BAB 5
SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Dalam bab ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan, dan diskusi mengenai penelitian yang telah dilakukan, dan saran-saran yang akan berguna bagi penelitian selanjutnya. 5.1 Simpulan Berdasarkan dari hasil yang didapat setelah melakukan pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara deindividuasi dan perilaku agresi. Hasil perhitungan menunjukan hasil nilai signifikansi korelasi yang didapat ialah sebesar 0,322. Berdasarkan teori dan perhitungan yang ada, maka dapat dilihat bahwa nilai signifikansi korelasi antara deindividuasi dan perilaku agresi tergolong rendah. Semakin tinggi nilai dari variabel deindividuasi maka semakin tinggi juga nilai dari variabel perilaku agresi, begitu pula sebaliknya. Semakin rendah nilai dari deindividuasi maka semakin rendah juga nilai dari variabel perilaku agresi, hal tersebut menjadikan hubungan antara dua variabel adalah hubungan searah. Maka, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti terdapat hubungan antara deindividuasi dengan perilaku agresi pada remaja pelaku cyberbullying pengguna ask.fm di DKI Jakarta. 5.2 Diskusi Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ada korelasi yang signifikan antar deindividuasi dengan perilaku agresi pada pelaku cyberbullying pengguna ask.fm di DKI Jakarta, dengan nilai korelas sebesar 0,322 yang berarti menurut Sugiyono(2009), apabila nilai korelasi sebesar 0,200 – 0,399 maka korelasi antar deindividuasi dan perilaku agresi bersifat lemah. Hasil penelitian ini sejalan dengan LeBon’s theory yang mengatakan bahwa individu bersikap lebih agresif apabila mengalami proses deindividuasi yaitu pada saat dirinya tidak dapat teridentifikasi dengan orang lain.
47
48
Penelitian ini mengambil fenomena yang sering terjadi dikalangan remaja di media sosial yaitu cyberbullying. Dimana peneliti mengambil populasi pengguna ask.fm dengan pertimbangan banyaknya perilaku cyberbullying yang terjadi di ask.fm akibat dari salah satu fitur yang dimiliki oleh media sosial ask.fm yaitu ask anonimously, seperti namanya fitur ini dapat mengajukan pertanyaan tanpa memberikan identitas apapun sehingga pertanyaan tersebut bersifat anonim. Hal tersebutlah yang dimanfaatkan pelaku cyberbullying dengan menyembunyikan identitas sehingga mengalami proses deindividuasi dan melakukan perilaku agresi di situs online yang biasa disebut dengan cyberbullying. Proses deindividuasi yang tejadi pada pengguna ask.fm termasuk kedalam proses deindividuasi teknologi dimana Menurut Khabay(1998), individu pengguna media sosial atau dalam penelitian ini pengguna ask.fm tidak dapat teridentifikasi karena tersembunyi dibalik gadget yang mereka gunakan. Sehingga mereka mengalami peleburan kedalam seluruh pengguna ask.fm yang ada di dunia. Jika dikaitkan dengan hasil penelitian bahwa proses deindividuasi memiliki hubungan dengan perilaku agresi. Maka perilaku cyberbullying yang sering terjadi di ask.fm menggunakan fitur ask anonimously sejalan dengan teori yang di ungkapkan oleh Dunn&Rogers (dalam Feldman,1985) yang menjelaskan bahwa proses deindividuasi efektif dalam meningkatkan perilaku agresi. Selain melakukan penelitian korelasi peneliti juga melakukan analisa tambahan dengan melihat persebaran subjek berdasarkan usia dari responden yang memiliki tingkat perilaku agresi tinggi. Hasil analisa tersebut, menunjukan bahwa dari 107 responden yang memiliki perilaku agresi yang tinggi 51 responden (47,7%) berusia 19–21 tahun, 40 responden (37,4%) berusia 16–18 tahun, dan 16 responden (14,9%) berusia 12–15 tahun. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa remaja akhir berumur 19–21 tahun memiliki banyak kontribusi dalam penelitian ini. Peneliti juga melakukan analisa tambahan berdasarkan usia dari responden yang mengalami proses deindividuasi yang tinggi, menunjukan bahwa dari 104 responden yang mengalami proses deindividuasi yang tinggi 21 responden (20%) berasal dari usia 12-15 tahun, 36 responden (35%) berasal dari usia 16–18 tahun dan 47 responden (45%) berasal dari usia 19-21 tahun.
