BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI & SARAN 5.1 Simpulan Tujuan awal dari penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan di antara masing-masing dimensi celebrity worship dan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal. Hasil penelitian menunjukkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara celebrity worship dimensi entertainment-social dan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada fans JKT48 dewasa awal, dan tidak terdapat hubungan antara celebrity worship di dimensi intense-personal dan borderlinepathological dan compulsive buying dalam membeli merchandise idola dan pada fans JKT48 usia dewasa awal.
5.2 Diskusi Penelitian mengenai hubungan celebrity worship dan compulsive buying dalam membeli merchandise pada fans JKT48 dewasa awal di Jakarta ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara celebrity worship pada dimensi entertainment-social fans JKT48 dewasa awal dan compulsive buying dalam membeli merchandise idola. Arah korelasi menunjukkan hasil positif yaitu searah, yang berarti semakin tinggi nilai celebrity worship dimensi entertainment-social individu fans JKT48 dewasa awal, maka semakin tinggi pula compulsive buying individu fans JKT48 dalam membeli merchandise idola, dan sebaliknya. Menurut Maltby (2005), individu pada celebrity worship dimensi entertainment-social melakukan kegiatan celebrity worshipper untuk kabur dari realita dan lari dari perasaan negatif. Hal ini sesuai dengan Edwards (1992) yang menyatakan bahwa individu dengan compulsive buying melakukan pembelanjaan yang berlebihan dan berulangulang untuk megurangi perasaan negatif. Dittmar (2005) juga menyatakan bahwa compulsive buying adalah sebagai suatu manifestasi individu yang mencari perbaikan suasana hati dan peningkatan rasa percaya diri dengan membeli produk atau barang.
45
46
Menurut
Maltby
(2006),
individu
celebrity
worship
dimensi
entertainment-social senang membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan idola bersama teman yang mengidolakan selebriti yang sama, dan senang berada di dalam kelompok yang mempunya idola yang sama. Menurut penelitian Chiou, Huang & Chuang (2005), kekuatan pengaruh dari kelompok sosial mempengaruhi niat pembelian merchandise idola, dimana pada penelitian ini, fans JKT48 yang berada di dimensi entertainment-social yang suka berada di dalam suatu kelompok sosial sesama penggemar idola yang sama, membeli merchandise karena pengaruh kelompok sosialnya yang juga menggemari JKT48. Sedangkan, celebrity worship dimensi intense-personal dan borderlinepathological tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan compulsive buying dalam membeli merchandise idola. Hasil penelitian ini berbeda jika dibandingkan dengan penelitian serupa sebelumnya, dimana menurut hasil penelitian Maltby, dkk (2005), celebrity worship dimensi intense-personal kerap berhubungan dengan aspek mental health seperti body image, self-esteem, selfcontrol. Menurut Maltby (2005) pula, celebrity worship dimensi entertainmentsocial dan borderline pathological tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kesehatan mental. Namun penelitian lain juga menemukan bahwa keseluruhan dari skala CAS celebrity worship, cenderung menimbulkan narcissistic features, dissociation, addictive tendencies, stalking behavior, dan compulsive buying (Sansone, 2014). Penelitian Maltby et al (2004) menemukan hasil bahwa dalam hal kesehatan mental dari dimensi celebrity worship, yang secara signifikan berhubungan dengan kesehatan mental adalah dimensi intensepersonal, namun dalam penelitian ini, intense-personal tidak berhubungan dengan compulsive buying dalam membeli merchandise idola pada fans JKT48. Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian yang sudah pernah ada, terletak pada jenis fans di dalam fandom JKT48. Menurut Satvika (2013), terdapat tiga jenis fans JKT48, salah satunya adalah fans yang benar-benar mengikuti perkembangan personil favoritnya dari waktu ke waktu, sehingga cara yang dilakukan untuk dapat memantau perkembangan tersebut adalah dengan bertemu langsung lewat pertunjukan teater, event handshake, event meet & greet dan
47
