Rheumatoid Arthritis Kelompok E - 2 Everdina Ester Pelupessy - 10.2009.126 Yovinus Deny – 10.2010.119 Maria Mustika Dewanti – 10.2011.072 Richard Kevin – 10.2011.190 Raditia Kurniawan – 10.2011.219 Vivi N Rumahlatu – 10.2011.321 Olivia C. Kaihatu – 10.2011.370 Patricia Hapsari Jusuf – 10.2011.444 Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061 Fax: (021) 563-1731 _________________________________________________________________________
Pendahuluan Rheumatoid arthritis adalah penyakit, inflamasi sistemik autoimun, terutama dari sendi. Rheumatoid arthritis gejala termasuk perubahan inflamasi pada membran sinovial dan struktur artikular, namun ciri khas dari rheumatoid arthritis adalah polyarthritis simetris. . Menegakan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit. Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatann piramid terbalik yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan disabilitas. Mordibitas dan mortalitas RA berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi. Kemajuan yang cukup pesat dalam pengembangan DMARD biologik, memberi harapan baru dalam penatalaksanaan penderita RA.1 Maka berdasarkan skenario yang didapat seorang perempuan, 21 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jari-jari tangan dan pergelangan tangan kanan dan kiri
1
yang sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Pasien mengatakan ibunya juga sering nyeri sendi terutama sendi lutut kirinya. Pemeriksaan fisik – BB: 48kg, TB: 158cm, KU: Tampak sakit ringan, Kesadaran: Compos mentis, Suhu: 36.9⁰C, Nadi: 84x/menit, RR: 18x/menit, TD: 110/80mmHG, MCP 2-4. Terdapat tanda inflamasi dan proses nyeri tekan. Maka berdasarkan skenario tersebut penulis membuat hipotesis berupa perempuan 21 tahun menderita rheumatoid arthritis.
Anamnesis Tidak seperti dokter hewan, maka seorang dokter manusia harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasien atau keluarga dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan kesehatan. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke diagnosis penyakit tertentu. Di dalam ilmu kedokteran, wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis).2 a. Identitas: menanyakan nama, umur, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya pasien, keluarga,dll), dan keandalan pemberi informasi. b. Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang sedang dihadapinya. c. Keluhan utama biasanya berhubungan dengan sendi atau area sekitar sendi seperti nyeri, kaku, deformitas, dan penurunan fungsi. Gejala ini bisa timbul dari sendi atau struktur periartikular. Tanda-tanda radang, derajat nyeri dan durasi kaku di pagi hari perlu diselidiki dengan teliti. d. Riwayat penyakit sekarang (RPS):
2
•
Sendi mana yang terkena. Umumnya pergelangan tangan, jari tangan, siku, bahu, lutut
•
Adakah rasa nyeri? Jika iya tanyakan kapan dan di mana.
•
Adakah kaku, bengkak atau deformitas? Umumnya ada kaku di pagi hari selama lebih dari 1 jam
•
Apa akibat fungsionalnya? Apa yang tidak lagi bisa dilakukan pasien. Misalnya jarak berjalan, mampu berpindah tempat.
•
Adakah tanda sistemik seperti malaise, penurunan berat badan, atau gejala anemia.
•
Adakah sistem lain yang terkena? Adakah gejala anemia, bengkak pada pergelangan kaki (sindrom nefrotik), sesak napas (fibrosis paru).
e. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) dan obat-obatan: Apakah pasien menderita penyakit tersebut semenjak lahir, pernahkah pasien mengalami penyakit lain sebelumnya. Pernahkah pasien mengkonsumsi suatu obat. •
Bagaimana pola penyakit ? Sendi mana yang terkena?
•
Bagaimana aktivitas peradangan?
•
Pengobatan ada yang didapat pasien?
•
Pernahkah pasien menjalani bedah penggantian sendi, fisioterapi atau bantuan lain?
•
Adakah riwayat gangguan autoimun lain?
3
•
Obat apa yang pernah diterima pasien dan efek sampingnya. Misalnya: kortikosteroid dapat menimbulkan cushing; metotreksat dapat menimbulkan fibrosis paru.
•
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien saat ini.
•
Apakah pasien memiliki alergi, intoleransi, atau efek samping obat.
f. Riwayat Keluarga: umur, status anggota keluarga (hidup, mati) dan masalah kesehatan pada anggota keluarga. •
Adakah riwayat penyakit autoimun dalam keluarga
g. Riwayat psychosocial (sosial): stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal), faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan). •
Bagaimana pengaruh penyakit pada pekerjaan, keluarga, pasangan, atau anak.
•
Pernahkah melakukan adaptasi untuk memperbaiki mobilitas3
Pada kasus, seorang perempuan, 21 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri pada jarijari tangan, dan pergelangan tangan pada tangan kanan dan kiri sudah berlangsung selama 4 bulan ini. Pasien mengatakan ibunya juga sering nyeri sendi terutama pada lutut kirinya.
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisis mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuantemuan dalam anamnesis.2 Dibagi menjadi dua: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (status lokalis). Hal ini perluu untuk dapat melaksanakan Total Care karena ada kecendrungan di mana spesialisasi hanya memperhatikan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.4
4
1). Gambaran Umum
Keadaan Umum
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita mellihat pasien. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan, sedang, atau berat.2
Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Kesadaran pasien dapat digolongkan atas compos mentis, apatis, somnolen (letargia, obtundasi, hypersomnia), spoor (stupor), semikoma (koma ringan) dan koma.2
Tanda-Tanda Vital
1. Suhu Suhu tubuh normal adalah 36-37◦C. 2 2. Tekanan Darah Tekanan darah diukur dengan tensimeter (sfigmomanometer), yaitu dengan cara melingkarkan manset paada lengan kanan
cm di atas fossa cubiti anterior, kemudian
tekanan tensimeter dinaikan sambil meraba denyut a. radialis sambai kira-kira 20 mmHg diatas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil meletakan stetoskop pada fossa cubiti anterior diatas a. brakialis, atau sambil melakukan palpasi pada a. brakialis atau a. radialis. Dengan cara palpasi, hanya akan mendapatkan tekanan sistolik saja, tetapi dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut nadi korotkov.2 5
3. Frekuensi Nadi Yang normal adalah sekitar 80× per menit. Bila frekuensi nadi ≥100× per menit, disebut takikardia (pulsus frequent), sedangkan bila frekuensi nadi ≤60× per menit disebut bradikardia (pulsus rarus).2 4. Frekuensi Pernapasan Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24× per menit. Bila frekuensi pernapasan <16× per menit, disebut bradipneu, sedangkan bila frekuensi pernapasan >24× per menit disebut takipneu.2
Pemeriksaan sistemik dari kepala, leher, dada (thorax), perut (abdomen : hepar,
lien), kelenjar getah bening, serta kelamin4
Kemudian: ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang) 4
