BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan, diskusi, dan saran yang dihasilkan dari hasil penelitian. Saran-saran dalam penelitian ini berisi tentang saran yang ditunjukan untuk penelitian selanjutnya, agar kekurangan dalam penelitian ini bisa diantisipasi. 5.1 Simpulan Berdasarkan pengolahan data pada 215 responden dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara self-control dengan problematic mobile phone use (p <0.05, r : -0.146). Apabila self-control tinggi maka problematic mobile phone use pada subyek akan rendah. Sebaliknya, apabila self-control rendah maka problematic mobile phone use pada subyek akan tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. 5.2 Diskusi Dalam hasil penelitian, menghasilkan hasil uji hipotesis dari variabel self-control dengan variabel problematic mobile phone use sebesar p = 0,032, r = -0,146) yang artinya jika nilai signifikansi <0,05 dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara variabel self-control dengan variabel problematic mobile phone use. Adanya hubungan terjadi karena menurut Billieux (2012), problematic mobile phone use dikaitkan dengan suatu perilaku impulsivity yang digambarkan bahwa individu yang menggunakan telepon seluler terutama didorong oleh kurangnya self-control dan regulasi emosi maladaptive. Perilaku impulsivity mengarah pada perilaku urgency, lack of perseverance dan lack of premeditation yang akan mepengaruhi kurangnya self control dalam pengambilan keputusan yang beresiko. Misalnya, seseorang tidak bisa menunda menggunakan telepon ketika mereka mengalami emosi yang kuat karena mereka tidak memiliki kontrol diri dalam situasi urgensi yang tinggi, sedangkan seseorang yang berlebihan menggunakan ponsel mereka karena mereka tidak memperhitungkan potensi konsekuensi masa depan. Pada subyek terdapatnya hubungan negatif antara self-control dengan problematic mobile phone use terjadi karena masa emerging adulthood secara umum menurut Arnett (2004), berada tahap memasuki masa dewasa yang jauh dari orang tua. Menurut Arnett
65
66
(2004), saat mereka hidup diluar jauh dari orang tua, mereka memiliki tanggung jawab dan sudah mengembangkan self control diri yang baik agar mereka dapat menghadapi tantangan diluar. Namun, emerging adult masih mencari identitas diri dikarenakan mereka masih bingung akan statusnya yang secara mereka sudah bukan lagi remaja namun mereka juga belum memasuki dewasa yang utuh sehingga emerging adult terkadang mengalami ketidakstabilan dalam pengambilan keputusan. Tidak heran kenapa subjek ini masih dapat berubah-ubah dalam self-control nya, contoh nya seperti penggunaan mobile phone yang terus-menerus ketika sedang mengalami suatu masalah dan kurangnya kontrol diri dalam penggunaan mobile phone yang berlebihan. Nilai korelasi antara self-control dengan problematic mobile phone use tergolong rendah, karena diantara lima dimensi problematic mobile phone use, hanya satu dimensi saja yang berkorelasi dengan self-control yaitu escape from other problem (p <0,05, r= 0,146). Hubungan antara self-control dengan dimensi escape from other problem dapat terjadi karena menurut Bianchi & Phillips (2005), escape from other problem merupakan suatu perasaan dimana seseorang mengalihkan masalah dengan melarikan diri pada sesuatu yang menyenangkan. Ketika individu mempunyai masalah dan mempunyai self-control yang rendah maka individu akan cenderung tidak dapat menyelesaikan masalah dengan solusi yang baik dan akhirnya melarikan diri dari masalah dengan menggunakan sesuatu yang menyenangkan contohnya seperti