BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu, peneliti juga mencantumkan saran yang sekiranya dapat membantu untuk membangun penelitian kedepannya.
5.1 Simpulan Setelah dilakukan pengolahan data, hasil uji korelasi pada penelitian ini menunjukan bahwa : Pada penelitian ini dilakukan pengolahan data untuk membuktikan masing-masing hipotesis, dari hasil pengolahan data tersebut didapatkan hasil sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 3. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 4. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 5. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang.
1
6. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 7. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. 8. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang.
5.2 Diskusi Ditinjau dari hasil kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dan buck passing. Selain itu ada faktor atau variabel diluar variabel strategi regulasi emosi yang memiliki hubungan dengan gaya pengambilan keputusan, salah satunya adalah dukungan sosial. Dukungan sosial dapat memberikan keberanian dan meningkatkan self-esteem. Orang dengan dukungan sosial akan lebih fokus terhadap aspek positif dari situasi yang negatif – cara untuk menilai situasi negatif yang mereka alami. Dukungan
sosial
berhubungan dengan strategi regulasi seseorang yaitu dengan cara melakukan cognitive reappraisal. Adanya hubungan suportif dapat mendorong individu untuk menggunakan strategi regulasi emosi yang baik (Cobb, 1976 dalam Rami, 2013). Dukungan sosial yang diberikan oleh anggota sosial (keluarga, teman, ataupun lingkungan) yang pernah mengalami kejadian di masa lalu dapat memberikan nasihat mengenai apa yang harus dan tidak harus dilakukan. Anggota masyarakat diyakini dapat meyakinkan seseorang untuk bertindak dalam perilaku yang baik, seperti latihan, mengkonsumsi makanan sehat, dan istirahat yang cukup yang tidak hanya dapat mengurangi stress, tetapi juga meningkatkan kemampuan seseorang dalam mengatasi situasi yang menyebabkan stress (House & Wells, 1978 dalam Rami, 2013). Adanya dukungan sosial yang positif juga
2
dapat mendorong seseorang untuk untuk lebih fokus pada aspek positif dari situasi stress (Pearlin & Schooler, 1978). Disisi lain, Rami (2013) menyebutkan adanya dukungan sosial yang negatif dapat mempengaruhi kemampuan individu dalam melakukan coping stress dengan cara yang disfungsional, misal adanya dukungan sosial yang negatif dapat mengarahkan individu untuk melakukan appraisal terhadap situasi stres dalam cara yang tidak sehat/ seperti tercermin dalam tindakan- tindakan buruk salah satunya adalah kenakalan remaja. Hal ini sesuai dengan wawancara yang dilakukan oleh peniliti dengan Kepala Lapas Anak Pria Tangerang dengan Bapak M. Rizal Fuadi, Amd., SH dapat disimpulkan bahwa Andik yang terjerat di dalam LAPAS rata-rata mempunyai permasalahan baik dari keluarga maupun dari lingkungan serta teman sepermainannya seperti cara orang tua dalam mengasuh anaknya, kondisi ekonomi keluarga, ketidakpedulian dari orang tua, kurangnya kasih sayang dari orang tua, mempunyai lingkungan keluarga yang broken home, teman-teman yang tidak berpengaruh baik dalam pergaulannya, dan banyak faktor lain yang mendukung anak melakukan kenakalan remaja. Hal ini membuktikan bahwa remaja yang melakukan kenakalan umumnya kurang memiliki kontrol diri, jika seseorang dapat mengontrol dirinya dengan baik maka ia akan dapat meregulasi emosinya dengan baik pula. Selain itu sisi pemantauan dari orang tua maupun dukungan sosial lain dari rekan sebaya maupun lingkungan yang sangat kurang baik mengakibatkan perkembangan emosi anak menjadi terhambat. Hasil dari penelitian ini dilakukan melalui SPSS 20, diketahui bahwa korelasi antar dimensi, peneliti mendapatkan hasil koefisien korelasi diantara dimensi cognitive reappraisal dengan vigilance sebesar 0,290 dengan p<0,05 yaitu 0,009 hal ini berarti bahwa terdapat hubungan positif yang cukup antara cognitive reappraisal dengan vigilance. Hal ini sesuai dengan teori menurut John & Gross (2013) bahwa cognitive reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan menafsirkan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara yang mengubah dampak emosional. Sedangkan Menurut Mann et al (1997), Menurut Mann et al (1997) vigilance merupakan gaya pengambilan keputusan yang paling efektif, dimana individu mempertimbangkan tujuan dan sasaran dari situasi yang membutuhkan solusi, individu mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan tujuan, menguraikan strategi untuk
3