2). Keadaan Lokal Harus diperhatikan keadaan proksimal serta distal dari anggota terutama mengenai status neurovascular. Pada pemeriksaan orthopaedi / musculoskeletal yang penting adalah (Apley) : 4 1) Look (Inspeksi) 2) Feel (Palpasi) 3) Move (Pergerakan terutama mengenai lingkup gerak) Disamping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang penting untuk membuat kesimpulan kelainan apakan suatu pembengkakan atau atrofi serta membuat adanya selisih panjang (discrepancy). 1) Look (Inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain : 6
o Cicatrix (Jaringan parut baik yang alamiah maupun yang buatan, missal. Bekas pembedahan) o Cafe au lait spot (Birth Mark) o Fistulae o Warna kemerahan / kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi o Benjol / pembengkakan / cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa, misalnya rambut datasnya, dst. o Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas) o Jalannya (gait, waktu masuk kamar periksa) 2) Feel (Palpasi) Pada waktu mau meraba, terlebih dulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik si pemeriksa maupun si sakit, karena itu perlu selalu perhatikan wajah si sakit atau menanyakan perasaan si sakit. Yang dicatat adalah : o Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit o Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya oedema, terutama daerah persendian. o Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya Otot: Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang terdapat di permukaan tulang atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan itu perlu di diskripsi 7
(tentukan) permukaannya, konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya. 3) Move (Gerak) Setelah memeriksa feel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakan anggota gerak dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pada anak, periksalah bagian tidak sakit dulu, selain untuk mendapatkan kooperasi anak pada waktu pemeriksaan, juga untuk mengetahui gerakan normal si penderita. Pencatatan lingku gerak ini perlu, agar kita dapat berkomunikasi dengan sejawat lain dan evaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Apabila ada fraktur tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal didaerah fraktur (kecuali pada incomplete fracture). Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak. Kekakuan sendi disebut ankylosis dan hal ini dapat disebabkan oleh faktor intraartikuler atau ekstraartikuler. Intraartikuler : Kelainan / kerusakan dari tulang rawan yang menyebabkan kerusakan tulang subcondral; juga oleh karena kelainan ligament dan kapsul (simpai) sendi. Ekstraartikuler : Oleh karena otot atau kulit Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif (apabila penderita sendiri disuruh menggerakan) dan pasif (dilakukan pemeriksa). Selain pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui gangguan gerak, hal ini juga penting untuk 8
melihat kemajuan / kemunduran pengobatan. Dibedakan istilah contraction dan contracture. Contraction : apabila perubahan fisiologis Contracture : apabila sudah ada perubahan anatomis Pemeriksaan dilakukan pada anggota gerak atas dan bawah. Selain diperiksa pada duduk, berbaring juga perlu dilihat waktu berdiri dan berjalan. Berjalan perlu dinilai untuk mengetahui apakah pincang disebabkan karena : Instability Nyeri Discrepancy Fixed Deformity I. Anggota Gerak Atas a. Sendi Bahu Inspeksi bahu untuk melihat adanya deformitas, pelayuan, atau asimetri. Bahu harus dipalpasi untuk menemukan daerah nyeri tekan setempat. Rentang gerak untuk abduksi, aduksi, rotasi eksternal dan internal, dan fleksi diperiksa dan dibandingkan dengan sisi lainnya. Catatlah kalau ada nyeri.5 b. Sendi Siku Palpasi siku untuk mengetahui adanya pembengkakan, massa, nyeri tekan, atau nodulus. Untuk memeriksa pronasi dan supinasi, siku harus difleksikan 90: dan diletakan di atas meja. Pasien diminta memutar lengan bawah dan pergelangan
9
tangan ke bawah (pronasi), dan keatas (supinasi). Catatlah setiap keterbatasan gerak atau nyeri.5 c. Pergelangan Tangan Pada dasarnya merupakan gerak dari radio carpalia dan posisi netral adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari antebrachii. Diperiksa dengan gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar deviasi.4 d. Jari Tangan Ibu jari merupakan bagian yang penting, karena mempunyai gerakan aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi dan feksi. Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (meta carpal phalangeal joint) merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri sedangkan PIP (proximal inter phalanx) dan DIP (distal inter phalanx) hanya diukur fleksi dan ekstensi.4 II. Anggota Gerak Bawah4,5 1. Sendi Panggul Merupakan sendi peluru (ball and socket joint). Ruang lingkup sendi yang dicatat adalah : Fleksi dan Ekstensi Abduksi dan Adduksi Untuk melaksanakan pemeriksaan, maka pelvis harus difiksasi, karena kalau tidak difiksasi, maka ggerakan tersebut diatas tidak tercatat dengan baik, karena ada gerakan dari tulang belakang terhadap pelvis. Hal ini jelas kalau kita ingin mengetahui
10
adakah gangguan gerak karena adanya fixed deformity misalnya dengan cara pemeriksaan Thomas (Thomas Test)
2. Sendi Lutut Walaupun lutut merupakan sendi engsel, pada dasarnya juga terdapat gerakan rotasi yang disebut Screw home movement. Pencatatan gerak hanya terhadap fleksi dan ekstensi. 3. Pergelangan Kaki / Kaki Untuk memeriksa pergerakan ini perlu dilakukan fiksasi dan gerakan bagian lain kaki dengan memegang tumit dan dilakukan fleksi (plantar flexi) dan ekstensi (dorso flexi). Abduksi dan adduksi merupakan sebagian dari gerakan subtalar (talo calcaneal) 4. Tulang Belakang Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin masih mudah dicatat dengan derajat terapi fleksi dan ekstensi, biasanya selain dicatat dengan derajat dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu. Pertambahan panjang ukuran metric pada waktu bergerak fleksi atau ekstensi dari dua titik yang prominen atau garis yang menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tengak pada ketinggian tertentu. Ukuran panjang dengan lingkaran (diameter) ekstremitas perlu diukur. Dari skenario diketahui : o Berat badan : 48 kg o Tinggi badan : 158 cm 11
o Keadaan umum : Tampak Sakit Ringan o Kesadaran
: Compos Mentis
o Tekanan darah : 110 / 80 mmHg o Nadi : 84x / menit o Frekuensi Nafas : 18x / menit o Suhu : 36,9 : C
o Status : PIP 2-4 , MCP o Terdapat inflamasi dan nyeri tekan Pemeriksaan Penunjang ▪ Pemeriksaan radiologi Pada penderita RA, biasanya didapati tanda-tanda dekalsifikasi pada sendi yang terkena. Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA. Pemeriksaaan ini dapat memonitor progresifitas dan kerusakan sendi jangka panjang. Foto Rontgen, biasanya ditemukan deformitas tulang. Pada tahap awal penyakit, biasanya tidak ditemukan kelainan pada radiologi, kecuali pembengkakan jaringan lunak. Tetapi setelah sendi mengalami kerusakan yang lebih berat, maka dapat terlihat penyempitan ruang sendi, erosi tulang pada tepi sendi dan pengurangan densitas tulang, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Perubahan ini bersifat irreversible.
