BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab terakhir ini, peneliti akan menguraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi mengenai hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu, peneliti juga mencantumkan saran yang sekiranya dapat membantu untuk membangun penelitian kedepannya. 1.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data yang dilakukan melalui software IBM SPSS Statistics (Version 20)di dalam penelitian ini, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Selanjutnya, dimensi dari kepribadian big five yang memiliki hubungan positif dengan perilaku prososial dan signifikan adalah extravertion dengan nilai korelasi sebesar 0,355dan signifikansi sebesar 0,000.Openness to
experiencedengan
nilai
korelasi
sebesar
0,216dan
signifikansi
sebesar
0,014.Agreeableness dengan nilai korelasi sebesar 0,340dan signifikansi sebesar 0,000.Conscientiousness dengan nilai korelasi sebesar 0,400dan signifikansi sebesar 0,000.Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan yangada antara extravertion, openness to experience, agreeablenessdan conscientiousness memiliki hubungan yang searah dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta. Jadi,
apabila
extravertion,
openness
to
experience,
agreeablenessdan
conscientiousnesstinggi maka perilaku prososial akantinggi, begitupula sebaliknya.Jika extravertion, openness to experience, agreeablenessdan conscientiousnessrendah maka perilaku prososial akan rendah. 1.2 Diskusi Hasil dalam penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kepribadian big five dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahmani (2009) yang menyatakan bahwa tipe kepribadian big five memiliki hubungan terhadap perilaku prososial pada perawat.Mengacu pada teori Eisenberg & Mussen (1989), mengatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang berkontribusiterhadap perilaku prososial salah satunya
faktor
karakteristik
individu,
khususnya
kepribadian.Piliavin
(dalam
Dayakisni& Hudaniah, 2009), juga menambahkan bahwa faktor yang terdapat didalam diri
seseorang,yaknikepribadianmemiliki
kecenderungan
terhadap
individu
untukberperilaku prososial. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui software IBM SPSS Statistics
(Version
20),
hasil
yang
didapat
menunjukkan
bahwa
dimensi
neuroticismmemiliki nilai korelasi yang diperoleh sebesar -0,140 dan signifikansi sebesar 0,112 (> 0,05). Individu yangneuroticism adalah individu yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif, seperti rasa cemas, depresi (McCrae & Costa, dalam Beaumont & Stout, 2003). Hal tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan olehLin, Musick, &Wilson (dalam Zukauskiene & Malinauskiene, 2009) memberikan hasil bahwa studi epidemiologi menunjukkan bahwa skala depresi memiliki arah yang negatif terhadap partisipasi sosial, hal ini dikarenakan neuroticism menunjukkan ketidakstabilan emosi dan memiliki emosi yang cenderung negatif.Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Darley & Batson (dalam Baron & Byrne, 2005) juga mengatakan bahwa ketika individu dipenuhi oleh rasa cemas didalam dirinya, maka tingkah laku prososial pada individu tersebut cenderung tidak terjadi.Akan tetapi, subjek dalam penelitian ini yakni relawan TAGANA dapat mengalihkan rasa cemasnya dengan motivasi yaitu menikmati situasi dan kondisi saat berada di lokasi bencana alam. Hal tersebut dikarenakan, sebelum terjun ke lokasi bencana alam relawan TAGANA dibekali pelatihan mengenai tugas-tugas yang akan mereka kerjakan selama berada di lokasi bencana seperti cara mengevakuasi korban, memberikan fasilitas darurat yang diperlukan, dan sebagainya. Dengan adanya pembekalan pelatihan tersebut, dapat menciptakan kesiapan mental dalam diri relawan sehingga relawan mampu bekerja secara efektif tanpa diikuti oleh rasa cemas, rasa marah dan sebagainya. Pada dimensi extravertion hasil menunjukkan bahwadimensi extravertion memiliki hubungan positif dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta dan signifikan.Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi yang diperoleh 0,355 dan signifikansisebesar 0,000 (< 0,05). Artinya, extravertion memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.Jadi, semakin tinggi extravertion maka semakin tinggi perilaku prososial.Extravertion dicirikan seperti memiliki emosi yang positif, enerjik, senang bergaul, tertarik dengan banyak hal, juga
ramah
terhadap
orang
lain.Seseorang
yang
memiliki
karakteristik
extravertionsenang bersosialisasi dengan orang banyak. Mereka juga aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan, seperti kegiatan sosial dalammemberikan bantuan kepada korban bencana alam. Serupa dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Mlcak (2012) menunjukkan bahwa extravertion memiliki kecenderunganuntuk berperilaku aktif dalam krisis dan situasi emosional.Selain itu, mereka juga termotivasi untuk menghadapi tantangan seperti membantu mengevakuasi korban dilokasi bencana yang rawan dan mengandung resiko tinggi. Pada dimensi openness to experiencehasil menunjukkan bahwadimensi openness to experiencememiliki hubungan positif dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta dan signifikan.Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi yang diperoleh 0,216dan signifikansi sebesar 0,014(< 0,05). Artinya, openness to experience memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.Jadi, semakin tinggi openness to experiencemaka semakin tinggi perilaku prososial.Individu yang memiliki karakteristik openness to experience merupakan individu yang kreatif. Artinya, ketika sedang mengalami kesulitan individu yang openness to experienceakan menggunakan berbagai akal untuk dapat mengatasinya. Selain itu, individu yang openness to experiencejuga memiliki kapasitas dalam menyerap informasi.Sehingga ketika melihat seseorang yang membutuhkan bantuannya, individu yang openness to experiencecenderung lebih cepat untuk berperilaku prososial. Penelitian dari Mlcak(2012)