mobile phone. Menurut James dan Drenan (2005), meneliti tentang faktor situasi yang dapat terdapat beberapa faktor penyebab kecanduan seperti sedih kesepian, mempunyai masalah, stress dan kebosanan. Berdasarkan hasil olahan data didapatkan bahwa hampir semua subjek menggunakan mobile phone untuk aktivitas entertainment, yaitu internet. Mereka mencari suatu pengalihan dengan mobile phone untuk dijadikan sarana coping dalam suatu masalah dengan menggunakan perangkat entertainment seperti internet untuk mengalihkan masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik sehingga menjadi suatu penggunaan yang terus-menerus yang berdampak problematika dalam penggunaan yang terus-menerus. Dalam hasil self-control dan dimensi tolerance dan withdrawal dan negative life consequences tidak memiliki korelasi (p>0,05), yang artinya tinggi atau rendahnya selfcontrol tidak mempengaruhi meningkat dan menurunnya tolerance dan withdrawal tersebut. Padahal kedua dimensi tersebut sangat berkaitan dengan dimensi-dimensi
67
dalam adiksi yang umum. Hal ini dapat terjadi karena kecanduan mobile phone berbeda dengan kecanduan drug. Dalam problematic mobile phone use memiliki karakteristik adiksi yang berbeda dengan adiksi alkohol dan obat-obatan. Penggunaan mobile phone secara berlebihan tidak menimbulkan dampak fisik yang langsung, seperti pada adiksi alkohol dan obat-obatan, sehingga memungkinkan penggunaan mobile phone memang dianggap suatu perilaku yang negatif tetapi perilaku hanya bentuknya dikurangi bukan dihindari. Mobile phone sendiri di jaman sebagai kebutuhan utama selain pangan, sandang, dan papan (okezone.com, 2014). Kebanyakan motivasi subyek penelitian ini menggunakan mobile phone adalah untuk komunikasi (69 responden), sehingga dapat disimpulkan dari total subyek mengarah pada problematic mobile phone use yang rendah serta faktor-faktor lain menurut Bianchi dan Phillips (2005) mengatakan bahwa low self-esteem, extraversion dan umur merupakan prediktor dalam terjadinya problematic mobile phone use dan tidak hanya self-control yang rendah menjadi faktor mengarah pada problematic mobile phone use, sehingga menguatkan bahwa tidak adanya korelasi dalam self-control dan dimensi tolerance dan withdrawal serta responden lebih banyak total self-control yang rendah namun problematic mobile phone use rendah mungkin dipengaruhi dari faktor-faktor yang dijelaskan oleh Bianchi dan Phillips (2005). Tidak adanya keterkaitan antara self-control dengan dimensi craving berarti bahwa dimiliki atau tidaknya self-control tidak akan berkaitan dengan tinggi atau rendahnya craving. Menurut Bianchi & Phillips (2005), craving adalah suatu perasaan dimana seseorang memiliki keinginan dari satu kebutuhan dalam menggunakan mobile phone untuk meringankan perasaan negatif, sedangkan menurut Tangney dan rekan (2004) komponen utama self-control adalah suatu kemampuan untuk mengesampingkan atau mengubah respon di dalam diri seseorang, serta menghilangkan kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri dari suatu tindakan yang dilakukan. Melihat pengertian dari craving dan self-control tersebut dapat dilihat adanya perbedaan orientasi pada keduanya, dimana craving lebih berfokus pada pengendalian emosi, sedangkan self-control berorientasi pada pengendalian perilaku. Craving bertujuan untuk meringankan perasaan negatif, sedangkan self-control berorientasi menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan. Dari hal tersebut, menyebabkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dimensi craving dan self-control.