Gbr 1. Foto Rontgen rheumatoid arthritis 6 12
▪
Pemeriksaan Patologik Anatomik 7 Pada penderita reumatoid artritis, terlihat adanya hipertrofi dari vili pada sendi,
penebalan jaringan sinovial, adanya sebukan sel-sel radang mendadak dan menahun, jaringan fibrosit dan pusat-pusat nekrosis. Semua ini akan menghasilkan pembengkakan sendi yang amat nyeri, baik dalam keadaan diam maupun saat digerakkan. Dan pembentukan pannus yang amat cepat akan menerobos tulang rawan sendi, periosteum, dan seterusnya sehingga pada akhirnya sendi tersebut akan penuh dengan pannus yang berlapis-lapis. Bila pannus ini sudah mengisi seluruh rongga sendi, maka pannus ini lambat laun merupakan anyaman yang bertaut, sehingga akhirnya timbul ankilosis di mana sendi tidak dapat digerakkan. Proses penerobosan pannus ke dalam tulang akan berlangsung terus sehingga pada suatu saat tulang jadi rapuh dan hancur. Akibatnya timbul deformitas, subluksasi, luksasi bahkan destruksi yang hebat. Akibatnya, otot-otot di sekitar sendi tidak digunakan lagi dan timbul dis-used atrophy yang menyebabkan penderita akan cacat dan sendisendi besarnya juga mengalami ankilosis. ▪ Pemeriksaan cairan synovial 1.
Warna kuning sampai putih dengan derajat kekeruhan yang menggambarkan peningkatan jumlah sel darah putih.
2.
Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, menggambarkan adanya proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
Gbr 2. Perbedaan cairan sendi kuning keruh pada penderita rheumatoid artritis (kiri) dan cairan sendi pada penderita gout. 8
13
▪
1.
Pemeriksaan darah tepi 8
Leukosit : normal atau meningkat. Leukosit menurun bila terdapat splenomegali; keadaan ini dikenal sebagai Felty’s Syndrome.
2.
Anemia normositik atau mikrositik, tipe penyakit kronis.
▪
1.
Pemeriksaan kadar sero-imunologi 7
Rheumatoid factor + Ig M -75% penderita ; 95% + pada penderita dengan nodul subkutan. Sisanya dapat dijumpai hasil positif palsu pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, SLE, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis. Kadar rendah juga dapat ditemukan pada orang normal berusia di atas 70 tahun.
2.
Anti CCP (cyclic citrulinated peptide antibody) positif telah dapat ditemukan pada arthritis rheumatoid dini. Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi citrulline di darah. Asam amino citrulline ditemukan dalam cairan sendi penderita RA. Adanya citrulline ini akan menyebabkan sistem imu membentuk auto antibodi terhadap citrulline (anti CCP). Anti CCP ini biasanya dapat ditemukan pada sekitar 50-60% penderita RA awal sekitar 3-6 bulan setelah timbulnya gejala.
3.
C-reaktif protein biasanya meningkat. Peningkatan ini tampak pada 70-80% penderita. Biasanya meningkat menjadi > 0,7 picograms per mL, dapat digunakan untuk memantau penyakit saja.8 ▪
Pemeriksaan laboraturium terdapat: 7
1.
Test ANA positif
2.
LED meningkat Laju endap darah (LED) adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada artritis reumatoid nilainya dapat tinggi (dapat mencapai 100 mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai untuk memantau aktifitas penyakit. Artritis reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokromik melalui pengaruhnya pada sumsum tulang. 14
3.
Leukosit normal atau meningkat sedikit.
4.
Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
5.
Trombosit meningkat.
6.
Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
7.
Pada pemeriksaan x-ray, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalangeal dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan sendi dan erosi.7
Differential Diagnosis Osteoartitis9,10,11 Kelainan di sekitar rawan sendi tergantung pada sendi yang terkena, tetapi prinsipnya adalah adanya tanda-tanda inflamasi sendi, perubahan fungsi dan struktur rawan sendi seperti persambungan sendi yang tidak normal, gangguan fleksibilitas, pembesaran tulang serta gangguan fleksi dan ekstensi, terjadinya instabilitas sendi, timbulnya krepitasi baik pada gerakan aktif maupun pasif. Adanya
prediksi
OA
pada
sendi-sendi
yang
tertentu
(carpometacarpal
I,
metatarsophalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan , glenohumeral atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkeram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi dan dengan demikian lebih
15
sering lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama. Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki. Arthritis Gout / Pirai7,12,13,14 Gout yang juga disebut pirai ini merupakan kelainan metabolisme purin bawaan yang ditandai dengan peningkatan kadar asam urat serum dengan akibat penimbunan kristal asam urat di sendi yang menimbulkan artritis urika akut. Berbeda dengan RA, penyakit ini lebih sering ditemukan pada pria dengan ratio 20:1. Biasanya menunjukkan gejala pada usia dewasa muda dengan puncaknya setelah berusia 40 tahun. Penyakit ini sering menyerang sendi perifer kaki dan tangan, dan tersering mengenai persendian meta tarso falangeal ibu jari kaki.
Pada anamnesis, biasanya ditemukan keluhan sendi kemerahan disertai nyeri akut seringkali pada ibu jari kaki. Rasa sakit pada sendi dengan permulaan eksplosif dan khas menyerang sendi-sendi kecil terutama jari-jari kaki. Rasa sakit biasanya selalu berulang-ulang dengan sendi yang terkena bengkak, panas, kemerahan dan sakit, sering dijumpai thopi. Pada penderita seringkali terdapat batu ginjal. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan kadar asam urat meningkat, ditemukannya Kristal-kristal asam urat dalam cairan synovial sendi yang terserang.
16
Stadium awal berupa serangan monoartikuler yang ditandai dengan nyeri sendi hebat karena artritis akut. Biasanya terdapat kemerahan, pembengkakan, nyeri tekan lokal dan sendi tidak dapat digerakkan.
Artritis akut ini disertai demam dan leukositosis serta gambaran gejala selulitis dan artritis septik akut. Umumnya serangan berakhir dalam beberapa hari, akan tetapi serangan yang berat dapat menetap untuk beberapa minggu. Setelah beberapa tahun, 50% akan berkembang menjadi pirai bertophus. Tophus adalah nodul kecil yang terdiri dari kristal asam urat.
Artritis pirai kronik, ditandai dengan adanya pembengkakan dan kekakuan sendi. Pada stadium lanjut yang kronik ini serangan akut dapat terjadi. Pada foto rontgen, timbunan kristal asam urat murni memberi gambaran radiolusen sedangkan timbunan kalsium tampak radioopak. Pada pemeriksaan laboratorium, ditemukan hiperurisemia dan pada 50% penderita ditemukan kristal urat pada cairan sinovial atau tophus.
Pada penderita penyakit ini, dapat dipakai obat urikosurik yaitu probenesid dan sulfinpirazon yang bekerja menghambat reabsorpsi asam urat di tubuli ginjal. Kadar asam urat dalam duktus kolektivus meninggi sehingga kemungkinan timbul batu ginjal menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan minum banyak. Kemudian bisa diberikan allupurinol yang menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi pembentukan asam urat. Kadar asam urat ini perlu diturunkan sampai di bawah 7 mg%. Dengan menurunnya kadar urat, maka tophi lambat laut akan menghilang.
