BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
` 5.1 Simpulan Berdasarkan data yang diperoleh pada 146 remaja awal pengguna Facebook diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif antara loneliness dengan cognitive distortion dengan signifikansi bernilai 0.001, dengan nilai hubungan yang tergolong rendah dengan nilai 0,271. Dapat disimpulkan bahwa apabila loneliness masa remaja awal pengguna Facebook tinggi maka cognitive distortion juga tinggi, sebaliknya apabila loneliness pada remaja awal pengguna Facebook rendah maka cognitive distortion juga rendah.
5.2 Diskusi Dari hasil penelitian yang didapat peneliti adalah terdapat hubungan antara loneliness dan cognitive distortion dengan nilai signifikansi 0.001 lebih kecil dari minimal signifikan ada hubungan dalam variable yaitu 0.05, dengan korelasi antar kedua variabel adalah 0,271 yang berarti memiliki hubungan yang rendah. Dalam penelitian ini, terdapat beberapa hal yang dapat dibahas untuk menjelaskan hasil keterhubungan antara variabel loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook. Hubungan signifikan antara loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook terjadi karena ketika subyek merasa kesepian, maka akan muncul kesalahan dalam berpikir pada terkait penggunaan Facebook. Sebaliknya ketika subyek memiliki kesalahan dalam berpikir terkait penggunaan Facebook, maka subyek akan mengalami kesepian. Apabila subyek merasa kesepian karena tidak mendapatkan respon yang diharapkan dari orang lain di Facebook, maka subyek akan menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa tersebut. Self-blame sendiri merupakan dimensi yang paling tinggi (r : 0,308) dibandingkan dimensi lain dalam cognitive distortion yang dikorelasikan dengan loneliness. Menurut Özodaşık (dalam Izgar, H., 2009) individu yang kesepian akan hidup dengan perasaan bersalah, merasa tidak berdaya dalam hubungannya dengan
orang disekitarnya. Apabila subyek menyalahkan diri sendiri karena tidak meluangkan waktu mengakses Facebook sehingga tidak selalu update dengan informasi, maka subyek dapat menjadi kesepian karena munculnya perasaan terisolasi. Namun asumsi ini perlu didukung oleh wawancara pada subyek yang memiliki skor loneliness dan cognitive distortion yang tergolong tinggi. Motivasi dalam menggunakan Facebook dapat berpengaruh terhadap loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal. Weiser (dalam Hu, Mu, 2007) mengemukakan bahwa terdapat dua motivasi dalam menggunakan teknologi komunikasi seperti internet, yaitu socio affective regulation (SAR) dan goods and information acquisition (GIA). Tujuan yang pertama berorientasi pada sosial atau afiliasi dalam penggunaan internet, sedangkan tujuan yang kedua berorientasi pada kegunaan atau kepraktisan. Motivasi yang bersifat SAR menunjukkan efek negatif pada psychological well-being, seperti loneliness dan depresi, karena berkurangnya keterlibatan dalam lingkungan sosial. Sebaliknya penggunaan internet yang dimotivasi oleh GIA menunjukkan efek positif pada psychological well-being dengan meningkatkan integrasi sosial. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka besar kemungkinan subyek dalam penelitian ini memiliki motivasi socio affective regulation (SAR). Hal ini didukung oleh gambaran aktivitas responden dalam menggunakan Facebook, dimana aktivitas terbanyak adalah melakukan update status. Kegiatan update status merupakan kegiatan bersosialisai dengan menuliskan status dalam account Facebook. Dengan mengupdate status tersebut, remaja mengharapkan akan respon dan berinteraksi dengan teman-teman dalam jejaring Facebooknya. Nilai korelasi yang tergolong rendah (r : 0,271) antara loneliness dan cognitive distortion dapat terjadi karena dalam penelitian ini tidak ditentukan bahwa subyek harus mengalami loneliness sebelum menggunakan Facebook. Individu yang mengalami loneliness kemudian menggunakan Facebook diasumsikan akan lebih rentan mengalami cognitive distortion daripada individu yang mengalami loneliness setelah menggunakan Facebook. Hal ini terjadi karena individu yang mengalami loneliness kemudian menggunakan Facebook dapat menjadi semakin loneliness karena tidak mendapatkan respon dari teman di Facebook seperti yang diharapkan, sehingga individu tersebut akan semakin tenggelam dalam kesalahan dalam berpikir (cognitive distortion). Semakin
mudah bagi individu tersebut untuk berpikir mengkritik diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berdaya, putus asa, dan terokupasi dengan pemikiran bahwa lingkungan berbahaya untuknya. Selain itu, nilai korelasi yang rendah antara loneliness dan cognitive distortion pada remaja awal pengguna Facebook dapat terjadi karena jika dibandingkan dengan cognitive distortion, depresi memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan loneliness. Pada beberapa penelitian atau literature loneliness sering dikaitkan dengan depresi. loneliness yang berkepanjangan dapat menyebabkan depresi (Izgar, H., 2009). cognitive distortion sendiri merupakan pemikiran irasional berlebihan yang dapat menyebabkan berbagai gangguan psikologis, seperti depresi (Nyarko, K. & Amissah, C. M.; 2014). Meskipun cognitive distortion berperan penting dalam perkembangan