mencapai tujuan tersebut, dan mencapai keputusan yang paling efektif serta mencapai hasil yang diinginkan dengan adanya konsekuensi terburuk yang sangat kecil. Jadi, kemampuan seseorang yang dapat meregulasi emosinya dengan baik ketika saat ingin mengambil suatu keputusan individu akan mengutamakan ketenangan dan berhati-hati serta mencari informasi sebanyak mungkin untuk menghasilkan sebuah keputusan yang sesuai dengan tujuan individu. Pada dimensi cognitive reappraisal dengan buck passing diketahui bahwa koefisien korelasi sebesar -0,305 dengan p<0,05 yaitu 0,006 hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Cognitive Reappraisal dengan Buck Passing. cognitive reappraisal dengan buck passing berkorelasi secara negatif, hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi cognitive reappraisal semakin rendah buck passing, begitupun sebaliknya. Pada teori John & Gross (2013) dikatakan bahwa cognitive reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan menafsirkan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara yang mengubah dampak emosional. Sedangkan Menurut Mann et al (1997), buck passing melibatkan penghindaran dalam pengambilan keputusan, pengambilan keputusan melalui orang lain yang bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan diri seseorang serta terkait dengan adanya keraguraguan dalam mengambil keputusan. Dari hasil tersebut bahwa individu yang mempunyai strategi regulasi emosi cognitive reappraisal lebih memikirkan terlebih dahulu dan mereduksi dalam merasakan emosi yang negatif terhadap suatu hal yang akan diputuskan. Oleh karena itu apabila cognitive reappraisal tinggi, maka buck passing rendah karena individu yang cognitive reappraisal tinggi maka tidak akan menghindari untuk mengambil keputusan dan akan bertanggung jawab atas keputusannya tersebut. Berdasarkan pengolahan data juga ditemukan bahwa cognitive reappraisal dan procrastination tidak berhubungan secara signifikan. Peneliti mengasumsikan bahwa ketika seseorang menggunakan cognitive reappraisal dia cenderung menggunakan kemampuan cognitive nya untuk memikirkan konsekuensi dari tindakannya, sedangkan kecenderungan procrastination berarti kemampuan kognitif tidak digunakan secara optimal ketika seseorang dihadapkan untuk mengambil suatu keputusan seperti perilaku menunda-nunda, yang mana hal tersebut berdampak tidak baik bagi individu karena individu tidak memikirkan konsekuensi dari perilaku menunda-nundanya itu.
4
Kemudian ditemukan bahwa cognitive reappraisal dan hypervigilance tidak berhubungan secara signifikan. Hypervigilance yang merupakan pengambilan keputusan yang tidak matang karena individu tergesa-gesa, dan cenderung memiliki kecemasan dan kepanikan yang tidak terkontol karena ada tekanan waktu. Hal tersebut berarti Individu dengan pengambilan keputusan hypervigilance cenderung tidak menggunakan kemampuan kognitif dengan baik sedangkan cognitive reappraisal melibatkan kemampuan kognitif yang optimal agar mampu menilai kembali situasi yang dialami sehingga lebih mudah mengatur emosi yang akan muncul, bahkan ketika ada tekanan waktu. Oleh karena itu cognitive reappraisal dan hypervigilance bertentangan. Sedangkan ditemukan bahwa pada strategi regulasi emosi expressive suppression dengan ke 4 gaya pengambilan keputusan tidak berhubungan secara signifikan, karena pengambilan keputusan sendiri itu merupakan proses kognitif. Sedangkan expressive suppression tidak melibatkan kemampuan kognitif. Orang yang menekan emosinya dan tidak menunjukan kepada orang lain bukan berarti tidak dapat menentukan bagaimana ia mengambil suatu keputusan.
5.3 Saran Hasil penelitian yang peneliti telah lakukan, terdapat beberapa saran sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait mencakup: 1. Gaya pengambilan keputusan tidak hanya terjadi pada remaja, tetapi juga pada semua kalangan pasti mempunyai gaya pengambilan keputusan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya sampel lebih banyak dan bervariasi, sehingga dapat terlihat gaya pengambilan keputusan seperti apa yang biasa dipakai. 2. Kenakalan remaja sangat luas cakupannya tidak hanya di lapas, maka peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya kenakalan remaja dengan subjek yang beragam. 3. Berdasarkan hasil penelitan penulis memiliki saran agar para orang tua dapat lebih memperhatikan kondisi anak dan memperbolehkan anak untuk bebas mengungkapkan emosinya terutama di masa remaja dan membimbing anak untuk lebih mengontrol emosi, serta orangtua memperbolehkan anak remaja
5
mengikuti kegiatan postif seperti bermain musik atau berolahraga serta memberikan pegalaman baru, hal tersebut maka akan membuat kognitif seorang remaja menjadi berkembang dengan positif, sehingga dapat merubah cara berpikir untuk mengatur dampak emosi agar anak tidak terjerumus kedalam pergaulan yang negatif dalam penyalahgunaan narkoba. 4. Orangtua harus mendidik dan mendukung anak agar dapat mandiri, serta percaya diri, dengan memberikan kepercayaan atas tanggung jawab dari dini, agar anak tersebut terbiasa untuk bertanggung jawab serta percaya diri atas keputusan yang akan atau telah di buat oleh anak tersebut.
6