17
Arthritis Bakterialis1, 7, 12, 13, 15
Merupakan artritis septik akut akibat infeksi nonmikobakterial. Terdiri dari Artritis bakterialis nongonokokal dan artritis gonoroika.Arthritis bakterialis nongonokokal dikarenakan inflamasi sendi kronik pemakaian glukokortikoid, sering pecahnya nodul rheumatoid, pengunaan TNF-a Inhibitor dll. Gambaran klinis bakterialis nongonokokal adalah : nyeri dan pembengkakan sendi akut umumnya monoartikular (90%) terutama pada sendi lutut, umumnya ada penyakit yang mendasari, umumnya demam dan penurunan ROM (Range of motion). Artritis gonoroika adalah infeksi gonokokal genital yang tidak diobati, biasanya lebih banyak pada wanita daripada pria. Terkhususnya pada wanita saat hamil. Postpartum dan menstruasi dan juga pada kelompok usisa seks aktif. Jarang pada usia lebih dari 40 tahun. Gejala klinisnya adalah : poliartalgia berpindah-pindah, demam mengigil, tenosinovitas (umumnya dorsum manus, pergelangan tangan dan kaki, lutut), kelainan kulit (petikie, papula, pustula bula hemoragik, lesi nekrotik) dan efusi sendi.
Artritis tuberkulosis paling sering timbul pada tulang belakang dan memberikan gambaran osteomielitis tuberkulosis (penyakit Pott), dengan penyebaran ke dalam diskus intervertebralis. Seperti osteomielitis tuberkulosis, artritis tuberkulosis juga bersifat destruktif, yang berjalan lambat dan menyebabkan pengikisan pada permukaan sendi serta merusak tulang. Diagnosis dini sangat penting untuk mencegah kerusakan yang permanen. Systemic Lupus Erythematosus (SLE) 7, 12, 13
Sama seperti RA, SLE adalah gangguan autoimun sistemik. Penyakit ini ditandai oleh
18
adanya antibodi antinuklear. Manifestasinya bisa ditemukan pada berbagai organ sehingga gejala dan tandanya sangat banyak. Presentasi kliniknya termasuk ruam malar, atralgia, alopesia, perikarditis, gagal ginjal, defisit neurologis, atau bahkan gangguan psikiatrik, serta fotosensitif lupus eritematosus sistemik (SLE) ruam biasanya terjadi pada wajah atau ekstremitas, yang daerah terkena sinar matahari.
Pada SLE, terdapat gejala non spesifik termasuk nyeri sendi, penurunan berat badan dan limfadenopati. Meskipun penyebab spesifik dari SLE tidak diketahui, beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan penyakit, termasuk, ras, hormonal, dan lingkungan faktor genetik. gangguan kekebalan tubuh, baik bawaan dan diperoleh, terjadi pada SLE.
SLE biasanya dapat dibedakan jika ada lesi kulit terpajan pada area terang, rambut rontok, lesi mukosa hidung dan mulut, adanya erosi sendi pada arthritis jangka panjang, cairan sendi yang seringkali sampai < 2000 leukosit / μL terutama mononuklear sel, antibodi terhadap DNA double-stranded, penyakit ginjal, dan serum komplemen yang rendah.
Berbeda dengan RA, deformitas dalam SLE biasanya direduksi karena kurangnya erosi dan kerusakan pada tulang atau tulang rawan. Pada penderita SLE, pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat ada tidaknya: ruam malar yang ditandai oleh ruam erimatosa dan jembatan hidung (disebut ruam kupu-kupu), demam, anemia, limfadenopati, ulkus mulut, bengkak sendi (efusi dan nyeri tekan), takipnea (pertimbangan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, gagal ginjal disertai kelebihan cairan, efusi pleura, dan fibrosis paru), TD:periksa adanya hipertensi, gesekan perikard/pleural, edema pergelangan kaki, neuropati. Selain itu ditemukan pula defisit
19
neurologis, termasuk defisit fokal dan gangguan kognitif; gangguan psikiatrik, khususnya psikosis dan urin: proteinuria dipstik, hematuria, dan silinder.
Working Diagnosis
Rheumatoid Arthritis (RA) Gejala klinis utama RA adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada tulang rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umumnya bersifat simetris. Pasien dikatakan menderita RA jika memenuhi kriteria 1 – 4 yang diderita sekurang-kurangnya 6 minggu.16 Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Rheumatoid Arthritis, Revisi Tahun 198716 No Kriteria Definisi 1 Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangkurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal 2 Artritis pada 3 Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan daerah pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara persendian atau bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter lebih 3 Artritis pada Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan persendian seperti yang tertera di atas tangan 4 Artritis simetris Keterlibatan yang sama (seperti yang tertera di atas pada kriteria 2 pada kedua belah sisi). Keterlibatan PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal) bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris 5 Nodul Nodul subkutan pada penonjoloan tulang atau permukaan ekstensor rheumatoid atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter 6 Faktor Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa rheumatoid dengan cara memberikan hasil positif <5% kelompok kontrol yang serum positif diperiksa 7 Perubahan Perubahan gambar radiologis yang khas bagi RA pada pemeriksaan gambaran sinar-x, tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus radiologis menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan 20
osteoarthritis saja tidak memenuhi persyaratan)
Etiologi16
Walaupun faktor penyebab maupun pathogenesis RA yang sebenarnya hingga kini belum diketahui dengan pasti, faktor genetic seperti produksi kompleks histokompatibilitas utama kelas II (HLA-DR) dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. I.
Kompleks Histokompatibilitas Utama Kelas II Telah lama diketahui bahwa RA lebih sering dijumpai pada kembar monozygotic
dibandingkan dari kembar dizygotic. Akan tetapi bukti terkuat menunjukan bahwa RA memiliki predisposisi genetic diketahui dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompabilitas utama kelas II (MHC Class II determinants), khususnya HLA-DR4 dengan RA seropotif. Data dari beberapa penetitian menunjukan bahwa pasien yang mengemban HLADR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini. Molekul antigen MHC Class II dapat dideteksi secara serologis, baik dengan cara mencampurkan limfosit pasien dengan antibodi humoral terhadap HLA tertentu atau dengan melakukan mixed lymphocyte culture (MLC). Dengan cara MLC, saat ini sudah diketahui 5 subtipe dari HLA-DR4, yaitu Dw4, Dw10, Dw13, Dw14 dan Dw15. Perbedaan subtype ini ditentukan oleh susunan polipeptida pada variable domain β1. Kerentanan populasi manusia terhadap RA ternyata berbeda terhadap tiap ras. Pada orang kulit putih, kerentanan terhadap RA diketahui berhubungan dengan sutbtipe Dw4, dan orang jepang dengan Dw15. Berbeda dengan pola yang lazim, selain berhubungan dengan Dw10, kerentanan bangsa yahudi terhadap RA ternyata tidak berhubungan dengan HLA-DR4 akan tetapi dengan HLA21
DR1. Hal ini dapat diterangkan karena HLA-DR1 ternyata memiliki susunan rantai polipeptida variable domain β1 yang identic dengan subtype Dw14. II.
