini disebut juga mouth-dissolving, fast-dissolving, rapid-melt, porous, orodispersible, quick-dissolving, atau rapidly disintegrating tablets. Fast disintegrating tablets merupakan suatu tablet yang terdiri atas mikropartikel yang sedikitnya mengandung satu macam zat aktif dan satu macam bahan penghancur atau bahan yang bersifat swellable (mengembang jika bersentuhan dengan air). Tablet dapat terdispersi dengan cepat di dalam air dan menghasilkan suatu dispersi yang stabil (Vaghela, 2011). Selain itu, sejumlah bagian obat juga mungkin diabsorpsi di daerah pragastrik seperti mulut, faring dan esofagus ketika air ludah turun ke lambung, sehingga ketersediaan hayati obat akan meningkat dan pada akhirnya juga meningkatkan efektifitas terapi. Sifat FDT seperti kekerasan dan waktu disintegrasi merupakan kontrol kualitas yang harus dilakukan selama produksi sehingga akan menghasilkan FDT yang baik. Ada beberapa kriteria sehingga suatu FDT dapat dikatakan sebagai FDT yang ideal, antara lain: a. Tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk dapat terdisintegrasi atau terdispersi; b. Memiliki rasa yang menyenangkan; c. Tidak meninggalkan residu atau semua komponen dapat terlarut dalam air; d. Memiliki kekerasan yang cukup namun tidak rapuh; e. Tidak sensitif terhadap kondisi lingkungan (temperatur dan kelembapan); dan
6
f. Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet konvensional serta mudah dikemas (Bhaskaran & Narmada, 2002). Untuk memperoleh semua karakteristik diatas, perlu dilakukan optimasi suatu FDT, baik optimasi dari segi bahan, metode, atau yang lainnya. Dalam pembuatannya, FDT dapat dibuat dengan beberapa teknik, mulai dari teknik konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik dalam pembuatan FDT tersebut antara lain: 1. Freeze Drying (Liofilisasi) Freeze drying atau liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet dimana air disublimasi dari tablet setelah didinginkan. Teknik ini menciptakan struktur poros
amorf
sehingga
meningkatkan
kelarutan.
Kebanyakan
industri
menggunakan teknik ini dalam membuat fast disintegrating tablets. Zat aktif nantinya akan terlarut atau terdispersi di solven atau polimer. Campuran tersebut dituangkan dalam kemasan blister. Lalu dialiri nitrogen beku untuk membekukan larutan obat yang terdispersi. Setelah dialiri nitrogen, blister disimpan dalam lemari es. Kemudian blister ditutup dengan aluminium foil. Liofilisasi merupakan suatu teknik pengeringan yang memungkinkan pengeringan tanpa menggunakan panas sehingga cocok digunakan untuk bahan yang tidak tahan panas. Hasil dari proses ini adalah suatu tablet dengan porositas yang yang tinggi sehingga air akan lebih mudah berpenetrasi ke dalam matriks tablet untuk memperantarai proses disintegrasi. Hal ini dikarenakan dengan tingginya porositas, maka luas area spesifik permukaan tablet yang kontak dengan air akan semakin besar. Kerugian teknik ini adalah memerlukan biaya yang besar
7
serta membutuhkan waktu yang lama dalam pengoperasiannya; sifat pengemas yang rapuh ini tidak cocok untuk produk obat yang tidak stabil dalam kondisi di bawah tekanan. 2. Moulding Teknik ini terbagi menjadi 2 metode: metode solven dan metode pemanasan. Metode solven dilakukan dengan menjenuhkan semua bahan tablet dengan solven hidro-alkohol dan dicetak dengan tekanan rendah. Solven yang mudah menguap tersebut kemudian dikeringkan dengan menggunakan udara, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi yang akan memperantarai proses disintegrasi yang cepat dari tablet. Metode pemanasan melibatkan proses seperti preparasi pembuatan suspensi yang menggunakan obat, agar, dan gula (seperti:.mannitol atau laktosa). Dilakukan penuangan suspensi ke wadah pengemas blister, selanjutnya proses pemadatan agar yang diletakan pada suhu ruangan, terakhir dikeringkan pada suhu 30oC dengan divakumkan.Yang perlu diperhatikan dalam teknik moulding metode pemanasan adalah kekuatan tabletnya. Sehingga diperlukan bahan pengikat untuk meningkatkan kekuatan tablet tersebut. Kelemahan teknik ini adalah tidak mampu menutupi rasa pahit suatu zat aktif. Cara
menutup
rasa
pahit
partikel
zat
aktif
tersebut
dengan
menyemprotkan campuran cairan kental minyak biji kapas terhidrogenasi, sodium
karbonat,
lesitin,
polietilen glikol dan zat aktif dalam laktosa.
Dibandingkan teknik liofolisasi (freeze drying), teknik moulding lebih mudah diterapkan dalam skala industri.
8
3. Sublimasi Teknik pembuatan FDT dengan sublimasi merupakan suatu teknik yang memformulasi FDT dengan bahan padat yang mudah menyublim, seperti urea, ammonium karbonat, ammonium bikarbonat, kamfer atau menthol. Campuran bahan yang mengandung bahan yang mudah menyublim kemudian dikempa. Material yang mudah menyublim dihilangkan dengan proses sublimasi, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi. Porositas yang tinggi inilah yang akan memperantarai waktu disintegrasi yang cepat dalam waktu 10-20 detik. Solven seperti heksan dan benzena dapat digunakan sebagai agen pore forming. 4. Penambahan Bahan Penghancur (Disintegrant) Teknik pembuatan FDT dengan penambahan disintegran merupakan salah satu teknik yang paling populer dan paling sering digunakan untuk memformulasikan suatu FDT karena mudah diimplementasikan dan biayanya murah. Prinsip dasar dari pembuatan FDT dengan penambahan disintegran ini adalah konsentrasi yang optimum dari disintegran untuk memperoleh waktu disintegrasi yang cepat. Saat ini telah dikembangkan banyak varian suatu disintegran yang memiliki kemampuan sebagai bahan penghancur yang lebih baik, beberapa diantaranya dikembangkan dari disintegran yang telah ada. Beberapa disintegran yang sering digunakan dalam pembuatan FDT antara lain adalah Sodium Starch Glycolate, Croscarmellose Sodium, dan Crosspovidone.