68
Kemungkinan ada variabel penengah yang tidak diperhitungkan yang menyebabkan kurangnya ada hubungan antara self-control dan dimensi craving. Self-control dengan social motivation dinyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara self-control dengan dimensi social motivation. Hal ini dikarenakan bahwa faktor pendukung dari motivasi dalam menggunakan mobile phone tidak hanya berasal dari motivasi sosial, teman dan keluarga. Menurut Lutfi (okezone.com, 2014), yaitu smartphone menjadi kebutuhan utama di samping pangan, sandang dan papan. Dalam pemakaian dan pembelian mobile phone bersifat personal dan bukan karena faktor sosial, teman dan lingkungan yang terkait, karena mobile phone sudah menjadi suatu kebutuhan primer dalam aktivitas sehari-hari sehingga tidak seharusnya dihindari.Untuk penggunaan mobile phone juga disebabkan dari motivasi internal dan eskternal, contohnya seperti ketika seseorang dalam tahap mendekati lawan jenisnya akan mengalami peningkatan untuk berkomunikasi dengan lawan jenisnya tersebut sehingga penggunaan mobile phone menjadi meningkat, menurut self-control individu tersebut dalam peningkatan penggunaan ini tidak mengarah pada suatu hal yang negatif dan self-control tidak terlalu berperan dalam mengontrol penggunaan . Oleh sebab itu, self-control dalam korelasi tidak terlalu terkait dengan dimensi social motivation. Hasil dari analisa tambahan juga menyatakan bahwa hasil dari respoden yang memiliki self-control yang tinggi maka problematic mobile phone use rendah, sedangkan responden yang memiliki self-control yang rendah maka kecenderungan untuk mengalami problematic mobile phone use akan tinggi. Hal ini dikarenakan ketika seseorang mempunyai self-control yang tinggi menurut Baumeister, Bratslavsky, Muraven, & Tice (1998), berarti memiliki kemampuan lebih baik untuk mengontrol pikiran mereka, pengaturan emosi dan mencegah suatu impuls mereka daripada orang yang memiliki self-control yang rendah serta self-control yang tinggi berhubungan dekat dengan perilaku kondusif kepada suatu kesuksesan dalam hidup dan kehidupan yang sehat. Namun, Menurut Ray (2011), secara umum self- control yang rendah mengacu pada ketidakmampuan individu menahan diri dalam melakukan sesuatu serta tidak memedulikan konsekuensi jangka panjang. Self control yang rendah mengarahkan seseorang kepada suatu impulsiveness sehingga mudah sekali untuk mengalami permasalahan seperti problematic mobile phone use.
69
Pada laki-laki, Hasil dari analisa tambahan juga menyatakan bahwa perempuan lebih tergolong pada self-control yang tinggi dan laki-laki-laki tergolong pada selfcontrol yang rendah. Hal ini di perkuat dengan teori Gottfredson & Hirschi (1990) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan tingkat self control antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki memiliki tingkat self control yang lebih rendah daripada perempuan sehingga banyak ditemukan melakukan tindakan negatif dan menyimpang. Dalam teorinya, tindakan negatif dan menyimpang tersebut terkait dengan perilaku kriminal dan kenakalan tetapi dalam penelitian ini penulis mengaitkannya pada perilaku negatif yang lain yaitu seperti problematic mobile phone use. Gottfredson & Hirschi (1990), perilaku yang mengarah negatif disebabkan oleh faktor self-control yang rendah, sehingga dari hasil data yang diperoleh memperkuat bahwa laki-laki lebih cenderung memiliki self-control yang rendah. Pada laki-laki memiliki hasil yang seimbang antara tinggi atau rendah pada problematic mobile phone use dan perempuan tergolong pada problematic mobile phone use yang rendah. Pada laki-laki, self-control tidak serta-merta banyak yang mengalami problematic mobile phone use. Pada laki-laki, selain self-control yang rendah perlu ada faktor-faktor lain yang lebih mempengaruhi terjadinya problematic mobile phone use seperti low self-esteem, neurotism dan extraversion yang membuat mereka mengalami problematic mobile phone use (Bianchi & Phillips, 2005) Pada mahasiswa dikatakan menurut hasil penelitian bahwa mahasiswa tergolong memiliki self-control yang rendah, sedangkan seseorang yang