Hubungan Hormon Seks dengan Rheumatoid Arthritis Berbagai observasi telah menimbulkan dugaan bahwa hormon sex merupakan salah satu
faktor predisposisi penyakit ini. Sebagai contoh, prevalensi RA diketahui 3 kali lebih banyak diderita kaum wanita dibandingkan kaum pria. Rasio ini dapat mencapai 5 : 1 pada wanita dalam usia subur. Demikian pula remisi seringkali dijumpai pada pasien RA yang sedang hamil. Akan tetapi, walaupun masih banyak kontroversi dalam hal ini, beberapa observasi telah menunjukan bahwa penggunaan kontrasepsi oral atau penggunaan preparat estrogen eksternal bagi wanita yang telah menopause menimbulkan kesan terjadinya penurunan insidens penyakit ini. Walaupun demikian, dari meta-analisis yang dilakukan oleh Romieu dan kawan – kawan telah dapat disimpulkan bahwa penggunaan kontraseptif oral mengesankan adanya suatu efek protektif terhadap terjadinya RA, secara statistic hal ini tidak bermakna.17 III.
Faktor Infeksi sebagai Penyebab Rhematoid Arthritis
Sejak tahun 1930, faktor infeksi telah diduga merupakan penyebab RA. Dugaan faktor infeksi sebagai penyakit RA juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Dengan demikian timbul dugaan kuat bahwa RA sangat mungkin disebabkan oleh tercetusnya suatu proses autoimun oleh suatu antigen tunggal atau beberapa antigen tertentu saja. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab RA antara lain adalah bakteri, mycoplasma atau virus. Walaupun hingga saat ini belum berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan synovial, hal ini
22
tidak menyingkirkan kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya RA
Patofisiologi 7, 12, 13, 19, 20
Arthritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan adalah membran sinovial yang melapisi persendian. Inflamasi akan menyebar ke struktur sekitar sendi, termasuk kartilago artikular dan kapsula sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami inflamasi. Inflamasi ini ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Arthritis rematoid ini adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu yang tidak diketahui. Agen pemicunya bisa adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi secara antigenik. Biasanya respons antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respons ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami penyakit ini mulai membentuk antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut sebagai faktor rematoid (RF). RF akan menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis dan kerusakan jaringan. CD4 , T sel, fagosit mononuklear, fibroblas, osteoklas, dan neutrofil memainkan peran selular utama dalam patofisiologi RA, sedangkan limfosit B memproduksi autoantibodi (yaitu, arthritis faktor *RF+). Produksi sitokin abnormal banyak, kemokin, dan mediator inflamasi lain (misalnya, tumor nekrosis faktor alfa *TNF-alpha+, interleukin (IL) -1, IL-6, mengubah beta faktor 23
pertumbuhan, IL-8, faktor pertumbuhan fibroblast, trombosit yang diturunkan dari faktor pertumbuhan) telah ditunjukkan pada pasien dengan RA. Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respons inflamasi. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi tidak dapat digerakkan terutama pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang subcondral bisa menyebabkan 24
osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritisberbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.
Pasien dengan penyakit ringan memiliki kurang dari enam sendi yang terlibat, tidak ada erosi tulang pada x-ray dan tidak ada kegiatan RA luar sendi. Pasien dengan penyakit moderat 620 sendi yang terlibat dan mungkin telah penyempitan ruang sendi atau erosi pada x-rays. Parah RA pasien memiliki lebih dari 20 sendi yang terlibat, anemia, kerusakan sendi cepat pada x-ray dan aktivitas RA luar sendi.
Manifestasi Klinis
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi. 1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya. 2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interphalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
25
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam. 4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram. 5. Deformitas: kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerak ekstensi. 6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat. 7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
26
Tabel 1. Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987. 10 No Kriteria 1 Kaku pagi hari 2
3
4
5 6
7
-
Definisi Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan sekitarnya, sekurangkurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal Artritis pada 3 Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan daerah pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara persendian atau bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter lebih Artritis pada Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan persendian seperti yang tertera di atas tangan Artritis simetris Keterlibatan yang sama (seperti yang tertera di atas pada kriteria 2 pada kedua belah sisi). Keterlibatan PIP (proximal interphalangeal), MCP (metacarpophalangeal), atau MTP (metatarsophalangeal) bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris Nodul Nodul subkutan pada penonjoloan tulang atau permukaan ekstensor rheumatoid atau daerah juksta artikuler yang diobservasi oleh seorang dokter Faktor Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa rheumatoid dengan cara memberikan hasil positif <5% kelompok kontrol yang serum positif diperiksa Perubahan Perubahan gambar radiologis yang khas bagi RA pada pemeriksaan gambaran sinar-x, tangan posterior atau pergelangan tangan yang harus radiologis menunjukan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan osteoarthritis saja tidak memenuhi persyaratan)
Manivestasi Klinis Artritis Reumatoid Walaupun gejala AR dapat timbul berupa serangan poliartritis akut yang berkembang
cepat dalam beberapa hari, pada umumnya gejala penyakit berkembang secara perlahan dalam masa beberapa minggu. Dalam keadaan dini, AR dapat bermanifestasi sebagai palindromic rheumatism, yaitu timbulnya gejala monoartritis yang hilang timbul yang berlangsung antara 3 sampai 5 hari dan diselingi dengan masa remisi sempurna sebelum bermanifestasi sebagai AR yang khas. Dalam keadaan ini AR juga dapat bermanifestasi sebagai paurciarticular rheumatism,
27
yaitu gejala poliartritis yang melibatkan 4 persendian atau kurang. Kedua gambaran klinis seperti ini seringkali menyebabkan kesukaran dalam menegakkan diagnosis AR dalam masa dini. -
Manivestasi Artikular Manifestasi artikular ini dapat dibagi menjadi 2 kategori : 1. Gejala inflamasi akibat aktivitas sinovitis yang bersifat reversibel. 2. Gejala akibat kerusakan struktur persendian yang bersifat ireversibel. Adalah sangat penting untuk membedakan kedua hal ini karena penatalaksanaan kedua
kelainan tersebut sangat berbeda. Sinovitis merupakan kelainan yang umumnya bersifat reversibel dan dapat diatasi dengan pengobatan medikamentosa atau pengobatan non-surgikal lainnya. Pada fihak lain kerusakan struktur persendian akibat kerusakan rawan sendi atau erosi tulang periartikular merupakan proses yang tidak dapat diperbaiki lagi dan memerlukan modifikasi mekanik atau pembedahan rekonstruktif. Gejala klinis yang berhubungan dengan aktivitas sinovitis adalah kaku pagi hari. Kekakuan pada pagi hari merupakan gejala yang selalu dijumpai pada AR aktif. Berbeda dengan rasa kaku yang dapat dialami oleh pasien osteoartritis atau kadang-kadang oleh orang normal, kaku pagi hari pada AR berlangsung lebih lama, yang pada umumnya lebih dari 1 jam. Lamanya kaku pagi hari pada AR agaknya berhubungan dengan lamanya imobilisasi pada saat pasien sedang tidur serta beratnya inflamasi. Gejala kaku pagi hari akan menghilang jika remisi dapat tercapai. Faktor lain penyebab kaku pagi hari adalah inflamasi akibat sinovitis. Inflamasi akan menyebabkan terjadinya imobilisasi persendian yang jika berlangsung lama akan mengurang pergerakan sendi baik secara aktif maupun secara pasif. 28
Otot dan tendon yang berdekatan dengan persendian yang mengalami peradangan cenderung untuk mengalami spasme dan pemendekan. Fenomen ini terutama jelas terlihat pada otot intrinsik tangan yang berjalan sepanjang persendian metacarpophalangeal, (MCP) dan otot peroneus anterior yang berjalan sepanjang persendian talonavikularis pada arkus pedis. Deformitas persendian pada AR dapat terjadi akibat beberapa mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya sinovitis dan pembentukan pannus. Sinovitis akan menyebabkan kerusakan rawan sendi dan erosi tulang periartikular sehingga menyebabkan terbentuknya permukaan sendi yang tidak rata. Jika kerusakan rawan sendi terjadi pada daerah yang luas dan imobilisasi berlangsung lama, akan terjadi fusi tulang-tulang yang membentuk persendian. Lebih jauh pannus yang menginvasi jaringan kolagen serta proteoglikan rawan sendi dan tulang dapat menghancurkan struktur persendian sehingga terjadi ankilosis. Ligamen yang dalam keadaan normal berfungsi untuk mempertahankan kedudukan persendian yang stabil dapat pula menjadi lemah akibat sinovitis yang menetap atau pembentukan pannus yang memiliki kemampuan melarutkan kolagen tendon, ligamen atau rawan sendi. Gangguan stabilitas dapat jelas terlihat pada subluksasio persendian MCP akibat terjadinya perubahan arah gaya tarik tendon sepanjang aksis rotasi sehingga menyebabkan terbentuknya deviasi ulnar yang khas dan AR.21 Walaupun peran sinovitis dalam menyebabkan deformitas persendian berlaku bagi semua persendian, terdapat beberapa aspek khusus yang berhubungan dengan sendi tertentu.