9
5. Mass-Extrusion Teknik ini melibatkan campuran zat aktif dalam solven larut air polietilen glikol dan mannitol. Lalu solven dibuang melalui syringe dalam silinder panas. Silinder ini juga untuk menyalut granul zat aktif yang rasanya pahit agar tertutupi rasa pahit tersebut. Teknik diatas merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk membuat suatu FDT. Bahkan beberapa industri telah mematenkan beberapa metode yang mereka kembangkan untuk membuat suatu FDT seperti Durasolv®, Orasolv®, Wowtab®, dan Flashtab® (Bhowmik dkk., 2009). 2. Inklusi β-Siklodekstrin Siklodektrin merupakan suatu senyawa yang mempunyai gugus lipofilik pada bagian dalam rongga dan gugus hidrofilik pada permukaan luarnya. Struktur ini
memungkinkan
siklodekstrin
berinteraksi
dengan
berbagai
molekul
membentuk kompleks inklusi secara non-kovalen (Challa dkk., 2005). Ada 4 tipe siklodekstrin yaitu: α-siklodekstrin, β-siklodekstrin, δsiklodekstrin dan γ-siklodekstrin. Kapasitas ukuran α-siklodekstrin tidak cukup untuk menginklusi bebarapa obat dan γ-siklodekstrin harganya mahal. Secara umum kompleks inklusi dengan δ-siklodekstrin mempunyai ikatan yang lemah. Dengan δ-siklodekstrin menjadikan kelarutan digitoksin dan spiranolakton lebih besar dibanding α-siklodekstrin, tetapi efek terapinya kurang optimal dibanding βsiklodekstrin dan γ-siklodekstrin. Di antara golongan siklodekstrin, β-siklodekstrin paling banyak digunakan pada
pengembangan
formula
dan
sistem
penghantaran
obat
karena
10
availabilitasnya dan kapasitasnya cocok untuk banyak obat. Tetapi untuk senyawa yang kelarutannya rendah dan bersifat toksik bagi ginjal sebaiknya tidak dengan β-siklodekstrin khususnya sistem penghantaran parenteral. β-siklodekstrin terdiri dari tujuh unit glukopiranosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4-glikosida. β-siklodekstrin memiliki kelarutan dalam air yang rendah (1,85 g/100ml). β-siklodekstrin tidak toksik bila diberikan secara oral dan terutama digunakan dalam formulasi tablet dan kapsul. Dalam formulasi tablet,βsiklodekstrin dapat digunakan pada granulasi basah dan cetak langsung. βsiklodekstrin cenderung memberikan aliran yang kurang baik dan membutuhkan lubrikan apabila dicetak langsung (Weller, 2003). Rongga dalam siklodekstrin yang bersifat hidrofobik dapat menutupi banyak bagian dari molekul seperti: gugus asam, ion-ion, halida, molekul alifatik, molekul alisiklik, dan aromatik hidrokarbon (Amado dkk; 2000), melalui pengaruh fisika maupun afinitas kimia. Proses inklusi natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin secara teori dilakukan pada rasio molar 1:1 (Morari dkk., 2004). Proses inklusi dikatakan berhasil jika terjadi ikatan antara bagian rongga β-siklodekstrin berupa cincin fenil asetat atau gugus asetat (Caira dkk., 1994) dengan gugus diklorofenil molekul natrium diklofenak (Iliescu dkk., 2004). β-Siklodekstrin dikenal sebagai agen penginklusi yang dapat menutupi rasa pahit obat (Smolla & Vandamme, 2007). Sehingga keberhasilan proses inklusi tersebut dapat menutupi rasa pahit dari natrium diklofenak.
11
Identifikasi adanya ikatan gugus asetat dengan gugus diklorofenil tersebut dapat ditentukan dengan salah satunya menggunakan spektrofotometer Fourier transform infrared (FTIR). Pada gambar 2 menggambarkan bahwa setiap senyawa baik natrium diklofenak maupun β-siklodekstrin mempunyai puncak yang terbaca sesuai dengan gugus yang dimilikinya. Ini tentunya bersifat khas untuk setiap senyawa.
Gambar 1. Spektrum Physical Mixture Inklusi Natrium Diklofenak dengan β-Siklodekstrin (A), dan dengan Copresipitation (B) di Panjang Gelombang 1800-1200 cm-1
Gambar 2. Skema model kompleks natrium diklofenak dan β-siklodekstrin di bawah pH 6 dan di atas pH 6 (b) (Iliescu dkk; 2004).
12
Secara umum inklusi digunakan dalam sistem penghantaran obat yang mempunyai masalah: 1.
Keterbatasan kelarutan obat yang mempengaruhi bioavailabilitasnya;
2.
Obat yang hanya larut dalam soven organik, sehingga tidak mungkin diaplikasikan menggunakan rute parenteral;
3.
Obat bersifat mengiritasi membran mukosa, jaringan, atau kulit;
4.
Obat berasa sangat pahit;
5.
Obat sensitif terhadap oksigen, sinar, air, dan lain-lain;
6.
Obat berupa cairan, bersifat mudah menguap dan atau menyublim, berbau tidak sedap atau padatan yang higroskopis;
7.
Obat bersifat lengket, konsistensi seperti lemak atau inkompatibel dengan komponen lain dalam formulanya (Larsen, 2002).
Namun tidak semua senyawa obat dapat diinklusi, ada bebarapa kriteria yang perlu dipenuhi antara lain: 1.
Lebih dari 5 atom (C, P, S, N) dari struktur molekulnya;
2.
Titik lelehnya di bawah 250oC;
3.
Kelarutan di air kurang dari 10 mg/mL;
4.
Molekul terdiri kurang dari 5 cincin untuk berikatan dengan agen penginklusi;
5.