49
Setelah itu, peneliti melakukan uji perbedaan kepada tiga kelompok usia dengan menggunakan IBM Statistics SPSS (Version 22). Yang menghasilkan bahwa tidak ada perbedaan pada perilaku agresi ketiga kelompok usia tersebut. Sedangkan pada proses deindividuasi, tidak ada perbedaan pada kelompok usia 12-15 dan 16-18 tahun dan terdapat perbedaan pada usia kelompok 12-15 dan 1921 tahun, dan 16-18 dan 21 tahun. Dari hasil yang didapat peneliti menggabungkan usia 12-15 dan 16-18 tahun dan melakukan uji perbedaan pada usia 12-18 dan 19-21 yang menghasilkan terdapat perbedaan pada kedua kelompok usia tersebut. Setelah mendapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan pada kedua kelompok usia 12-18 dan 19-21 tahun. Peneliti melakukan analisa antara kedua kelompok yang memiliki proses deindividuasi yang tinggi. Dari 104 responden yang mengalami proses deindividuasi yang tinggi 57 responden (55%) berasal dari usia 12-18 tahun dan 47 responden (45%) berasal dari usia 19-21 tahun. Dari analisa diatas dapat disimpulkan bahwa proses deindividuasi yang tinggi biasanya dialami oleh remaja usia 12 hingga 18 tahun. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai korelasi sebesar 0,322 yang berarti nilai korelasi bersifat lemah. Lemahnya nilai korelasi disebabkan oleh salahnya pengambilan subjek. Pada penelitian ini, responden terbanyak berasal dari kelompok usia 19-21 tahun. Sesuai pada teori Erik Erikson dalam (Santrock,2002) bahwa usia 19-21 tahun termasuk kedalam emerging adult yang merupakan masa transisi dari remaja ketahapan dewasa dimana ego individu sudah mulai stabil. Namun alasan peneliti mengambil subjek usia 12-21 tahun adalah sesuai pada teori dari Monks(2003) yang mengatakan bahwa rentan usia remaja adalah 12 sampai dengan 21 tahun. Walaupun telah dirancang dengan perencanaan sedemikian rupa, namun penelitian ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan yang menjadikan penelitian ini memiliki beberapa kekurangan seperti pengambilan sampel yang kurang pas, dan alat ukur yang kurang sesuai untuk mengukur variabel. Hal tersebut dapat menjadi salah satu fokus bagi penelitian selanjutnya untuk lebih memperluas penyebaran data dan memilih alat ukur yang lebih sesuai agar hasilnya lebih baik lagi.
50
5.3 Keterbatasan Penelitian Peneliti mengkonstruk alat ukur deindividuasi dengan menggunakan teori dari Reicher mengenai SIDE (dalam Li,2010) yang mengukur empat dimensi yaitu group immersion, anonimity, lack of self awareness dan lack of self regulation. Setelah melakukan uji validitas, alat ukur deindividuasi memiliki 27 item dengan menggunakan skala likert yang dibuat untuk mengukur keempat dimensi tersebut. Melalui sidang skripsi yang telah dilakukan pada tanggal 21 Agustus 2015, penguji mempertanyakan beberapa item, diantaranya item “Saya merasa kesulitan menyelesaikan masalah yang saya hadapi” dan item “Saya merasa nyaman menjadi bagian dari kelompok pengguna media sosial” lebih masuk kedalam item yang mengukur collectivism. Selain itu, pada alat ukur agresi yang di adaptasi dari The Aggression questionnare yang dibuat oleh Buss&Perry(1992) mengukur tiga dimensi yaitu verbal aggression,hostility dan anger. Ada beberapa item yang dipertanyakan oleh dosen penguji seperti item “Terkadang saya merasa orang lain menertawakan saya dibelakang” dan item “Saya merasa kesulitan dalam mengendalikan emosi” yang tidak mengukur perilaku tapi lebih kedalam hal yang berpengaruh dalam memicu perilaku agresi. Hal-hal tersebut menjadi keterbatasan dalam penelitian ini dan diharapkan dalam penelitian berikutnya untuk mengevaluasi kembali alat ukur dari sisi content(isi) agar lebih berhati-hati. 5.4 Saran 5.4.1 Saran Teoritis 1. penelitian ini hanya fokus dan mengambil responden yang berdomisili di DKI Jakarta saja. Oleh karena itu, disarankan penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan mengambil populasi yang lebih luas. Agar lebih dapat merepresentasikan perilaku yang diakibatkan oleh adanya proses deindividuasi pada media sosial di Indonesia. 2. penelitian ini hanya mengambil responden yang menggunakan ask.fm tetapi pada kenyataan nya banyak kasus cyberbullying yg terjadi di media sosial lainnya yang menggunakan akun anonim maupun pseudonim. Oleh
51
karena itu, pada penelitian selanjutnya disarankan dapat mengambil populasi dari media sosial lainnya yang juga sering mendatangkan perilaku cyberbullying. 3. Penelitian ini berfokus pada efek negatif dari proses deindividuasi dari akun anonim saja tetapi kurang memperhatikan efek positif dari proses deindividuasi dari akun anonim maupun pseudonim. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat melihat efek positif dari adanya proses deindividuasi pada akun anonim. 4. Peneliti sadar bahwa ada beberapa faktor lain yang menyebabkan perilaku agresi pada perilaku cyberbullying. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk mencari beberapa faktor tersebut agar dapat melihat hal-hal apa saja yang mempengaruhi perilaku cyberbullying. 5. Penelitian ini mengambil subjek usia remaja 12 sampai 21 tahun. Dimana pada penelitian disimpulkan bahwa proses deindividuasi lebih banyak terjadi pada remaja usia 12 sampai 18 tahun. Oleh karena itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk mengambil subjek pada usia 12 hingga 18 tahun saja. 5.3.2 Saran Praktis Dengan hasil penelitian adanya hubungan yang signifikan antara deindividuasi dengan perilaku agresi, maka peneliti menyarankan untuk remaja pengguna ask.fm atau media sosial lainnya, agar lebih dapat melakukan kontrol diri pada saat menggunakan akun anonim, lebih aware dengan sekitar, dan melaporkan pada pihak yang berwajib apabila melihat adanya perilaku cyberbullying. Untuk orangtua, agar lebih mengontrol anaknya dalam menggunakan media sosial agar anak tersebut tidak menjadi korban maupun pelaku cyberbullying. Dan untuk pendiri ask.fm agar lebih dapat mengawasi dan menumbuhkan perasaan tanggung jawab dalam menggunakan akun anonim pada penggunanya.