29
Vertebra Servikalis Walaupun AR jarang melibatkan segmen vertebralis lainnya, vertebra servikalis merupakan segmen yang sering terlibat pada AR. Proses inflamasi ini melibatkan persendian diartrodial yang tidak tampak atau teraba oleh pemeriksaan. Gejala dini AR pada Vertebra servikalis umumnya bermanifestasi sebagai kekakuan pada seluruh segmen leher disertai dengan berkurangnya lingkup gerak sendi secara menyeluruh.21 Tenosinovitis ligamen transversum C1 yang mempertahankan kedudukan prosesus odontoid C2 dapat menyebabkan timbulnya gangguan stabilitas C1- C2. Mielopati dapat timbul akibat terjadinya erosi prosesus odontoin yang menyebabkan pengenduran dan ruptura ligamen sehingga menimbulkan penekanan pada medulla spinalis. Gangguan stabilitas sendi akibat peradangan dan kerusakan pada permukaan sendi apofiseal dan pengenduran ligamen juga dapat menyebabkan terjadinya subluksasio yang sering dijumpai pada C4-C5 atau C5 -C6. Gelang Bahu Peradangan pada gelang bahu akan mengurangi lingkup gerak sendi gelang bahu. Karena dalam aktivitas sehari-hari gerakan bahu tidak memerlukan lingkup gerak yang luas, umumnya pada keadaan dini pasien tidak merasa terganggu dengan keterbatasan tersebu. Walaupun demikian, tanpa latihan pencegahan akan mudah terjadi kekakuan gelang bahu yang berat yang disebut sebagai frozen shoulder syndrome. Siku Karena terletak superfisial, sinovitis artikulasio kubiti dapat dengan mudah teraba oleh pemeriksa. Sinovitis dapat menimbulkan penekanan pada nervus ulnaris sehingga menimbulkan
30
gejala neuropati tekanan. Gejala ini bermanifestasi sebagai parestesia jari 4 dan 5 akan kelemahan otot fleksor jari 5. Tangan Berlainan dengan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif jarang dijumpai, keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir selalu dijumpai pada AR. Gambaran swan neck deformities akibat fleksi kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi DIP serta boutonniere akibat fleksi PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur otot serta tendon fleksor dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak dijumpai pada AR Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat dijumpai nyeri atau disfungsi persendian akibat penekana nervus medianus yang terperangkap dalam rongga karpalis yang mengalami sinovitis sehingga menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome. Walaupun jarang, nervus ulnaris yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami penekanan dengan mekanisme yang sama. AR dapat pula menyebabkan terjadinya tenosinovitis akibat pembentukan nodul reumatoid sepanjang sarung tendon yang dapat menghambat gerakan tendon dalam sarungnya. Tenosinovitis pada AR dapat menyebabkan terjadinya erosi tendon dan mengakibatkan terjadinya ruptur tendon yang terlibat.
Panggul Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul akibat AR umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini keterlibatan sendi panggul
31
mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang tidak jelas atau gangguan ringan pada kegiatan tertentu seperti saat mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika destruksi rawan sendi telah terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih cepat dibandingkan gangguan pada persendian lainnya. Lutut Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada pemeriksaan. Herniasi kapsul sendi kearah posterior dapat menyebabkan terbentuknya kista Baker. 10 Kaki dan Pergelangan Kaki Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki merupakan gambaran yang khas AR. Karena persendian kaki dan pergelangan kaki merupakan struktur yang menyangga berat badan, keterlibatan ini akan menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat dibandingkan dengan keterlibatan ekstremitas atas. Peradangan pada sendi talonavikularis akan menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas berupa pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue tibialis posterior dapat pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat menimbulkan gejala parestesia pada telapak kaki. 10 -
Manifestasi ekstraartikular Walaupun artritis merupakan manifestasi klinis utama, tetapi AR merupakan penyakit
sistemik sehingga banyak penderita juga mempunyai manifestasi ekstraartikular. Manifestasi ekstraartikular pada umumnya didapatkan pada penderita yang mempunyai titer faktor reumatoid (RF) serum tinggi. Nodul reumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul reumatoid biasanya 32
ditemukan di daerah ulna, olekranon. Nodul reumatoid hanya ditemukan pada penderita AR dengan faktor reumatoid (sering titernya tinggi) dan mungkin dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xanthoma atau nodul yang berhubungan dengan demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohisyiocytosis. Manifestasi paru juga bisa di dapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi ekstraartikular seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang ditemui, tetapi sering memerlukan terapi spesifik. Manifestasi ekstraartikular AR dirangkum dalam tabel. Tabel 2. Manifestasi ekstraartikular AR Sistem organ
Manifestasi
Konstitusional
Demam, anoreksia, kelalahan, kelamahan, limfadenopati.
Kulit
Nodul reumatoid, accelerated rheumatoid nodulosis, rheumatoid vasculitis, pyoderma gangrenosum.
Mata
Scleritis,episcleritis, keratoconjuncitivs
Kardiovaskular
Pericarditis, efusi perikardial, edokarditis, valvulitis.
Paru-paru
Pleuritis, efusi pleura, interstitial fibrosis, nodul reumatoid pada paru.
Hematologi
Anemia penyakit kronik, trombositosis, eosinofilia, syndrome felty
Gastrointestinal
Xerostomia
Neurologi
Entrapment neuropathy, myelopathy
Ginjal
Amyloidosis, renal tubular acidosis, interstital nephritis.