Bobot molekul antara 100-400 g/mol (Szejtli, 1988). Berbagai cara yang lebih kompleks telah banyak diterapkan untuk
menutupi rasa tidak enak dari suatu obat, misalnya penyalutan menggunakan polimer, resin penukar ion, penurunan kelarutan obat, pengembangan liposom dan
13
emulsi ganda, mikroenkapsulasi, dispersi padat, modifikasi pH dan penggunaan supresan atau potensiator, dan kompleks inklusi dengan siklodekstrin (Ayenew dkk., 2009). Berikut teknik-teknik kompleksasi dengan siklodekstrin: 1. Kneading Proses kneading sama seperti proses granulasi basah dan membutuhkan alat adonan konvensional, seperti mixer dengan kecepatan rendah maupun tinggi (Erden & Celebi, 1988). Kompleks dengan siklodekstrin dipreparasi di laboratorium dengan membasahi mortir dengan sedikit air dan kemudian dilakukan pengadonan siklodekstrin menggunakan mixer sampai menghasilkan adonan seperti pasta. Kemudian adonan dikeringkan pada suhu ruangan dan divakumkan (Martin, 2004). 2. Co-precipitation Metode co-precipitation merupakan metode yang sering digunakan dalam skala laboratorium. Metode ini digunakan untuk obat yang kelarutannya rendah dalam air. Mula-mula obat dilarutkan dalam sedikit larutan organik seperti aseton dan ditambahkan β-siklodekstrin dalam air bersuhu 75oC sambil diaduk. Pengadukan dilakukan selama 1 jam dengan menjaga suhu air tetap 75oC. Setelah 1 jam suhu didinginkan bertahap sampai suhu ruangan sambil tetap diaduk. Kemudian disaring, ambil endapannya lalu dikeringkan dan disimpan pada suhu ~25° ± 2.0°C, kelembapan 40-50%. Kadang-kadang endapan dicuci dengan sedikit air atau solven larut air seperti metanol, etil alkohol, atau aseton (Loftsson, 1993).
14
Sayangnya, penggunaan solven organik dapat menganggu proses kompleksasi obat dengan β-siklodekstrin sehingga menjadi kurang efektif dibandingkan metode kneading. Kerugian lainnya metode ini adalah susah diterapkan dalam lingkup scale-up (Gupta dkk., 2011) tetapi metode ini menghasilkan senyawa dengan kemurnian tinggi dalam inklusi kompleksnya (Miller dkk., 2007). 3. Dry mixing Dalam dry mixing, obat yang akan ditambahkan dengan siklodekstrin cukup dicampur bersama hasil kompleksasi. Mula-mula disiapkan kompleks padat dengan campuran rasio molar 2:1 disimpan selama 3 hari. Metode dry mixing adalah metode terbaik untuk obat yang berupa minyak atau cairan. Keuntungan metode ini adalah tanpa penambahan air dalam prosesnya sehingga tidak perlu adanya tahap pencucian. Sedangkan kerugian metode ini adalah risiko timbul caking pada kompleks siklodekstrin dalam lingkup scale-up, kompleksasi sering tidak sempurna bila mixing yang dilakukan tidak benar, dan proses mixing memerlukan waktu yang lama. Lamanya waktu mixing tergantung sifat fisika kimia obat yang akan dikompleks dengan siklodekstrin (Martin, 2004). 4. Sealing Kompleks obat padat dengan siklodekstrin dapat dibentuk melalui penggilingan secara mekanik campuran obat dengan siklodekstrin, lalu campuran tersebut disegel pada wadah gelas dan dijaga suhunya pada kisaran 60oC sampai 90°C. Kompleks yang terbentuk dapat dikonfirmasi dengan spektra infrared (IR) dan X-ray diffraction. Pada metode ini keberhasilan kompleks yang terbentuk
15
dipengaruhi oleh suhu pemanasan, waktu pemanasan, dan bentuk kristal βsiklodekstrin (Wang dkk., 2007). 5. Slurry-complexation Pada metode ini, siklodekstrin disuspensikan dengan air 40-45% w/w dan diaduk di dalam reaktor. Siklodekstrin dalam bentuk cairan tersebut baru dikomplekskan dengan obat. Pengaturan suhu juga diperlukan dalam metode ini. Bahkan beberapa obat membutuhkan suhu yang tinggi untuk meningkatkan kecepatan kompleksasi, tetapi juga harus dijaga agar suhu terlalu tinggi karena akan berdampak pada ketidakstabilan kompleks (Martin, 2004) (Loftsson dkk., 1993). Waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks tergantung karakteristik partikel obat yang akan dikompleks dan kecepatan pengadukannya (Wang dkk., 2007). Kompleks pada metode ini dapat diperoleh dengan cara yang sama pada metode co-precipitation. Keuntungan utama dari cara ini adalah pengurangan dari penggunaan air dan ukuran dari reaktor (Martin, 2004). 6. Neutralization Obat padat bentuk ion dapat dikomplekskan menggunakan metode ini, yang mana obat terlarut dalam larutan siklodekstrin asam (untuk obat bersifat basa) atau dalam basa (untuk obat bersifat asam). Obat yang dikomplekskan ini kelarutannya dapat diatur dengan penyesuaian pH yang mengubah kompleks yang telah terjadi. Terfenadin mempunyai bioavailabilitas yang relatif rendah pada sediaan oral karena keterbatasan kelarutannya dalam air. Oleh karena itu terfenadin dikomplekskan dengan β-siklodekstrin (1:2) inklusi kompleks yang
16
terbentuk melalui metode penetralan ini dapat meningkatkan efek antihistamin terfenadin (Choi dkk., 2001). Konstanta kompleks inklusi yang terbentuk akan lebih tinggi pada pH yang lebih rendah, namun dengan rasio 1:2 tersebut kompleks yang terbentuk tidak terpengaruh dengan pH. Sehingga disimpulkan bahwa kompleks inklusi β-siklodekstrin degan terfenadin mempengaruhi pada peningkatan kelarutan dan disolusi terfenadin. 7. Spray drying Dalam spray drying, siklodekstrin dilarutkan dalam 200 ml larutan amoniak 25% (sampai pH 9,5). Obat yang akan dikomplekskan dilarutkan dalam 100 ml etil alkohol 96%. Kedua larutan dicampurkan dan disonikasi, lalu disemprot keringkan untuk terbentuk kompleks (Arias dkk., 2000). Namun proses spray drying juga dilakukan dengan cara lain seperti pada pembuatan Buchi nozzle®, tipe mini spray dryer, yaitu dengan penyiapan zat aktifnya (bikalutamid) dengan inklusi kompleks β–siklodekstrin menggunakan rasio 1:1, 1:2 & 1:5. Mula-mula siapkan campuran aquades‐ethanol sekitar perbandingan 3:1 untuk membasahi siklodekstrin. Sementara bikalutamid dilarutkan dalam aseton (dengan konsentrasi 15% w/v). Kemudian keduanya dicampurkan, lalu diaduk sampai menghasilkan larutan yang homogen. Terakhir, larutan tersebut dimasukan dalam dryer nozzle dengan kecepatan alir 2 mL/menit menggunakan pompa peristaltik. Proses penyemprotan dan pengeringan dilakukan bersamaan pada suhu 50°C dengan kecepatan alir 4 mL/menit. Hasil dari bikalutamid dan inklusi kompleks β-siklodekstrin yang terkumpul, dikeringkan selama 24 jam dalam desikator yang berisi silika gel untuk menghilangkan solven