juga
menyatakan
bahwa
opennesstoexperience dicirikan sebagai pribadi yang lebih emosional dan secara kognitif berempati pada situasi darurat. Pada dimensiagreeablenesshasil menunjukkan bahwadimensi agreeableness memiliki hubungan positif dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta dan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi yang diperoleh 0,340dan signifikansi sebesar 0,000(< 0,05). Artinya, agreeableness memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.Jadi, semakin tinggi agreeableness maka semakin tinggi perilaku prososial. Mengacu pada teori Costa & Widiger (dalam Moberg, 1999), mengatakan bahwa salah satu skala dalam agreeableness ialah altruism yaitu individu yang memiliki keinginan untuk menolong orang lain. Altruism merupakan salah satu bentuk spesifik dari perilaku prososial (Murhima, 2010).Individu yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi
ialah individu yang ramah dengan orang lain. Mereka juga suka menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Timothy (dalam Gufron,2010) bahwa tipe kepribadian agreeableness ini mengidentifikasikannya dengan perilaku prososial yang mana termasuk didalamnya ialah perilaku yang berorientasi pada altruistik dan rendah hati. Pada dimensiconscientiousnessmemiliki sumbangan yang besar terhadap perilaku prososial
dibandingkan
dengan
dimensi-dimensi
lainnya.Hasil
menunjukkan
bahwadimensi conscientiousness memiliki hubungan positif dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta dan signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi yang diperoleh 0,400 dan signifikansi sebesar 0,000(< 0,05). Artinya, conscientiousness memiliki hubungan positif dan signifikan dengan perilaku prososial pada relawan TAGANA di Jakarta.Jadi, semakin tinggi conscientiousness maka semakin tinggi perilaku prososial. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Mlcak (2012) yang menunjukkan hasil bahwa conscientiousness merupakan salah satu dimensi dari big five yang paling memiliki hubungan dengan kecenderungan prososial. Individu yang memiliki conscientiousnessyang tinggi merupakan individu yang disiplin dan pekerja keras. Serupa dengan hal tersebut, McCrae & John (dalam Zukauskiene & Malinauskiene, 2009) mengatakan bahwa conscientiousness dikaitkan dengan perilaku proaktif, memiliki kemauanyang kuatuntuk mencapai sesuatu, memiliki harga diri yang tinggi, danmemiliki kontrol terhadap keinginannya.Selanjutnya, Zukauskiene
&
Malinauskiene
initampaknyaberharga
(2009)
bagiseseorang
berpendapat yangingin
bahwa
kualitas
berpartisipasi
dalamkegiatansukarelawan. Penelitian dari Mlcak (2012) juga menyatakan bahwa conscientiousness dicirikan sebagai pribadi yang lebih emosional dan secara kognitif berempati pada situasi darurat. Dengan demikian, ditinjau dari nilai korelasi yang telah diuraikan diatas dimensi neuroticism, extravertion, agreeableness dan openness to experience berada dalam kategori rendah.Sedangkan, conscientiousness berada dalam kategori sedang.Hal ini menggambarkan bahwa dimensi dalam kepribadian big five bukan satu-satunya variabel yang memiliki kecenderungan langsung dengan variabel perilaku prososial, sehingga kepribadian big five kurang menjelaskan variabel perilaku prososial. Terdapat pula variabel lain yang memiliki kecenderungan seseorang untuk berperilaku prososial
seperti faktor kognitif, efek mood, usia maupun jenis kelamin dan tipe kepribadian lainnya. 1.3 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba berbagi memberikan saran sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait yaitu saran teoritis dan saran praktis. Sebagai berikut:
1.3.1 Saran Teoritis 1.
Untuk penelitian selanjutnya yang serupa, disarankan agar lebih memperhatikan item-item pertanyaan untuk masing-masing variabel, baik dari segi kuantitas maupun kualitas item pertanyaan agar lebih dapat mengukur apa yang ingin diukur.
2.
Perilaku prososial tidak hanya terjadi dikalangan relawan, tetapi juga hampir pada semua kalangan. Oleh sebab itu, dalam penelitian selanjutnya jumlah sampel lebih diperbanyak dengan melibatkan kalangan diluar relawan, sehingga responden dalampenelitian dapat mewakili tujuan yang ingin dicapai didalam penelitian.
3.
Peneliti tidak melakukan pengujian tentang perbedaan antara perilaku prososial relawan TAGANA di Jakarta dengan perilaku prososial relawan diluar TAGANA. Ada baiknya, bagi peneliti selanjutnya untuk melihat perbedaan tersebut mengingat perilaku prososial sangat penting dalam kehidupan sosial.
1.3.2 Saran Praktis 1.
TAGANA merupakan organisasi milik Dinas Kementrian Sosial. Untuk menjadi relawan TAGANA dibutuhkan pelatihan khusus seperticara yang dilakukan saat mengevakuasi korban, memberikan pelayanan dapur umum dan melayani kebutuhan darurat yang diperlukan. Dengan demikian, untuk menjadi relawan TAGANA sangat memprioritaskan segi hardskill dari calon relawan TAGANA. Sedangkan segi softskill, seperti tes kepribadian belum digunakan. Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas kinerja relawan TAGANA agar menjadi lebih baik, sebaiknya softskill juga diperlukan untuk mengetahui karakteristik dari relawan TAGANA. Untuk
itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan positif bagi organisasi TAGANA, bahwa karakteristik conscientiousness dapat melahirkan relawan yang mampu bekerja sesuai visi dan misi organisasi. 2.
Bagi relawan TAGANA, hendaknya lebih ditingkatkan lagi nilai-nilai sosial khususnya perilaku prososial pada kehidupan sehari-hari. Hal ini dilakukan agar dapat mengembangkan jiwa relawan dalam dirinya.