Metabolik
Osteoporosis
33
Penatalaksanaan 7, 12, 14, 19, 20 A. Pengobatan non medika mentosa Langkah pertama dari program penatalaksanaan artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode- metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa - masa di mana pasien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan pasien dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien RA dengan cara:
- Mengurangi rasa nyeri - Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi - Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot 34
- Mencegah terjadinya deformitas - Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri - Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam pengobatan RA telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam penatalaksanaan RA. Fisioterapi / latihan
Disamping itu latihan - latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan. Latihan ini dilakukan sebagai pencegahan terhadap cacat yang lebih lanjut dan bila sudah terjadi cacat, dicoba dilakukan rehabilitasi bila masih memungkinkan.
- Di samping bentuk latihan, sering pula diperlukan alat bantu. Oleh sebab itu, pada pengobatan fisioterapi tercakup pengertian tentang rehabilitasi termasuk: - pemakaian alat bidai, tongkat, tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat ortotik lainnya - mekanoterapi yaitu alat mekanik untuk latihan - pemanasan baik hidroterapi maupun elektroterapi
35
- occupational therapy - Untuk menilai kemajuan hasil pengobatan dapat dipakai parameter: - tentang lamanya morning stiffness - berapa banyaknya sendi yang nyeri bila berjalan atau digerakkan - kekuatan menggenggam yang dinilai dengan sphygnomanometer/tensi meter - waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.
B. Pengobatan medika mentosa
Beberapa contoh obat yang dapat diberikan antara lain:
1. Analgesik (penghilang rasa sakit). Ini tidak mengurangi peradangan namun dapat membantu dengan kontrol nyeri. Contohnya:
- Acetaminophen dengan kodein (seperti Tylenol dengan kodein). - Acetaminophen dengan xanax (seperti Vicodin). - Tramadol. - Propoxyphene (seperti Darvon).
2. NSAID
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Obat ini bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan sintesis prostaglandin dengan cara menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
36
Akan tetapi, obat ini tidak memperlambat kemajuan RA. Maka dari itu, penderita RA sedang sampai parah sering membutuhkan obat tambahan untuk mencegah kerusakan sendi lebih lanjut. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
Semua NSAID secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas NSAID yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis terutama jika NSAID digunakan bersama obat obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping gastrointestinal akibat NSAID. Pada penderita yang sensitif dapat digunakan preparat NSAID yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidic. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAID antara lain adalah reaksi hiper-sensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta pe-nekanan sistem hematopoetik.
3. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai antiinflamasi dan imunosupresi. Golongan ini bekerja dengan antigen limfosit sel T, menghambat prostaglandin dan sintesa leukotrien. Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metil prednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius. Oleh karena itu, kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan RA dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa karena obat ini mempunyai efek 37
samping yang sangat berat. Obat ini bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD bekerja, kemudian dihentikan secara bertahap terutama pada pasien dengan simptom berat. Penggunaan kortikosteroid ini dapat diberikan secara suntikan intraartikular dengan infeksi disingkarkan terlebih dahulu.
4. Obat remitif (DMARD)
Selain obat-obatan penghilang nyeri dan radang, pasien juga harus sesegera mungkin perjalanan
mendapat
pengobatan
penyakit
awal
konvensional
yang
(disease
progresif modifying
dengan
obat
perubah
antirheumatic
drugs
(DMARD)). DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthrotis reumatoid.
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas. Obat ini harus diberikan pada semua pasien RA, kecuali yang mempunyai kontra indikasi.
First line pengobatan ini dapat menggunakan metotrexat, hidroxy klorokuin, sulfasalazine, dan leflunomid. Obat lain yang digunakan antara lain azatioprin, penisilamin, garam emas, siklosporin. Apabila terapi tunggal tidak efektif mengobatinya, maka dapat menggunakan kombinasi dua atau lebih DMARD seperti kombinasi metotrexate dengan siklosporin atau metotrexate dikombinasikan dengan sulfasalazin dan hidroxy klorokuin.
38
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a.
Klorokuin, paling banyak digunakan
karena
harganya
terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik. b.
Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500
mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia. c.
D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis
250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan glomerulonefritis. d.
Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi
meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek 39
samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan secara oral dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih jarang dijumpai, namun efektivitas kurang dan pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis. e.
Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk artritis reumatoid masih dalam penelitian.
f.
Biological agent. 22
Ada berbagai jenis agen biologik:
Modulator sel darah putih termasuk: abatacept (Orencia) dan rituximab (Rituxan)
Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor meliputi: adalimumab (Humira), etanercept
(Enbrel), infliximab (Remicade), golimumab (Simponi), dan certolizumab (Cimzia)
Interleukin-6 (IL-6) inhibitor: tocilizumab (Actemra)
Agen biologis bisa sangat membantu dalam mengobati rheumatoid arthritis. Namun, orang yang memakai obat ini harus diawasi sangat erat karena faktor risiko yang serius: infeksi dari bakteri, virus, dan jamur, leukemia.
40
C.
Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi (penghapusan lapisan sendi atau sinovinum), artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya. Pada titik tertentu, penggantian sendi total dibutuhkan. Dalam kasus ekstrim, total lutut, penggantian pinggul, penggantian pergelangan kaki, penggantian bahu, dan lain-lain dapat dilakukan.
Proses pembedahan lain yang mungkin dilakukan antara lain arthrodesis (fusi gabungan) dapat membawa stabilitas dan menghilangkan rasa sakit, tetapi hanya dengan harga mobilitas sendi menurun. Synovectomy (pengangkatan destruktif, berkembang biak sinovium, biasanya di pergelangan tangan, jari, dan lutut) dapat menghentikan atau menunda perjalanan penyakit.
Komplikasi 7, 12, 13, 23
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang serius pada RA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi pada tulang dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasi-komplikasi ini terjadi tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal.
Rheumatoid arthritis adalah bukan hanya penyakit kerusakan sendi. Hal ini dapat melibatkan hampir semua organ. Masalah yang mungkin terjadi meliputi: 41
o Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. o Anemia karena kegagalan sumsum tulang untuk menghasilkan cukup sel-sel darah merah baru o Kerusakan pada jaringan paru (paru artritis) o Cedera pada tulang belakang saat tulang leher menjadi tidak stabil sebagai akibat dari RA. o Reumatoid vaskulitis (radang pembuluh darah) yang dapat menyebabkan bisul dan infeksi kulit, pendarahan tukak lambung, dan masalah saraf yang menyebabkan nyeri, mati rasa, atau kesemutan. Vaskulitas juga dapat mempengaruhi otak, saraf, dan jantung, yang dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, atau gagal jantung. o Pembengkakan dan peradangan pada lapisan luar jantung atau perikarditis dan dari otot jantung (miokarditis). Kedua kondisi ini dapat menyebabkan gagal jantung kongestif. o Sindrom Sjogren yang merupakan gangguan autoimun di mana kelenjar yang memproduksi air mata dan ludah yang hancur. Kondisi ini dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk ginjal dan paru-paru.
Prognosis 12, 19
Tidak adanya RF tidak selalu meramalkan prognosis yang baik. Hasil dapat terganggu ketika diagnosis dan pengobatan tertunda. Penanda laboratorium lain prognosis yang buruk meliputi bukti radiologis awal cedera tulang, anemia persisten dari penyakit kronis, peningkatan kadar komponen komplemen, dan adanya antibodi anti-CCP.