17
yang tersisa. Butiran yang sudah kering tersebut lalu diayak menggunakan nomor ayakan 60 mesh. 8. Freeze-drying (liofilisasi) Pada freeze-drying, pencampuran obat dengan siklodekstrin dilakukan dengan pembasahan menggunakan sedikit buffer dan dibentuk menjadi bentuk suspensi yang homogen lalu dibeku-keringkan. Terakhir, kompleks tersebut digerus dan diayak menggunakan ayakan yang sesuai. Freeze-drying adalah salah satu metode yang biasa digunakan dalam industri untuk senyawa yang tidak tahan panas, tetapi banyak mengandung air, jika ini dikomplekskan dengan siklodekstrin maka diperlukan siklodekstrin dalam jumlah banyak karena kelarutan senyawa obat yang rendah dalam air karena sifat hidrofobiknya, sehingga proses ini memakan waktu yang lama (Wiliams dkk., 1998). 9. Solvent evaporation Metode ini menggunakan solven organik yang prosesnya perlu dilakukan penghilangan residu solven. Contoh obat padat yang dapat dikompleksan dengan β-siklodekstrin menggunakan metode ini adalah piroksikam. Mula-mula rasio obat-siklodekstrin 1:1 dan 1:2 dilarutkan dalam metanol dan diaduk selama 24 jam pada suhu 28°C (Osadebe dkk., 2008). Setelah itu campurkan dalam kondisi divakumkan, diayak, dan dikeringkan pada suhu 25°C selama 24 jam untuk mendapatkan kompleks. Penentuan kompleksasi β-siklodekstrin pada sediaan obat padat diketahui melalui: spektroskopi Fourier transform infrared (FTIR) (Bratu, 2005), tingkat kelarutan (Miller dkk., 2007), High Performance Liquid Chromatography (HPLC)
18
(Carolina dkk., 2007), spektroskopi Nuclear Magnetic Resonance (NMR) (Miller dkk., 2007), spektroskopi Fourier Transform-Raman (Hedges, 1998), Differential Scanning Calorimetry (DSC) (Hedges, 1998), Thermo Gavimetric Analysis (TGA) (Moriwaki dkk., 2008), spektroskopi Ultraviolet-visible (UV-Vis) (Brewster & Loftsson, 2008), dan X-Ray Powder Diffraction analysis (XRPD) (Osadebe dkk., 2008). 3. Parameter Sifat Fisik FDT Beberapa parameter sifat fisika tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas tablet, antara lain: 1. Parameter keseragaman bobot tablet Keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin keseragaman dosis untuk tiap tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan memiliki kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi keseragaman dosis obat dalam tablet. Uji ini dilakukan dengan menimbang sejumlah 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20 tablet ditentukan. Farmakope Indonesia edisi III mempersyaratkan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut adalah sebagai berikut: Tabel I. Persyaratan penyimpangan bobot tablet (Anonim, 1979)
Bobot rata-rata tablet
Penyimpangan bobot rata-rata dalam % A
B
25 mg atau kurang
15%
30%
26 mg - 150 mg
10%
20%
151 mg – 300 mg
7,5%
15%
Lebih dari 300 mg
5%
10%
19
Pada penimbangan sebanyak 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik, tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan tidak boleh ada satu tablet pun yang boleh menyimpang dari ketentuan B. Variasi bobot tablet dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: Variasi bobot tablet =
bobot tablet−bobot rerata bobot tablet
x 100%
(1)
2. Parameter kekerasan tablet Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas dan stabilitas sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu menahan gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun distribusi agar kualitas tablet tetap terjaga. Uji kekerasan dilakukan dengan mengambil 6 tablet dari masing-masing formula, kemudian diuji kekerasan dengan alat uji kekerasan. Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang berada pada rentang 3-5 kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010). 3. Parameter kerapuhan tablet Uji kerapuhan dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian dilakukan uji kerapuhan menggunakan alat friability tester dengan rotasi 25 rpm selama 4 menit. Tablet kemudian dibebasdebukan dan ditimbang kembali sebagai bobot akhir. Kerapuhan =
bobot awal tablet-bobot akhir tablet bobot akhir tablet
x 100%
(2)
Farmakope Indonesia edisi IV mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima adalah apabila kerapuhan kurang dari 1%.
20
Selain ketiga parameter diatas, ada beberapa parameter yang khusus dilakukan untuk FDT. Parameter tersebut antara lain: 1. Parameter waktu disintegrasi Waktu disintegrasi secara in vitro merupakan waktu yang diperlukan oleh matriks FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk fine particle. Waktu disintegrasi FDT secara in vitro diukur dengan cara menempatkan tablet FDT ke dalam cawan petri dengan diameter 5 cm yang berisi 20 mL aquades yang merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan volume sendok makan. Tablet diletakkan secara perlahan kedalam cawan petri yang berisi air, waktu disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat kemudian dicari waktu reratanya dari 6 kali pengujian. British Pharmacopoeia 2009 mempersyaratkan waktu disintegrasi tablet FDT tidak lebih dari 3 menit. 2. Parameter waktu pembasahan Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegraasi dari tablet. Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula. Penentuan waktu uji ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut, selembar kertas saring yang telah dilipat satu kali diletakkan di dalam cawan petri (diameter 5 cm) yang telah berisi 5 mL aquades yang telah mengandung zat warna FDC Strawberry Red. Sebuah tablet kemudian diletakkan di atas kertas saring
21
secara perlahan. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan warna merah di seluruh permukaan dari tablet dihitung sebagai waktu pembasahan. 3. Parameter rasio absorpsi air Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya. Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah air yang dapat ditampung dalam matriks tablet, hal ini berarti akan semakin banyak jumlah air yang diperlukan untuk menyebabkan tablet terdisintegrasi. Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap air seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.