sebagainya, dengan kata lain membeli merchandise bukanlah prioritas yang utama. Konsep bisnis musik yang dibawa oleh JKT48 ke Indonesia berbeda dari artis lainnya di Indonesia, konsep idola lain di Indonesia adalah idola yang sudah matang, sudah siap jadi bintang terkenal dan siap dikonsumsi masyarakat, sedangkan JKT48 adalah sekumpulan remaja wanita yang tadinya sama sekali tidak bisa menari bahkan menyanyi, dan para fans secara langsung dilibatkan untuk melihat proses idolanya berkembang dari mulai tidak bisa apa-apa sampai mampu menampilkan pertunjukan menari dan menyanyi yang sempurna, saat fans terlibat di dalam proses pembentukan idolanya di JKT48, lambat laun mereka akan merasa terikat secara emosional (Documentary of MetroTV, Sudut Pandang “Demi Sang Idola”), dimana jika seorang fans JKT48 merasa terikat secara emosional, ia akan mengikuti perkembangan idolanya dengan cara bertemu langsung seperti menonton pertunjukan teater, menonton konser, menghadiri acara met & greet, membeli tiket handshake. Hal ini sejalan dengan teori celebrity worship dimensi intense-personal dari Maltby (2006) dimana pada dimensi ini, individu merefleksikan perasaan intensif dan empati terhadap idolanya, hampir sama dengan tendesi obsesif dan juga merasa mempunyai ikatan secara emosional. Jika dikaitkan dengan fandom JKT48, fans yang merasa mempunyai ikatan terhadap idolanya (intense-personal), merefleksikan perasaan intensif dan empati, mereka cenderung mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang membuat mereka bisa bertemu langsung dengan idolanya seperti tiket pertunjukan teater, tiket handshake (bersalaman), tiket konser, tiket twoshot (foto berdua), tiket private meet & greet dan sebagainya daripada mengeluarkan uang untuk membeli merchandise. Hal ini juga berlaku pada fans JKT48 yang berada pada dimensi celebrity worship borderline-patholigical, yang sejalan dengan penelitian dari Randy & Lori (2014) menjelaskan bahwa pada tingkatan ketiga celebrity worship, individu akan menunjukkan empati yang berlebihan atas kesuksesan dan kegagalan selebriti idolanya. Pada hasil pengolahan data penelitian ini, ditemukan juga bahwa lebih banyak responden pria fans JKT48 yaitu sebanyak 228 responden, dimana persentase pada masing-masing dimensi entertainment-social adalah 78.4% atau
48
69 responden pria, di dimensi intense-personal sebanyak 79.5% atau 70 responden pria dan pada dimensi borderline-pathological sebanyak 74.8% atau 89 responden pria. Menurut Aoyagi (1999, dalam Darfiyanti & Putra, 2012), umumnya banyak pria dewasa yang menyukai idola wanita yang memiliki image imut, karena dari situlah didapatkan gambaran ideal yang diharapkan, yaitu sosok gadis muda yang manis, yang akan menjadi istri dan ibu yang baik, dimana hal ini mungkin saja terjadi karena idola adalah selebriti yang ditampilkan sebagai gambaran sosok pasangan ideal. Survey yang dilakukan oleh Pitra Satvika dari PT. Stratego Optima mengenai JKT48 yang melibatkan 600 responden fans JKT48, menghasilkan sekitar 82% dari keseluruhan responden adalah laki-laki. Kelemahan pada penelitian ini terletak pada kurangnya data kontrol mengenai aktivitas yang dilakukan para fans JKT48 terkait perilaku celebrity worship mereka terhadap personil JKT48, misalnya terdapat aktivitas pembelian tiket meet & greet, tiket konser, tiket utuk foto bersama, tiket handshake dan lainnya, di luar dari pembelian merchandise saja. 5.3 Saran Dengan adanya penelitian ini yang dikhususkan pada fandom JKT48, maka peneliti memberikan saran untuk penelitian serupa selanjutnya bagi peneliti yang ingin menilik lebih dalam mengenai celebrity worship dan hubungan dengan aspek mental health lainnya pada fandom JKT48. Untuk saran teoritis, peneliti selanjutnya diharapkan dapat mencantumkan data kontrol yang menjabarkan range pengeluaran pembelian merchandise idola dan pertanyaan apakah individu membeli merchandise idola secara berkala atau tidak. Karena pada penelitian ini tidak ada data kontrol mengenai biaya yang dikeluarkan untuk membeli merchandise idola. Dengan adanya data kontrol tersebut, diharapkan akan ada tambahan data yang dapat saling dihubungkan untuk hasil penelitian selanjutnya dan juga sebagai acuan dalam menentukan alat ukur yang tepat. Saran teoritis lainnya, pertanyaan penelitian untuk compulsive buying, dapat dikembangkan lebih lanjut ke arah pembelian barang yang diiklankan oleh anggota JKT48 karena konteks jual beli barang dan idola tidak hanya terjadi pada merchandise tetapi juga pada produk komersil yang
49
diiklankan selebriti(celebrity endorser). Kemudian, untuk penelitian selanjutnya pula, pertanyaan penelitian untuk compulsive buying dapat dipersempit ke arah pembelian tiket pertunjukan teater JKT48 yang rutin diadakan setiap hari, tiket handshake, tiket two-shot (foto berdua), tiket meet & greet, tiket konser dll yang `
tidak termasuk dalam merchandise. Peneliti juga memberi saran praktis yang dapat diterapkan langsung secara nyata, misalnya para fans JKT48diharapkan agar membuat budgeting, sehingga pos pengeluaran keuangan dalam membeli merchandise JKT48 dapat terkontrol sehingga tidak menjadi kompulsif dalam membeli. Saran praktis lainnya adalah, membuat seminar atau diskusi terbuka mengenai celebrity worship khusus bagi fans JKT48 dengan tujuan agar mereka aware dengan tingkatan celebrity worship yang mereka miliki, serta dampak positif dan negatif pada tiap tingkatan celebrity worship.
50