dan tetap terjadinya depresi (Singh, N., Yadav, R., Singh, G., & Dhiman, C.; 2011), namun cognitive distortion hanya menjadi indikator dari depresi. Ketika individu mengalami cognitive distortion, maka belum tentu mengalami depresi. Oleh karena itu diasumsikan hubungan antara loneliness dengan depresi akan lebih kuat daripada hubungan antara loneliness dan cognitive distortion. Lebih banyaknya subyek yang memiliki tingkat loneliness yang tinggi (59%) dibandingkan dengan subyek yang memiliki tingkat loneliness yang rendah (41%) dapat terjadi karena dibandingkan dengan orang yang tergolong berusia lanjut (55 tahun ke atas), remaja lebih sering mengalami loneliness (Sears, 1994). Hal ini menunjukkan bahwa dengan remaja merupakan usia yang rentan mengalami loneliness, sehingga penggunaan Facebook yang tidak tepat dapat meningkatkan kerentanan terjadinya loneliness pada remaja. Tingginya subyek yang mengalami loneliness dapat terjadi karena belum lamanya subyek memiliki account Facebook dan aktif dalam menggunakannya. Berdasarkan survey yang dilakukan Dittmann (dalam Hu, Mu, 2007) pengguna jejaring sosial, seperti Facebook, yang baru akan rentan mengalami kesepian, dibanding dengan pengguna jejaring sosial lama. Hal ini dapat terjadi karena pengguna Facebook yang baru masih merasa senang menggunakan fitur-fitur dalam Facebook, sehingga selalu ingin mengakses Facebook. Sebaliknya pengguna Facebook yang lama sudah merasa bosan dalam menggunakan Facebook, sehingga tidak meluangkan waktu yang lama untuk
mengaksesnya dan tidak selalu terokupasi pada Facebook. Hanya lamanya waktu subyek menggunakan Facebook tidak dikontrol dalam penelitian ini, sehingga tidak dapat dinyatakan secara pasti. Berdasarkan penggolongan skor cognitive distortion, diperoleh hasil bahwa 62,7% subyek memiliki level cognitive distortion yang tergolong tinggi. Hal ini dapat terjadi karena pada masa perkembangannya remaja sedang mengalami egosentrisme. Egosentris pada remaja merujuk pada kesadaran bahwa dirinya adalah pusat perhatian lingkungan sosialnya, diikuti dengan pemikiran bahwa selain dirinya tidak ada seorang pun yang dapat memahaminya (F. Rahman, 2010). Kondisi egosentrisme pada remaja dapat membuatnya rentan mengalami cognitive distortion. Pemikiran bahwa selain dirinya tidak ada seorang pun dapat memahaminya dapat membuat remaja awal pengguna Facebook hanya mengandalkan pemikirannya sendiri tanpa adanya konfirmasi dengan lingkungan sekitar meskipun pikiran tersebut tidak rasional. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ellis & Harper pada remaja (dalam Kingsley & Christoper M, 2014) yang mengatakan bahwa semua yang dipikirkan hanyalah pikiran yang irrasional, tidak menggunakan cara pikir yang sehat. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya literature, baik dalam penelitian maupun dalam uraian teoretis, yang secara langsung membahas keterkaitan antara loneliness dan cognitive distortion. Terlebih lagi belum ada literature yang membahas loneliness dan cognitive distortion dalam penggunaan internet, khususnya Facebook. Selain itu, data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah try out terpakai. Ini merupakan kelemahan penelitian ini kerna try out terpakai adalah metode yang digunakan dalam penelitian apabila sample yang digunakan untuk menguji reliabilitas dan validitas sama (Setiadi, Matindas, & Chairy, 1998). Menurut Setiadi, Matindas, & Chairy (1998) kekurangan dari data try out ialah data yang diperoleh dapat mengandung data bias atau kesalahan pengukuran karena alat yang dipakai bukan alat yang sudah baik reliabilitas dan validitasnya. Reliabilitas pada variabel loneliness pada penelitian ini memperoleh skor 0,602 dan bila di klasifikasikan dengan penilaian reliabilitas Guilfod & Frucher (dalam Neff, Turiel & Anshel, 2002) tergolong dalam nilai reliabilitas yang sedang. Sehingga, hal tersebut memperkuat asumsi peneliti bahwa data
try out terpakai bisa mempengaruhi hubungan antara variabel dan mengakibatkan hubungan rendah (r : 0,271) antar variabel loneliness dan cognitive distortion. Alasan peneliti tetap menggunakan metode try out terpakai dikarenakan kertebatasan waktu yang berpapasan dengan jadwal libur anak sekolah SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Jabodetabek. Selain penggunaan metode try out, faktor yang membuat hubungan antara loneliness dan cognitive distortion rendah adalah kegiatan ekstrakulikuler yang banyak diambil oleh remaja. Pada data kontrol terdapat kegiatan kesenian adalah akivitas ekstrakulikuler yang di pilih terbanyak. Hal ini dapat mengurangi fokus remaja terhadap Facebook dan mengurangi loneliness dan cognitive distortion. Oleh karna itu besar kemungkinan kegiatan kesenian mengakibatkan rendahnya hubungan antara kedua variabel. Kelemahan lain dari penelitian ini adalah penyebaran kuesioner dalam penelitian ini tidak merata di Jabodetabek, karena hanya disebarkan di Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Depok. Belum ada data yang dapat mewakili daerah Jakarta Utara, Jakarta Barat, Tangerang, dan Bogor. Hal ini menyebabkan hasil penelitian belum dapat digeneralisasikan di seluruh wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Tangerang, dan Bogor.