Gambar 3. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air
Pada gambar 3, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada botol penampung dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang. Berkurangnya bobot air diatas neraca analitik inilah yang nantinya dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet. Daya serap air (R) dihitung dengan persamaan: R= [(W
Wb
a
] x 100
+Wb )
(3)
22
dimana, Wb adalah berat air yang diserap tablet dan Wa adalah berat tablet sebelum pembasahan. 4. Uji disolusi FDT secara in vitro Penentuan parameter ini dilakukan untuk mengetahui laju pelepasan zat aktif dari sediaan tablet. Parameter ini umum untuk semua tablet, namun dalam FDT, penetapan parameter ini didasarkan pada metode yang terdapat pada USP apparatus 2 (paddle method; Erweka dissolution test). Uji disolusi dilakukan dengan meletakan tablet FDT kedalam 900 mL medium disolusi (buffer phosphat), pH 6,8, temperatur 37 ± 0,5 oC, dan kecepatan putar pedal 50 rpm. 10 mL sampel diambil pada interval waktu tertentu kemudian diganti dengan media disolusi baru. Sampel yang diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 279 nm dan kadar obat dihitung dengan menggunakan kurva baku. Kecepatan disolusi diukur untuk semua formula. 4. Superdisintegrant Superdisintegrant merupakan suatu modifikasi bahan penghancur yang telah ada untuk menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara cepat dengan adanya cairan. Salah satu jenis struktur superdisintegrant adalah cross-linked CMC. Mekanisme suatu superdisintegrant untuk dapat hancur pun bermacam-macam, seperti deformation, particle repulsive force, penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat. Saat ini penggunaan superdisintegrant untuk formulasi FDT lebih banyak digunakan karena peralatan dan teknologi yang digunakan lebih sederhana dan relatif sama
23
dengan pembuatan tablet konvensional, tidak memerlukan alat khusus seperti pada pembuatan FDT dengan modifikasi teknik pembuatan. Ada banyak jenis superdisintegrant dengan mekanismenya masingmasing. Kebanyakan suatu superdisintegrant digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap bobot tablet. Sebagai contoh Microcrystalline cellulose digunakan sebagai disintegrant dalam pembuatan FDT dalam range 8,2-9,1% atau Croscarmellose sodium sering digunakan sebagai superdisintegrant dengan kadar 1-5% (Sakr dkk., 1993). Kebanyakan suatu superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif terhadap kelembaban atau air, hal ini wajar karena superdisintegrant akan dengan cepat beraksi ketika kontak dengan air. Oleh karena itu penggunaan superdisintegrant dalam pembuatan tablet terbatas pada metode yang tidak melibatkan air seperti granulasi basah. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa langsung untuk menghindari pengaruh air, oleh karena itu karakteristik superdisintegrant juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, bahwa suatu superdisintegrant harus memiliki karakteristik yang baik seperti sifat alir dan kompresibilitas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu tablet yang baik. 5. Filler Binder Filler binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu berfungsi sebagai pengikat.
24
Suatu filler binder pada umumnya merupakan suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang ketika dilakukan pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari filler binder akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk semula, hal inilah yag menyebabkan suatu filler binder akan meningkatkan kompresibilitas bahan penyusun tablet. Kebanyakan filler binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap air dengan cepat. Hal ini akan memberikan keuntungan karena hal tersebut membantu memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang akan mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler binder yang sering digunakan adalah kombinasi starch dan laktosa seperti StarLac® dan berbagai varian microcrystalline cellulose seperti diantaranya Avicel® PH 102 dan Vivapur® 102. 6. Simplex Lattice Design Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk memperoleh interpretasi data secara matematis. Model simplex lattice design merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana, yang biasa digunakan untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat, atau optimasi pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Setiap perubahan fraksi salah satu komponen dari komponen akan merubah sedikitnya satu variabel atau lebih dari fraksi komponen lain. Apabila Xa adalah fraksi dari komponen a dalam campuran fraksi, maka: 0 ≤ Xa ≤ 1 = 1, 2, ......., q
(4)
25
Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu berjumlah sama, dapat dinyatakan sebagai berikut: Xa + Xb+ ....+ Xc = 1
(5)
Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen-komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar dengan q tiap sudut dan q-1 tiap dimensi. Semua fraksi dari kombinasi 2 campuran dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Jika ada 2 komponen (q=2), maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang merupakan gambar garis lurus seperti terlihat pada gambar 4. Titik A menyatakan suatu formula yang hanya mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula yang hanya mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan suatu formula yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B. Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang mengandung 0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 4. Simplex Lattice Design Model Linier
Gambar 4 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2 komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya interaksi
26
yang positif (benefical effects), yaitu masing-masing komponen saling mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing-masing komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3 menunjukkan bahwa adanya interaksi negatif (detrimental effects), yaitu masing-masing komponen saling meniadakan respon (Armstrong & James, 1996). Hubungan fungsional antara respon sebagai variabel tergantung dengan komposisi bahan sebagai variabel bebas dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: Y = β1X1 + β2X2 + β1.2X1.2 Keterangan:
(6)
Y : Respon X1 dan X2 : fraksi dari tiap komponen β1 dan β2 : Koefisien regresi dari X1 dan X2 β1.2 : Koefisien regresi dari X1-X2
Untuk q=2, maka persamaan (X) berubah menjadi X1+X2= 1 Koefisien diketahui dari perhitungan regresi dan Y adalah respon yang diinginkan. Nilai X1 ditentukan, maka X2 dapat dihitung. Setelah semua nilai diperoleh, maka kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis maka akan diperoleh contour plot yang diinginkan. Selain melalui persamaan seperti diatas, penentuan kurva SLD dapat pula dilakukan dengan melakukan percobaan pada titik-titik kombinasi yang diinginkan, sehingga akan diperoleh nilai respon yang lebih akurat dan mendekati nilai sebenarnya. Kelemahan metode ini adalah harus dilakukan percobaan yang lebih banyak sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama. Setelah diperoleh persamaan SLD dari percobaan, maka dapat langsung diketahui respon optimum untuk masing-masing kombinasi komponen.