bekerja memiliki selfcontrol yang tinggi. Untuk umur dua puluhan merupakan pertanda seseorang sudah memasuki bangku kuliah. Namun dalam hasil penelitian dikatakan bahwa mahasiswa cenderung mempunyai self-control yang rendah daripada responden yang berkerja. Hal ini menurut Arnett (2004), karakteristik mahasiswa dalam emerging adult masih mencari identitas diri, masih mengalami ketidakstabilan dalam pengambilan keputusan, masih ekplorasi dalam cinta, karir, dan lain-lain serta terkadang mereka masih bingung akan statusnya yang secara mereka sudah bukan lagi remaja namun mereka juga belum memasuki dewasa yang utuh. Dari kesimpulan ini, memungkinkan mahasiswa mempunyai self-control yang rendah dikarenakan masih belum memiliki tanggung jawab dan masih bergantung kepada keluarga dan orang lain, sedangkan pekerja memiliki karakteristik menurut Arnett, (2004), yaitu memiliki pikiran yang jangka
70
panjang, sudah memiliki ekplorasi yang serius terhadap karir dan pekerjaan dan hubungan percintaan, sehingga self-control dia berkembang seiring dengan proses kemandirian, serta cara berpikir yang semakin dewasa. Ketika menjadi orang dewasa, mereka akan menerima tanggung jawab untuk diri mereka sendiri, mampu membuat keputusan independen, dan mendapatkan kemandirian finansial dari orang tua mereka (Arnett, 2004). Dalam penelitian ini, sampel yang di uji dikategorikan normal sehingga peneliti tidak menargetkan sampel dengan kategori yang mempunyai problematic mobile phone yang tinggi. Hal ini membuat karakteristik problematic mobile phone use pun berbeda dengan individu yang memiliki problematic mobile phone use yang tinggi, sehingga hasil dalam analisa tambahan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dan hanya dijadikan suatu pola pemetaan deskriktif dalam analisa tambahan. Dari hasil rata-rata penggunaan ponsel dalam sehari dalam penelitian ini dapat dilihat dalam pemetaannya, bahwa lamanya waktu belum tentu mengarah pada problematic mobile phone use. Pada hasil total dalam menghabiskan biaya pulsa pulsa dalam sebulan yaitu dengan harga Rp 100.000 – Rp 199.000 tergolong pada self-control yang tinggi dan tergolong juga pada problematic mobile phone use yang rendah, dapat dilihat merupakan pola yang menarik sehingga hasil tersebut dapat mengarahkan kriteria dalam total pemakaian yang aman, tetapi belum dapat disimpulkan sebagai bagian hasil dari penelitian ini karena peneliti tidak menghitung peran penggunaan pulsa terhadap self-control dan problematic mobile phone use. Untuk kelemahan dalam penelitian ini, jumlah partisipan yang kurang banyak dan saat memberikaan kuisioner dengan cara memberikan mekakui teman dengan menggunakan google form sehingga responden menjawab kuesioner secara asal-asalan dan menjadi tidak maksimal. Akibat dari pengisian yang asal-asalan membuat hasil menjadi kurang baik dan membuat banyak item yang validitasnya tinggi menjadi berkurang sehingga item banyak tereliminasi.
71
5.3 Saran 5.3.1 Saran Praktis •
Lebih meningkatkan self-control dalam kehidupan sehari-sehari dengan menghindari perilaku-perilaku yang mengarahkan seseorang pada selfcontrol yang rendah.
•
Ketika menghadapi suatu masalah, sebaiknya tidak mencari bentuk pengalihan seperti penggunaan mobile phone, tetapi lebih mencari solusi masalah dengan sharing kepada teman atau keluarga sehingga mengontrol untuk tidak menggunakan mobile phone ketika memiliki masalah.
5.3.2 Saran Metodologis •
Untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih lanjut dari problematic mobile phone use dengan menggunakan variabel-variabel yang sudah di teliti seperti extraversion, neurotism, self-esteem, dan loneliness.
•
Disarankan untuk penelitian berikutnya dapat meneliti perilaku adiktif dari smaprtphone use yang mengarah pada penggunaan yang bermasalah.
•
Disarankan untuk lebih menambah jumlah responden dalam pilot, sehingga agar data yang diperoleh lebih valid dan lebih mempersentasi reliabilitas dan validitas dengan baik.
•
Untuk penelitian selanjutnya, dapat mengangkat topik penelitian tentang peran waktu dan biaya pemakaian pulsa terhadap problematic mobile phone use.