42
RA yang tetap terus-menerus aktif selama lebih dari satu tahun kemungkinan akan menyebabkan deformitas sendi dan kecacatan. Periode kegiatan berlangsung hanya beberapa minggu atau beberapa bulan diikuti oleh remisi spontan meramalkan prognosis yang lebih baik
Perjalanan penyakit dan hasil pengobatan rhematoid arthritis pada setiap pasien tidak dapat diprediksi. Terdapat beberapa faktor yang menjadikan prognosis buruk pada pasien antara lain:
Poliarthritis generalisa di mana jumlah sendi yang terkena lebih dari 20.
LED dan CRP yang tinggi meskipun sudah menjalani terapi.
Manifestasi ekstraartikular, misalnya nodul
Faktor rhematoid positif
Ditemukannya erosi pada radiografi polos dalam kurun waktu 2 tahun sejak onset.
Status HLA-DR4.
Spektrum beratnya penyakit ini berkisar dari ringan atau subklinis sampai bentuk agresif atau destruktif yang berkaitan dengan angka kematian yang tinggi.
Prognosis sangat ditentukan dari tipe onset penyakitnya (Tabel 3).
Tipe Onset
Subtipe
Klinis
Prognosis
Poliartritis
RF+
Wanita
Buruk
Usia lebih tua Tangan/pergelangan Erosi sendi Nodul 43
Non remisi ANA+
Wanita
Baik
Usia muda Seronegatif
-
Tidak tentu
ANA+
Wanita
Sangat baik
Oligoartritis
Usia muda
RF+
Uveitis
Kurang baik
Poliartritis
Buruk
Erosi Non Remisi HLA-B27+
Laki-laki
Baik
Seronegatif
-
Baik
Sekitar 70-90% penderita ARJ sembuh tanpa cacat, 10% menderita cacat sampai dewasa, sebagaian diantaranya akan berkembang menjadi bentuk dewasa disertai kecacatan.
Faktor Resiko 7, 12, 20, 24
1.
Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun. 2.
Jenis Kelamin
Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan di bawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih 44
sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis AR. 3.
Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai contoh, pada ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR. 4.
Suku
Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. AR lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan. 5.
Obesitas (Kegemukan)
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula). 6.
Aktifitas/mobilitas yang berlebihan
Aktifitas penderita dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan perhatian
45
yang lebih, karena ketika penderita dengan kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi penderita yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga penderita dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal penderita yang tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas maksimal. 7.
Lingkungan
Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar penderita yang cukup dingin, maka penderita akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan. Pencegahan Rheumatoid arthritis tidak memiliki pencegahan diketahui. Namun, seringkali mungkin untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada sendi dengan pengobatan dini yang tepat. Olah raga secara rutin. Semua jenis olah raga dapat dilakukan sejauh nyeri atau pembengkakan tidak bertambah. Kompres panas atau dingin dapat membantu meredakan nyeri. Kompres panas dapat meredakan rasa kaku sedangkan kompres dingin menyebabkan daerah yang sakit menjadi mati rasa. Mandi air panas juga dapat membantu melemaskan otot-otot dan 46
meredakan rasa nyeri. Pertahankan berat badan normal. Berat badan yang berlebihan memberikan tekanan yang lebih besar pada persendian sehingga meningkatkan risiko nyeri lutut, panggul, dan punggung. Beritahu pasien tentang obat yang diperlukan dan cara penggunaannya: nama obat, dosis, frekuensi penggunaan, dll Beritahu pasien tentang kemungkinan efek samping dari preparat artritis
Penutup Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses patologi utamanya terjadi di cairan sinovial. Penderita artritis reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-tanda peradangan sistemik. Biasanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam, hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi. Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit artritis reumatoid ini antara lain jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi. Penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul menyebabkan gangguan aktivitas fisik, psikologis, dan kualitas hidup menderita. Prognosis untuk kehidupan penderita tidak membahayakan, akan tetapi kesembuhan penyakit sukar tercapai. Untuk itu, pengobatan perlu diberikan dengan tujuan untuk menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah dan/atau memeperbaiki deformitas. 47
Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap. Perjalanan penyakit AR sangat bervariasi,bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien AR akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Penyebab kematian pada AR umumnya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernafasan, gagal ginjal dan penyakit saluran cerna. Untuk menentukan kemajuan pengobatan di pakai parameter: lamanya morning stiffness, banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/ berjalan, waktu yang diperlukan untuk berjalan 1015 meter, peningkatan LED, jumlah obat-obatan yang digunakan.
Daftar Pustaka 1. Sudoyono A W, Setiyohadi B, Alwi I dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V. Jakarta: Interna publishing; 2009.h. 2445-95. 2. Setiyohadi B. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.4. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2007: 20-4, 523. 3. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007. hlm. 196-7. 4. Reksoprodjo S, dkk. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: FKUI; 2003: 454-64. 5. Swartz MH. Buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: EGC; 2005: 310-33. 6. Dani R. Merokok dapat meningkatkan resiko reumatoid artritis. 4 Juni 2009. diunduh dari : http://biofir.info/merokok-dapat-meningkatkan-resiko-rheumatoid-arthritis/. 22 Maret 2013 7. Junadi P, Soemasto AS, dan Amelz H. Kapita selekta kedokteran. Ed 2. Jakarta: Media aesculapius; 1982. hlm 143-56 8. Cell count and differential count for synovial fluid analysis. 8 Desember 2010. Diunduh dari: http://meded.ucsd.edu/isp/1994/im-quiz/amono.htm. 22 Maret 2013 9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadribata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5 Jilid 3. Jakarta: Interna publishing 2009. 48
10. Robbins. Buku Ajar Patologi Volume 2. Edisi 7.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.cetakan 1: 2007. Hal 862-864. 11. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit dalam. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2006. 12. Suarjana I. Ilmu penyakit dalam. Artritis Reumatoid. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hlm.2495-509. 13. Smith HR. The Medscape Journal of Medicine. Rheumatoid arthritis. September 2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/331715-overview. 22 Maret 2013. 14. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.hlm.464-6. 15. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III. Jakarta: Media Aeculapius;2001.hal.536-39 16. Daud R, Soeroso J,Tehupeiory ES, Isbagio H, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.4. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing; 2007: 1174-81, 95-201, 208-210, 214-220. 17. Romieu I, Hernandez-Avila M, Liang MH. Oral contraceptives and risk of rheumatoid arthritis. A Meta-Analysis of a Conflicting Literature; 2007. 18. Carter, Michael A.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : Buku kedokteran EGC. Cetakan 1: 2006. Hal.1385-1406. 19. Medlineplus medical encyclopedia. Rheumatoid arthritis. 2 Juni 2010. Diunduh dari: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000431.htm 22 Maret 2013 20. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.hlm. 374-9, 384-6. 21. Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Jakarta; 2005. 22. J. adam rindfleisch, daniel muller. Rheumatoid arthritis. 7 februari 2010. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ . 22 Maret 2013. 23. Wiley J dan Blackwell. ABC of rheumatology. Ed 4. Jakarta: EGC;2010. hlm. 71-8. 24. Sabiston. Buku ajar ilmu bedah. Ed. 1. Jakarta: EGC; 1994.hlm 1234-5.
49