27
Penentuan formula optimum diperoleh dari respon total yang paling besar. Respon total dapat dihitung dengan persamaan berikut: Respon total = R1 + R2 + R3 + .... + Rn
(7)
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Design Expert® version 9.0.3. Pertama, dimasukkan variabel-variabel yang digunakan, lalu data yang diperoleh langsung dimasukkan ke dalam program. Masing-masing parameter uji yang dilakukan terhadap sifat fisik tablet diberi pembobotan sesuai prioritas kemudian data diolah. Selanjutnya akan diperoleh hasil formula yang memberikan sifat fisik paling optimum. Setelah diperoleh formula paling optimum kemudian dilakukan verifikasi untuk formula optimum dan formula pembanding. Hasil verifikasi kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan yang diperoleh (prediksi). Dari perbandingan akan diperoleh perbedaan antara hasil prediksi dengan hasil verifikasi apakah berbeda secara bermakna atau tidak, sehingga akan dapat disimpulkan apakah hasil valid (dapat dipercaya) atau tidak valid (tidak dapat dipercaya). 7. Monografi Bahan 1. Natrium Diklofenak Natrium diklofenak adalah suatu turunan asam fenil asetat dengan nama kimia Natrium 2-[2-(2,6-diklorofenil) aminofenil]-1-oksidoetanon. Natrium diklofenak mempunyai rumus molekul C14H10Cl2NO2Na dengan bobot molekul sebesar 318,1. Natrium diklofenak merupakan suatu asam lemah dengan pKa 4,2. Di dalam air, Natrium diklofenak akan terion menjadi ion Na+ dan anion
28
diklofenak. Natrium diklofenak memiliki jarak lebur antara 283-285oC berupa serbuk hablur berwarna putih yang higroskopis (Adeyeye & Li, 1990). CO2Na
NH Cl
Cl
Gambar 5. Struktur Natrium Diklofenak (Rowe., 2006)
Natrium diklofenak sangat mudah larut dalam metanol dan etanol, agak sukar larut dalam air dan asam asetat glasial, praktis tidak larut dalam eter (Anonim, 2009). Natrium diklofenak merupakan suatu analgesik non-steroid, dimana pada umumnya diformulasikan dalam bentuk lepas lambat. FDT natrium diklofenak dibuat untuk memfasilitasi pasien yang menginginkan aksi atau onset yang cepat dari natrium diklofenak. Pada pembuatan FDT, digunakan garam natrium dari diklofenak dimaksudkan untuk meningkatkan kelarutan dari diklofenak tersebut dalam air. 2. Ac-Di-Sol® Ac-Di-Sol® merupakan sebuah merek dagang dari croscarmellose sodium yang diproduksi oleh FMCBiopolymer. Ac-Di-Sol® merupakan senyawa Carboxymethyl cellulose yang mengikat garam natrium dengan ikatan silang (crosslinked) dengan ikatan O-carboxymethylated cellulose yang akan mampu memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. Ac-Di-Sol® mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Anonim, 2009). Penyerapan air adalah kemampuan untuk menarik
29
air masuk ke dalam matriks tablet. Luas area penyerapan air dan kecepatan penyerapan air merupakan dua parameter kritis dari kemampuan penyerapan air suatu bahan. Paparan atau kontak dengan air dapat menyebabkan disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet untuk pecah. O
ONa O O
O O
OH
OH OH
OH OH
OH O
ONa
O
n/2
Gambar 6. Struktur Kimia Ac-Di-Sol® (Rowe., 2006)
Ac-Di-Sol® efektif digunakan dengan metode kempa langsung untuk menghindari adanya air berlebih. Bahan penghancur ini tidak terpengaruh oleh kekerasan tablet dan mempunyai stabilitas yang sangat baik. Penambahan bahan penghancur ini lebih baik pada intragranuler maupun ekstragranuler. Sebagaimana superdisintegrant lain, Ac-Di-Sol® biasanya digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap massa tablet. Menurut Panigrahi dan Behera (2010), penggunaan Ac-Di-Sol® dengan kadar 1-3% dari bobot tablet total memberikan respon optimum yang ditunjukkan dengan kadar obat yang dilepaskan dari tablet paling besar. Sedangkan penelitian lain memberikan rentang kadar yang lebih lebar yaitu sebesar 1-5% (Sakr dkk., 1993). Selain itu, Chaudari dkk., (2011) dalam penelitiannya memaparkan bahwa pada berbagai variasi kadar 2%, 3%, 4%, dan 5% Ac-Di-Sol® memberikan waktu disintegrasi in vitro paling cepat pada kadar 3%.
30
3. Avicel® PH 102 Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer yang komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa digunakan sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau kapsul, dan dapat juga bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan tablet, Avicel® tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler binder). Avicel® berupa partikel putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara komersial, Avicel® tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang dibedakan atas dasar ukuran partikel dan kandungan air sehingga masing-masing seri atau jenis dari Avicel® memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan untuk tujuan yang spesifik. Beberapa jenis Avicel® yang terdapat di pasaran antara lain Avicel® PH 101, Avicel® PH 102, Avicel® PH 103, Avicel® PH 200, Avicel® PH 301, Avicel® 302, dan masih banyak jenis yang lainnya.
HO O
O O
OH
OH OH
OH OH
OH OH
n/2
Gambar 7. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Rowe dkk., 2006)
Avicel® PH 102 biasa digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya telah dirancang untuk dapat digunakan sebagai bahan pengisi tablet dengan metode kempa langsung. Avicel® PH 102 memiliki ukuran partikel dengan diameter rata-rata sebesar 100 µm dan kandungan air tidak lebih dari 5%. Karakteristik tersebut lah
31
yang akan memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas dari campuran bahan tablet sehingga dapat dilakukan kempa langsung. Avicel® memiliki fungsi yang bermacam-macam dalam formulasi sediaan tablet. Fungsi atau maksud tujuan penggunaan Avicel® dalam formulasi tablet ditunjukkan pada tabel II. Tabel II. Fungsi Avicel pada Berbagai Konsentrasi (Rowe dkk., 2006)
Fungsi
Persentase terhadap bobot tablet (%)
Adosrben
10-90
Antiadheren
5-20
Pengikat/pengisi kapsul
20-90
Penghancur
5-15
Filler Binder
20-90
Pada kadar 20-90% terhadap bobot tablet, Avicel® akan mampu berfungsi sebagai filler binder. Selain akan memperbaiki sifat kekerasan dan kerapuhan dari tablet, penggunaan Avicel® sebagai filler binder pada pembuatan FDT tidak akan mengurangi kemampuan disintegrasi tablet karena Avicel® tidak akan menghalangi penetrasi cairan ke dalam matriks tablet (Rowe dkk., 2006). Konsentrasi filler binder optimum yang digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki respon kekerasan dan kerapuhan tablet yang semakin baik dengan meningkatnya konsentrasi (Mattsson, 2000). 4. β-Siklodekstrin Siklodekstrin adalah suatu kristalin, non higroskopis, oligosakarida siklik derivat starch. Siklodekstrin yang paling umum digunakan adalah α-, β-, dan γsiklodekstrin, yang masing-masing terdiri 6, 7, dan 8 unit glukosa. Derivativasi
32
siklodekstrin dengan beberapa subtituen juga sering terjadi. Molekul siklodekstrin ada yang berbentuk seperti ember (toroidal) atau kerucut (cone) dengan struktur kaku dan adanya rongga di bagian tengahnya yang ukurannya bervariasi sesuai tipe siklodekstrin. Bagian dalam rongganya bersifat hidrofobik dan luarnya bersifat hidrofilik yang berkaitan dengan gugus hidroksil pada molekulnya. Pengaturan ini memungkinkan obat yang akan dikompleks dengan siklodekstrin bergabung di rongga bagian dalam siklodekstrin. O
HOH2C
O
O HO
O
CH2OH
OH
OH
HO
HOH2C
O HO
OH
O
O OH HO O
CH2OH OH
HO
HOH2C O
O
OH
HO OH O
O
HO
O CH2OH
O
CH2OH
Gambar 8. Strutur Kimia β-siklodekstrin (Rowe., 2006)
Rumus empiris siklodekstrin dan berat molekulnya: α-siklodekstrin C36H60O30 (BM: 972) β-siklodekstrin C42H70O35 (BM: 1135) γ-siklodekstrin C48H80O40 (BM: 1297) (Rowe dkk., 2006)
Gambar 9. Struktur Toroidal β-siklodekstrin (Srikanth dkk., 2010)
33
Siklodekstrin digunakan untuk mengkompleks beberapa obat untuk meningkatkan disolusi dan bioavailabilitas obat terkait perbaikkan kelarutan dan stabilitas sifat fisika kimianya. Kompleks dengan siklodekstrin juga digunakan untuk menutupi rasa yang tidak enak dari obat dan mengubah bentuk obat dari cairan menjadi padatan. β-siklodekstrin adalah jenis siklodekstrin yang paling sering digunakan, walaupun tingkat kelarutannya paling rendah. β-siklodekstrin juga tidak terlalu mahal, mudah diperoleh, dan dapat digunakan untuk mengkompleks beberapa molekul obat. Perlu diperhatikan juga bahwa β-siklodekstrin bersifat nefrotoksik sehingga sebaiknya tidak digunakan dalam sediaan parenteral. β-siklodekstrin paling sering digunakan dalam formulasi sediaan tablet dan kapsul. αsiklodekstrin lebih umum digunakan dalam sediaan parenteral, walaupun αsiklodekstrin mempunyai rongga terkecil dari jenis siklodekstrin lainnya sehingga hanya dapat mengkompleks beberapa molekul obat yang ukurannya kecil. Sementara γ-siklodekstrin mempunyai rongga paling besar dan digunakan untuk mengkompleks molekul obat yang ukurannya besar γ-siklodekstrin juga mempunyai ketoksikan rendah dan dapat meningkatkan kelarutan. Pada sediaan tablet β-siklodekstrin, pembuatan tablet menggunakan teknik granulasi basah dan kempa langsung. Sifat fisika β-siklodekstrin berbeda-beda tergantung pabrik yang membuatnya. Sifat fisika β-siklodekstrin umunya mempunyai sifat alir yang jelek sehingga perlu lubrikan, seperti 0.1% w/w magnesium stearat, ketika dibuat dengan teknik kempa langsung (El Shaboury, 1990)
34
Pada formulasi sediaan parenteral, siklodekstrin digunakan untuk meningkatkan stabilitas dan kelarutan jika menggunakan solven bukan air. Formulasi tetes mata, siklodekstrin dikomplekskan dengan obat bersifat lipofilik, seperti kortikosteroid. Kortikosteroid dikompleks dengan siklodekstrin untuk meningkatkan kelarutan obat, menambah absorpsi obat pada mata, memperbaiki stabilitas obat dalam air mata, dan untuk mengurangi iritasi pada mata (Loftsson & Stefansson, 2002). Siklodekstrin juga digunakan pada formulasi sediaan larutan (Prankerd, 1992, Palmieri, 1993), suppositoria (Szente, 1985), dan kosmetika (Buschmann & Schollmeyer, 2002). 5. Mannitol Mannitol atau sering disebut D-Mannitol, atau Mannitolum. mempunyai rumus molekul C6H14O6 dengan berat molekul 186,17. Mannitol berbentuk serbuk kristal atau granul berwarna putih dan tidak berbau. Pada suhu 20oC mannitol larut dalam basa (1:18), agak sukar larut dalam etanol 95% (1:83), dan mudah larut dalam air (1:5,5). Mannitol memiliki jarak lebur 116-118oC. Mannitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kira-kira sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta meninggalkan sensasi dingin di mulut. Oleh karena itu mannitol banyak digunakan di industri farmasi, terutama sebagai pengisi tablet. Mannitol tidak higroskopis sehingga dapat digunakan untuk eksipien tablet dengan bahan aktif atau bahan penghancur yang sensitif kelembaban. Oleh karena itu, granul yang mengandung mannitol memiliki keuntungan karena dapat dikeringkan dengan mudah.
35
OH
OH
HO OH OH
OH
Gambar 10. Struktur Kimia Mannitol (Rowe dkk., 2006)
Mannitol dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung maupun granulasi basah. Serbuk mannitol berisfat kohesif sedangkan granulnya mudah mengalir. Mannitol stabil dalam bentuk kering maupun larutan, namun dalam penyimpanannya mannitol harus disimpan di tempat kering dan di dalam wadah tertutup rapat. Granul mannitol dapat mengalir dengan baik dan dapat memperbaiki sifat alir dari material yang lain. Namun, biasanya mannitol digunakan dengan konsentrasi tidak lebih dari 25% dari bahan yang terkandung dalam satu formula. Mannitol biasa digunakan sebagai pengisi pada pembuatan formula tablet kunyah karena memberikan sensasi dingin, rasa manis, dan ‘mouth feel’ (Rowe dkk., 2006). 6. Menthol Menthol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)-(±)–5– Methyl-2-(1-methylethyl)cyclohexanol. Rumus molekul dari menthol adalah C10H20O dengan berat molekul 156,27. Menthol berbentuk serbuk kristal yang mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak berwarna, masa kering heksagonal, dan memiliki bau serta rasa yang kuat. Bentuk kristal ini dapat berubah seiring dengan waktu karena proses penyubliman yang terjadi. Bahan ini melebur pada suhu 34oC dan sangat mudah larut dalam etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan praktis tidak larut dalam air.
36
CH3
OH CH H3C
CH3
Gambar 11. Struktur Kimia Menthol (Rowe dkk., 2006)
Menthol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari 25oC untuk menghindari penyubliman. Pada sediaan tablet, menthol kristal umumnya digunakan pada rentang kadar 0,2-0,4% dan dilarutkan dulu di dalam etanol baru disemprotkan ke campuran granul atau serbuk (tidak ditambahkan dalam bentuk padat). Bahan ini mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa bahan antara lain kamfer, kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol (Rowe dkk., 2006). 7. PEG-4000 Polyethylene Glycol atau sering disebut Macrogol merupakan suatu polimer yang terbentuk antara ethylene oxide dengan air. Polyethylene Glycol memiliki nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl) dengan rumus molekul HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana m merupakan rerata nomor grup oxyethylene. PEG memiliki beberapa jenis diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG 8000 dimana angka yang mengikuti PEG menunjukkan rata-rata berat molekul dari polimer tersebut. PEG dibawah 1000 biasanya berupa cairan, sedikit berwarna atau berwarna kuning, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin tinggi nomor PEG, maka cairan akan semakin viscous. Sedangkan PEG dengan bobot lebih dari 1000
37
berbentuk padat, berwarna putih, berasa manis, dan konsistensinya berupa pasta sampai berbentuk lilin. H HO
C H
H CH2
O
CH2
m
C
OH
H
Gambar 12. Struktur Kimia PEG (Rowe dkk., 2006)
PEG bersifat hidrofilik atau mudah larut dan bercampur dengan air. Pada pembuatan sediaan tablet di industri, PEG biasa digunakan sebagai lubrikan. Sifat hidrofilik dari PEG inilah yang akan menjadikan tablet cepat hancur dalam air karena penetrasinya tidak terhalangi seperti halnya pada penggunaan magnesium stearat atau talc sebagai lubrikan yang bersifat hidrofob. Sehingga penggunaannya pada FDT diharapkan mampu meningkatkan kecepatan penetrasi air ke dalam tablet. PEG stabil di udara dan dalam larutan. Meskipun PEG<200 bersifat higroskopis namun tidak ditumbuhi mikroba dan tidak tengik. PEG harus disimpan di dalam wadah tertutup rapat, tempat yang kering, dan sejuk. (Rowe dkk., 2006).
38
F. Landasan Teori Salah satu teknik pembuatan FDT yang paling umum dan mudah dilakukan
adalah
dengan
penambahan
superdisintegrant.
Salah
satu
superdisintegrant adalah Ac-Di-Sol® yang merupakan senyawa carboxymethyl cellulose. Sebagai penghancur, Ac-Di-Sol® bekerja melalui mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking) yang menyebabkan air membasahi dan diabsorpsi tablet dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang selanjutnya akan menyebabkan tablet terdisintegrasi secara cepat (Anonim, 2009). Penggunaan Ac-Di-Sol® sebagai superdisintegrant diharapkan akan mampu mempercepat waktu disintegrasi FDT. Kadar optimum Ac-Di-Sol® pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung adalah sebesar 1-3% (Panigrahi & Behera, 2010). Selain kecepatan disintegrasi, parameter lain yang penting dalam FDT adalah kekerasan dan kerapuhan. Kebanyakan FDT dibuat tidak terlalu keras karena tablet yang terlalu keras akan mempersulit penetrasi air. Oleh karena itu diperlukan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat yang tidak menghalangi penetrasi air. Filler binder merupakan bahan pengisi tablet yang dapat berperan sebagai bahan pengikat. Salah satu filler binder yang digunakan untuk pembuatan FDT adalah Avicel® PH 102. Bahan ini terususun atas microcrystalline cellulose. Avicel® PH 102 pada pembuatan tablet dengan metode kempa langsung bisa digunakan pada rentang kadar 20%-90%, namun secara spesifik kadar optimum filler binder adalah sebesar 35% (Mattsson, 2000).
39
Salah satu syarat agar sediaan FDT dapat diterima pasien adalah kenyamanan penggunan terkait rasanya. Natrium diklofenak memiliki sifat organoleptis yang pahit yang tentunya ini tidak cocok dibuat dalam bentuk sediaan FDT. Salah satu menghilangkan rasa pahit dari natrium diklofenak tersebut yaitu dengan inklusi menggunakan β-siklodekstrin. Proses inklusi natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin secara teori dilakukan pada rasio molar 1:1 (Morari dkk., 2004). Proses inklusi dikatakan berhasil jika terjadi ikatan antara bagian rongga β-siklodekstrin berupa cincin fenil asetat atau gugus asetat (Caira dkk., 1994) dengan gugus diklorofenil molekul natrium diklofenak (Iliescu dkk., 2004). β-siklodekstrin dikenal sebagai agen penginklusi yang dapat menutupi rasa pahit obat (Smolla & Vandamme, 2007). Sehingga keberhasilan proses inklusi tersebut dapat menutupi rasa pahit dari natrium diklofenak. Kombinasi Ac-Di-Sol® dan Avicel® PH 102 dapat menghasilkan sifat fisik optimum fast disintegrating tablets natrium diklofenak yang diketahui melalui optimasi dengan menggunakan model simplex lattice design. Keberhasilan inklusi natrium diklofenak dengan β-siklodekstrin dapat diketahui melalui identifikasi dengan spektroskopi Fourier transform infrared (FTIR) serta uji tanggap rasa kepada pasien sehat yang disampling acak melalui kuisoner.
40
G. Hipotesis 1. Komposisi Ac-Di-Sol® dan Avicel® PH 102 akan mempengaruhi sifat fisik kekerasan, kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, rasio absorpsi air, dan disolusi obat pada sediaan fast disintegrating tablets natrium diklofenak kompleks inklusi β-siklodekstrin dengan rasio molar 1:1. 2. Diduga formula dengan kombinasi kadar Ac-Di-Sol® sekitar 1-3% dan kadar Avicel® PH 102 sebesar 35% terhadap bobot tablet akan memberikan sifat fisik yang optimum pada sediaan fast disintegrating tablets natrium diklofenak.